1. Sistem pembayaran kapitasi adalah metode dimana pemberi pelayanan kesehatan menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk pelayanan yang ditentukan per periode waktu. Kapitasi didasarkan pada jumlah tertanggung baik dalam keadaan sakit atau sehat.
Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...
Tugas2
1. 2. Health Insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau
pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health insurance ini
dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose Related Group (DRG system).
Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan dimana
PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk pelayanan yang telah
ditentukkan per pe riode waktu. Pembayaran bagi PPK dengan system kapitasi adalah
pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan
kesehatan dengan pembayaran di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan
satuan biaya (unit cost) te rtentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan
Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Masyarakat yang
telah menajdi peserta akan membayar iuran dimuka untuk memperoleh pelayanan
kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai ujung
tombak yang memenuhi kebutuhan utama kesehatan dengan mutu terjaga dan biaya
terjangkau.
Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh dengan system
kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis
penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien dengan
diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah
dana yang diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien,
sisa dana akan menjadi pemasukan bagi PPK. 5
Kelemahan dari system Health Insurance adalah dapat terjadinyaunderutilization dimana
dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang dibe rikan kepada pasien untuk
memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu, jika peserta tidak banyak
bergabung dalam system ini, maka resiko kerugian tidak dapat terhindarkan. Namun
dibalik kelemahan, te rdapat kelebihan system ini berupa PPK mendapat jaminan adanya
pasien (captive market), mendapat kepastian dana di tiap awal periode waktu tertentu,
PPK taat prosedur sehingga mengurangi te rjadinya multidrug dan multidiagnose. Dan
system ini akan membuat PPK lebih kea rah preventif dan promotif kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan sistem kapitasi
dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan dibandingkan sistem
pembayaran berdasarkan layanan (Fee for Service) yang selama ini berlaku. Namun,
mengapa hal ini belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh Indonesia? Tentu saja masih ada
hambatan dan tantangan, salah satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat
memberikan asuransi kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa te rkecuali seperti yang
disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
2. Sampai saat ini, pe rusahaan asuransi masih banyak memilah peserta asuransi dimana
peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan bayar rendah tidaklah
menjadi target anggota asuransi. Untuk mencapai terjadinya pemerataan, dapat dilakukan
universal coverage yang bersifat wajib dimana penduduk yang mempunyai resiko
kesehatan rendah akan membantu mereka yang beresiko tinggi dan penduduk yang
mempunyai kemampuan membayar lebih akan membantu mereka yang lemah dalam
pembayaran. Hal inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi sistem kesehatan
Indonesia.
Memang harus kita akui, bahwa tidak ada sistem kesehatan terutama dalam pembiayaan
pelayanan kesehatan yang sempurna, setiap sistem yang ada pasti memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Namun sistem pembayaran pelayanan kesehatan ini harus
bergerak dengan pengawasan dan aturan dalam suatu sistem kesehatan yang
komprehensif, yang dapat mengurangi dampak buruk bagi pemberi dan pencari
pelayanan kesehatan sehingga dapat terwujud sistem yang lebih efektif dan efisien bagi
pelayanan kesehatan di Indonesia.5
Diunduh dari http://www.depkes.go.id/ pada tanggal 1 Juli 2013.
C. Pembayaran Kapitasi
Pembayaran kapitasi merupakan suatu cara pengendalian biaya
dengan menempatkan fasilitas kesehatan pada posisimenanggung
resiko, seluruhnya atau sebagian dengan cara menerima pembayaran
atas dasar jumlah jiewa yang ditanggung.
Langkah-langkah menghitung biaya kapitasi adalah sebagai berikut
(Thabrany,2001):
1. Menetapkan jenis-jenis pelayanan yang akan dicakup dalam
pembayaran kapitasi
2. Menghitung angka utilisasi dalam satuan jumlah pengguna per 1.000
populasi yang akan dibayar secara kapitasi
Mendapatkan rata-rata biaya per jenis pelayanan untuk suatu wilayah
Menghitung biya per kapita per bulan untuk tiap jenis pelayanan
3.
Menjumlahkan biaya per kapita per bulan untuk seluruh wilayah
Reaksi positif Kapitasi :
3. Fasilitas kesehatan memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi,
dengan menegakkan diagnosisi yang tepat dan memberikan
pengobatan atau tindakan yang tepat
4. Fasilitas kesehatan memberikan pelayanan promotif dan preventif
untuk mencegah insiden kesakitan.
5. Fasilitas kesehatan memberikan pelayanan yang pas, tidak lebih
tidak kurang, untuk mempertahankan efisiensi operasi dan tetap
memegang jumlah pasien JK sebagaiincome security
Reaksi negatif Kapitasi :
Jika kapitasi yang dibayarkan terpisah-pisah (parsial) antara
pelayanan rawat jalan primer, rawat jalan rujukan dan rawat inap
rujukan dan tanpa diimbangi denagn insentif yang memadai untuk
mengurangi rujukan, fasilitas kesehatan akan dengan mudah merujuk
pasiennya ke spesialis atau merawat di rumah sakit
Fasilitas kesehatan dapat mempercepat waktu pelayanan sehingga
tersedia waktu lebih banyak untuk melayani pasien non jaminan atau
yang membayar dengan JPP yang “dinilai” membayar lebih banyak
Fasilitas kesehatan dapat tidak memberikan pelayanan dengan baik
supaya kunjungan pasien kapitasi tidak cukup banyak. Hal ini
menimbulkan keluhan anggota atas pelayanan yang tidak
memuaskan
Kapitasi adalah metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan dimana Pemberi
Pelayanan Kesehatan (dokter atau rumah sakit) menerima sejumlah tetap penghasilan per
peserta, per periode waktu (bulanan), untuk pelayanan yang telah ditentukan per periode
waktu. Kapitasi didasari dari jumlah tertanggung (orang yang diberi jaminan atau anggota)
baik dalam keadaan sakit atau dalam keadaan sehat yang besarnya dibayarkan di muka
tanpa memperhitungkan jumlah konsultasi atau pemakaian pelayanan di PPK tersebut.
Kapitasi terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
4. a. Penuh/total : kapitasi melayani jasa rawat jalan dan rawat inap
b. Sebagian : kapitasi hanya mencakup pada rawat jalan saja, rawat inap saja, atau hanya jasa
pelayanan tanpa obat
c. Risk adjustment capitation : berbasis umur, risiko sakit, dan geografi
Kapitasi sendiri tercipta dipicu oleh tidak terkendalinya biaya akibat over utilisasi dan
supplier yang dipengaruhi permintaan. Selain itu juga didorong oleh perusahaan asuransi
yang menggunakan metode managed care di Amerika.
Kapitasi juga memiliki keuntungan dan kelemahan. Keuntungan kapitasi di antaranya
adalah :
a. RS dapat jaminan adanya pasien (captive market).
b. RS mendapat kepastian dana di awal tahun/kontrak.
c. Bila berhasil mengefisienkan pelayanan akan mendapat keuntungan.
d. Dokter dapat lebih taat prosedur karena obat yang diberikan pasti tidak multiple.
e. Promosi dan prevensi akan lebih ditekankan
Namun masih ada juga kelemahan dari kapitasi, yaitu :
a. Cenderung underutilization. Maksudnya bias terjadi pengurangan fasilitas yang diberikan
pada pasien untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya.
b. Bila dokter belum memahami biasanya mendaptkan konflik.
c. Bila peserta tidak banyak ada resiko kerugian.
Nah, untuk itu ada beberapa cara untuk mengurangi efek dari kelemahan yang ada, yaitu :
a. Utilization review harus kuat.
b. Standar terapi disusun serius dan ditaati.
c. Dokter harus sadar biaya. Perlu pelatihan khusus untuk hal ini.
Untuk itu kita perlu menjaga agar asumsi-asumsi dapat terpenuhi, mengantisipasi resiko
kerugian dengan mempersiapkan dana cadangan, dan menciptakan system mutu tetap
terjaga dengan insentif dan disinsentif.
Rumus kapitasi
Frekuensi utilisasi per bulan x tarif pelayanan
Jumlah peserta
Atau
Angka utilisasi tahunan per peserta x tarif pelayanan
12 bulan
Langkah perhitungaanya adalah
a. Menetapkan jenis-jenis pelayanan yang akan dicakup dalam pembayaran kapitasi.
b. Menghitung rate utilisasi (angka pemanfaatan) yang biasanya dihitung per 1000 jiwa.
c. Mendapatkan rata-rata biaya per pelayanan yang dicakup dalam kontrak kapitasi.
d. Menghitung biaya per kapita per bulan untuk tiap pelayanan.
e. Menjumlahkan biaya per kapita per bulan untuk seluruh pelayanan guna mendapatkan
besaran biaya kapitasi. Jika diperlukan, menghitung dana pool rujukan dan rumah sakit
atau dana ditahan (withhold)
5. Contoh penerapan sistem kapitasi
RS Husada dikontrak oleh PT Indojaya untuk mengcover pelayanan rawat jalan sbb:
Pemeriksaan dokter umum
Pemeriksaan dokter spesialis
Obat
Laboratorium
Rontgen
Data tahun lalu menunjukkan angka utilisasi per 1000 orang sebagai berikut:
Pemeriksaan dokter umum: 24% per bulan
Pemeriksaan dokter spesialis: 10% per bulan
Obat: 34% per bulan
Laboratorium: 5% per bulan
Rontgen: 7% per bulan
Harga masing-masing pelayanan (rata-rata) sbb:
Pemeriksaan dokter umum: Rp 15.000
Pemeriksaan dokter spesialis: Rp 30.000
Obat: Rp 75.000
Laboratorium: Rp 125.000
Rontgen: Rp 45.000
Bila PT Indojaya ingin menjamin 1500 orang karyawannya dengan kontrak kapitasi rawat
jalan kepada RS maka berapa besar kapitasi per orang per bulan?
Jawabannya :
a. Kapitasi Pemeriksaan dokter umum : 24% x 1000 x 15.000 : 1500 = 2.400
b. Kapitasi pemeriksaan dokter spesialis : 10% x 1000 x 30.000 : 1500 = 2.000
c. Kapitasi obat : 34% x 1000 x 75.000 : 1500 = 17.000
d. Kapitasi laboratorium : 5% x 1000 x 125.000 : 1500 = 4.000
e. Kapitasi rontgen : 7% x 1000 x 45.000 : 1500 = 2.100
f. Total kapitasi : 2.400 + 2.000 + 17.000 + 4.000 + 2.100 =27.500
SISTEM PEMBAYARAN KAPITASI
Sistem pembayaran ini adalah sistem pembayaran yang prospektif dimana dokter memegang
sejumlah besar penduduk akan mendapatkan bayaran dari penduduk yang dipegangnya dalam
jangka waktu tertentu (biasanya dibayar per bulan) walaupun penduduk tersebut sakit maupun
tidak sakit. Misalnya dokter A memegang sebanyak 1000 orang dalam suatu rentang wilayah dan
tiap orang tiap bulannya membayar premi kepada dokter sejumlah Rp. 10.000,–. Maka tiap bulan
dokter tersebut akan mendapatkan uang sebesar Rp. 10.000.000. Seribu orang yang dipegangnya
bebas datang ke praktik dokter untuk apakah konsultasi atau pengobatan tanpa melihat jumlah
dia datang. Istilahnya setiap pengobatan pasien ditangung dokter dengan menggunakan uang
premi tadi. Nah sisa tiap bulan yang tidak digunakan oleh dokter akan menjadi gaji dokter. Tentu
saja kasus-kasus yang akan ditangani tidak semuanya dan ada kontrak tersendiri. Sistem
6. pembayaran ini adalah sistem pembayaran yang sedang dikembangkan oleh pemerintah
Indonesia sekarang dan dipakai dalam sistem asuransi.
Dua sistem diatas merupakan sistem pembayaran jika dokter tersebut membuka praktik
pribadi. Lalu bagimana jika dokter tersebut bekerja di rumah sakit??Bagaiamanakah sistem
pemasukan yang akan diterima rumah sakit??Sebenarnya intinya adalah sama saja. Ada 2 juga
yaitu ada sistem Fee for Service/Out of Pocket dimana rumah sakit mendapatkan pemasukan dari
pelayanan yang dia berikan. Yang agak sedikit berbeda adalah sistemDiagnosis Related Group
(DRG). Pada sistem ini pembayaran dilakukan dengan melihat penyakit pasien. Sudah
ditentukan sebelumnya jika seorang pasien didiagnosis penyakit A misalnya maka akan di plot
(misalnya) dengan harga 5 Juta. Itu sudah include semua biaya mondoknya, makan, obat-obatan ,
dsb. Jika jumlah itu kurang maka dana lebihnya akan ditanggung dan dibayar rumah sakit sendiri
dan misalnya jika jumlah itu berlebihan maka sisanya akan masuk sebagai pendapatan rumah
sakit.
Lalu bagaimana implementasinya dalam praktik kedokteran sehari-hari di Indonesia??
Pada sistem fee for service/Out of pocket, merupakan cara yang paling banyak diterapkan di
Indonesia saat ini. Kalau dibilang kenapa sangat banyak diterapkan karena memang dengan cara
ini dokter akan mampu mendapatkan gaji yang tidak pernah terbatas. Jika dokter tersebut
memliki jumlah pasien banyak dan semakin menambah pelayanan yang dia sediakan maka dia
akan semakin mendapatkan banyak pemasukan. Lalu bagaiamana dampaknya?Dampaknya
adalah dokter akan berusaha memperbanyak pelayanan yang dia berikan walaupun pelayanan
tersebut sebenarnya tidak perlu diterima pasien tersebut.
Pada sistem kapitasi; sistem ini sangat baik namun banyak ditentang di Indonesia bahkan oleh
profesi dokter sendiri!!Mengapa??karena dengan sistem ini, dokter tak dapat mencari pendapatan
yang sebanyak-banyaknya. Sebenarnya secara manusiawi, pendapatan dokter dengan cara ini
sudah sangat amat cukup, namun yang namanya manusia pasti ingin pendapatan lebih banyak
lagi dan tidak akan pernah puas. Lalu jika melakukan sistem ini apa kemungkinan pelencengan
yang terjadi??Yaitu dokter memberikan sesedikit mungkin pelayanan kesehatan dan akan
terjadi underservice yaitu dokter akan mengurangi jumlah pelayanannya agar mendapatkan
pendapatan yang sebesar-besarnya. Selain itu karena sistem dan biaya kesehatan Indonesia yang
kecil sehingga coverage per orang yang diberikan pemerintah sangat kecil dampaknya adalah
pendapatan dokter yang sangat kecil dan sistem ini menjadi kurang terkenal dan kurang diminati
di kalangan dokter Indonesia. Dari hasil penelitian bahwa jika dokter ingin mendapatkan
penghasilan yang layak dengan sistem kapitasi maka ia minimal harus mengcover minimal 600
orang. Masalah pembagian jumlah orang yang akan dicover belum tertata dengan baik dan masih
kebanyak dibawah 400 orang sehingga tidak menarit minat dokter untuk memakain sistem ini.
7. Lalu sebenarnya bagaimana sih cara pembayaran dokter yang ideal dan berapa gaji dokter
yang ideal??Bagaimanakah pembayaran yang pantas bagi dokter??
Sebenarnya sistem kapitasi merupakan sistem yang paling ideal mengenai sistem
pembayaran dokter secara umum. Mengapa?
1. Karena dokter dalam hal ini akan dianggap sama seperti profesinya yang lainnya yaitu dokter
memiliki pendapatan yang tetap per bulan.
2. Dokter akan berusaha melakukan kegiatan promotif preventif daripada kuratif.
3.Dari segi martabat sendiri, dokter dengan sistem ini tidak sama seperti pedagang atau yang
lainnya yang jika pelanggannya sedikit maka penghasilannya sedikit dan jika pelanggannya
banyak, maka pendapatannya juga banyak. Dengan sistem kapitasi, berapapun pasien yang
datang makan dokter sudah mendapatkan income yang tetap.
4. Dari sisi dokter sendiri bahwa dengan sistem kapitasi akan sangat banyak waktu bagi dokter
untuk beristirahat dan melakukan kegiatan lainnya diluar praktik karena dokter tidak akan
terpengaruh jumlah pasien sehingga tidak akan takut-takut kehilangan pasien, dokter memiliki
waktu refreshing, beban kerja sedikit, banyak waktu dengan keluarga dan berdampak pada
kualitas dokter sebagai dokter akan terjaga.
Kalau kita menilik Singapura sendiri, disana mereka menjamin dokter-dokter untuk dapat
membiayai 1 istri, membiayai 2 anak, mendapatkan apartemen dengan fasilitas 3 kamar,
mendapat 1 kendaraan beroda 4 dan berlibur 1 bulan sekali bersama keluarga. Hal yang wajar
diterima bagi seorang dokter. Tapi masalahnya di Indonesia adalah
1. Masyarakat masih memiliki budaya untuk fee for service dan masih belum tersosialisasi
tentang sistem kapitasi ini sehingga susah untuk menjaring masyarakat mau ikut.
2.Aturan praktik di Indonesia belum memiliki aturan yang jelas sehinggacoverage area yang
akan dibebankan kepada seorang dokter sulit untuk ditentukan dan akan sangat mungkin sekali
bertabrakan.
3. Jika ditilik secara detail lagi bahwa sistem kapitasi ini sendiri memiliki syarat-syarat tertentu
dan salah satunya adalah akses ke pelayanan kesehatan yang baik. Karena Indonesia merupakan
negara kepulauan sehingga akan ada masyarakat yang terpencar dalam pulau-pulau dan jika
dicover oleh satu dokter dan mengikuti aturan minimal 600 orang maka akan sangat susah
masyarakat yang tinggal pada pulau berbeda mendapatkan akses pelayanan kesehatan sehingga
mau tidak mau jikadaerah yang ingin dicover adalah kepulauan maka sistem yang digunakan
adalah sistem fee for service.
8. KEBIJAKAN
1. Menurut Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 pasal 39 ayat 1 bahwa
puskesmas melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
secara praupaya berdasarkan kapitasi atas jumlah Peserta yang terdaftar di Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama
2. Penentuan kapitasi di FKTP didasarkan pada kesepakatan dengan Asosiasi Faskes
(Adinkes Dan Pkfi) sesuai Kepmenkes 455 Tahun 2013 dan berdasarkan hasil
Kredensialing (Ketersediaan Dokter Umum dan Dokter Gigi Di FKTP).
3. Sistem pembayaran dimana biaya pelayanan kesehatan dibayar sebelum pelayanan
kesehatan diberikan, paling lambat tanggal 15 bulan berjalan.
4. Dan besaran kapitasi yang harus terbayarkan menurut PERMENKES Nomor 69
tahun 2013 pada lamiparan I adalah
Puskesmas : Rp 3.000 – Rp 6.000
RS. Pratama, Klinik Pratama,
Praktik Dokter dan Faskes yang
setara
: Rp 8.000 – Rp 10.000
Praktik Dokter Gigi : Rp 2.000
KESIMPULAN
Sistem yang ideal bagi Indonesia mengenai pembayaran dokter adalah disesuaikan dengan
kondisi geografis dan akses pelayanan kesehatan sendiri. Kalau misalnya daerah jawa yang
sudah sangat mudah dan merata mendapatkan akses kesehatan maka akan sangat memungkinkan
dilakukan sistem kapitasi. Namun jika kita melihat kondisi geografis dan akses yang sulit maka
mau tidak mau harus dilakukan sistem fee for service.
Pemerintah dalam hal ini perlu mensosialkisasikan sistem kapitasi ini sehingga masyarakat
mengerti dan mau menerapkan sistem ini. Karena sistem ini adalah sistem prospektif dan
9. sebagian penduduk Indonesia masih tabu dalam hal pembayaran di muka maka sosialisasi
pemerintah akan sangat diperlukan.
Sistem kapitasi akan sangat mudah diterapkan jika ketersediaan tenaga kerja kesehatan sendiri
sudah merata dan akan lebih mudah lagi apabila akses ke segala penjuru Indonesia menjadi
mudah. Konsekuensinya adalah pemerintah harus berusaha keras dalam melakukan
pembangunan tiap-tiap daerah bukan hanya dari kesehatan saja tetapi juga dalam bidang-bidang
lainnya.
Baik sistem fee for service maupun sistem kapitasi membutuhkan regulasi dan sistem kontrol
ketat untuk dapat menjaga dan menjamin mutu karena kemungkinan fee for service
adalah overservice dan kemungkinan buruk kapitasi adalah underservice/low quality
Pemerintah sendiri perlu mengusahakan agar biaya coverage pada tiap orang itu besar dan
pembagian dalam area coverage dokter besar dan jelas sehingga dapat menarik minat dokter
untuk menerapkan sistem ini.
Bagi para dokter sendiri diharapkan agar dapat menjaga kualitas pelayanan dan tidak hanya
berorientasi pada uang. Diharapkan juga agar membantu pemerintah dalam hal sosialisasi sistem
kapitasi ini.
Networking antar dokter-asuransi-rumah sakit harus dapat tertata dengan baik demi
sistem referral yang baik karena sistem kapitasi ini pada nantinya akan sangat erat kaitannya
dengan sistem perujukan.
PUSKESMAS DI ERA GLOBALISASI
Salah satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih
bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi
menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang
(infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas menimbulkan
hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih
10. cepat. Selain itu, ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional
semakin meningkat. Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila
suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat
memperburuk kondisi neraca pembayaran.
Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang
semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika
pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah
bak dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar saham
menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung
menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor
keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara
keseluruhan.
Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dalam jangka pendek
pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti
ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja
akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah
semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek
pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak
adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.
Apa pun dampak buruk dari globalisasi pasti akan berdampak pula pada sektor kesehatan
masyarakat. Dalam hal ekonomi misalnya, berkurangnya pendapatan masyarakat pada suatu
negara tentu akan berimbas pada kemampuan masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan.
Demikian pula dengan naiknya harga-harga barang yang diimpor, pasti akan mempengaruhi
keuangan negara dalam menyediakan sejumlah layanan yang di dalamnya terdapat komponen
barang yang mesti diimpor.
Dalam era globalisasi juga modal asing akan dengan begitu mudahnya masuk ke Indonesia.
Tenaga kesehatan asing juga begitu. Pada saat yang sama pengelolaan puskesmas masih jauh
dari harapan masyarakat. Dalam era desentralisasi dan otonomi daerah puskesmas sudah
dioperasikan di bawah dinas kesehatan kabupaten atau kota, tentu pengelolaan di bawah dinas
kesehatan kota A tidak sama dengan pengelolaan yang dilakukan di bawah dinas kesehatan
kabupaten B. Ini juga masalah. Pengelolaan puskesmas mesti merujuk pada standar yang sama
dan harus dilakukan pengawasan yang ketat terhadap penyelenggara di daerah.
11. Dengan berjalannya desentralisasi setiap pemerintah daerah tentu menetapkan program kerja
yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Gerak dan laju puskesmas akan sangat
bergantung pula pada kepedulian dan kejelian kepala daerah. Keberlangsungan puskesmas juga
ditentukan oleh tingkat kecerdasan pemimpin daerah tersebut. Dengan begitu, desentralisasi bisa
saja dianggap sebagai ancaman bagi eksistensi dan peningkatan mutu layanan puskesmas.
Menurut penulis, dalam menghadapi era globalisasi puskesmas tetap punya kans besar untuk
tetap eksis. Karena modal asing akan masuk untuk merebut konsumen dengan daya beli yang
baik, minimal kelas menengah. Sementara puskesmas dibuat untuk melayani seluruh lapisan
masyarakat indonesia, meski kenyataan yang muncul, sebagian besar pengguna puskesmas
adalah kelompok masyarakat yang berasal dari kelas ekonomi lapisan bawah. Puskesmas
memiliki keunggulan komparatif, puskesmas belum kompetitif.
Jadi globalisasi dapat dinilai positif bagi keberadaan puskesmas selama pemerintah daerah
mampu mengambil peluang. Misalnya, pemerintah daerah kota A melakukan studi banding ke
negara lain yang sudah memiliki sistem pelayanan kesehatan seperti puskesmas yang lebih maju,
lalu melakukan benchmarking. Pemerintah daerah kabupaten B karena memiliki anggaran yang
cukup, melakukan belanja alat kesehatan yang moderen ke negara tertentu, dan lain sebagainya.
Selanjutnya – menurut penulis – yang perlu disikapi dengan hai-hati adalah desentralisasi dalam
otonomi daerah. Berkembangnya demokratisasi di Indonesia menghasilkan para pemimpin
daerah yang dipilih langsung oleh rakyat. Dengan segala keterbatasan yang ada, rakyat akhirnya
memilih pemimpin yang mereka kehendaki, dikehendaki rakyat tidak berarti mengerti akan
persoalan daerah yang harus dihadapi termasuk permasalahan kesehatan di mana puskesmas
menjadi salah satu sub sistem di dalamnya.
Kenyataannya, puskesmas seperti berjalan dengan sendirinya, puskesmas lebih sering terjebak
pada rutinitas pelayanan, padahal penyakit dan pola penyebarannya cepat berkembang, mobilitas
rakyat semakin tinggi, perkembangan teknologi sedemikian dinamis sementara sumber daya
yang ada kian terbatas.
Jadi, globalisasi bukan ancaman serius terhadap keberlangsungan puskesmas, paling tidak untuk
jangka waktu beberapa tahun ke depan. Masalah yang kini muncul justru karena berubahnya
sistem kepemerintahan Indonesia sebagai dampak dari bergulirnya gerakan reformasi dan
berjalannya demokratisasi. Bukan perubahan yang menjadi biang persoalan akan tetapi kesiapan
kita dalam menyambut perubahan tersebut.
Agnes Aristiarini menulis dalam Kompas on-line mengenai kekhawatiran akan serbuan dari luar
tentang berbagai hal terkait masalah kesehatan. Inilah konsekuensi dari globalisasi yang sudah di
depan mata bahkan telah diberlakukannya perdagangan bebas di kawasan ASEAN, di antaranya
12. berupa masuknya tenaga kesehatan dan investasi asing di bidang infrastruktur kesehatan, seperti
rumah sakit dan segala perlengkapannya.
Kalau dalam beberapa tahun menjelang perdagangan bebas ini berbagai upaya telah dicoba untuk
mengurangi dampak buruk serbuan global terhadap kepentingan lokal, pada praktiknya
kemudian-paling tidak di bidang kesehatan-terjadi hal-hal positif di lapangan.
Berdirinya berbagai rumah sakit asing di Indonesia, misalnya, di satu sisi ternyata meningkatkan
kompetisi sehingga terjadi pula peningkatan kualitas pelayanan di rumah sakit lokal.
Kekhawatiran akan berpindahnya pasien ke rumah sakit asing belum terjadi karena tampaknya
terjadi segmentasi pasar dengan sendirinya. Bahkan, kehadiran rumah sakit asing kini diharapkan
bisa membendung upaya mereka yang berduit berobat ke luar negeri.
Dampak buruknya, berbagai sarana kesehatan asing ini semakin meningkatkan kesenjangan
antara mereka yang mampu mengakses sistem pelayanan kesehatan terutama di kota-kota besar
dengan masyarakat miskin di pelosok. Desentralisasi dan tidak lagi diwajibkannya dokter untuk
bekerja di puskesmas ke depan berpotensi untuk mengurangi hak-hak masyarakat mendapatkan
pelayanan kesehatan.
KESIMPULAN
Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, globalisasi terus melaju. Bangsa ini harus bersiap agar
tidak tertindas bangsa lain yang lebih maju. Sejauh ini penulis meyakini bahwa globalisasi tidak
secara langsung mengancam keberlangsungan puskesmas. Modal asing yang diikuti dengan
tenaga kesehatan asing lebih suka membidik kalangan menengah ke atas dibanding
harus ”bekerja sosial” seperti membuka pelayanan yang dapat diakses masyarakat ekonomi kelas
bawah misalnya. Faktor daya beli, itu saja pertimbangan kapitalis, di mana pun dan sampai
kapan pun.
Masalah yang sebenarnya adalah pada bagaimana negara ini memberdayakan puskesmas
sehingga hak-hak dasar rakyat dalam memperoleh layanan kesehatan dapat dipenuhi dengan
segala keterbatasan yang ada. Ada contoh bagus dari Bangladesh. Sesungguhnya potensi itu
masih ada. Puskesmas akan hancur atau eksis dan manjadi andalan tergantung dari keseriusan
dan kesungguhan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Jadi kelak, apabila puskesmas gagal
melayani rakyat dengan baik bukan karena ”dikalahkan” oleh globalisasi tetapi lebih disebabkan
oleh kecerobohan pemerintah baik pusat mau pun daerah dalam memenuhi hak rakyat, dalam hal
ini hak untuk mengakses layanan kesehatan dasar dengan layak.
Diperlukan kerja yang padu dari setiap pihak terkait agar puskesmas dapat menjadi ujung
tombak pelayanan kesehatan rakyat. Pemerintah Pusat dan DPR sebaiknya memproduksi
undang-undang kesehatan yang dapat melindungi dan menumbuhkan puskesmas. Departemen
Kesehatan juga harus melakukan intervensi terhadap manajemen kesehatan masyarakat daerah
13. agar tidak mengabaikan kewajiban mereka dalam hal ini memberikan hak dasar bagi rakyat
untuk dapat mengakses pelayanan puskesmas dengan layak. Pemerintah daerah juga harus mau
belajar, entah ke luar negeri, ke daerah lain yang telah mampu memberdayakan puskesmas atau
belajar ke Jakarta. Tentu belajar untuk memperoleh kebaikan bagi daerah yang dipimpinnya,
bukan sekadar jalan-jalan, belanja oleh-oleh sambil menghamburkan uang rakyat.
Untuk mencerdaskan rakyat diperlukan peran semua pihak, baik LSM, organisasi massa,
kalangan perguruan tinggi hingga partai politik. Karena dengan rakyat yang cerdas derajat
kesehatan akan dapat ditingkatkan yang pada ujungnya nanti bangsa ini dapat mampu bertahan
dan bangkit menghadapi globalisasi dalam segala bidang.Wallahu a’lam.
D. BAHAN BACAAN RUJUKAN
Nadesul, Handrawan. ”Dicari: Dokter Keliling Kampung”. Korantempo, 20-11-2007.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pusat_Kesehatan_Masyarakat. Sabtu, 5 April 2008.10.30 wib.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintah_Daerah. Sabtu, 5 April 2008. 10.40 wib.
http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi. Sabtu, 5 April 2008. 11.00 wib.
http://id.wikipedia.org/wiki/Desentralisasi. Sabtu, 5 April 2008. 11.05 wib.
Aristiarini, Agnes. “Menangkal Masalah Global dengan Program
Lokal”,http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0312/17/iptek/750429.htm. Sabtu, 5 April 2008.
10.05 wib.