1. ASSESSMENT OF
PERIPHERAL AND CENTRAL
AUDITORY FUNCTION
Presentator
: Nova Perdana Putra
Moderator
: dr. Ign. Adhi Akuntanto
2. PENDAHULUAN
Beberapa tahun terakhir teknik & strategi
baru penilaian fungsi pendengaran ditemukan.
Pure tone audiometry, pengukuran immittance
( timpanometri & refleks akustik), &
perhitungan skor pengenalan kata penting
dalam penilaian pendengaran.
Audiogram tradisional meringkas hasil Px.
audiologic dasar.
3. PENDAHULUAN
Audiologi klinis mencakup prosedur tes
perilaku & elektropsikologi lainnya, misalnya:
Electrocochleography
(ECochG) berkontribusi pada
diagnosis penyakit meniere.
Auditory Brainstem Response (ABR) px.
sensitivitas pendengaran pada bayi & anak,
identifikasi disfungsi pendengaran retrocochlear.
Otoacoustic emisions (OAE) px. sensitivitas &
spesifisitas disfungsi koklea.
Auditory Steady-State Respons (ASSR) tes
tambahan yang berharga untuk tes audiologi anak.
5. AUDIOMETRI NADA MURNI
Audiometri nada murni pengukuran paling
umum sensitivitas pendengaran.
Stimulinya: nada murni (sinusoid) frek. oktaf
250 Hz ke 8.000 Hz. Atau, pada 2 frek.
interoctave (3.000 Hz & 6.000 Hz).
Gangguan pendengaran interoctave: sering
ditemui, seperti kebisingan disfungsi koklea.
Audiometri frek. tinggi, untuk frek. stimulus
lebih dari 8.000 Hz (lebih 20.000 Hz) berguna
untuk populasi tertentu, seperti pasien pada
risiko ototoxicity.
6. AUDIOMETRI NADA MURNI
Unit intensitas stimulus adalah decibel ( dB ),
unit logaritmik .
Intensitas suara ditentukan oleh rasio tekanan
suara dengan tekanan suara referensi.
Tekanan suara referensi: jumlah tekanan ke
gendang telinga, disebabkan molekul2 udara
saat suara hadir, yang menggetarkan gendang
telinga & hanya dapat dideteksi oleh telinga
manusia normal.
7. AUDIOMETRI NADA MURNI
Secara singkat dijabarkan:
intensitas
suara (dB) = 10 log10 ( intensitas /
referensi suara )
tekanan suara (dB) = 20 log10 ( tekanan suara /
referensi tekanan )
Tekanan suara referensi: desibel tingkat tekanan
suara ( dBSPL ) & berasal dari salah satu dari
dua kuantitas fisik :
(
a) 0,0002 dyne/cm2 = 20 micropascal root mean
square
( b ) 2 = 10-5 Newtons/m2 root mean square .
8. AUDIOMETRI NADA MURNI
Secara klinis , intensitas suara dideskripsikan
dalam desibel hearing level (dBHL).
Pada audiogram (Gb.132,1), skala desibel punya
referensi 0 dB digambarkan sebagai
audiometric 0 standar tingkat intensitas yang
sesuai ambang batas pendengaran normal rata2,
intensitas terdeteksi minimal untuk masing2
frek. tes pada orang dengan pendengaran normal
10. AUDIOMETRI NADA MURNI
Unit lain untuk mengekspresikan intensitas
suara: desibel sensation level (dBSL) intensitas
stimulus (dB) di atas ambang pendengaran
individual.
Dalam audiologic dewasa, ambang batas
pendengaran untuk sinyal nada/ ucapan diukur
secara terpisah untuk masing2 telinga dengan
earphone (stimulasi udara) .
11. AUDIOMETRI NADA MURNI
Audiometri nada murni dapat dilakukan dengan
rangsangan osilator/ vibrator yg ditempatkan di
tulang mastoid.
Pasien diinstruksikan untuk mendengar nada &
merespon, biasanya dgn menekan tombol yang
mengaktifkan lampu respon pada audiometer/
mengangkat tangan, tiap kali mendengar nada.
12. AUDIOMETRI NADA MURNI
Untuk meminimalkan bising, audiometri nada
murni dilakukan dalam ruangan kedap suara.
Wilayah normal audiogram: 0-20 dB HL, tapi
pada anak, ambang batas dengar melebihi 15
dB abnormal.
Ambang 20-40 dB HL: gangguan mendengar
ringan , 40-60 dB HL moderat , & lebih dari 60
dB HL gangguan mendengar berat.
13. AUDIOMETRI NADA MURNI
Sebagai referensi :
Tingkat
intensitas berbisik didekat telinga: kurang
dari 25 dB HL.
Percakapan normal: 40-50 dB HL , dan
Suara berteriak 30 cm dari telinga: 80 dB HL .
Frekuensi paling penting untuk memahami
pembicaraan 500-4.000 Hz.
14. AUDIOMETRI NADA MURNI
Sensitivitas mendengar dalam daerah frekuensi
berbicara sering diringkas dengan perhitungan
rata2 nada murni ( PTA, untuk ambang dengar
500, 1.000, & 2.000 Hz dibagi 3 & dilaporkan
dalam desibel ).
Hasil audiometri berlaku hanya ketika respon
pasien disebabkan oleh stimulasi telinga yg diuji.
15. AUDIOMETRI NADA MURNI
Jika suara lebih besar 40 dB HL diberikan pada
1 telinga melalui konduksi udara (AC) dengan
earphone supraaural & bantalan yg menempel di
telinga luar, energi akustik dpt menyeberang ke
sisi kepala lain & merangsang telinga yg tidak
sedang diuji.
Mekanisme crossover diduga stimulasi tulang
konduksi disebabkan oleh getaran bantal
earphone terhadap tengkorak.
16. AUDIOMETRI NADA MURNI
Intensitas suara yg diperlukan sebelum
crossover terjadi refleksi dari pelemahan
interaural (suara isolasi antara 2 telinga oleh
kepala).
Redaman Interaural biasanya + 50 dB untuk tes
frekuensi rendah & 60 dB untuk tes frekuensi
tinggi.
17. AUDIOMETRI NADA MURNI
Pada stimulasi konduksi tulang, redaman
interaural kurang dari 10 dB.
Pada Px. klinis, pemeriksa harus berasumsi
bahwa pelemahan interaural untuk rangsangan
tulang yang dilakukan 0 dB.
Jadi, suara sangat samar sekalipun yg disajikan
pada tulang mastoid dari 1 telinga dapat
ditularkan lwt tengkorak ke salah satu/ kedua
telinga bagian dalam.
18. AUDIOMETRI NADA MURNI
Masking: teknik audiometri untuk m’hilangkan
partisipasi telinga yg sedang tidak diuji saat
rangsangan udara/ tulang melebihi pelemahan
interaural.
Suara yang sesuai (narrow-band noise untuk
sinyal nada murni & speech noise untuk sinyal
suara) disajikan ke telinga yg tidak sedang diuji
saat stimulus disajikan ke telinga yg sedang diuji
19. AUDIOMETRI NADA MURNI
Tingkat kebisingan masking harus melebihi
ambang pendengaran telinga.
Kelebihan tingkat kebisingan masking harus
dihindari bisa menyeberang kembali ke telinga
yg sedang diuji.
Pemilihan masking yang tepat bisa sulit,
terutama bila ada gangguan pendengaran
bilateral.
20. AUDIOMETRI NADA MURNI
Penentuan jenis gangguan pendengaran
dengan membandingkan ambang pendengaran
konduksi udara & tulang :
gangguan
sensorineural tidak ada celah udara -
tulang
Gangguan konduktif konduksi tulang normal (BC)
dengan penurunan konduksi udara, atau
Gangguan campuran penurunan BC diikuti gap
konduksi udara - tulang.
21. AUDIOMETRI NADA MURNI
Konfigurasi: gangguan pendengaran sebagai
fungsi dari frekuensi uji .
Konfigurasi miring: pendengaran lebih baik pada
frekuensi rendah & kemudian turun pada
frekuensi yang lebih tinggi.
Pola paling umum gangguan sensorineural
defisit ambang dengar untuk frekuensi tinggi.
22. AUDIOMETRI NADA MURNI
Konfigurasi dapat landai dari frek.rendah ke
tinggi, akan turun drastis di atas cut-off frek.
tinggi , seperti 2.000 Hz, / ditandai dengan defisit
bentukan pd frek. tertentu, seperti 4.000 Hz.
Konfigurasi naik: pendengaran yang relatif jelek
pada frek. rendah & lebih baik pd frek. tinggi
disebabkan berbagai kelainan telinga tengah
23. AUDIOMETRI NADA MURNI
Penyakit Meniere: khas gangguan konduktif
dengan konfigurasi naik.
Meniere: salah satu penyakit kelainan koklea yg
dapat menghasilkan konfigurasi meningkat.
Konfigurasi datar: sering pada pasien dengan
gangguan pendengaran campuran (sensorineural
& konduktif).
24. PEDOMAN EVALUASI CACAT
PENDENGARAN
Hasil Audiometri nada murni diringkas dalam
audiogram dengan keterangan yg sudah
didefinisikan, seperti PTA & derajatnya,
konfigurasi, & jenis gangguan pendengaran.
Hasil dalam Prosentase: penting pada kasus
medikolegal
25. PEDOMAN EVALUASI CACAT
PENDENGARAN
Gangguan pendengaran permanen: Perburukan
baik dalam struktur/ fungsi, diluar batas normal.
Kerusakan permanen adalah karena kerusakan
anatomi/ fungsional yg menghasilkan kelainan
mendengar.
Cacat pendengaran permanen: penurunan
pendengaran yg cukup untuk mempengaruhi
efisiensi seseorang dlm aktivitas sehari2.
26. PEDOMAN EVALUASI CACAT
PENDENGARAN
Guideline ini juga merinci pendekatan untuk
mengkonversi cacat pendengaran satu/ kedua
telinga ke dalam persentase.
Langkah pertama adalah untuk menentukan
tingkat kehilangan pendengaran sensorineural
untuk empat frekuensi uji (500, 1.000, 2.000, &
3.000 Hz ) dari audiogram (Tabel 132.1 ).
29. PEDOMAN EVALUASI CACAT
PENDENGARAN
Selanjutnya mengikuti pedoman untuk
perhitungan persentase gangguan pendengaran :
Jika
persentase monaural sama untuk kedua telinga,
persentase tersebut persentase cacat pendengaran.
Jika gangguan pendengaran persen monaural tidak
sama untuk kedua telinga, gunakan formula ini :
(5 × %[telinga yg lbh baik]) + (1 x %[telinga yg lbh
jelek])/ 6 = % gangguan pendengaran
31. AUDIOMETRI TUTUR
Tujuan menentukan seberapa baik seseorang
mendengar & memahami ucapan.
Audiometri tutur untuk mengukur sensitivitas
pendengaran (ambang batas dalam desibel)
untuk kata2 / memperkirakan kemampuan
mengenali kata2 (diskriminasi tutur).
Spondee reception threshold (ambang tutur)
tingkat intensitas paling lembut di mana pasien
dapat mengulangi kata2 50% dgn benar.
32. AUDIOMETRI TUTUR
Kata2: terdiri dari 2 suku kata dengan tekanan
yg sama pada setiap suku kata , seperti hotdog,
bisbol, & gendang telinga , disajikan kepada
pasien melalui earphone .
Karena PTA mencerminkan batas ambang
dengar pada regio frekuensi tutur & ambang
tutur diukur dengan sinyal tutur PTA &
ambang tutur berhubungan erat.
33. AUDIOMETRI TUTUR
Jika beda PTA & ambang pidato lebih ± 7 dB
salah satu/ kedua tindakan tersebut tidak valid.
Dengan pasien dewasa yg kooperatif, terutama
jika ambang pendengaran nada murni normal
( 500-4.000 Hz ) sedikit / tidak ada manfaat
klinis dalam mengukur ambang tutur.
34. AUDIOMETRI TUTUR
Pengenalan tutur untuk kata2 fonetis seimbang
(PB) pendekatan klinis umum untuk
memperkirakan kemampuan seseorang untuk
mendengar & memahami tutur.
Daftar 25-50 suku kata tunggal disajikan melalui
earphone.
Persentase kata yg diulang dgn benar oleh
pasien dihitung oleh pemeriksa.
35. AUDIOMETRI TUTUR
Satu telinga diuji pada suatu waktu.
Secara tradisional, kata2 diucapkan pemeriksa
ke mikrofon.
Kata2 itu diteruskan ke pasien lewat audiometer
dgn tingkat intensitas yang diinginkan.
Untuk pasien dewasa suara dari profesional
lebih dipilih.
37. PENGUKURAN IMPEDANSI AURAL
Pengukuran Aural Immittance ( Impedansi )
bagian penting dari tes audiometri dasar.
CAE ditutup dengan karet lunak (probe) Ujung
probe dihubungkan ke perangkat penghasil nada
disampaikan ke gendang telinga .
38. PENGUKURAN IMPEDANSI AURAL
Impedansi / admittance telinga tengah dihitung
dari intensitas & sifat fisik lainnya, seperti fase
nada di liang telinga.
Telinga tengah dengan impedansi rendah
(masuk lebih tinggi) lebih mudah menerima
energi akustik nada.
Telinga tengah dengan impedansi tinggi yang
tidak normal (masuk lebih rendah) cenderung
menolak aliran energi .
41. TYMPANOMETRI
Pola Tympanometri, dalam kombinasi dengan
pola audiografi memungkinkan diferensiasi
dan klasifikasi gangguan telinga tengah .
Pendekatan klinis yang paling luas untuk
menggambarkan tympanograms digambarkan
pertama oleh Jerger (1970) Ada 3 jenis umum
tympanogram, A , B , dan C.
42. TYMPANOMETRI
Tipe A: memiliki puncak yang berjarak 0 sampai
-100 mm air (DPA ) di liang telinga.
Tipe B: pola datar , dengan sedikit atau bahkan
tidak ada perubahan nyata dari complience
sebagai fungsi dari tekanan di saluran telinga.
Type C: memiliki puncak di wilayah tekanan
negatif lebih dari -100 mm air (DPA ) .
43. TYMPANOMETRI
Variasi Tipe A:
Tipe
As Puncak < dari batas normal, biasanya
pada pasien dengan kekakuan rantai ossikuler,
termasuk otosklerosis
Tipe Ad Puncak melebihi batas compliance, pada
pasien dengan diskontinuitas rantai ossikular
45. PENGUKURAN REFLEK AKUSTIK
STAPEDIAL
Otot stapedius otot terkecil dalam tubuh .
Pengukuran kontraksi otot stapedius karna
suara intensitas tinggi (< 80 dB) dasar dari
px. refleks akustik.
Manfaat: uji sensitivitas pendengaran & untuk
membedakan situs gangguan pendengaran
(telinga tengah, telinga bagian dalam, n.VIII, &
pendengaran batang otak).
46. PENGUKURAN REFLEK AKUSTIK
STAPEDIAL
Bagian aferen lengkung reflek akustik n.VIII
Jalur batang otak dimulai dari inti koklea pd
sisi yg dirangsang, merangsang inti motorik
n.VII pada kedua sisi dari batang otak .
Bagian eferen lengkung reflek akustik n.VII,
yang menginervasi otot stapedius.
Kontraksi otot kekakuan sistem telinga tengah
47. PENGUKURAN REFLEK AKUSTIK
STAPEDIAL
Perubahan kecil yg mengikuti kontraksi otot
stapedius dalam waktu 10 ms terdeteksi dengan
probe & perangkat immittance
Refleks akustik cepat memberi informasi
obyektif tentang status sistem pendengaran dari
telinga tengah ke batang otak.
Refleks akustik biasanya abnormal/tidak muncul
sama sekali jika direkam ketika ada CHL
49. AUDITORY BRAINSTAIN RESPONSE
ABR dilakukan dgn
memberi rangsang
akustik & dideteksi
dengan elektroda
yang diletakkan di
dahi dekat telinga.
Dengan komputer
deteksi gelombang
ABR dalam hitungan
menit
50. AUDITORY BRAINSTAIN RESPONSE
Tipe gelombang ABR :
Gelombang
I potensi aksi bertingkat yang
dirangsang secara sinkron dari distal (cochlear end)
dari saraf kranial VIII
Gelombang II mungkin timbul dari saraf ke VIII,
tapi dekat brainstem (bagian proksimal), Gelombang
I & II digerakkan oleh struktur ipsilateral ke telinga
yang dirangsang
51. AUDITORY BRAINSTAIN RESPONSE
Gelombang
III digerakkan di dalam caudal pons
dengan kontribusi dari nukleus koklea, trapezoid
body dan komplek superior olivary
Gelombang V muncul di daerah lateral lemniscus
ketika mendekati kolikulus inferior, mungkin kontra
lateral dengan telinga yang dirangsang
53. AUDITORY BRAINSTAIN RESPONSE
Analisa bentuk gelombang ABR
Tujuan
memastikan respon dapat dicatat
minimal 2 bentuk gelombang dirata2
Jika respon tidak dpt dicatat/direkam, protokol tes
dimodifikasi, dan problem teknis dianggap secara
sistematis tidak berlaku
Munculnya gelombang I dengan jelas setelah
intensitas rangsang maksimum adalah ciri
kehilangan pendengaran konduktif
54. AUDITORY BRAINSTAIN RESPONSE
Ketika
gelombang I kecil dan tidak terbentuk dengan
baik tetapi nilai laten antar/dalam gelombang pada
batas normal (gel I – IV nilai laten < 4,60 ms),
dicurigai adanya kehilangan / pendengaran sensoris
frekwensi tinggi
Hasil
negatif ABR muncul pada pasien dengan resiko
disfungsi pendengaran retrokoklear
59. CORTICAL AUDITORY EVOKED
RESPONSES
Cirinya
laten yang lebih panjang / lama
daripada bentuk gelombang ECochG &
ABR karena muncul dari daerah rostral
dari pendengaran CNS & tergantung
pada jalur multisinaptik
Subtipe :
- AMLR
- Respon lambat pendengaran
- Respon P300
- MMN (Mismatch Negativity)
60. CORTICAL AUDITORY EVOKED
RESPONSES
Amplitudo respon kortikal dianggap > (2 – 20 x)
daripada
respon
sebelumnya
karena
merefleksikan aktivitas yang dibangkitkan oleh
neuron yang lebih banyak
Penilaian secara jelas berbeda untuk respon
kortikal atas cochlear atau brainstem
61. CORTICAL AUDITORY EVOKED
RESPONSES
AMLR
terdiri dari suatu komponen
voltage positif utama pada daerah 25-30
ms.
Ketika direkam dengan elektroda terletak
di atas daerah temporoparietal, AMLR
digerakkan oleh jalur yang menuju ke
kortex primer dan daerah lobus temporal
62. CORTICAL AUDITORY EVOKED
RESPONSES
P300:
Direkam dengan apa yang disebut
paradigma “oddball”
2 tipe stimulus yang digunakan:
- stimulus frekuent
- stimulus jarang / deviant
# dipresentasikan secara jarang
# dipresentasikan < 20% dari total
stimulus yang dipresentasikan
64. EMISI OTOAKUSTIK
OAE :Suara intensitas rendah yang dihasilkan
oleh cochlea pada respon stimulus akustik
Suatu intensitas nada moderat/ kombinasi yang
pas dari nada bisa menggerakan sel rambut
luar (motility)
Motility sel rambut luar berpengaruh pada
biomekanik membran basiler hasil suatu
bentuk penambahan energi intracochlear &
penyesuaian cochlear untuk resolusi frek. sama
65. EMISI OTOAKUSTIK
Motilitas sel rambut luar menggerakkan energi
mekanis dalam cochlea yang disebarkan keluar
melalui sistem telinga tengah & membran
tympanic ke saluran telinga
Getaran membran tympanic menghasilkan suatu
sinyal akustik (OAE) yang bisa diukur dengan
suatu mikrofon sensitif
Ada 2 jenis OAE: - spontan (SOAE)
- evoked (terbangkitkan)
67. EMISI OTOAKUSTIK
SOAE muncul pada ± 60% orang dengan
pendengaran normal
Diukur di saluran telinga luar ketika tidak ada
stimulasi suara eksternal
Wanita punya tingkat SOAE 2x lebih besar dari
laki-laki
OAE level moderate (50 –80 dBSPL) dari
stimulasi akustik pada saluran telinga luar pada
umumnya diklarifikasikan menurut ciri stimulus
yang digunakan untuk mendatangkannya/
karakteristik 2 event cochlear yg menggerakan.
68. EMISI OTOAKUSTIK
SFOAE sulit untuk direkam / dicatat paling
jarang dipelajari dari evoked OAE.
DPOAE dihasilkan ketika 2 stimulus nada
murni pada frekuensi f1 & f2 dipresentasikan
pada telinga secara simultan.
DPOAE paling kuat muncul pada frekuensi yg
ditentukan oleh persamaan 2f1 – f2, sedangkan
daerah frekwensi cochlear aktual dengan
DPOAE berada antara 2 frekwensi ini& mungkin
dekat dengan stimulus f2 untuk protokol test
yang direkomendasikan.
69. EMISI OTOAKUSTIK
Untuk merekam DPOAE amplitude terdeteksi
dalam saluran telinga & dideskripsikan oleh
dBSPL diplot sebagai suatu fungsi stimuli dalam
suatu DPOAE
TEOAE diperoleh dengan stimulus akustik yang
jelas seperti bunyi klik atau letupan nada
Walau pencatatan DPOAE & TEOAE berbeda
tiap tipe evoked OAE dipadukan dalam penilaian
pendengaran anak & dewasa
70. EMISI OTOAKUSTIK
Ketika sel rambut luar rusak secara struktural /
tdk berfungsi, OAE tidak dpt dibangkitkan dgn
stimulus akustik.
Pasien dgn disfungsi cochlear ringan OAE
bisa dicatat tapi amplitude di bawah batas
normal
Pasien dgn OAE abnormal yg mengindikasikan
disfungsi koklear, mempunyai audiogram nada
murni normal.
72. INDIKASI UNTUK PENILAIAN
DIAGNOSTIK PENDENGARAN
Anak-anak
Kehilangan
pendengaran oleh sebab apapun &
berpengaruh pada perkembangan bicara & bahasa
73. INDIKASI UNTUK PENILAIAN
DIAGNOSTIK PENDENGARAN
Dewasa:
Kesulitan
pendengaran
Kesulitan memahami pembicaraan
Riwayat tempat kerja yg bising
Penggunaan obat-obat ototoksik
Tinitus
Vertigo
pemeriksaan otologi yang abnormal
keadaan patologi yang berhubungan dengan sistem
pendengaran