SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 17
BAB I
                               PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
          Indonesia merupakan Negara agraris, yang mana terdiri dari daratan dan
   perairan yang luas. Indonesia memiliki banyak sekali pulau-pulau yang
   dipisahkan oleh lautan. Indonesia dari dulu terkenal merupakan daerah yang
   subur (daratan). Banyak sekali daerah daratan daripada negara kita ini yang
   dimanfaatkan sebagai daerah pertanian dan juga perkebunan, hal ini karena
   daratan indonesia terkenal subur sehingga baik untuk dikembangkannya sektor
   tersebut. Namun semakin hari keadaan negeri kita semakin banyak mengalami
   perubahan. Seiring dengan perkembangan teknologi industri, banyak lahan-lahan
   pertanian dan perkebuanan yang subur dibangun diatasnya pabrik-pabrik industri
   dan juga perkotaan. Perkembangan zaman juga diikuti dengan semakin
   banyaknya jumlah penduduk yang mendiami negeri kita tercinta ini. Akibatnya,
   lahan pertanian dan perkebunan pun semakin sempait, yang mana dikarenakan
   adanya pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan
   kita. Selain itu juga banyaknya lahan-lahan yang mulai tercemar dengan limbah
   dan tingginya kandungan bahan-bahan kimia yang ada di dalam tanah kita.
   Banyak sekali lahan-lahan perkebunan yang dulunya masih hijau bisa dikatakan
   vegetasi yang ada masih cukup sekarang menjadi daerah yang kering dan gundul.
   Ini semua tidak lepas dari tindakan manusia itu sendiri yang kurang bertanggung
   jawab. Pada dasarnya semua yang kita lakukan akan kembali kepada kita semua
   kelak. Dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas, sudah pasti menjadi penyebab
   mengapa banyak sekali terjadi bencana alam seperti halnya lonsor, banjir, dll.
   Penebangan hutan yang tidak mengikuti prosedur tebang pilih menjadi hal yang
   paling mendasar yang menyebabkan daerah hutan kita yang seharusnya lebat
   dengan pepohonan menjadi kering kerontang. Dari hal tersebut, banyak sekali
   yang merasakan danpaknya baik secara langsung maupun tidak. Banyak hewan-
   hewan yang turun ke daerah pemukiman penduduk, hal ini karena mereka tidak
   lagi memiliki tempat tinggal yang cocok untuk diri mereka. Mereka juga
   kekurangan makanan, sehingga banyak dari mereka yang menyerang pertanian



                                                                                1
kita. Jika kita sadar, manusia sering dirugikan karena akibat ulahnya sendiri.
Tidah hanya hewan yang dirugikan, namun di sini yang paling dirugikan adalah
alam semesta ini. Sehingga jangan heran jika banyak sekali benca banjir, longsor,
dll yang terjadi di daerah sekitar kita ini.
        Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan
akibat langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya,
manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada
peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang
dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat
manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-
norma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya
sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan „hati
nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah.
Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam seperti
lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas
alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah
yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia. Kiranya tidak salah jika
manusia dipandang sebagai kunci pokok dalam kelestarian maupun kerusakan
lingkungan hidup yang terjadi. Bahkan jika terjadi kerusakan dalam lingkungan
hidup tersebut, YB Mangunwijaya memandangnya sebagai oposisi atau konflik
antara manusia dan alam. Cara pandang dan sikap manusia terhadap lingkungan
hidupnya menyangkut mentalitas manusia itu sendiri yang mempertanyakan
eksistensinya di jaman modern ini dalam kaitannya dengan waktu, tujuan hidup,
arti materi dan yang ada ”di atas” materi. Dengan demikian masalah lingkungan
hidup tak lain adalah soal bagaimana mengembangkan falsafah hidup yang dapat
mengatur dan mengembangkan eksistensi manusia dalam hubungannya dengan
alam. Isu-isu kerusakan lingkungan menghadirkan persoalan etika yang rumit.
Karena meskipun pada dasarnya alam sendiri sudah diakui sungguh memiliki
nilai dan berharga, tetapi kenyataannya terus terjadi pencemaran dan perusakan.
Keadaan ini memunculkan banyak pertanyaan, perhatian kita pada isu
lingkungan ini juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana keterkaitan dan
relasi kita dengan generasi yang akan datang. Kita juga diajak berpikir kedepan.



                                                                               2
Kita akan menyadari bahwa relasi kita dengan generasi akan datang, yang
   memang tidak bisa timbal balik. Karenanya ada teori etika lingkungan yang
   secara khusus memberi bobot pertimbangan pada kepentingan generasi
   mendatang dalam membahas isu lingkungan ini. Para penganut utilitirianisme,
   secara khusus, memandang generasi yang akan datang dipengaruhi oleh apa yang
   kita lakukan sekarang. Apapun yang kita lakukan pada alam akan mempengaruhi
   mereka. Pernyataan ini turut memunculkan beberapa pandangan tentang etika
   lingkungan dalam pendekatannya terhadap alam dan lingkungan.


B. Pokok Permasalahan
   1 Apa dampak Illegal Logging?
   2 Bagaimana kaitannya antara Illegal Logging dengan etika lingkungan?


C. Tujuan dan Manfaat
        Sehubungan dengan adanya suatu hal yang melatarbelakangi masalah,
   maka ada beberapa hal yang menjadi tujuan dalam penyusunan makalah ini,
   yakni:
   1. Mengetahui dampak Illegal Logging di Kalimantan.
   2. Mengetahui kaitan antara Illegal Logging dengan etika lingkungan.


D. Landasan Teori
            Penebangan liar atau disebut juga dengan illegal logging. Sedangkan
   pengertian Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi lebat oleh pepohonan
   dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-
   wilayah yang luas di dunia. Dalam definisi lain disebutkan bahwa hutan adalah
   bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan
   baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun
   daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun pegunungan, di pulau kecil
   maupun di benua besar.




                                                                              3
1. Fungsi Hutan
   a. Sebagai penampung karbondioksida;
          Dalam proses fotosintesis tumbuhan mengambil Karbondioksida
       (Co2) dari atmosfer dikombinasi dengan air dan dibantu dengan energi
       cahaya memproduksi materi organik.
   b. Habitat Hewan;
          Hewan-hewan penghuni hutan seperti orang utan, harimau, singa, ular,
       babi hutan, gajah, dan lainnya merupakan penghuni asli hutan. Habitat
       mereka di hutan sehingga ketika hutan menjadi gundul hewan-hewan
       tersebut akan keluar dari hutan dan mendatangi pemukiman penduduk
       desa, serta memangsa hewan dan penduduk. Hal ini disebabkan
       karena rantai makan mereka terputus dan menyebabkan hewan-hewan
       buas tersebut mencari makan di luar hutan.
   c. Modulator arus hidrologika
          Hutan sebagai penyeimbang arus hidrologika, sebagai tempat
       penyerapan air, penahan air sehingga menghindari erosi tanah.
   d. Pelestari tanah
          Tanah-tanah yang dibiarkan gundul maka akan kehilangan fungsinya
       sebagai tanah. Tanah akan kurang berfungsi, sehingga tanah akan menjadi
       tanah yang tandu, serta merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang
       paling penting.
2. Penebangan Liar (Illegal Logging)
      Pembalakan liar adalah kegiatan penebangan, pengangkutan, dan
   penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat.
   Pembalakan liar dilakukan oleh perusahaan-perusahaan atau pribadi-pribadi
   yang membutuhkan. Pohon-pohon ditebang dengan seenaknya untuk
   keperluan pribadi dan tanpa ijin, membuka hutan dan menguras habis isinya,
   dan tanpa menanam kembali hutan untuk kelestarian selanjutnya.




                                                                               4
BAB II
                                PEMBAHASAN


A. Illegal Logging
        llegal logging atau dengan terjemahan sederhana pembalakan liar pada
   dasarnya merupakan istilah yang tidak pernah disebutkan dalam peraturan
   perundang-undangan manapun. Biasanya istilah ini mengacu untuk serangkaian
   perbuatan pidana yang ada dalam Pasal 50 UU Kehutanan, mulai dari
   penebangan ilegal, penguasaan, transportasi, hingga penjualan terhadap kayu
   tersebut. Namun demikian, Pasal 50 tidak menyatakan kejahatan tersebut sebagai
   rangkaian kejahatan. Kejahatan penebangan ilegal diatur tersendiri sebagaimana
   pengangkutan dan penjualan kayu ilegal juga diatur terpisah dengan sanksi yang
   berbeda pula. Penebangan liar misalnya diatur dalam huruf e Pasal 50:
   “menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan
   tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang;” Huruf h Pasal 50:
   “mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi
   bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;” huruf f Pasal 50:
   “menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,
   menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal
   dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;”
        Istilah illegal logging tampaknya cenderung kepada masalah penebangan
   liar atau penebangan tanpa izin, sedangkan perambahan luput dari kategori illegal
   logging. Akibatnya, kegiatan perambahan dilakukan secara terbuka / terang-
   terangan tanpa takut sedikitpun dengan petugas, sedangkan illegal logging
   dilakukan secara sembunyi-sembunyi, baik pada waktu siang hari ataupun pada
   malam hari.
        Dalam    istilah   kehutanan,     logging   adalah   suatu    aktivitas   atau
   kegiatanpenebangan kayu di dalam kawasan hutan yang dilakukan oleh
   seseorang, kelompok ataupun atas nama perusahaan, berdasarkan izin yang
   dikeluarkan oleh pemerintah atau instansi yang berwenang (kehutanan) sesuai
   dengan prosedur tata cara penebangan yang diatur dalam peraturan perundangan
   kehutanan. Dengan demikian, logging atau penebangan dapat dibenarkan



                                                                                    5
sepanjang, mempunyai izin, mengikuti prosedur penebangan yang benar
  berdasarkan aspek kelestarian lingkungan, dan mengikuti prosedur pemanfaatan
  dan peredaran hasil hutan berdasarkan ketentuan yang berlaku. (Keputusan
  Menteri Kehutanan No. 127/Kpts-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan;
  sebagai pengganti Kep. Menteri Kehutanan No. 316/Kpts-II/1999 tentang Tata
  Usaha Kayu/Hasil Hutan).
       Sebaliknya ada peristilahan illegal logging yang merupakan antitesa dari
  istilah logging. Illegal berarti tidak didasari dengan peraturan perundangan atau
  dasar hukum positif yang telah ditentukan oleh pemerintah, dan berkonotasi
  “liar” serta mengandung konsekuensi melanggar hukum, karena mengambil atau
  memiliki sesuatu milik pihak lain, yang bukan haknya. Kepada pelanggar atau
  pelaku dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan Kitab Undang-Undang
  Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang HukumPidana
  (KUHP). Dengan demikian ilog adalah penebangan liar atau penebangan tanpa
  izin yang termasuk kejahatan ekonomi dan lingkungan karena menimbulkan
  kerugian material bagi negara serta kerusakan lingkungan/ekosistem hutan dan
  dapat dikenakan sanksi pidana dengan ancaman kurungan paling lama 10-15
  tahun dan denda paling banyak Rp 5-10 miliar (UU No. 41 1999 tentang
  Kehutanan, Pasal 78).
       Masalah ilegal logging akan semakin menjadi luas pengertiannya, manakala
  dihubungkan dengan kegiatan yang disebut dengan “perambahan hutan”. Dalam
  permasalahan kehutanan, kedua kegiatan tersebut (ilegal logging dan
  perambahan hutan) disebut sebagai “penjarahan hutan”.


B. Akar Masalah
       Pada dasarnya masalah ilegal logging tidak terlepas dari masalah kajian
  publik, yang sebenarnya berintikan masalah kebijakan (policy problem), sehingga
  pemecahan masalahnya (problem solving) juga harus dimulai dengan kebijakan
  publik (public policy) itu sendiri. Perlu kita kaji akar permasalahan ilegal
  loggging tersebut secara saksama berdasarkan konsep kajian publik. Dari kajian
  ini kita bisa mengetahui dan memahami bahwa akar permasalahan ilegal logging
  sebenarnya adalah masalah kebijakan dan pemecahan masalah.



                                                                                 6
Masalah kebijakan dalam menangani ilegal logging sangat kompleks,
mencakup masalah kebijakan internal (kehutanan) dan masalah kebijakan
eksternal (di luar kehutanan). Kedua sumber masalah ini berinteraksi satu sama
lain. Akibatnya, hasil dari keduanya membuat suatu vector permasalahan. Makin
kuat vector permasalahan; maka makin sulit pula ilog diatasi. Indikator tersebut
tampak dari semakin maraknya ilog, baik dalam skala nasional maupun regional
atau provinsi, sehingga apabila kondisi ini tidak segera diatasi dengan
“komitmen” bersama, maka dapat dipastikan “pintu gerbang” kehancuran hutan
telah dekat dihadapan kita. Tidak berlebihan kiranya apabila dalam waktu 10-20
tahun mendatang hutan tropis/alam akan punah, sementara hutan tanaman belum
menampakkan hasil yang signifikan.
     Untuk mengetahui apa sebenarnya masalah kebijakan internal dan apa
masalah kebijakan eksternal, perlu kita identifikasi masalah kebijakan tersebut
sebagai berikut:
1. Menyangkut masalah kebijakan internal dimulai dengan kelembagaan.
   Banyak lembaga kehutanan yang menangani hutan, lebih-lebih dengan
   adanya era otonomi daerah mulai dari pemerintah pusat yaitu Departemen
   Kehutanan dengan unit-unit pelaksana teknis (UPT)-nya di daerah, sampai
   tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kotamadya) dengan unit pelaksana
   teknis daerah (UPTD)-nya.
2. Adanya lembaga atau instansi kehutanan ini tidak jelas tugas pokok dan
   fungsinya masing-masing. Kadang terjadi tumpang tindih kewenangan, serta
   dalam operasional tidak jelas tata hubungan kerjanya. Dengan kata lain, tidak
   ada platform atau satuan pandang yang sama satu sama lain mengenai sistem
   pengelolaan hutan yang lestari, meskipun untuk itu telah ada banyak panduan
   tentang bagaimana konsep sistem pengelolaan hutan lestari itu dari
   Departemen Kehutanan.
     Ironisnya, kebijakan kelembagaan kehutanan antara pusat, provinsi dan
kabupaten/kota tidak merupakan kebijakan yang saling mendukung, bahkan
terkesan pusat (Departemen Kehutanan) menjaga jarak dengan daerah dalam hal
kewenangan, sehingga tidak lagi terlihat arah pembangunan kehutanan yang
jelas,Begitu kompleksnya masalah ilog sehingga apa sebenarnya akar



                                                                              7
permasalahan hingga penanganan ilog menjadi begitu sulit dan bahkan
Departemen Kehutanan telah mengeluarkan 5 (lima) kebijakan pokok, di mana
masalah pemberantasan penebangan liar atau illegal logging menjadi kebijakan
pokok yang pertama, di samping kebijakan pokok yang lain, yaitu
penanggulangan kebakaran hutan, restrukturisasi sektor kehutanan, rehabilitasi
dan konservasi alam, dan desentralisasi sektor kehutanan (Kep. Menhut. no.
7501/ Kpts-II/2002).
     Masalah lain, kebijakan pemerintah selama ini dengan menetapkan kawasan
hutan berdasarkan Keputusan Menhut, ternyata tidak banyak mendukung
prakondisi dalam pemantapan kawasan hutan. Sampai saat ini hampir 80%
kawasan hutan belum selesai penetapan/pengukuhannya oleh Menteri Kehutanan,
meskipun barangkali secara fisik sudah 100% kawasan hutan di tata bebas.
Belum mantapnya status kawasan hutan ini, juga mengundang permasalahan
sengketa, di mana dalam setiap penyelesaian masalah sengketa batas atau
kawasan hutan di pengadilan, pihak kehutanan selalu terpojok apabila sudah
menyangkut masalah bukti hukum status kawasan.
     Hal ini sudah barang tentu juga dapat merupakan andil timbulnya sengketa-
sengketa kawasan baik karena penebangan liar (ilog), perambahan kawasan hutan
maupun sengketa lahan lainnya (land tenure). Perlu dipikirkan agar masalah
pengukuhan kawasan hutan ini ditingkatkan perundang undangannya menjadi
undang-undang pengukuhan hutan, atau setidak-tidaknya peraturan pemerintah
yang dalam pelaksanaan pengukuhan/penetapan kawasan hutan ditetapkan oleh
Presiden melalui Keppres, sehingga dengan demikian mengikat semua pihak dan
terjaminnya kepastian hukum kawasan hutan dari pada yang selama ini hanya
ditetapkan oleh Menteri Kehutanan (dengan Keputusan Menteri) saja.
     Menyangkut masalah kebijakan Eksternal yaitu izinpendirian atau izin
penetapan kapasitas industri terpasang (industri perkayuan) selama ini, ada pada
kewenangan Depperindag, yang sebelumnya di Dephut. Dengan izin tersebut
berada di Depperindag maka seringkali timbul kesenjangan antara sumber bahan
baku yang ada di hutan dengan kapasitas industri terpasang yang ada di industri
perkayuan, sehingga akibatnya industri mengalami kekurangan bahan baku.
Untuk itu tidak jarang terjadi industri perkayuan cenderung “menampung” kayu-



                                                                              8
kayu yang bermasalah; hal tersebut jelas mempunyai andil yang cukup kuat
timbulnya penebangan liar atau ilog.
     Menyangkut ini diharapkan agar izin pendirian dan izin kapasitas industri
terpasang (hasil hutan) ditangani oleh satu atap di Dephut, agar tanggung jawab
publiknya jelas, dan tidak saling menyalahkan antara Dephut dengan
Depperindag (kembali seperti semula). Tentunya hal ini memerlukan kearifan
tersendiri dari pihak terkait. Yang penting jangan ada vested of interest dari
pihak-pihak yang berkepentingan (contohnya: industri kelapa sawit; dimana ijin
industri dan kapasitas terpasangnya tetap berada di Departemen Pertanian cq
Ditjen Perkebunan, dan bukan di Depperindag).
     Praktek Illegal logging dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan
kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumberdaya hutan yang tidak ternilai
harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5
milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap
tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman
hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumberdaya hutan.
     Buruknya    pola   penanganan     konvensional   oleh   pemerintah   sangat
mempengaruhi efektivitas penegakan hukum. Pola penanganan yang hanya
mengandalkan 18 instansi sesuai ketentuan dalam Inpres No.4 Tahun 2005
tentang pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan
peredarannya di seluruh wilayah republik Republik Indonesia, dalam satu mata
rantai pemberantasan illegal logging turut menentukan proses penegakan hukum,
di samping adanya indikasi masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia
akibat dari sistem politik dan ekonomi yang korup.
     Kekebalan para dalang/mastermind/aktor intelektual / backing / pemodal /
pelaku utama terhadap hukum disebabkan adanya keterlibatan oknum aparat
penegak hukum menjadi dinamisator maupun supervisor dan sebagian bahkan
menjadi „backing‟ bisnis haram ini. Besarnya uang yang beredar sekitar US$1.3
milyar (WWF/World Bank, 2005), serta banyaknya pihak yang turut menikmati
hasil bisnis ilegal ini, punya andil yang cukup besar untuk mempengaruhi proses
kegagalan dalam penanganan kejahatan kehutanan seperti illegal logging.




                                                                                 9
C. Penerapan Undang Undang Lingkungan Hidup untuk Perlindungan Hutan
   Indonesia
        Undang-Undang Lingkungan Hidup diarahkan agar hutan dan semua
   Sumber Daya Alam yang ada di bumi Indonesia dapat perlindungan dengan
   segala aturan yang telah ada saat ini. Berbicara tentang hukum yang berlaku
   untuk mengatasi segala permasalahan permasalahan, harus dilihat dari tiga sisi,
   yakni sisi substansi hukum, aparatur hukum yang ada dalam setiap proses yang
   ada serta budaya hukum yang hidup dalam masyarakat itu sendiri. Selanjutnya
   apakah hukum itu telah diterapkan dengan baik atau tidak?. Artinya pada saat
   salah satu dari ketiga hal itu tidak terpenuhi maka penerapan hukum yang
   diharapkan tidaklah akan berjalan sesuai dengan harapan.
        Sekian banyak penyimpangan fungsi hutan di Indonesia, dari hutan lindung
   diubah fungsi hutannya menjadi hutan industri. Beberapa hutan lindung yang ada
   di Indonesia telah rusak dan menjadi permasalahan lingkungan. Pengerusakan
   hutan yang terjadi seringkali mengakibatkan efek sangat besar bagi kehidupan
   sehari-hari masyarakat di lingkungan hutan tersebut. Mulai dari terjadinya
   kekeringan, longsor, dan erosi dan paling parah masyarakat tidak dapat
   melanjutkan kehidupan secara layak akibat kerusakan yang terjadi seperti
   pertanian, perikanan darat, dan kehidupan sehari-hari yang terganggu.
        Dari sekian banyak fakta nyata mengenai pengrusakan hutan yang terjadi di
   Indonesia sering ditindak tidak sesuai dengan harapan masyarakat umum.
   Masyarakat lebih mengharapkan fungsi hutan yang telah dirusak dikembalikan
   daripada sekedar pemidanaan dan denda yang dikenakan terhadap pelaku
   pengrusakan hutan. Ini karena masyarakat lebih membutuhkan air, tanah, hawa
   sejuk, udara segar, tanah tidak longsor, dan keindahan alam seperti sebelum
   pengerusakan lingkungan hutan. Artinya pemerintah harus dapat menghukum
   para perusak hutan agar mengembalikan hutan sebagaimana mestinya dan
   memberikan efek jera terhadapnya. Apabila sekedar pengembalian kerugian
   negara dalam materi, tidaklah memberikan efek jera karena para pengusaha tidak
   sulit untuk mengembalikan uang negara.
        Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 sanksi pidana dengan
   penarikan izin usaha dan pidana penjara lebih dihindari para pengusaha atau



                                                                               10
pelaku pengerusakan lingkungan. Memang dalam perudang-undangan yang ada
   saat ini lebih mengedepankan denda yang besar daripada pengembalian fungsi
   hutan dan lingkungan. Hal ini yang menyebabkan para pelaku usaha dari awal
   mendapatkan izin langsung memaksimalkan produksi untuk mengumpulkan
   keuntungan.
        Apabila terjadi pengrusakan lingkungan yang tidak disengaja dapat diganti
   rugi dengan sejumlah dana denda. Karena masalah hutan dan lingkungan saat ini
   lebih didomonasi para pemegang izin yang melanggar atau tidak mematuhi
   hukum yang diberlakukan atas dirinya berdasarkan izin tersebut. Artinya mereka
   melakukan perbuatan yang tidak diatur dalam izin yang diberikan.
        Hal yang sering terjadi, dengan gampangnya para pemberi izin dengan
   merubah fungsi hutan, misalnya dari Hutan Lindung dan Hutan Taman Nasional
   menjadi hutan industri, yang berakibat fatal dengan banyaknya hutan yang
   seharusnya dipertahankan dan diatur dengan undang-undang untuk itu, dikelola
   oleh pengusaha. Apabila tetap terjadi perubahan fungsi dan jenis hutan, tidaklah
   menutup kemungkinan hutan yang ada di Indonesia saat ini akan habis.


D. Penanganan Ilegal Logging Di Hutan Indonesia
        Untuk mengatasi ilegal loggigg dan sekaligus juga perambahan hutan,
   kiranya pemerintah perlu melakukan restrukturisasi atas kelembagaan ini
   sebagaimana yang diamanatkan dalam program ketiga Departemen Kehutanan
   yaitu: restrukturisasi kelembagaan sektor kehutanan, dengan cara antara lain
   perlu dibentuk unit-unit pengelolaan hutan untuk setiap unit kawasan hutan di
   bawah satuan kerja yang telah ada dengan fasilitas yang memadai. Perlu
   mendudukkan fungsi Dinas Kehutanan di provinsi sebagai regulator di samping
   fungsinya sebagai koordinator lembaga/instansi kehutanan yang ada di provinsi/
   kabupaten/kota; sehingga jelas tugas/fungsinya sebagai instansi pemerintah yang
   melaksanakan tugas umum pemerintahan (melaksanakan kebijakan publik).
   Selain itu, perlu mengembalikan fungsi Perhutani ke dalam fungsi BUMN murni
   yang diberi tugas mencari/ mendapatkan keuntungan finansial bagi perusahaan
   untuk mendukung pelaksanaan program pembangunan kehutanan dalam arti luas.




                                                                                11
Pada dasarnya hubungan yang terjalin antara manusia dan alam dapat dibagi
menjadi hubungan manusia dengan alam yang merusak atau merugikan dan yang
menguntungkan atau dengan kata lain ada yang negatif dan positif. Ilegal logging atau
pembabatan hutan secara liar merupakan salah satu contoh hubungan yang merusak
lingkungan atau alam.
     Penebangan Hutan secara ilegal (illegal logging) adalah persoalan klasik bagi
masyarakat Indonesia. Setiap hari, kegiatan tersebut marak dilakukan di sejumlah
kawasan hutan dengan diketahui petugas instansi berwenang, aparat dan masyarakat
setempat. Meskipun berkali-kali diberitakan bahwa penertiban terus diupayakan, namun
penebangan dan perusakan hutan semakin merajalela.
     Di kabupaten Ketapang misalnya, sasaran penebangan liar adalah Taman Nasional
Gunung Palung ( TNGP ). Sudah sekitar 5 tahun penjarahan itu berlangsung. Sekitar 80
% dari 90.000 ha luas TNGP sudah dirambah para penebang dan mengalami rusak berat.
Para penebang yang dibayar untuk memotong pohon itu diperkirakan jumlahnya
sebanyak 2000 orang dengan menggunakan motor pemotong chainsaw.
     Selain itu di hutan Kapuas Hulu, penebangan hutan liar juga tak kalah mengerikan.
Sasaran penebangan adalah pohon-pohon dengan jenis Kayu Ramin, Meranti, Klansau,
Mabang, Bedaru, dan jenis Kayu Tengkawang yang termasuk jenis kayu dilindungi.
Kayu-kayu gelondongan yang telah ditebang langsung diolah menjadi balok
dalam berbagai ukuran antara lain: 24 cm x 24 cm, 12 cm x 12 cm dengan
panjang rata-rata 6 meter. Setiap hari jumlah truk yang mengangkut kayu ini ke
wilayah Malaysia sekitar 50 –60 truk.
     Dampak kerusakan terhadap ekologi lingkungan Penebangan hutan secara ilegal ini
juga menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi hutan itu sendiri maupun
lingkungan di sekelilingnya. Secara umum, dampak penebangan hutan menyebabkan:
1.   Kerugian bidang Ekonomi
         Berdasarkan pada perkiraan Prof. Dr. Herujono Hadisuprapto, MSc,
     Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, setiap hari kayu ilegal
     berbentuk balok yang diselundupkan dari Kal-Bar ke Serawak mencapai
     10.000 m kubik. Kayu-kayu ini terbebas dari iuran resmi seperti dana
     reboisasi, provisi sumber daya hutan, dan pajak ekspor. Diprediksi kerugian
     negara mencapai Rp. 5,35 milyar per hari, atau sekitar Rp 160,5 milyar
     perbulan. Maka sebenarnya sangat ironis jika kerugian ini dihubungkan
     dengan usaha mati-matian dari pemerintah Indonesia untuk mencari


                                                                                   12
pinjaman dana dari IMF. Ketika pemerintah mengemis pada IMF dana
     senilai 400 juta $ AS, sebenarnya pemerintah kehilangan pendapatan atas
     pajak senilai 4 Milyar $ AS setiap tahunnya akibat penebangan hutan liar
     sejak 1998.
2.   Dampak kerusakan terhadap ekologi lingkungan
         Penebangan hutan secara ilegal ini juga menimbulkan akibat yang
     sangat merugikan bagi hutan itu sendiri maupun lingkungan di sekelilingnya.
     Secara umum, dampak penebangan hutan menyebabkan: pertama, masalah
     pemanasan global; kedua, masalah degradasi tanah; dan ketiga, mempercepat
     kepunahan keanekaragaman hayati di dalamnya.
     a. Masalah pemanasan global
             Para ahli memperkirakan bahwa dampak dari pemanasan global
        akan sangat meningkat bila kelestarian dan keutuhan hutan tidak
        dipelihara. Ada beberapa akibat yang akan muncul akibat pemanasan
        global ini, antara lain terjadinya perubahan iklim. Hal ini akan
        mempercepat penguapan air sehingga berpengaruh pada curah hujan dan
        distribusinya. Akibat selanjutnya adalah terjadinya banjir dan erosi di
        daerah-daerah tertentu. Seperti kasus yang terjadi di Pontianak (
        Kalimantan Barat ) dan Nias ( Sumatra Utara ) yang menelan korban
        materi dan nyawa yang sangat besar. Musim kering yang berkepanjangan
        juga akan melanda daerah-daerah yang areal hutannya digunduli, bahkan
        dibakar. Sebagai contoh adalah kebakaran hutan Kalimantan Barat.
        Resiko yang timbul kemudian adalah banyaknya lahan yang dibiarkan
        kosong.
     b. Masalah degradasi tanah
             Penebangan hutan secara tak terkendali pasti juga menyebabkan
        degradasi tanah dan berkurangnya kesuburan tanah. Data dari Biro Pusat
        Statistik menyebutkan bahwa lahan produktif yang telah diolah di
        Indonesia sebanyak 17.665.000 hektar. Sebesar 70 % dari lahan itu
        adalah lahan kering. Sisanya adalah lahan basah. Akibat penebangan liar
        yang terjadi banyak lahan kering yang tidak digarap. Akibatnya erosi
        menjadi mudah terjadi dan tanah berkurang kesuburannya.



                                                                             13
c. Masalah kepunahan keranekaragaman hayati
                  Masalah ini cukup mendapat perhatian penting saat ini. Berdasar
           penelitian para ahli, dikatakan bahwa jumlah spesies binatang atau
           spesies burung semakin berkurang, khususnya di Kalimantan Barat.
           Akibat penebangan hutan yang dilakukan terus menerus, banyak hewan
           yang menyingkir dan mencari habitat yang baru. Misalnya, harimau
           Kalimantan semakin terjepit karena tempat tinggalnya semakin sempit
           dan terus di babat. Bukan tidak mungkin bahwa tahun-tahun mendatang
           spesies harimau akan punah. Para ahli memperkirakan bahwa pada tahun
           2015     dengan   penggundulan   hutan    tropis   di   Kalimantan   akan
           menyebabkan punahnya 4-8% spesies dan 17,35 % pada tahun 2040.


E. Kaitan antara Illegal Logging dengan Etika Lingkungan
        Di Indonesia sendiri sebenarnya etika lingkungan bukanlah merupakan hal
   yang baru. Jika dikaitkan dengan praktik bisnis, maka bisnis yang etis adalah
   bisnis yang dapat memberi manfaat maksimal pada lingkungan, bukan
   sebaliknya, menggerogoti keserasian lingkungan.
        Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menata kelestarian lingkungan,
   dituduh sebagai penyebab terjadinya krisis yang berkepanjangan. Krisis
   lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini, berakar dari kesalahan perilaku manusia
   yang berasal dari cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Masalah
   lingkungan semakin terasa jauh terpinggirkan, bahkan sering hanya merupakan
   embel-embel atau tempelan belaka dalam program pembangunan, kesadaran
   masyarakat terhadap masalah lingkungan menurun. Padahal, berbagai bencana
   akibat pengelolaan lingkungan yang tidak benar telah berulang kali terjadi, dan
   merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat.
        Menciptakan      kesadaran   masyarakat     yang   berwawasan    lingkungan
   merupakan fondasi untuk menjaga agar lingkungan terhindar dari berbagai
   macam pengrusakan dan pencemaran. Karena pada dasarnya kerusakan
   lingkungan dikarenakan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri.
        Etika lingkungan, dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang memberikan
   pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih tindakan



                                                                                  14
yang baik dalam menghadapi dan menyikapi segala sesuatu sekaitan dengan
lingkungan sebagai kesatuan pendukung kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan umat manusia serta mahluk hidup lainnya.
     Etika lingkungan yang baik dapat menjadikan perilaku kita semakin arif dan
bijaksana terhadap lingkungan, sebaliknya etika yang salah akan menciptakan
malapetaka bagi kehidupan manusia, karena merusak etika lingkungan hidup
adalah pertimbangan filosofis dan biologis mengenai hubungan manusia dengan
tempat tinggalnya serta dengan semua mahluk non manusia. Dengan etika
lingkungan hidup, manusia dipaksa untuk me-review segala aktivitasnya yang
berhubungan dengan lingkungan hidup, mana yang benar, mana yang salah.
     Kepedulian lingkungan yang dangkal menunjukkan perhatian kepada
kepentingan yang sering diabaikan dalam ekonomi tradisional. Pandangan ini
menganggap alam bernilai hanya sejauh ia bermanfaat bagi kepentingan manusia,
bukan karena bernilai pada dirinya sendiri. Kepedulian lingkungan yang dalam,
mempertimbangkan kepentingan generasi yang akan datang.
     Dalam hal ini kita tentu tidak tinggal diam saja, sebagai penonton dalam hal
kerusakan yang terjadi di bumi ini maka dari itu untuk menanggulangi terjadinya
pemanasan global yang mana banyak dampak yang terjadi jika kita hanya tinggal
diam, sebagai orang yang bijak khususnya mahasiswa kita harus kritis tentang
masalah yang terjadi ini maka perlu dibangun kesadaran yang tinggi tentang
lingkungan dengan di kenalkan kepada publik tentang etika lingkungan. Maka
dari itu kita harus mengetahui pengertian illegal logging, dampak yang
dihasilkan, dan solusi apa yang harus dilakukan.




                                                                              15
BAB III
                                 PENUTUP


A. Kesimpulan
       Pada dasarnya hubungan yang kurang baik antara manusia dengan alam
  terjadi karena ada faktor keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
  Namun, karena sifat dasar manusia yang tidak pernah merasa puas maka terjadi
  eksploitasi-eksploitasi yang berlebihan yang nantinya berdampak pada kerusakan
  alam. Adapun dampak dari pada kegiatan manusia yang merusak lingkungan
  utamanya hutan banyak sekali, seperti banjir, longsor, adanya hewan-hewan liar
  yang menyerang pemukiman yaitu areal pertanian karena sudah tidak ada lagi
  makanan yang tersisa di hutan akibat pembalakan liar, dan masih banyak lagi
  lainnya. Dari situ manusia nantinya juga akan merasa dirugikan oleh
  perbuatannya sendiri. Sesuatu yang dilakukan oleh manusia akan kembali kepada
  manusia itu sendiri.
       Etika lingkungan sebagai dasar moralitas yang memberikan pedoman bagi
  individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih tindakan yang baik
  dalam menghadapi dan menyikapi segala sesuatu sekaitan dengan lingkungan
  sebagai kesatuan pendukung kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
  umat manusia serta mahluk hidup lainnya.




                                                                             16
DAFTAR PUSTAKA


Azhari Samlawi, Etika Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan, Jakarta:
        DIKTI, 1997.
Bertens, K. Etika, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997.
Keraf, A. Sonny. Etika Lingkungan, Jakarta: Kompas, 2002.
Haba, John. “Illegal Logging, Penyebab dan Dampaknya”. Jakarta: PMB-LIPI. 2005.
Soerjani, Mohamad, Pembangunan dan Lingkungan, Jakarta: Institut Pendidikan dan
        Pengembangan Lingkungan (IPPL), 1996.
http://blawgerpoet.blogdetik.com/2011/02/14/pembalakan-liar-hutan-indonesia/
http://kpshk.org/index.php/berita/read/2011/02/11/1404/pencegahan-dan-
pemberantasan-pembalakan-liar.kpshk
http://impasb.wordpress.com/2008/02/27/penyebab-dan-dampak-rusaknya-hutan-
kita/
http://www.amiodo.blogspot.com/2012/08/104/download-makalah-tentang-illegal-
logging/php/




                                                                               17

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Ekologi dan lingkungan
Ekologi dan lingkunganEkologi dan lingkungan
Ekologi dan lingkungan
Shoetiaone
 
Makalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbahMakalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbah
Rizki Widiantoro
 
Makalah energi dalam ekosistem
Makalah energi dalam ekosistemMakalah energi dalam ekosistem
Makalah energi dalam ekosistem
Poetra Chebhungsu
 
intraksi dan pengaruh cahaya dan suhu terhadap tumbuhan
intraksi dan pengaruh cahaya dan suhu terhadap tumbuhanintraksi dan pengaruh cahaya dan suhu terhadap tumbuhan
intraksi dan pengaruh cahaya dan suhu terhadap tumbuhan
lalurangga
 

Mais procurados (20)

Peranan manusia terhadap lingkungan hidup
Peranan manusia terhadap lingkungan hidupPeranan manusia terhadap lingkungan hidup
Peranan manusia terhadap lingkungan hidup
 
Pemanfaatan sampah plastik
Pemanfaatan sampah plastikPemanfaatan sampah plastik
Pemanfaatan sampah plastik
 
Alga bioindikator
Alga bioindikatorAlga bioindikator
Alga bioindikator
 
Jenis tanaman fitoremediasi
Jenis tanaman fitoremediasiJenis tanaman fitoremediasi
Jenis tanaman fitoremediasi
 
Laporan inventarisasi hutan
Laporan inventarisasi hutanLaporan inventarisasi hutan
Laporan inventarisasi hutan
 
Makalah Pencemaran Lingkungan dan Solusinya
Makalah Pencemaran Lingkungan dan SolusinyaMakalah Pencemaran Lingkungan dan Solusinya
Makalah Pencemaran Lingkungan dan Solusinya
 
Ekologi dan lingkungan
Ekologi dan lingkunganEkologi dan lingkungan
Ekologi dan lingkungan
 
Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Sumber Daya Alam dan LingkunganSumber Daya Alam dan Lingkungan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan
 
Materi konservasi alam dan lingkungan
Materi konservasi alam dan lingkunganMateri konservasi alam dan lingkungan
Materi konservasi alam dan lingkungan
 
8 bab vi lingkungan maritim
8 bab vi lingkungan maritim8 bab vi lingkungan maritim
8 bab vi lingkungan maritim
 
Makalah lingkungan hidup
Makalah lingkungan hidupMakalah lingkungan hidup
Makalah lingkungan hidup
 
Makalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbahMakalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbah
 
Laporan Praktikum Biologi Pengaruh Warna Cahaya terhadap Fotosintesis Tanaman...
Laporan Praktikum Biologi Pengaruh Warna Cahaya terhadap Fotosintesis Tanaman...Laporan Praktikum Biologi Pengaruh Warna Cahaya terhadap Fotosintesis Tanaman...
Laporan Praktikum Biologi Pengaruh Warna Cahaya terhadap Fotosintesis Tanaman...
 
Konsep ekologi
Konsep ekologiKonsep ekologi
Konsep ekologi
 
Ekoling3. valuasi ekonomi sda-klh
Ekoling3. valuasi ekonomi sda-klhEkoling3. valuasi ekonomi sda-klh
Ekoling3. valuasi ekonomi sda-klh
 
Jenis jasa ekosistem
Jenis jasa ekosistemJenis jasa ekosistem
Jenis jasa ekosistem
 
Interaksi mikroba 2011
Interaksi mikroba 2011Interaksi mikroba 2011
Interaksi mikroba 2011
 
EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN
EKONOMI SUMBER DAYA HUTANEKONOMI SUMBER DAYA HUTAN
EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN
 
Makalah energi dalam ekosistem
Makalah energi dalam ekosistemMakalah energi dalam ekosistem
Makalah energi dalam ekosistem
 
intraksi dan pengaruh cahaya dan suhu terhadap tumbuhan
intraksi dan pengaruh cahaya dan suhu terhadap tumbuhanintraksi dan pengaruh cahaya dan suhu terhadap tumbuhan
intraksi dan pengaruh cahaya dan suhu terhadap tumbuhan
 

Destaque

Illegal logging makalah (revisi)
Illegal logging makalah (revisi)Illegal logging makalah (revisi)
Illegal logging makalah (revisi)
Tendo Jefri
 
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
Sudirman Sultan
 
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana KehutananPenanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Sudirman Sultan
 
Paparan Polda Tentang Illegal Logging
Paparan Polda Tentang Illegal LoggingPaparan Polda Tentang Illegal Logging
Paparan Polda Tentang Illegal Logging
People Power
 
Gelar Opsnal 09
Gelar Opsnal 09Gelar Opsnal 09
Gelar Opsnal 09
RENBANG
 
Makalah+etika+illegal+logging
Makalah+etika+illegal+loggingMakalah+etika+illegal+logging
Makalah+etika+illegal+logging
Aba Abdillah
 

Destaque (20)

Illegal logging makalah (revisi)
Illegal logging makalah (revisi)Illegal logging makalah (revisi)
Illegal logging makalah (revisi)
 
Illegal logging
Illegal loggingIllegal logging
Illegal logging
 
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
 
Illegal logging
Illegal loggingIllegal logging
Illegal logging
 
ILLEGAL LOGGING
ILLEGAL LOGGINGILLEGAL LOGGING
ILLEGAL LOGGING
 
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana KehutananPenanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
 
Gelar perkara kelompok 3
Gelar perkara kelompok 3Gelar perkara kelompok 3
Gelar perkara kelompok 3
 
Paparan Polda Tentang Illegal Logging
Paparan Polda Tentang Illegal LoggingPaparan Polda Tentang Illegal Logging
Paparan Polda Tentang Illegal Logging
 
SLIDE PW TTG OPTIMALISASI PERS SUBDITFASHARKAN DITPOLAIR POLDA JAMBI
SLIDE PW TTG OPTIMALISASI PERS SUBDITFASHARKAN DITPOLAIR POLDA JAMBISLIDE PW TTG OPTIMALISASI PERS SUBDITFASHARKAN DITPOLAIR POLDA JAMBI
SLIDE PW TTG OPTIMALISASI PERS SUBDITFASHARKAN DITPOLAIR POLDA JAMBI
 
Contoh paparan
Contoh paparanContoh paparan
Contoh paparan
 
Gelar Opsnal 09
Gelar Opsnal 09Gelar Opsnal 09
Gelar Opsnal 09
 
Kerusakan hutan
Kerusakan hutanKerusakan hutan
Kerusakan hutan
 
Makalah+etika+illegal+logging
Makalah+etika+illegal+loggingMakalah+etika+illegal+logging
Makalah+etika+illegal+logging
 
Tesis hukum
Tesis hukum Tesis hukum
Tesis hukum
 
Tindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang KehutananTindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang Kehutanan
 
Pidana peencurian
Pidana peencurianPidana peencurian
Pidana peencurian
 
Kebijakan Umum Perencanaan Pembangunan Daerah
Kebijakan Umum Perencanaan Pembangunan DaerahKebijakan Umum Perencanaan Pembangunan Daerah
Kebijakan Umum Perencanaan Pembangunan Daerah
 
Makalah Hadits Tarbawi
Makalah Hadits TarbawiMakalah Hadits Tarbawi
Makalah Hadits Tarbawi
 
Belajar mudah algoritma data mining apriori
Belajar mudah algoritma data mining aprioriBelajar mudah algoritma data mining apriori
Belajar mudah algoritma data mining apriori
 
MAKALAH WADUK JATILUHUR KELOMPOK 4
MAKALAH WADUK JATILUHUR KELOMPOK 4MAKALAH WADUK JATILUHUR KELOMPOK 4
MAKALAH WADUK JATILUHUR KELOMPOK 4
 

Semelhante a Makalah tentang illegal logging

Makalah Aplikasi Komputer
Makalah Aplikasi KomputerMakalah Aplikasi Komputer
Makalah Aplikasi Komputer
Fahmy Metala
 
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Operator Warnet Vast Raha
 
Liiistiiiiiiiiiiiiiiiiii
LiiistiiiiiiiiiiiiiiiiiiLiiistiiiiiiiiiiiiiiiiii
Liiistiiiiiiiiiiiiiiiiii
Operator Warnet Vast Raha
 
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Septian Muna Barakati
 
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Warnet Raha
 
Makalah kerusakn hutan 1
Makalah kerusakn hutan 1Makalah kerusakn hutan 1
Makalah kerusakn hutan 1
Yadhi Muqsith
 
Materi pembelajaran ips kelas 3 sekolah dasar
Materi pembelajaran ips kelas 3 sekolah dasarMateri pembelajaran ips kelas 3 sekolah dasar
Materi pembelajaran ips kelas 3 sekolah dasar
Ihsan Sulistyawan
 
Interaksi Manusia dengan Lingkungan IPS
Interaksi Manusia dengan Lingkungan IPSInteraksi Manusia dengan Lingkungan IPS
Interaksi Manusia dengan Lingkungan IPS
Eva Rosita
 
Makalah pelestarian lingkungan yang telah rusak
Makalah pelestarian lingkungan yang telah rusakMakalah pelestarian lingkungan yang telah rusak
Makalah pelestarian lingkungan yang telah rusak
Operator Warnet Vast Raha
 
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Septian Muna Barakati
 

Semelhante a Makalah tentang illegal logging (20)

Makalah Aplikasi Komputer
Makalah Aplikasi KomputerMakalah Aplikasi Komputer
Makalah Aplikasi Komputer
 
Penebangan hutan
Penebangan hutanPenebangan hutan
Penebangan hutan
 
Modul 3 kb 2
Modul 3 kb 2Modul 3 kb 2
Modul 3 kb 2
 
Kerusakan Alam yang Dilakukan Manusia
Kerusakan Alam yang Dilakukan ManusiaKerusakan Alam yang Dilakukan Manusia
Kerusakan Alam yang Dilakukan Manusia
 
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
 
Liiistiiiiiiiiiiiiiiiiii
LiiistiiiiiiiiiiiiiiiiiiLiiistiiiiiiiiiiiiiiiiii
Liiistiiiiiiiiiiiiiiiiii
 
Liiistiiiiiiiiiiiiiiiiii
LiiistiiiiiiiiiiiiiiiiiiLiiistiiiiiiiiiiiiiiiiii
Liiistiiiiiiiiiiiiiiiiii
 
Makalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutanMakalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutan
 
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
 
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
 
Makalah kerusakn hutan 1
Makalah kerusakn hutan 1Makalah kerusakn hutan 1
Makalah kerusakn hutan 1
 
Materi pembelajaran ips kelas 3 sekolah dasar
Materi pembelajaran ips kelas 3 sekolah dasarMateri pembelajaran ips kelas 3 sekolah dasar
Materi pembelajaran ips kelas 3 sekolah dasar
 
Interaksi Manusia dengan Lingkungan IPS
Interaksi Manusia dengan Lingkungan IPSInteraksi Manusia dengan Lingkungan IPS
Interaksi Manusia dengan Lingkungan IPS
 
IPS interaksi manusia dan lingkungan
IPS interaksi manusia dan lingkunganIPS interaksi manusia dan lingkungan
IPS interaksi manusia dan lingkungan
 
Pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkunganPencemaran lingkungan
Pencemaran lingkungan
 
Pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkunganPencemaran lingkungan
Pencemaran lingkungan
 
Kata pengantar
Kata pengantarKata pengantar
Kata pengantar
 
Ekosistem
EkosistemEkosistem
Ekosistem
 
Makalah pelestarian lingkungan yang telah rusak
Makalah pelestarian lingkungan yang telah rusakMakalah pelestarian lingkungan yang telah rusak
Makalah pelestarian lingkungan yang telah rusak
 
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...Makalah  pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
Makalah pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan lingkung...
 

Makalah tentang illegal logging

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara agraris, yang mana terdiri dari daratan dan perairan yang luas. Indonesia memiliki banyak sekali pulau-pulau yang dipisahkan oleh lautan. Indonesia dari dulu terkenal merupakan daerah yang subur (daratan). Banyak sekali daerah daratan daripada negara kita ini yang dimanfaatkan sebagai daerah pertanian dan juga perkebunan, hal ini karena daratan indonesia terkenal subur sehingga baik untuk dikembangkannya sektor tersebut. Namun semakin hari keadaan negeri kita semakin banyak mengalami perubahan. Seiring dengan perkembangan teknologi industri, banyak lahan-lahan pertanian dan perkebuanan yang subur dibangun diatasnya pabrik-pabrik industri dan juga perkotaan. Perkembangan zaman juga diikuti dengan semakin banyaknya jumlah penduduk yang mendiami negeri kita tercinta ini. Akibatnya, lahan pertanian dan perkebunan pun semakin sempait, yang mana dikarenakan adanya pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan kita. Selain itu juga banyaknya lahan-lahan yang mulai tercemar dengan limbah dan tingginya kandungan bahan-bahan kimia yang ada di dalam tanah kita. Banyak sekali lahan-lahan perkebunan yang dulunya masih hijau bisa dikatakan vegetasi yang ada masih cukup sekarang menjadi daerah yang kering dan gundul. Ini semua tidak lepas dari tindakan manusia itu sendiri yang kurang bertanggung jawab. Pada dasarnya semua yang kita lakukan akan kembali kepada kita semua kelak. Dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas, sudah pasti menjadi penyebab mengapa banyak sekali terjadi bencana alam seperti halnya lonsor, banjir, dll. Penebangan hutan yang tidak mengikuti prosedur tebang pilih menjadi hal yang paling mendasar yang menyebabkan daerah hutan kita yang seharusnya lebat dengan pepohonan menjadi kering kerontang. Dari hal tersebut, banyak sekali yang merasakan danpaknya baik secara langsung maupun tidak. Banyak hewan- hewan yang turun ke daerah pemukiman penduduk, hal ini karena mereka tidak lagi memiliki tempat tinggal yang cocok untuk diri mereka. Mereka juga kekurangan makanan, sehingga banyak dari mereka yang menyerang pertanian 1
  • 2. kita. Jika kita sadar, manusia sering dirugikan karena akibat ulahnya sendiri. Tidah hanya hewan yang dirugikan, namun di sini yang paling dirugikan adalah alam semesta ini. Sehingga jangan heran jika banyak sekali benca banjir, longsor, dll yang terjadi di daerah sekitar kita ini. Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma- norma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan „hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia. Kiranya tidak salah jika manusia dipandang sebagai kunci pokok dalam kelestarian maupun kerusakan lingkungan hidup yang terjadi. Bahkan jika terjadi kerusakan dalam lingkungan hidup tersebut, YB Mangunwijaya memandangnya sebagai oposisi atau konflik antara manusia dan alam. Cara pandang dan sikap manusia terhadap lingkungan hidupnya menyangkut mentalitas manusia itu sendiri yang mempertanyakan eksistensinya di jaman modern ini dalam kaitannya dengan waktu, tujuan hidup, arti materi dan yang ada ”di atas” materi. Dengan demikian masalah lingkungan hidup tak lain adalah soal bagaimana mengembangkan falsafah hidup yang dapat mengatur dan mengembangkan eksistensi manusia dalam hubungannya dengan alam. Isu-isu kerusakan lingkungan menghadirkan persoalan etika yang rumit. Karena meskipun pada dasarnya alam sendiri sudah diakui sungguh memiliki nilai dan berharga, tetapi kenyataannya terus terjadi pencemaran dan perusakan. Keadaan ini memunculkan banyak pertanyaan, perhatian kita pada isu lingkungan ini juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana keterkaitan dan relasi kita dengan generasi yang akan datang. Kita juga diajak berpikir kedepan. 2
  • 3. Kita akan menyadari bahwa relasi kita dengan generasi akan datang, yang memang tidak bisa timbal balik. Karenanya ada teori etika lingkungan yang secara khusus memberi bobot pertimbangan pada kepentingan generasi mendatang dalam membahas isu lingkungan ini. Para penganut utilitirianisme, secara khusus, memandang generasi yang akan datang dipengaruhi oleh apa yang kita lakukan sekarang. Apapun yang kita lakukan pada alam akan mempengaruhi mereka. Pernyataan ini turut memunculkan beberapa pandangan tentang etika lingkungan dalam pendekatannya terhadap alam dan lingkungan. B. Pokok Permasalahan 1 Apa dampak Illegal Logging? 2 Bagaimana kaitannya antara Illegal Logging dengan etika lingkungan? C. Tujuan dan Manfaat Sehubungan dengan adanya suatu hal yang melatarbelakangi masalah, maka ada beberapa hal yang menjadi tujuan dalam penyusunan makalah ini, yakni: 1. Mengetahui dampak Illegal Logging di Kalimantan. 2. Mengetahui kaitan antara Illegal Logging dengan etika lingkungan. D. Landasan Teori Penebangan liar atau disebut juga dengan illegal logging. Sedangkan pengertian Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah- wilayah yang luas di dunia. Dalam definisi lain disebutkan bahwa hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. 3
  • 4. 1. Fungsi Hutan a. Sebagai penampung karbondioksida; Dalam proses fotosintesis tumbuhan mengambil Karbondioksida (Co2) dari atmosfer dikombinasi dengan air dan dibantu dengan energi cahaya memproduksi materi organik. b. Habitat Hewan; Hewan-hewan penghuni hutan seperti orang utan, harimau, singa, ular, babi hutan, gajah, dan lainnya merupakan penghuni asli hutan. Habitat mereka di hutan sehingga ketika hutan menjadi gundul hewan-hewan tersebut akan keluar dari hutan dan mendatangi pemukiman penduduk desa, serta memangsa hewan dan penduduk. Hal ini disebabkan karena rantai makan mereka terputus dan menyebabkan hewan-hewan buas tersebut mencari makan di luar hutan. c. Modulator arus hidrologika Hutan sebagai penyeimbang arus hidrologika, sebagai tempat penyerapan air, penahan air sehingga menghindari erosi tanah. d. Pelestari tanah Tanah-tanah yang dibiarkan gundul maka akan kehilangan fungsinya sebagai tanah. Tanah akan kurang berfungsi, sehingga tanah akan menjadi tanah yang tandu, serta merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting. 2. Penebangan Liar (Illegal Logging) Pembalakan liar adalah kegiatan penebangan, pengangkutan, dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Pembalakan liar dilakukan oleh perusahaan-perusahaan atau pribadi-pribadi yang membutuhkan. Pohon-pohon ditebang dengan seenaknya untuk keperluan pribadi dan tanpa ijin, membuka hutan dan menguras habis isinya, dan tanpa menanam kembali hutan untuk kelestarian selanjutnya. 4
  • 5. BAB II PEMBAHASAN A. Illegal Logging llegal logging atau dengan terjemahan sederhana pembalakan liar pada dasarnya merupakan istilah yang tidak pernah disebutkan dalam peraturan perundang-undangan manapun. Biasanya istilah ini mengacu untuk serangkaian perbuatan pidana yang ada dalam Pasal 50 UU Kehutanan, mulai dari penebangan ilegal, penguasaan, transportasi, hingga penjualan terhadap kayu tersebut. Namun demikian, Pasal 50 tidak menyatakan kejahatan tersebut sebagai rangkaian kejahatan. Kejahatan penebangan ilegal diatur tersendiri sebagaimana pengangkutan dan penjualan kayu ilegal juga diatur terpisah dengan sanksi yang berbeda pula. Penebangan liar misalnya diatur dalam huruf e Pasal 50: “menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang;” Huruf h Pasal 50: “mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;” huruf f Pasal 50: “menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;” Istilah illegal logging tampaknya cenderung kepada masalah penebangan liar atau penebangan tanpa izin, sedangkan perambahan luput dari kategori illegal logging. Akibatnya, kegiatan perambahan dilakukan secara terbuka / terang- terangan tanpa takut sedikitpun dengan petugas, sedangkan illegal logging dilakukan secara sembunyi-sembunyi, baik pada waktu siang hari ataupun pada malam hari. Dalam istilah kehutanan, logging adalah suatu aktivitas atau kegiatanpenebangan kayu di dalam kawasan hutan yang dilakukan oleh seseorang, kelompok ataupun atas nama perusahaan, berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh pemerintah atau instansi yang berwenang (kehutanan) sesuai dengan prosedur tata cara penebangan yang diatur dalam peraturan perundangan kehutanan. Dengan demikian, logging atau penebangan dapat dibenarkan 5
  • 6. sepanjang, mempunyai izin, mengikuti prosedur penebangan yang benar berdasarkan aspek kelestarian lingkungan, dan mengikuti prosedur pemanfaatan dan peredaran hasil hutan berdasarkan ketentuan yang berlaku. (Keputusan Menteri Kehutanan No. 127/Kpts-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan; sebagai pengganti Kep. Menteri Kehutanan No. 316/Kpts-II/1999 tentang Tata Usaha Kayu/Hasil Hutan). Sebaliknya ada peristilahan illegal logging yang merupakan antitesa dari istilah logging. Illegal berarti tidak didasari dengan peraturan perundangan atau dasar hukum positif yang telah ditentukan oleh pemerintah, dan berkonotasi “liar” serta mengandung konsekuensi melanggar hukum, karena mengambil atau memiliki sesuatu milik pihak lain, yang bukan haknya. Kepada pelanggar atau pelaku dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang HukumPidana (KUHP). Dengan demikian ilog adalah penebangan liar atau penebangan tanpa izin yang termasuk kejahatan ekonomi dan lingkungan karena menimbulkan kerugian material bagi negara serta kerusakan lingkungan/ekosistem hutan dan dapat dikenakan sanksi pidana dengan ancaman kurungan paling lama 10-15 tahun dan denda paling banyak Rp 5-10 miliar (UU No. 41 1999 tentang Kehutanan, Pasal 78). Masalah ilegal logging akan semakin menjadi luas pengertiannya, manakala dihubungkan dengan kegiatan yang disebut dengan “perambahan hutan”. Dalam permasalahan kehutanan, kedua kegiatan tersebut (ilegal logging dan perambahan hutan) disebut sebagai “penjarahan hutan”. B. Akar Masalah Pada dasarnya masalah ilegal logging tidak terlepas dari masalah kajian publik, yang sebenarnya berintikan masalah kebijakan (policy problem), sehingga pemecahan masalahnya (problem solving) juga harus dimulai dengan kebijakan publik (public policy) itu sendiri. Perlu kita kaji akar permasalahan ilegal loggging tersebut secara saksama berdasarkan konsep kajian publik. Dari kajian ini kita bisa mengetahui dan memahami bahwa akar permasalahan ilegal logging sebenarnya adalah masalah kebijakan dan pemecahan masalah. 6
  • 7. Masalah kebijakan dalam menangani ilegal logging sangat kompleks, mencakup masalah kebijakan internal (kehutanan) dan masalah kebijakan eksternal (di luar kehutanan). Kedua sumber masalah ini berinteraksi satu sama lain. Akibatnya, hasil dari keduanya membuat suatu vector permasalahan. Makin kuat vector permasalahan; maka makin sulit pula ilog diatasi. Indikator tersebut tampak dari semakin maraknya ilog, baik dalam skala nasional maupun regional atau provinsi, sehingga apabila kondisi ini tidak segera diatasi dengan “komitmen” bersama, maka dapat dipastikan “pintu gerbang” kehancuran hutan telah dekat dihadapan kita. Tidak berlebihan kiranya apabila dalam waktu 10-20 tahun mendatang hutan tropis/alam akan punah, sementara hutan tanaman belum menampakkan hasil yang signifikan. Untuk mengetahui apa sebenarnya masalah kebijakan internal dan apa masalah kebijakan eksternal, perlu kita identifikasi masalah kebijakan tersebut sebagai berikut: 1. Menyangkut masalah kebijakan internal dimulai dengan kelembagaan. Banyak lembaga kehutanan yang menangani hutan, lebih-lebih dengan adanya era otonomi daerah mulai dari pemerintah pusat yaitu Departemen Kehutanan dengan unit-unit pelaksana teknis (UPT)-nya di daerah, sampai tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kotamadya) dengan unit pelaksana teknis daerah (UPTD)-nya. 2. Adanya lembaga atau instansi kehutanan ini tidak jelas tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Kadang terjadi tumpang tindih kewenangan, serta dalam operasional tidak jelas tata hubungan kerjanya. Dengan kata lain, tidak ada platform atau satuan pandang yang sama satu sama lain mengenai sistem pengelolaan hutan yang lestari, meskipun untuk itu telah ada banyak panduan tentang bagaimana konsep sistem pengelolaan hutan lestari itu dari Departemen Kehutanan. Ironisnya, kebijakan kelembagaan kehutanan antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota tidak merupakan kebijakan yang saling mendukung, bahkan terkesan pusat (Departemen Kehutanan) menjaga jarak dengan daerah dalam hal kewenangan, sehingga tidak lagi terlihat arah pembangunan kehutanan yang jelas,Begitu kompleksnya masalah ilog sehingga apa sebenarnya akar 7
  • 8. permasalahan hingga penanganan ilog menjadi begitu sulit dan bahkan Departemen Kehutanan telah mengeluarkan 5 (lima) kebijakan pokok, di mana masalah pemberantasan penebangan liar atau illegal logging menjadi kebijakan pokok yang pertama, di samping kebijakan pokok yang lain, yaitu penanggulangan kebakaran hutan, restrukturisasi sektor kehutanan, rehabilitasi dan konservasi alam, dan desentralisasi sektor kehutanan (Kep. Menhut. no. 7501/ Kpts-II/2002). Masalah lain, kebijakan pemerintah selama ini dengan menetapkan kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menhut, ternyata tidak banyak mendukung prakondisi dalam pemantapan kawasan hutan. Sampai saat ini hampir 80% kawasan hutan belum selesai penetapan/pengukuhannya oleh Menteri Kehutanan, meskipun barangkali secara fisik sudah 100% kawasan hutan di tata bebas. Belum mantapnya status kawasan hutan ini, juga mengundang permasalahan sengketa, di mana dalam setiap penyelesaian masalah sengketa batas atau kawasan hutan di pengadilan, pihak kehutanan selalu terpojok apabila sudah menyangkut masalah bukti hukum status kawasan. Hal ini sudah barang tentu juga dapat merupakan andil timbulnya sengketa- sengketa kawasan baik karena penebangan liar (ilog), perambahan kawasan hutan maupun sengketa lahan lainnya (land tenure). Perlu dipikirkan agar masalah pengukuhan kawasan hutan ini ditingkatkan perundang undangannya menjadi undang-undang pengukuhan hutan, atau setidak-tidaknya peraturan pemerintah yang dalam pelaksanaan pengukuhan/penetapan kawasan hutan ditetapkan oleh Presiden melalui Keppres, sehingga dengan demikian mengikat semua pihak dan terjaminnya kepastian hukum kawasan hutan dari pada yang selama ini hanya ditetapkan oleh Menteri Kehutanan (dengan Keputusan Menteri) saja. Menyangkut masalah kebijakan Eksternal yaitu izinpendirian atau izin penetapan kapasitas industri terpasang (industri perkayuan) selama ini, ada pada kewenangan Depperindag, yang sebelumnya di Dephut. Dengan izin tersebut berada di Depperindag maka seringkali timbul kesenjangan antara sumber bahan baku yang ada di hutan dengan kapasitas industri terpasang yang ada di industri perkayuan, sehingga akibatnya industri mengalami kekurangan bahan baku. Untuk itu tidak jarang terjadi industri perkayuan cenderung “menampung” kayu- 8
  • 9. kayu yang bermasalah; hal tersebut jelas mempunyai andil yang cukup kuat timbulnya penebangan liar atau ilog. Menyangkut ini diharapkan agar izin pendirian dan izin kapasitas industri terpasang (hasil hutan) ditangani oleh satu atap di Dephut, agar tanggung jawab publiknya jelas, dan tidak saling menyalahkan antara Dephut dengan Depperindag (kembali seperti semula). Tentunya hal ini memerlukan kearifan tersendiri dari pihak terkait. Yang penting jangan ada vested of interest dari pihak-pihak yang berkepentingan (contohnya: industri kelapa sawit; dimana ijin industri dan kapasitas terpasangnya tetap berada di Departemen Pertanian cq Ditjen Perkebunan, dan bukan di Depperindag). Praktek Illegal logging dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumberdaya hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5 milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumberdaya hutan. Buruknya pola penanganan konvensional oleh pemerintah sangat mempengaruhi efektivitas penegakan hukum. Pola penanganan yang hanya mengandalkan 18 instansi sesuai ketentuan dalam Inpres No.4 Tahun 2005 tentang pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah republik Republik Indonesia, dalam satu mata rantai pemberantasan illegal logging turut menentukan proses penegakan hukum, di samping adanya indikasi masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang korup. Kekebalan para dalang/mastermind/aktor intelektual / backing / pemodal / pelaku utama terhadap hukum disebabkan adanya keterlibatan oknum aparat penegak hukum menjadi dinamisator maupun supervisor dan sebagian bahkan menjadi „backing‟ bisnis haram ini. Besarnya uang yang beredar sekitar US$1.3 milyar (WWF/World Bank, 2005), serta banyaknya pihak yang turut menikmati hasil bisnis ilegal ini, punya andil yang cukup besar untuk mempengaruhi proses kegagalan dalam penanganan kejahatan kehutanan seperti illegal logging. 9
  • 10. C. Penerapan Undang Undang Lingkungan Hidup untuk Perlindungan Hutan Indonesia Undang-Undang Lingkungan Hidup diarahkan agar hutan dan semua Sumber Daya Alam yang ada di bumi Indonesia dapat perlindungan dengan segala aturan yang telah ada saat ini. Berbicara tentang hukum yang berlaku untuk mengatasi segala permasalahan permasalahan, harus dilihat dari tiga sisi, yakni sisi substansi hukum, aparatur hukum yang ada dalam setiap proses yang ada serta budaya hukum yang hidup dalam masyarakat itu sendiri. Selanjutnya apakah hukum itu telah diterapkan dengan baik atau tidak?. Artinya pada saat salah satu dari ketiga hal itu tidak terpenuhi maka penerapan hukum yang diharapkan tidaklah akan berjalan sesuai dengan harapan. Sekian banyak penyimpangan fungsi hutan di Indonesia, dari hutan lindung diubah fungsi hutannya menjadi hutan industri. Beberapa hutan lindung yang ada di Indonesia telah rusak dan menjadi permasalahan lingkungan. Pengerusakan hutan yang terjadi seringkali mengakibatkan efek sangat besar bagi kehidupan sehari-hari masyarakat di lingkungan hutan tersebut. Mulai dari terjadinya kekeringan, longsor, dan erosi dan paling parah masyarakat tidak dapat melanjutkan kehidupan secara layak akibat kerusakan yang terjadi seperti pertanian, perikanan darat, dan kehidupan sehari-hari yang terganggu. Dari sekian banyak fakta nyata mengenai pengrusakan hutan yang terjadi di Indonesia sering ditindak tidak sesuai dengan harapan masyarakat umum. Masyarakat lebih mengharapkan fungsi hutan yang telah dirusak dikembalikan daripada sekedar pemidanaan dan denda yang dikenakan terhadap pelaku pengrusakan hutan. Ini karena masyarakat lebih membutuhkan air, tanah, hawa sejuk, udara segar, tanah tidak longsor, dan keindahan alam seperti sebelum pengerusakan lingkungan hutan. Artinya pemerintah harus dapat menghukum para perusak hutan agar mengembalikan hutan sebagaimana mestinya dan memberikan efek jera terhadapnya. Apabila sekedar pengembalian kerugian negara dalam materi, tidaklah memberikan efek jera karena para pengusaha tidak sulit untuk mengembalikan uang negara. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 sanksi pidana dengan penarikan izin usaha dan pidana penjara lebih dihindari para pengusaha atau 10
  • 11. pelaku pengerusakan lingkungan. Memang dalam perudang-undangan yang ada saat ini lebih mengedepankan denda yang besar daripada pengembalian fungsi hutan dan lingkungan. Hal ini yang menyebabkan para pelaku usaha dari awal mendapatkan izin langsung memaksimalkan produksi untuk mengumpulkan keuntungan. Apabila terjadi pengrusakan lingkungan yang tidak disengaja dapat diganti rugi dengan sejumlah dana denda. Karena masalah hutan dan lingkungan saat ini lebih didomonasi para pemegang izin yang melanggar atau tidak mematuhi hukum yang diberlakukan atas dirinya berdasarkan izin tersebut. Artinya mereka melakukan perbuatan yang tidak diatur dalam izin yang diberikan. Hal yang sering terjadi, dengan gampangnya para pemberi izin dengan merubah fungsi hutan, misalnya dari Hutan Lindung dan Hutan Taman Nasional menjadi hutan industri, yang berakibat fatal dengan banyaknya hutan yang seharusnya dipertahankan dan diatur dengan undang-undang untuk itu, dikelola oleh pengusaha. Apabila tetap terjadi perubahan fungsi dan jenis hutan, tidaklah menutup kemungkinan hutan yang ada di Indonesia saat ini akan habis. D. Penanganan Ilegal Logging Di Hutan Indonesia Untuk mengatasi ilegal loggigg dan sekaligus juga perambahan hutan, kiranya pemerintah perlu melakukan restrukturisasi atas kelembagaan ini sebagaimana yang diamanatkan dalam program ketiga Departemen Kehutanan yaitu: restrukturisasi kelembagaan sektor kehutanan, dengan cara antara lain perlu dibentuk unit-unit pengelolaan hutan untuk setiap unit kawasan hutan di bawah satuan kerja yang telah ada dengan fasilitas yang memadai. Perlu mendudukkan fungsi Dinas Kehutanan di provinsi sebagai regulator di samping fungsinya sebagai koordinator lembaga/instansi kehutanan yang ada di provinsi/ kabupaten/kota; sehingga jelas tugas/fungsinya sebagai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas umum pemerintahan (melaksanakan kebijakan publik). Selain itu, perlu mengembalikan fungsi Perhutani ke dalam fungsi BUMN murni yang diberi tugas mencari/ mendapatkan keuntungan finansial bagi perusahaan untuk mendukung pelaksanaan program pembangunan kehutanan dalam arti luas. 11
  • 12. Pada dasarnya hubungan yang terjalin antara manusia dan alam dapat dibagi menjadi hubungan manusia dengan alam yang merusak atau merugikan dan yang menguntungkan atau dengan kata lain ada yang negatif dan positif. Ilegal logging atau pembabatan hutan secara liar merupakan salah satu contoh hubungan yang merusak lingkungan atau alam. Penebangan Hutan secara ilegal (illegal logging) adalah persoalan klasik bagi masyarakat Indonesia. Setiap hari, kegiatan tersebut marak dilakukan di sejumlah kawasan hutan dengan diketahui petugas instansi berwenang, aparat dan masyarakat setempat. Meskipun berkali-kali diberitakan bahwa penertiban terus diupayakan, namun penebangan dan perusakan hutan semakin merajalela. Di kabupaten Ketapang misalnya, sasaran penebangan liar adalah Taman Nasional Gunung Palung ( TNGP ). Sudah sekitar 5 tahun penjarahan itu berlangsung. Sekitar 80 % dari 90.000 ha luas TNGP sudah dirambah para penebang dan mengalami rusak berat. Para penebang yang dibayar untuk memotong pohon itu diperkirakan jumlahnya sebanyak 2000 orang dengan menggunakan motor pemotong chainsaw. Selain itu di hutan Kapuas Hulu, penebangan hutan liar juga tak kalah mengerikan. Sasaran penebangan adalah pohon-pohon dengan jenis Kayu Ramin, Meranti, Klansau, Mabang, Bedaru, dan jenis Kayu Tengkawang yang termasuk jenis kayu dilindungi. Kayu-kayu gelondongan yang telah ditebang langsung diolah menjadi balok dalam berbagai ukuran antara lain: 24 cm x 24 cm, 12 cm x 12 cm dengan panjang rata-rata 6 meter. Setiap hari jumlah truk yang mengangkut kayu ini ke wilayah Malaysia sekitar 50 –60 truk. Dampak kerusakan terhadap ekologi lingkungan Penebangan hutan secara ilegal ini juga menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi hutan itu sendiri maupun lingkungan di sekelilingnya. Secara umum, dampak penebangan hutan menyebabkan: 1. Kerugian bidang Ekonomi Berdasarkan pada perkiraan Prof. Dr. Herujono Hadisuprapto, MSc, Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, setiap hari kayu ilegal berbentuk balok yang diselundupkan dari Kal-Bar ke Serawak mencapai 10.000 m kubik. Kayu-kayu ini terbebas dari iuran resmi seperti dana reboisasi, provisi sumber daya hutan, dan pajak ekspor. Diprediksi kerugian negara mencapai Rp. 5,35 milyar per hari, atau sekitar Rp 160,5 milyar perbulan. Maka sebenarnya sangat ironis jika kerugian ini dihubungkan dengan usaha mati-matian dari pemerintah Indonesia untuk mencari 12
  • 13. pinjaman dana dari IMF. Ketika pemerintah mengemis pada IMF dana senilai 400 juta $ AS, sebenarnya pemerintah kehilangan pendapatan atas pajak senilai 4 Milyar $ AS setiap tahunnya akibat penebangan hutan liar sejak 1998. 2. Dampak kerusakan terhadap ekologi lingkungan Penebangan hutan secara ilegal ini juga menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi hutan itu sendiri maupun lingkungan di sekelilingnya. Secara umum, dampak penebangan hutan menyebabkan: pertama, masalah pemanasan global; kedua, masalah degradasi tanah; dan ketiga, mempercepat kepunahan keanekaragaman hayati di dalamnya. a. Masalah pemanasan global Para ahli memperkirakan bahwa dampak dari pemanasan global akan sangat meningkat bila kelestarian dan keutuhan hutan tidak dipelihara. Ada beberapa akibat yang akan muncul akibat pemanasan global ini, antara lain terjadinya perubahan iklim. Hal ini akan mempercepat penguapan air sehingga berpengaruh pada curah hujan dan distribusinya. Akibat selanjutnya adalah terjadinya banjir dan erosi di daerah-daerah tertentu. Seperti kasus yang terjadi di Pontianak ( Kalimantan Barat ) dan Nias ( Sumatra Utara ) yang menelan korban materi dan nyawa yang sangat besar. Musim kering yang berkepanjangan juga akan melanda daerah-daerah yang areal hutannya digunduli, bahkan dibakar. Sebagai contoh adalah kebakaran hutan Kalimantan Barat. Resiko yang timbul kemudian adalah banyaknya lahan yang dibiarkan kosong. b. Masalah degradasi tanah Penebangan hutan secara tak terkendali pasti juga menyebabkan degradasi tanah dan berkurangnya kesuburan tanah. Data dari Biro Pusat Statistik menyebutkan bahwa lahan produktif yang telah diolah di Indonesia sebanyak 17.665.000 hektar. Sebesar 70 % dari lahan itu adalah lahan kering. Sisanya adalah lahan basah. Akibat penebangan liar yang terjadi banyak lahan kering yang tidak digarap. Akibatnya erosi menjadi mudah terjadi dan tanah berkurang kesuburannya. 13
  • 14. c. Masalah kepunahan keranekaragaman hayati Masalah ini cukup mendapat perhatian penting saat ini. Berdasar penelitian para ahli, dikatakan bahwa jumlah spesies binatang atau spesies burung semakin berkurang, khususnya di Kalimantan Barat. Akibat penebangan hutan yang dilakukan terus menerus, banyak hewan yang menyingkir dan mencari habitat yang baru. Misalnya, harimau Kalimantan semakin terjepit karena tempat tinggalnya semakin sempit dan terus di babat. Bukan tidak mungkin bahwa tahun-tahun mendatang spesies harimau akan punah. Para ahli memperkirakan bahwa pada tahun 2015 dengan penggundulan hutan tropis di Kalimantan akan menyebabkan punahnya 4-8% spesies dan 17,35 % pada tahun 2040. E. Kaitan antara Illegal Logging dengan Etika Lingkungan Di Indonesia sendiri sebenarnya etika lingkungan bukanlah merupakan hal yang baru. Jika dikaitkan dengan praktik bisnis, maka bisnis yang etis adalah bisnis yang dapat memberi manfaat maksimal pada lingkungan, bukan sebaliknya, menggerogoti keserasian lingkungan. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menata kelestarian lingkungan, dituduh sebagai penyebab terjadinya krisis yang berkepanjangan. Krisis lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini, berakar dari kesalahan perilaku manusia yang berasal dari cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Masalah lingkungan semakin terasa jauh terpinggirkan, bahkan sering hanya merupakan embel-embel atau tempelan belaka dalam program pembangunan, kesadaran masyarakat terhadap masalah lingkungan menurun. Padahal, berbagai bencana akibat pengelolaan lingkungan yang tidak benar telah berulang kali terjadi, dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Menciptakan kesadaran masyarakat yang berwawasan lingkungan merupakan fondasi untuk menjaga agar lingkungan terhindar dari berbagai macam pengrusakan dan pencemaran. Karena pada dasarnya kerusakan lingkungan dikarenakan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri. Etika lingkungan, dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang memberikan pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih tindakan 14
  • 15. yang baik dalam menghadapi dan menyikapi segala sesuatu sekaitan dengan lingkungan sebagai kesatuan pendukung kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan umat manusia serta mahluk hidup lainnya. Etika lingkungan yang baik dapat menjadikan perilaku kita semakin arif dan bijaksana terhadap lingkungan, sebaliknya etika yang salah akan menciptakan malapetaka bagi kehidupan manusia, karena merusak etika lingkungan hidup adalah pertimbangan filosofis dan biologis mengenai hubungan manusia dengan tempat tinggalnya serta dengan semua mahluk non manusia. Dengan etika lingkungan hidup, manusia dipaksa untuk me-review segala aktivitasnya yang berhubungan dengan lingkungan hidup, mana yang benar, mana yang salah. Kepedulian lingkungan yang dangkal menunjukkan perhatian kepada kepentingan yang sering diabaikan dalam ekonomi tradisional. Pandangan ini menganggap alam bernilai hanya sejauh ia bermanfaat bagi kepentingan manusia, bukan karena bernilai pada dirinya sendiri. Kepedulian lingkungan yang dalam, mempertimbangkan kepentingan generasi yang akan datang. Dalam hal ini kita tentu tidak tinggal diam saja, sebagai penonton dalam hal kerusakan yang terjadi di bumi ini maka dari itu untuk menanggulangi terjadinya pemanasan global yang mana banyak dampak yang terjadi jika kita hanya tinggal diam, sebagai orang yang bijak khususnya mahasiswa kita harus kritis tentang masalah yang terjadi ini maka perlu dibangun kesadaran yang tinggi tentang lingkungan dengan di kenalkan kepada publik tentang etika lingkungan. Maka dari itu kita harus mengetahui pengertian illegal logging, dampak yang dihasilkan, dan solusi apa yang harus dilakukan. 15
  • 16. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pada dasarnya hubungan yang kurang baik antara manusia dengan alam terjadi karena ada faktor keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Namun, karena sifat dasar manusia yang tidak pernah merasa puas maka terjadi eksploitasi-eksploitasi yang berlebihan yang nantinya berdampak pada kerusakan alam. Adapun dampak dari pada kegiatan manusia yang merusak lingkungan utamanya hutan banyak sekali, seperti banjir, longsor, adanya hewan-hewan liar yang menyerang pemukiman yaitu areal pertanian karena sudah tidak ada lagi makanan yang tersisa di hutan akibat pembalakan liar, dan masih banyak lagi lainnya. Dari situ manusia nantinya juga akan merasa dirugikan oleh perbuatannya sendiri. Sesuatu yang dilakukan oleh manusia akan kembali kepada manusia itu sendiri. Etika lingkungan sebagai dasar moralitas yang memberikan pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih tindakan yang baik dalam menghadapi dan menyikapi segala sesuatu sekaitan dengan lingkungan sebagai kesatuan pendukung kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan umat manusia serta mahluk hidup lainnya. 16
  • 17. DAFTAR PUSTAKA Azhari Samlawi, Etika Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan, Jakarta: DIKTI, 1997. Bertens, K. Etika, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997. Keraf, A. Sonny. Etika Lingkungan, Jakarta: Kompas, 2002. Haba, John. “Illegal Logging, Penyebab dan Dampaknya”. Jakarta: PMB-LIPI. 2005. Soerjani, Mohamad, Pembangunan dan Lingkungan, Jakarta: Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan (IPPL), 1996. http://blawgerpoet.blogdetik.com/2011/02/14/pembalakan-liar-hutan-indonesia/ http://kpshk.org/index.php/berita/read/2011/02/11/1404/pencegahan-dan- pemberantasan-pembalakan-liar.kpshk http://impasb.wordpress.com/2008/02/27/penyebab-dan-dampak-rusaknya-hutan- kita/ http://www.amiodo.blogspot.com/2012/08/104/download-makalah-tentang-illegal- logging/php/ 17