3. Rapat persiapan pemberontakan
Latihan sika relawan di Lubang Buaya
Penculikan Letjen TNI A.Yani
penganiayaan di Lubang Buaya
Pengamanan Lanuma Halim Perdanakusuma
Pengangkatan Jenazah
Proses lahirnya SUPERSEMAR
Pelantikan Jendral TNI Soeharto sebagai Pejabat
Presiden RI
Tindak lanjut pelarangan PKI
Ruang Relik
Ruang teatert
Ruang pameran foto
4. Monumen Pancasila Sakti merupakan bangunan
yang berisi peninggalan-peninggalan sejarah
ketika berlangsungnya pemberontakan PKI di RI.
Pemberontakan PKI itu bertujuan untuk
menerapkan ideologi komunis di Indonesia. Hal ini
sangat di tentang oleh masyarakat Indonesia
karena bertentangan dengan nilai pancasila,
terutama sila pertama yang berbunyi “KETUHANAN
YANG MAHA ESA”.
PKI melakukan pemberontakan dan
pengkhianatan secara terus menerus, oleh karena
itu, didirikanlah Monumen Pancasila Sakti ini yang
bertujuan untuk menyajikan berbagai kegiatan
makar dan pengkhianatan PKI sejak tahun 1945
hingga penumpasannya oleh masyarakat RI dan
ABRI.
5. Pada bulan September 1965, ketua PKI (D.N
Aidit) memerintahkan pimpinan biro khusus
(Syam Kamaruzan) untuk menyusun suatu
rencana pemberontakan. Syam mengadakan
rapat sebanyak 16 kali dengan Pono dan
Waluyo selaku anggota pimpinan biro khusus
pusat, kepala biro khusu daerah dan oknum-
oknum ABRI yang sudah dibina PKI. Kesimpulan
rapat tersebut adalah gerakan ini harus
dibantu dari Jawa tengah dan Jawa Timur.
Dalam rapat dengan oknum ABRI dibahas
masalah pelaksanaan yang meliputi personil,
logistic, pembagian tugas, penbagian sector,
dan sasaran gerakan serta konsep “Dewan
Revolusi”. Rapat terakhir memutuskan nama
gerakan tersebut, yaitu “Gerakan 30
September”.
6. Latihan sukarelawan ini dilakukan pada 5 Juli –
30 september 1965. Latihan ini bertujuan untuk
melancarkan pemberontakan PKI. Dalih yang
dipakai ialah melatih para sukarelawan dalam
rangka konfrontasi terhadap Malaysia. PKI
menuntut agar pemerintah membentuk
Angkatan ke 5 dengan mempersenjatau buruh
dan tani. Anggota0anggota yang dilatih
berjumlah kurang lebih 3700 orang yang terdiri
atas PR, GERWANI, dan ORMAS PKI lainnya
yang ada di Lubang Buaya. Selain di Lubang
Buaya, pelatihan juga dilakukan di Rawa
Binong, yang berjarak 2 km dari Lubang Buaja.
Latihan ini dipimpin oleh oknum ABRI yang
sudah dibina PKI.
7. Pukul 02.30 tanggal 1 – 10 – 1965, pasukan
penculik G30S/PKI sudah berkumbul di Lubang
Buaya. Pasukan tersebut bernama Pasopati dan
dipimpin oleh Lettu Dul Arief. Pasukan penculik A.
Yani memakai seragam Cakrabirawa tiba di sasaran
pukul 04.00 dan berhasil melucuti regu pengawal.
Mereka memasuki rumah dan bertemu dengan
putra A. Yani. Para penculik menyuruh ia untuk
membangunkan ayahnya. Penculik mengatakan
bahwa A.Yani diminta menghadap presiden
sekarang juga. Ketika ingin salin pakaian dan
mencuci muka, para penculik melarang A.Yani. A.
Yani tidak suka dengan sikap mereka dan kemudian
ia menampar salah satu oknum tersebut. Kemudian
A. Yani menutup pintu. Beberapa saat kemudian ia
diberondong senjata hingga gugur. Dan kemudian
A. Yani dibawa ke Lunamg Buaya.
8. Tanggal 1 – 10 – 1965 dini hari, gerombolan
G30S/PKI menculik 6 pejabat teras TNI AD
dan seorang perwira pertama. Di Lubang
Buaya mereka disiksa baik dengan benda
tumpil maupun tajam dan kemudian
kepalanya ditembak. Sesudah disiksa,
mereka dilembarkan ke sumur tua yang
sempit. Hal-hal tersebut delakukan oleh
Pemuda Rakyat, Gerakan Wanita
Indonesia, dan ORMAS PKI lainnya.
9. Soeharto mengeluarkan perintah untuk segera
mengamankan Lapangan Udara Halim Perdanakusuma
mengingat kekuatan G30S/PKI berpusat di pangkalan
tersebut. Pasukan yang akan melakukan pengamanan
adalah 1 yon RPKAD, 1 yon para kujang siliwangi yang
diperkuat 1 kompi panser. Pasukan bergerak pukul 03.00
tanggal 2 – 10 – 1965 dari markas kostrad menuju Lapangan
Udara Halim Predanakusuma dari arah timur. Mereka tiba di
tempat sasaran pukul 06.00 pagi. Lapangan udara tersebut
dijaga oleh yon 454/Diponegoro yang diperalat G30S/PKI.
Beberapa orang RPKAD berhasil menyusup sampai ketempat
parker pesawat terbang, sedangkan anggota lainnya sudah
berada di depan yon 454/Diponegoro. Dengan gerakan
pendadakan, maka halim berhasil dikuasai pasukan RPKAD
dan yon para kujang dan gerakan selanjutnya adalah
menguasai Lubang Buaya.
10. Setelah menguasai Halim Perdanakusuma, RPKAD
melanjutkan gerakanke Lubang Buaya. Setelah daerah itu
diamankan, barulah dilakukan gerakan pencarian jenazah
perwira-perwira TNI AD yang diculik oleh G30S/PKI. 3 – 10 -
1965 sore, diperoleh petunjuk dari anggota POLRI yang
pernah ditawan oleh G30S/PKI. Ia memberitahu bahwa
perwira-perwira tersebut sudah dibunuh den jenazahnya
dikubur sekitar tempat pelatihan musuh. Ternyata jenazah
dimasukkan kedalam sumur tua, lalu ditimbun dengan
sampah kering. Pengangkatan jenazah dilakukan pada
tanggal 4 – 10 – 1965 oleh anggota-anggota kesatuan Intai
Para Amfibi (KIPAM) dari Marinir (KKO-TNI-AL) dan anggota
RPKAD. Pengangkatan jenazah tersebut disaksikan oleh
Mayor Jendral TNI Soeharto.
11. Pada tanggal 11 Maret 1966 Kabinet Dwikora bersidang di
Istana Negara ditengah memuncaknya demonstrasi
mahasiswa menuntut pembubaran PKI, pembersihan cabinet
dari oknum-oknum G30S/PKI, serta penurunan harga.
Presiden meninggalkan istana setelah tau kalau istana
sedang dikepung oleh pasukan tak dikenal, kemudian
presiden berangkat ke Istana Bogor. Tiga perwira tinggi TNI
AD yakni Mayjen TNI Basuki Rachman, Brigjen TNI M. Yusuf,
dan Brigjen TNI Amir Machmud menyusul ke Bogor setelah
melapor kepada Soeharto. Soekarno memerintah ke3
perwira tinggi bersama ke3 wakil perdana mentri untuk
menyusun surat perintah. Akhirnya lahirlah Surat Perintah 11
Maret 1966 yang berisi tentang pemberian wewenang
kepada Soeharto untuk mengambil segala tidakan yang
dianggap perlu guna terjaminnya keamanan dan
ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan
jalannya revolusi.
12. Pada tanggal 22 Februari 1967, Presiden/Mendataris
MPRS/Panglima tertinggi ABRI dengan resmi menyerahkan
kekuasaan pemerintahan sehari-hari kepada Soeharto.
Siding Istimewa MPRS tanggal 12 Maret 1967 menghasilkan
ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967, tentang
Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden
Soekarno dan mengangkat Jendral TNI Soeharto
Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai
Pejabat Presiden.
13. Tindak lanjut pelarangan PKI dilakukan pada tanggal 26 Juni
1982. Pada tanggal 12 Maret 1966, PKI berikut semua
organisasinya yang seazas/berlindung/bernaung
dibawahnya, dibubarkan oleh ketetapan MPRS No.
XXV/MPRS/1966. Untuk mengantisipasi munculnya bahaya
laten komunis,berdasarkan Instruksi presiden No. 10 tahun
1982, Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (KOPKAMTIB) bekerja sama dengan Lembaga
Pertahanan Nasional mengadakan Penataran
Kewaspadaan Nasional mengadakan Penataran
Kewaspadaan Nasional (Tarpadnas). Sejak tanggal 19
September 1991 Tarpadnas diikuti oleh wakil-wakil pemuda
dari 27 Propinsi dan berbagai organisasi massa pemuda.
14. Ruangan ini berisi barang-barang peninggalan para
pahlawan revolusi terutama pakaina yang dikenakan pada
saat belau gugur, petikan visum dokter, peluru yang
diketemukan dalam tubuhnya, tali pengikat, dan lain-lain.
Diruangan ini disajikan pula Aqualum (alat bantu
pernapasan) dan sebuah radio lapangan yang pernah
digunakan jendral Soeharto pada waktu memimpin
penumpasan G30S/PKI.
15. Ruang ini menyajikan VCD yang berisi rekaman
bersejarah sekitar pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi
dari Lubang Buaya, pemakaman ke Taman Makam
Pahlawan Kalibata, Sidang Mahmilub, serta pengangkatan
Pejabat Presiden RI pada tanggal 12 Maret 1967.