1. 1. Konsep Dasar Asuransi Syariah
Pendahuluan
Rubrik PERENCANAAN KEUANGAN ini mengunjungi pembaca setiap hari Jumat. Rubrik ini
diasuh oleh Tim Indonesia School of Life (ISOL) yakni Andrias Harefa, Roy Sembel, M.
Ichsan, Heru Wibawa, dan Parpudi Lubis. Pembaca dapat mengirimkan pertanyaan atau
berkonsultasi seputar masalah-masalah perencanaan keuangan. Pertanyaan dapat dikirim
lewat email: redaksi@sinarharapan.co.id, Faksimile Redaksi Sinar Harapan (021) 3912370,
surat dialamatkan ke redaksi Sinar Harapan, Jalan Fachruddin No. 6, Jakarta 10250, dan bisa
membuka di http://www.pembelajar.com/ISOL.
Indonesia merupakan Negara, dimana mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam.
Namun demikian, perkembangan produk-produk dengan prinsip syariah baru berkembangn
kurang lebih 3-4 tahun yang lalu, salah satunya adalah produk asuransi syariah yang dipelopori
oleh PT Asuransi Takaful Indonesia yang berdiri pada tahun 1994.
Setelah itu, asuransi berbasis syariah mulai digarap oleh beberapa perusahaan dengan pendirian
divisi syariah. Dengan terus berkembangnya produk-produk berbasis syariah, maka kami
melihat pentingnya untuk memperkenalkan secara khusus produk asuransi syariah.
Sebelum masuk prinsip-prinsip dan mekanisme produk tersebut, banyak kalangan muslim yang
beranggapan bahwa berasuransi adalah haram. Apakah benar? Ikut pembahasannya dibawah
ini.
Asuransi Tidak Islami?
Sebagian kalangan Islam beranggapan bahwa asuransi sama dengan menentang qodlo dan
qadar atau bertentangan dengan takdir. Pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan,
kemalangan dan kematian merupakan takdir Allah. Hal ini tidak dapat ditolak. Hanya saja kita
sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat perencanaan untuk menghadapi masa
depan. Allah berfirman dalam surat Al Hasyr: 18, yang artinya
―Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu
kepada Allah. Sesunguhnya Allah Maha mengetahui apa yang engkau kerjakan‖. Jelas sekali
dalam ayat ini kita dipertintahkan untuk merencanakan apa yang akan kita perbuat untuk masa
depan.
Dalam Al Qur‘an, surat Yusuf :43-49, Allah menggambarkan contoh usaha manusia
membentuk sistem proteksi menghadapai kemungkinan yang buruk dimasa depan. Secara
ringkas, ayat ini bercerita tentang pertanyaan raja mesir tetang mimpinya kepada Nabi Yusuf.
Dimana raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh
ekor sapi yang kurus, dan dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau berbuah serta tujuh
tangkai yang merah mengering tidak berbuah.
Nabi Yusuf dalam hal ini menjawab supaya kamu bertanam tujuh tahun dan dari hasilnya
hendaklah disimpan sebagian. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit,
yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapapi masa sulit tesebut, kecuali
sedikit dari apa yang disimpan.
Sangat jelas dalam ayat ini kita dianjurkan untuk berusaha menjaga kelangsungan kehidupan
dengan meproteksi kemungkinan terjadinya kondisi yang buruk. Dan sangat jelas ayat diatas
2. menyatakan bahwa berasurnasi tidak bertentangan dengan takdir, bahkan Allah menganjurkan
adanya upaya-upaya menuju kepada perencanaan masa depan dengan sisitem proteksi yang
dikenal dalam mekanisme asuransi.
Jadi, jika sistem proteksi atau asuransi dibenarkan, pertanyaan selanjutnya adalah: apakah
asuransi yang kita kenal sekarang (asuransi konvensional) telah memenuhi syarat-syarat lain
dalam konsep muamalat secara Islami. Dalam mekanisme asuransi konvensional terutama
asuransi jiwa, paling tidak ada tiga hal yang masih diharamkan oleh para ulama, yaitu: adanya
unsur gharar (ketidak jelasan dana), unsur maisir (judi/ gambling) dan riba (bunga). Ketiga hal
ini akan dijelaskan dalam penjelasaan rinci mengenai perbedaan antara asuransi konvensional
dan syariah.
Asuransi Konvensional dan Syariah
Asuransi jiwa syariah dan asuransi jiwa konvensional mempunyai tujuan sama yaitu
pengelolaan atau penanggulangan risiko. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah cara
pengelolaannya pengelolaan risiko asuransi konvensional berupa transfer risiko dari para
peserta kepada perusahaan asuransi (risk transfer) sedangkan asuransi jiwa syariah menganut
azas tolong menolong dengan membagi risiko diantara peserta asuransi jiwa (risk sharing).
Selain perbedaan cara pengelolaan risiko, ada perbedaan cara mengelola unsur tabungan
produk asuransi. Pengelolaan dana pada asuransi jiwa syariah menganut investasi syariah dan
terbebas dari unsur ribawi. Secara rinci perbedaan antara asuransi jiwa syariah dan asuransi
jiwa konvensional dapat dilihat pada uraian berikut:
Kontrak atau Akad
Kejelasan kontrak atau akad dalam praktik muamalah menjadi prinsip karena akan menentukan
sah atau tidaknya secara syariah. Demikian pula dengan kontrak antara peserta dengan
perusahaan asuransi. Asuransi konvensional menerapkan kontrak yang dalam syariah disebut
kontrak jual beli (tabaduli). Dalam kontrak ini harus memenuhi syarat-syarat kontrak jual-beli.
Ketidakjelasaan persoalan besarnya premi yang harus dibayarkan karena bergantung terhadap
usia peserta yang mana hanya Allah yang tau kapan kita meninggal mengakibatkan asuransi
konvensional mengandung apa yang disebut gharar —ketidakjelasaan pada kontrak sehingga
mengakibatkan akad pertukaran harta benda dalam asuransi konvensional dalam praktiknya
cacat secara hukum.
Sehingga dalam asuransi jiwa syariah kontrak yang digunakan bukan kontrak jual beli
melainkan kontrak tolong menolong (takafuli). Jadi asuransi jiwa syariah menggunakan apa
yang disebut sebagai kontrak tabarru yang dapat diartikan sebagai derma atau sumbangan.
Kontrak ini adalah alternatif uang sah dan dibenarkan dalam melepaskan diri dari praktik yang
diharamkan pada asuransi konvensional.Tujuan dari dana tabarru‘ ini adalah memberikan dana
kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu satu dengan yang lain sesama
peserta asuransi syariah apabila diantaranya ada yang terkena musibah. Oleh karenanya dana
tabarru‘ disimpan dalam satu rekening khsusus, dimana bila terjadi risiko, dana klaim yang
diberikan adalah dari rekening dana tabarru‘ yang sudah diniatkan oleh semua peserta untuk
kepentingan tolong menolong.
Kontrak Al-Mudharabah
3. Penjelasan di atas, mengenai kontrak tabarru‘ merupakan hibah yang dialokasikan bila terjadi
musibah. Sedangkan unsur di dalam asuransi jiwa bisa juga berupa tabungan. Dalam asuransi
jiwa syariah, tabungan atau investasi harus memenuhi syariah.
Dalam hal ini, pola investasi bagi hasil adalah cirinya dimana perusahaan asuransi hanyalah
pengelola dana yang terkumpul dari para peserta. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad
kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen)
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut
bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan
atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Kontrak bagi hasil disepkati didepan sehingga bila terjadi keuntungan maka pembagiannya
akan mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan kontrak bagi hasilnya adalah 60:40,
dimana peserta mendapatkan 60 persen dari keuntungan sedang perusahaan asuransi mendapat
40 persen dari keuntungan.
Dalam kaitannya dengan investasi, yang merupakan salah satu unsur dalam premi asuransi,
harus memenuhi syariah Islam dimana tidak mengenal apa yang biasa disebut riba. Semua
asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan mekanisme bunga.
Dengan demikian asuransi konvensional susah untuk menghindari riba. Sedangkan asuransi
syariah daolam berinvestasi harus menyimpan dananya ke berbagai investasi berdasarkan
syariah Islam dengan sistem al-mudharabah.
Dana Hangus
Pada asuransi konvensional dikenal dana hangus, dimana peserta tidak dapat melanjutkan
pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo. Begitu pula
dengan asuransi jiwa konvensional non-saving (tidak mengandung unsur tabungan) atau
asuransi kerugian, jika habis msa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi asuransi yang
sudah dibayarkan hangus atau menjadi keuntungan perusahaan asuransi.
Dalam konsep asuransi syariah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru
masuk sekalipun karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, maka dana atau premi yang
sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil saja yang sudah
diniatkan untuk dana tabarru‘ yang tidak dapat diambil.
Begitu pula dengan asuransi syariah umum, jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim,
maka pihak perusahaan mengembalikan sebagian dari premi tersebut dengan pola bagi hasil,
misalkan 60:40 atau 70:30 sesuai dengan kesepakatan kontrak di muka. Dalam hal ini maka
sangat mungkin premi yang dibayarkan di awal tahun dapat diambil kembali dan jumlahnya
sangat bergantung dengan tingkat investasi pada tahun tersebut.
Manfaat Asuransi Syariah
Asuransi syariah dapat menjadi alterntif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang
menginginkan produk yang sesuai dengan hokum Islam. Produk ini juga bisa menjadi pilihan
bagi pemeluk agama lain yang memandang konsep syariah adil bagi mereka. Syariah adalah
sebuah prinsip atau sistem yang ber-sifat universal dimana dapat dimanfaatkan oleh siapapun
juga yang berminat.
2. Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional
4. Uraian di bawah ini dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan perbadingan antara
asuransi syariah dengan asuransi konvensional.
1. Konsep
Syariah (S) : Sekumpulan orang yg saling membantu,saling menjamin dan bekerja sama
dengan cara masing – masing mengeluarkan dana terbaru.
Konvensional (K) : Perjanjian dua pihak atau lebih: pihak penanggung meningkatkan
diri pada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian
pada tertanggung.
2. Misi
S : Misi aqidah, ibadah (ta‘awun), misi ekonomi (iqtishodl) dan misi pemberdayaan
umat (sosial) K : Misi ekonomi dan sosial
3. Asal Usul
S : System Al-Aqilah, suatu kebiasaan suku arab sebelum Islam datang yang kemudian
disahkan oleh Rasulullah sebagai hukum islam
K : Dimulai dari masyarakat babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian
Hammurabi.
4. Sumber
S : Bersumber dari firman Allah, Al-Hadist dan Ijma Ulama.
K : Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positif,
hukum alami dan berbagai contoh sebelumnya.
5. Maisir, Gharar dan Riba
S : Terbebas dari praktik dan unsur Maisir, Gharar, Riba
K : Tidak sesuai dengan syariah Islam karena ada hal-hal yang tidak sesuai dengan
syariah
6. Akad
S : Akad tabarru dan akad tijarat (mudharaba,wakalh, syrikah, dll)
K : Akad jual beli (akad mu‘awadhah) dan akad gharar
7. Jaminan atau resiko
S : Sharing of risk, terjadinya proses saling menanggung antara satu peserta satu dan
peserta lainnya.(ta‘awun)
K : Transfe risk; terjadi transfer resiko dari tertanggung kepada penanggung.
8. Pengelolaan Dana
S : Pada produk saving (life) terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru (derma) dari
dana peserta, sehingga tidak mengenal adanya dana hangus untuk terminsurance (life)
dan general insurance semua bersifat tabarru.
K : Tidak ada pemisah dana yang berakibat pada terjadinya dana hangus (produk saving
life)
9. Investasi
S : Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bebas dari riba dan berbagai tempat
investasi yang terlarang
K : Debas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundangan-undangan dan
tidak terbatas pada halal dan haramnya investasi yang di gunakan
10. Kepemilikan Dana
S : Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi merupakan
milik peserta (shahibul maal), sedangkan perusahaan hanya pemegang amanah
(mudharib) dan mengelola dana
K : Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya. Perusahaan bebas
menggunakan dan menginvestasikan kemanapun dana tersebut
5. Nah, sekarang anda sudah tahu apa bedanya antara asuransi syariah dan asuransi
konvensional. Insya Allah
3. Perusahaan Asuransi Pertama Murni Syariah
Asuransi Takaful merupakan pelopor perusahaan asuransi murni syariah, sekaligus
salah satu perusahaan terdepan di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1994. Asuransi
Takaful menyediakan jasa asuransi dan perencanaan keuangan sesuai dengan prinsip
syariah untuk memenuhi kebutuhan umat dan masyarakat di Indonesia.
Sejak tahun 2004, Takaful menempati kantor pusatnya yang baru, Graha Takaful
Indonesia, yang berlokasi di Mampang Prapatan Raya, Jakarta. Pada saat yang sama,
melalui serangkaian prakarsa strategis , perusahaan berhasil meningkatkan efektivitas
dan efisiensi operasionalnya yang berdampak pada peningkatan kinerja keuangan dari
tahun ke tahun.
Sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas layanan yang diberikan dan menjaga
konsistensinya, Perusahaan telah memperoleh sertifikasi ISO 9001:2000 untuk Sistem
Manajemen Mutu di Asuransi Takaful Umum (anak perusahaan grup Takaful) yang
dikeluarkan oleh SGS JAS-ANZ, Selandia Baru, pada tahun 2004, sementara Asuransi
Takaful Keluarga (anak perusahaan grup Takaful) telah memperoleh sertifikasi ISO
9001:2000 dari Det Norske Veritas (DNV), Belanda, pada tahun yang sama.
Komitmen Takaful Indonesia untuk menjadi penyedia jasa asuransi syariah terkemuka
di Indonesia dibuktikan dengan serangkaian penghargaan yang telah diterimanya di
antaranya adalah tiga buah penghargaan dari Karim Business Consulting sebagai The
Best Risk Management Islamic Life Insurance (ATK), Best Risk Management Islamic
General Insurance (ATU), Top of Mind Asuransi Syariah (STI), serta dua buah
penghargaan dari majalah Investor untuk ATK sebagai Best Performance Syariah
Insurance dan untuk ATU sebagai Pioneer Asuransi Umum Syariah.
Selain itu, Takaful Indonesia menjadi perusahaan asuransi syariah pertama di Indonesia
yang menempatkan perwakilannya di Million Dollar Round Table (MDRT), sebuah
klub bertaraf internasional untuk para agen asuransi berprestasi dari seluruh dunia,
sekaligus sebagai pengakuan atas tingkat profesionalisme perusahaan.
Setelah lebih dari satu dasawarsa berkiprah menghadirkan jasa asuransi dan
perencanaan keuangan syariah berkualitas yang melayani kebutuhan umat dan nasabah
di Indonesia, Takaful Indonesia kini siap melangkah pada tahap pertumbuhan
berikutnya, memanfaatkan keunggulan dari citra perusahaan yang kuat, jaringan
pemasaran yang luas, serta sinergi yang kokoh dalam grup Takaful Indonesia.
PT Asuransi Takaful KeluargaPemegang Saham
PT Syarikat Takaful Indonesia : 99,94%
Koperasi Karyawan Takaful: 0,06%
6. Dewan Komisaris
Komisaris Utama : Dato‘ Mohamed Hassan Md Kamil
Komisaris Independen : H.M.U. Suwendi FSAI, FLMI, MBA
Komisaris : Muhammad Harris, SE
Komisaris : Saiful Yazan Ahmad
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Ketua : Prof. Dr. K.H. Didin Hafidhuddin
Anggota: Dr. H.M. Syafi‘i Antonio, MSc
Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, MA
Prof. Madya Dr. Shobri Salamon
Dewan Direksi
Direktur Utama : Agus Edi Sumanto
Direktur : Nor Effuandy Pfordten
Penghargaan:
1. PT Asuransi Takaful Keluarga sebagai Asuransi Syariah Terbaik tahun
2003 versi MUI
2. PT Asuransi Takaful Umum Sebagai Asuransi Umum berpredikat Sangat
Bagus Kategori Kinerja Keuangan tahun 2002 versi majalah InfoBank
3. PT Asuransi Takaful Umum sebagai Asuransi Umum berpredikat Sangat
Bagus Kategori Kinerja Keuangan tahun 2004 versi majalah InfoBank
4. PT Asuransi Takaful Keluarga sebagai Asuransi Umum berpredikat
Terbaik Kategori Manajemen Resiko versi Karim Business Consulting
5. PT Asuransi Takaful Umum sebagai Asuransi Umum berpredikat Terbaik
ke 2 Kategori Manajemen Resiko versi Karim Business Consulting
6. PT Syarikat Takaful Indonesia sebagai Top Of Mind Asuransi Syariah
Kategori Perusahaan Asuransi versi Karim Business Consulting
7. PT Asuransi Takaful Umum memperoleh Penghargaan Khusus Sebagai
Pioner Asuransi Umum Syariah versi majalah Investor
7. Gambaran Umum Pegadaian Syariah
1. Pegadaian Syariah, Bagian Terintegrasi dari Bisnis Perum Pegadaian
1.1.Pegadaian dari Masa ke Masa
Gadai merupakan suatu hak, yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang
dijadikan sebagai jaminan pelunasan atas hutang. Dan Pegadaian merupakan ―trademark‖ dari
lembaga Keuangan milik pemerintah yang menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip gadai.
Bisnis gadai melembaga pertama kali di Indonesia sejak Gubernur jenderal VOC Van
Imhoff mendirikan Bank Van Leening. Meskipun demikian, diyakini bahwa praktik gadai telah
mengakar dalam keseharian masyarakat Indonesia. Pemerintah sendiri baru mendirikan
lembaga gadai pertama kali di Sukabumi Jawa Barat, dengan nama Pegadaian, pada tanggal 1
April 1901 dengan Wolf von Westerode sebagai Kepala Pegadaian Negeri pertama, dengan
misi membantu masyarakat dari jeratan para lintah darat melalui pemberian uang pinjaman
dengan hukum gadai.Seiring dengan perkembangan zaman, Pegadaian telah beberapa kali
berubah status mulai sebagai Perusahaan Jawatan ( 1901 ), Perusahaan di Bawah IBW (1928),
Perusahaan Negara (1960), dan kembali ke Perjan di tahun 1969. Baru di tahun 1990 dengan
lahirnya PP10/1990 tanggal 10 April 1990, sampai dengan terbitnya PP 103 tahun 2000,
Pegadaian berstatus sebagai Perusahaan Umum (PERUM) dan merupakan salah satu BUMN
dalam lingkungan Departemen Keuangan RI hingga sekarang,
1.2. Kegiatan Usaha Perum Pegadaian
Sesuai dengan PP103 tahun 2000 pasal 8, Perum Pegadaian melakukan kegiatan usaha
utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai serta menjalankan
usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia, layanan jasa titipan,
sertifikasi logam mulia dan batu adi, toko emas, industri emas dan usaha lainnya. Sejalan
dengan kegiatannya, Pegadaian mengemban misi untuk ;
1. turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah
2. menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar
lainnya.
Kegiatan usaha Pegadaian dijalankan oleh lebih dari 730 Kantor Cabang PERUM
Pegadaian yang tersebar di seluruh Indonesia. Kantor Cabang tersebut dikoordinasi oleh 14
Kantor Wilayah yang membawahi 26 sampai 75 kantor Cabang. Perum Pegadaian secara
Nasional berada di bawah kepemimpinan Direksi.
8. 1.3. Lahirnya Pegadaian Syariah
Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal
kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP 10 menegaskan misi yang
harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga
terbitnya PP 103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian
sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI
tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun
harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat
Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep
pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang
menangani kegiatan usaha syariah..
Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas
rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi
Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit
Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha
Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural
terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali
berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di
bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar,
Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di
tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian
Syariah.
1.3.1. Pegadaian Syariah di Batam
ULGS Batam berada dalam lingkup koordinasi Kantor Wilayah II Padang bersama
dengan 50 kantor Cabang lainya yang tersebar di provinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Lampung, Bangka Belitung, Bengkulu, Jambi dan Riau. Di Batam sendiri telah berdiri 4 kantor
Cabang Pegadaian Konvensional ( non Syariah ) yaitu di Sei Jodo, Bengkong, Penuin dan Batu
Aji. Baru kemudian, pada tanggal 10 November 2003 Kantor Unit Layanan Gadai Syariah
mulai melakukan uji coba operasi di Sungai Panas, Jl Laksamana Bintan, Kompleks Bumi Riau
makmur Blok C 8, dan melayani permintaan masyarakat yang ingin menggadaikan barang
bergeraknya. Alhamdulilah ULGS telah mampu melayani nasabah yang berasal dari 19
kelurahan di wilayah Batam. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan ULGS telah dapat
diterima di tengah masyarakat.
2. Operasionalisasi Pegadaian Syariah
Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian
konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional , Pegadaian Syariah juga menyalurkan
uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak.Prosedur untuk memperoleh kredit gadai
syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang
bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama
9. ( kurang lebih 15 menit saja ). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan
menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.
Di samping beberapa kemiripandari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep;
teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri tersendiri yang
implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional. Lebih jauh tentang ketiga
aspek tersebut, dipaparkan dalam uraian berikut.
2.1. Landasan Konsep
Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian
Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi
SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah :
Quran Surat Al Baqarah : 283
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah
ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Hadist
Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi
dan meminjamkan kepadanya baju besi. HR Bukhari dan Muslim
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari
pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR
Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah
Nabi Bersabda : Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan
menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib
10. menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali Muslim dan An
Nasai
Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka
punggungnya boleh dinaiki ( oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan
biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh
diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya
(menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya
(perawatan)nya. HR Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari
Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-
Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181)
Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-
MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan
barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai
berikut.
a. Ketentuan Umum :
1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun ( barang ) sampai
semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak
boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai
marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin,
namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan
penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan
jumlah pinjaman.
5. Penjualan marhun
a) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi
utangnya.
b) Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi.
c) Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan
penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
d) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi
kewajiban rahin.
b. Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
11. 2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari
terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.
2.2. Teknik Transaksi
Sesuai dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas
dua akad transaksi Syariah yaitu.
1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini
Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
2. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya
sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas
penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukad akad
rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :
a. Orang yang berakad : 1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang berpiutang (murtahin).
b. Sighat ( ijab qabul)
c. Harta yang dirahnkan (marhun)
d. Pinjaman (marhun bih)
Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat
digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak
dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh
Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya
yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses
kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada
nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut
bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman..
Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai ‗lipstick‘ yang
akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di Pegadaian.
Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi :
1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan
barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
2. Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada
murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu
jelas dan tertentu.
3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan
pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait
dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
12. 4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka
waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya
penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.
Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup
menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai
dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang
bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan
(jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan
berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian.
Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.
Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan
kesepakatan :
1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat
bulan .
2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- ( sembilan puluh rupiah ) dari
kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi
pinjaman.
3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat
pencairan uang pinjaman.
Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk
o melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat
bulan,
o mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah
berjalan ditambah bea administrasi,
o atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo
nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka
Pegadaian Syarian melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai
penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang
menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang
kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut,
Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.
1.3. Pendanaan
Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan
dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur
riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian
disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan
13. Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerjasama
dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja.
Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi
Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu
1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut
sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.
2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan
jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan
barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa
tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik
fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak
keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan
14. Tugas Akuntansi Syariah:
1. Apa yang Saudara ketahui tentang Akuntansi Murabahah, kuntansi Mudharabah,
Akuntansi Salam, Akuntansi Istishna, Akuntansi Ijarah, Qardhul Hasan, jelaskan dan beri
contohnya masing-masing.
2. Apa yang Saudara ketahui tentang Perbankan Syariah, jelaskan.
3. Apa yang Saudara ketahui tentang Asuransi Syariah, jelaskan
4. Apa yang Saudara ketahui tentang Pegadaian Syariah (rahn), jelaskan.
5. Mengapa perlu diterapkan prinsip-prinsip akuntansi syariah dalam bisnis (jual beli),
jelaskan.
Tugas Akuntansi Syariah:
1. Apa yang Saudara ketahui tentang Akuntansi Murabahah, kuntansi Mudharabah,
Akuntansi Salam, Akuntansi Istishna, Akuntansi Ijarah, Qardhul Hasan, jelaskan dan beri
contohnya masing-masing.
2. Apa yang Saudara ketahui tentang Perbankan Syariah, jelaskan.
3. Apa yang Saudara ketahui tentang Asuransi Syariah, jelaskan
4. Apa yang Saudara ketahui tentang Pegadaian Syariah (rahn), jelaskan.
5. Mengapa perlu diterapkan prinsip-prinsip akuntansi syariah dalam bisnis (jual beli),
jelaskan.
Tugas Akuntansi Syariah:
1. Apa yang Saudara ketahui tentang Akuntansi Murabahah, kuntansi Mudharabah,
Akuntansi Salam, Akuntansi Istishna, Akuntansi Ijarah, Qardhul Hasan, jelaskan dan beri
contohnya masing-masing.
2. Apa yang Saudara ketahui tentang Perbankan Syariah, jelaskan.
3. Apa yang Saudara ketahui tentang Asuransi Syariah, jelaskan
4. Apa yang Saudara ketahui tentang Pegadaian Syariah (rahn), jelaskan.
5. Mengapa perlu diterapkan prinsip-prinsip akuntansi syariah dalam bisnis (jual beli),
jelaskan.
Tugas Akuntansi Syariah:
1. Apa yang Saudara ketahui tentang Akuntansi Murabahah, kuntansi Mudharabah,
Akuntansi Salam, Akuntansi Istishna, Akuntansi Ijarah, Qardhul Hasan, jelaskan dan beri
contohnya masing-masing.
2. Apa yang Saudara ketahui tentang Perbankan Syariah, jelaskan.
3. Apa yang Saudara ketahui tentang Asuransi Syariah, jelaskan
4. Apa yang Saudara ketahui tentang Pegadaian Syariah (rahn), jelaskan.
5. Mengapa perlu diterapkan prinsip-prinsip akuntansi syariah dalam bisnis (jual beli),
jelaskan.