Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1948, terdapat dua mekanisme pemilihan kepala daerah. Pasal 18 ayat (1) menyatakan bahwa kepala daerah diangkat oleh presiden atas rekomendasi DPRD, sehingga kekuasaan eksekutif lebih dominan. Sedangkan pasal 18 ayat (5) menyatakan bahwa kepala daerah diangkat dari keturunan ningrat berdasarkan nilai-nilai lokal, seperti di Daerah I
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Dinamika Pemilihan Kepala Daerah Menurut UU No 22 Tahun 1948
1. Dinamika Pemilihan Kepala Daerah Menurut UU No 22
Tahun 1948 Pasal 18 ayat (1) dan (5)
A. Latar Belakang
Proses lahirnya UU No 22 Tahun 1948
Proses lahirnya UU ini dikarenakan oleh dikeluarkannya
Maklumat Wakil Presiden tanggal 16 Oktober 1945 No X
dan Maklumat Pemerintah pada tanggal 14 November
1945, maka terjadi perubahan system pemeritahan di
Indonesia dari system presidensial (yang semu)
sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945 menjadi system
parlemeter. Perubahan ketatanegaraan (system
pemerintahan) di pusat tersebut, mempengaruhi
penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Itulah sebabnya
dasar pertimbangan dikeluarkannya Undang – undang No
22 Tahun 1948. Perubahan ini tentu saja memiliki dampak
yang sangat besar bagi konstruksi system pemerintahan
dari pusat hingga ke system penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Adapun UU ini diundangkan pada
tanggal 10 Juli 1948 di Yogyakarta
2. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari UU No 22
Tahun 1948 adalah sebagai
berikut:
a. Menghindarkan pemerintahan yang dualisme
di daerah, tidak akan ada lagi pemerintahan
yang dijalankan oleh kepala daerah sendiri.
b. Desa mendapat perhatian khusus dari UU ini,
karena desa dianggap sebagai ujung tombak
untuk menciptakan kemakmuran di negeri ini.
3.
Sifat
Adapun sifat otonomi yang digunakan dalam undang – undang ini
adalah sebagi berikut :
a. Memberi kewajiban yang seluas – luasnya kepada
daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri.
b. Hanya daerah otonom, diluar itu tidak dikenal daerah
lainnya atau istilah yang biasa dipakai adalah
wilayah administrasi.
c. Menghargai nilai – nilai kearifan local (value of local
wisdom) Kekuasaan kepala daerah (eksekutif) lebih
diminimalkan, sedangkan yang dikedepankan adalah
kekuasaan DPRD (legislative).
4. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka
kami membatasi rumusan masalahnya yaitu:
“Bagaimana dinamika pemilihan kepala daerah
berdasarkan UU No 22 Tahun 1948 pasal 18 ayat
(1) dan ayat (5)”??
5. C. KONSEPTUALISASI
Rekrutmen politik kepala daerah tingkat 1/ Gubernur menurut
pasal 18 ayat (1) dan ayat (5) UU No 22 Tahun 1948. Dalam hal
pemilihan dan perekrutan kepala daerah/ Gubernur, kami
membandingkan 2 ayat, yakni ayat (1) dan ayat (5). Adapun
perbandingan itu adalah sebagi berikut :
Pasal 18
Berdasarkan pasal 18 ayat (1), kepala daerah diangkat oleh
Presiden atas rekomendasi atau yang diajukan oleh DPRD .
Dalam konteks ini, kedudukan kepala daerah adalah sebagai
wakil pemerintah pusat di daerah sehingga dominasi
kekuasaan dalam system penyelenggaranan pemerintahan
dari pemerintah pusat sangat kuat di daerah.
6. 1. Pasal 18 ayat (1)
Berdasarkan pasal 18 ayat (1), kepala daerah diangkat
oleh Presiden atas rekomendasi atau yang diajukan oleh
DPRD. Dalam konteks ini, kedudukan kepala daerah
adalah sebagai wakil pemerintah pusat di daerah
sehingga dominasi kekuasaan dalam system
penyelenggaranan pemerintahan dari pemerintah pusat
sangat kuat di daerah. Tidak ada keseimbangan politik
antara eksekutif dan legislative, walaupun secara de
jure DPRD sangat kuat namun pada tataran de facto
justru eksekutiflah yang sangat mendominasi kebijakan
– kebijakan di dalam sitem penyelenggaraan daerah.
7. 2. Pasal 18 ayat (5)
Berdasarkan pasal 18 ayat (5), kepala daerah
diangkat oleh Presiden berdasarkan keturunan
keluarga bangsawan atau ningrat yang berkuasa
sebelum dan sesudah Negara Indonesia merdeka,
sudah barang tentu dengan kapasitas yang
mumpuni seperti kecakapan, kejujuran dan
menjunjung tinggi nilai – nilai kearifan lokal (value
of local wisdom) atau adat istiadat di daearahnya.
8. D. ANALISIS
Jika berkaca pada UU sebelumnya,maka dominasi kepala daerah sangat
sentralistik. Namun dalam UU No 22 Tahun 1948, terjadi perubahan paradigma
dalam system penyelenggaraan daerah dari sentralistik ke desentralistik. Hal ini
berdampak pada wewenang lembaga – lembaga penyelenggara pemerintahan di
daerah,khususnya daerah otonom dan daerah istimewa. Oleh sebab itu, fokus
analisis kelompok kami adalah sebagai berikut :
System politik
Berdasarkan pasal yang dibahas maka dapat dikatakan bahwa system politik
yang terjadi pada saat itu adalah demokrasi tak langsung (indirect democracy),
dimana kedaulatan politik masyarakat tidak berhadapan langsung dengan pihak
eksekutif (kepala daerah) melainkan melalui lembaga perwakilan (DPRD).
Dalam pengertian seperti ini demokrasi tak langsung (indirect democracy) dapat
disebut juga demokrasi perwakilan.
Tidak ada system kepartaian dalam pemilihan kepala daerah
Secara politis,lembaga – lembaga penyelenggara pemerintahan daerah,khususnya
provinsi terbagi menjadi dua :
9. A. DPRD provinsi terdiri dari sejumlah
anggota yang berasal dari daerah
keresidenan yang meliputi masing-masing
provinsi. Menurut UU ini, DPRD diketuai
oleh Gubernur tetapi tidak mempunyai hak
suara.
B. Badan eksekutif terdiri dari 5 lima orang
yang dipilih oleh dan dari anggota DPRD
diketuai oleh Gubernur dengan hak suara
menjalankan pemerintahan sehari – hari.
10. Mekanisme
pemilihan
kepala
daerah
yang
tidak
melibatkan partai politik serta menggunakan asas
demokrasi tak
demokrasi
langsung
perwakilan
(indirect
sehingga
democracy)
kedaulatan
atau
rakyat
dijalankan oleh DPRD. Contoh kasus : daerah istimewa
Yogyakarta, kepala daerah dan wakil kepala daerah
diangkat
dari
keturunan
raja
dengan
mempertimbangkan nilai kecakapan, kejujuran dan
kesetiaan berdasarkan adat – istiadat yang berlaku di
daerah
tersebut
dari
zaman
pra
kemerdekaan.
Sedangkan yang terjadi di daerah otonom tidak berbeda
dengan
yang
ada
di
daerah
istimewa.
11. Dampak Rekrutmen tersebut bagi Tata Pemerintahan Lokal, Dampaknya
dari pada rekrutmen politik yang didasarkan pada pasal 18 ayat (1) dan
ayat (5), ini adalah terjadinya dualisme kepemimpinan kepala daerah
sehingga tidak adanya prinsip check and balance antara pihak eksekutif
(eksekuif heavy), dan pihak legislative (legislative heavy). Tidak adanya
partisipasi lansung dari masyarakat dalam memberi legitimasi penuh
kepada pemimpin daerah melalui pemilihan lansung. Kepala daerah adalah
orang yang dikenal baik oleh masyarakat sehingga jika merunut pada pasal
ini maka masyarkat bisa jadi tidak mengenal secara baik kepala daerah
yang akan memimpin daerahnya. Kepala daerah yang diangkat oleh
pemerintah pusat berperan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah yang
berfungsi mengawasi jalannya roda pemerintahan di daerah dan
bertanggungjawab kepada pemerintah pusat bukan kepada DPRD sebagai
lembaga perwakilan rakyat di daerah.
12. Dinamika Pemilihan Pepala Daerah
Menurut UU No 22 Tahun 1948
Pasal 18 ayat (1) dan ayat (5)
Disusun oleh :
Pims Frans Payai
Leonardo Koraag
Rian Noviana
M. Eko Irkhami
Heddy Ferry
(10522392)
(10522401)
(11520009)
(11520008)
(11520017)