Teknik penilaian nontes seperti kuesioner, observasi, wawancara, penugasan, dan portofolio dapat digunakan untuk mengukur kompetensi peserta didik tanpa tes tertulis. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan teknik-teknik ini adalah mendesain alat ukur yang valid dan reliabel, melakukan pengumpulan data yang sistematis, serta menentukan kriteria penilaian yang jelas.
2. Menurut Sudijono (2012: 99) tes uraian (essay test),
yang juga sering dikenal dengan istilah tes subyektif
(subjective test), adalah salah satu jenis test belajar
yang memiliki karakteristik
3. 1. Berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki
jawaban berupa uraian atau paparan kalimat.
2. Bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut
kepada testee untuk memberikan penjelasan, komentar,
penafsiran, membandingkan, membedakan dan
sebagainya
3. Jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar
antara lima sampai dengan sepuluh butir.
4. Pada umumnya butir-butir soal tes uraian itu diawali
dengan kata-kata: “Jelaskan…”, “Terangkan…” atau kata-
kata lain yang serupa dengan itu.
4. Menurut Sudijono (2012:100-101) tes uraian dibedakan
menjadi dua golongan, yaitu:
1. Tes uraian bentuk terbuka, jawaban yang
dikehendaki muncul dari teste sepenuhnya
diserahkan kepada teste itu sendiri.
2. tes uraian bentuk terbatas, jawaban yang
dikehendaki muncul dari testee adalah jawaban yang
sifatnya sudah lebih terarah (dibatasi).
5. Pemilihan bentuk tes ditentukan oleh tujuan, jumlah
peserta tes, waktu yang tersedia untuk memeriksa
jawaban tes , cakupan materi tes, dan karakterisktik
mata pelajaran yang diujikan.
6. Dalam menyusun tes uraian ini ada berbagai langkah-
langkah yang harus diperhatikan yaitu:
a. Menyiapkan kisi-kisi dengan cermat.
b. Menulis soal berdasarkan indikator, dengan
memperhatikan rambu-rambu berikut:
1) Penulisan soal ditulis secara spesifik dan
dapat ditangkap jelas oleh peserta ujian.
2) Awali pertanyaan dengan kata : bandingkan,
berikan alasan, jelaskan, uraikan, mengapa,
tafsirkan, hitunglah, simpulkan, dan buktikan.
7. 3) Hindari kata-kata seperti : siapa, apa, kapan, dan bila.
4) Beberapa butir soal dengan jawaban pendek-pendek
lebih baik daripada satu soal tetapi memerlukan
jawaban panjang.
5) Disarankan untuk tidak menulis butir soal bentuk
pilihan pada soal uraian.
6) Soal disusun secara berseri dari yang sederhana
sampai yang kompleks.
7) Hindari penggunaan kata-kata yang dapat ditafsirkan
ganda.
8) Gunakan bahasa yang baku.
8. Menurut Sudijono (2012: 104—106) menjelaskan
petunjuk operasional yang dapat dijadikan pedoman
dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, yaitu:
a. Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, sejauh
mungkin harus dapat diuasahakan agar butir-butir
soal tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari
materi yang telah diajarkan.
b. Hendaknya diuasahakan agar susunan kalimat soal
dibuat berlainan dengan susunan kalimat yang
terdapat dalam buku pelajaran atau bahan lain yang
diminta untuk mempelajarinya.
9. c. Sesaat setelah butir-butir soal tes uraian dibuat,
hendaknya segera disusun dan dirumuskan secara
tegas.
d. Hendaknya diusahakan agar pertanyaan-pertanyaan
atau perintah-perintahnya jangan dibuat seragam,
seragam, melainkan dibuat secara bervariasi.
e. Kalimat soal hendaknya disusun secara ringkas, padat
dan jelas.
f. Kemukakan pedoman tentang cara mengerjakan atau
menjawab butir-butir soal tersebut.
10. Dalam rangka menentukan apakah tes hasil belajar bentuk
uraian yang disusun oleh seorang staf pengajar telah memil
iki reliabilitas yang tinggi ataukah belum menggunakan
rumus yang dikenal dengan nama Rumus Alpha.
Selanjutnya dalam pemberian interpretasi terhadap
koefisien realibilitas tes (r11) pada umumnya digunakan
patokan sebagai berikut:
Apabila r11 sama dengan atau lebih besar daripada 0,70
berarti tes hasil belajar yang sedang diuji realibilitasnya
dinyatakan telah memiliki realibilitas yang tinggi (=
reliable).
Apabila r11 lebih kecil daripada 0,70 berarti bahwa tes hasil
belajar yang sedang diuji realibilitasnya dinyatakan belum
memiliki realibilitas yang tinggi (un-reliable).
11. 1. Langkah pertama: Menjumlahkan skor-skor yang dicapai
oleh masing-masing testee.
2. Langkah kedua: Mencari (menghitung) jumlah kuadrat
item.
3. Langkah ketiga: Mencari (menghitung) varian dari skor
item.
4. Langkah Keempat: Mencari jumlah varian skor item
secara keseluruhan.
5. Langkah Kelima: Mencari varian total (Si
2) dengan
menggunakan rumus.
6. Langkah Keenam: Mencari koefisien reliabilitas tes,
dengan menggunakan rumus alpha.
12. Pada tes uraian, pemberian skor umumnya
mendasarkan diri kepada bobot (= weight) yang
diberikan untuk setiap butir soal, atas dasar tingkat
kesukarannya, atau atas dasar banyak sedikitnya unsur
yang harus terdapat dalam jawaban yang dianggap
paling baik (paling betul).
13. 1. Menurut Nurgiyantoro (2010: 90) teknik nontes
merupakan alat penilaian yang dipergunakan untuk
mendapatkan informasi tentang keadaan peserta didik
atau peserta tes (testi, tercoba, Inggris: testee) tanpa
melalui tes dengan alat tes.
14. a. Berhubungan dengan kondisi pembelajaran di kelas
dan/atau di luar kelas.
b. Relevan dengan proses pembelajaran, materi,
kompetensi dan kegiatan pembelajaran.
c. Menuntut kemampuan berpikir berjenjang,
berkesinambungan, dan bermakna dengan mengacu
pada aspek berpikir Taksonomi Bloom (aspek kognitif,
afektif dan psikomotor).
d. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
e. Mengukur berbagai kemampuan yang sesuai dengan
kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik.
f. Mengikuti kaidah penulisan soal.
15. a. Kuesioner (Questionnaire) atau angket, merupakan
serangkaian (daftar) pertanyaan tertulis yang
ditujukan kepada peserta didik (dalam penelitian:
responden) mengenai masalah-masalah tertentu, yang
bertujuan untuk mendapatkan tanggapan dari peserta
didik (responden) tersebut (Nurgiyantoro, 2010: 91).
16. a. Ada petunjuk jelas mengenai maksud diberikannya
kuesioner.
b. Ada petunjuk jelas mengenai cara pengisian kuesioner.
c. Menggunakan kalimat yang mudah dimengerti dan tidak
bias arti/ambigu.
d. Menghindari pertanyaan yang tidak jelas, tidak perlu dan
tidak relevan.
e. Menghindari pertanyaan yang sugestif, bernada
menekan/mengancam.
f. Menggunakan urutan pertanyaan yang logis dan
sistematis.
g. Merahasiakan identitas responden agar responden
obyektif dalam menjawab.
17. Menurut Nurgiyantoro (2010: 93) pengamatan
(observasi) merupakan cara untuk mendapatkan
informasi dengan cara mengamati objek secara cermat
dan terencana.
18. a. Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap
suatu proses tingkah laku, misalnya penampilan guru di
kelas. Lalu catat kegiatan yang dilakukannya dari awal
sampai akhir pelajaran. Hal ini dilakukan agar dapat
menentukan jenis perilaku guru pada saat mengajar,
sebagai segi-segi yang akan diamati.
b. Berdasarkan gambaran dari langkah (a) di atas, penilai
menentukan segi-segi mana dari perilaku guru tersebut
yang akan diamati sehubungan dengan keperluannya.
Urutkan segi-segi tersebut sesuai dengan apa yang
seharusnya berdasarkan khasanah pengetahuan ilmiah
19. c. Tentukan bentuk pedoman observasi tersebut, apakah
bentuk bebas (tak perlu jawaban, tetapi mencatat apa
yang tampak) atau pedoman yang berstruktur
(memakai kemungkinan jawaban).
d. Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dahulu
pedoman observasi yang telah dibuat dan calon
observanagar setiap segi yang diamati dapat dipahami
maknanya dan bagaimana cara mengisinya.
e. Bila ada hal khusus yang menarik, tetapi tidak ada
dalam pedoman observasi, sebaiknya diadakan catatan
khusus atau komentar pengamat di bagian akhir
pedoman observasi.
20. Menurut Nurgiyantoro (2010: 96) wawancara
(interview, interviu) merupakan suatu cara yang
dipergunakan untuk mendapatkan informasi dari
responden (peserta didik, orang yang diwawancarai)
dengan melakukan tanya jawab sepihak.
21. a. Tahap awal pelaksanaan wawancara bertujuan untuk
mengkondisikan situasi wawancara.
b. Penggunaan pertanyaan, setelah kondisi awal cukup
baik, barulah diajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai
dengan tujuan wawancara.
c. Pencatatan hasil wawancara, hasil wawancara
sebaiknya dicatat saat itu juga supaya tidak lupa.
d. Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang
pedoman wawancara. Pedoman ini disusun dengan
menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
22. a. Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara.
b. Berdasarkan tujuan diatas tentukan aspek-aspek
yang akan diungkap dalam wawancara tersebut.
c. Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan,
yang bentuk berstruktur ataukah bentuk terbuka.
d. Buatlah bentuk pertanyaan yang sesuai dengan
analisis (c) diatas, yakni membuat pertanyaan yang
yang berstruktur atau yang bebas.
e. Ada baiknya dibuat pula pedoman mengolah dan
menafsirkan hasil wawancara, baik pedoman
wawancara terpimpin atau untuk wawancara bebas.
23. Penugasan merupakan salah satu cara untuk
memperoleh informasi tentang kompetensi peserta
didik dengan cara pemberian tugas-tugas tertentu
yang dirancang secara sistematis dan berkelanjutan
(Nurgiyantoro, 2010: 98).
24. Dalam konteks pembelajaran bahasa dan sastra,
penugasan atau pemberian proyek itu dapat berwujud
kegiatan yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
Tugas-tugas itu dapat dimulai dari membuat laporan
bacaan, membuat kliping dengan tema tertentu
disertai pengantar dan sinopsis tiap teksnya,
menganalisis teks-teks kesastraan, menulis dengan
melibatkan data dan referensi tertentu, meliput suatu
peristiwa, mewawancarai tokoh masyarakat,
berseminar, bertugas di suatu kegiatan, atau
melakukan berbagai aktivitas yang relevan.
25. Secara umum portofolio merupakan kumpulan
dokumen yang dijadikan objek penilaian
(Nurgiyantoro, 2010: 101). Lewat teknik ini guru dapat
“memaksa” peserta didik untuk membuat sejumlah
karya tulis secara terencana dengan baik dan
mengarsipkannya agar tidak hilang. Kerja tersebut
dapat memberikan data otentik tentang capaian
kompetensi menulis peserta didik secara konkret dan
kontekstual.
26. Ada sejumlah hal yang harus diperhatikan ketika kita akan
menilai portofolio sebagai bagian capaian pembelajaran
peserta didik, yaitu:
a. Hal yang harus dicatat adalah bahwa berbagai portofolio
yang didokumentasikan untuk dinilai itu harus secara
jelas dimaksudkan untuk mengukur kompetensi dasar
dan indikator tertentu.
b. Portofolio yang akan dinilai harus dipastikan bahwa itu
betul-betul hasil karya peserta didik, kalau perlu kita
harus membuktikan keasliannya.
c. Tiap portofolio harus diketahui isinya untuk menentukan
keterkaitannya dengan kompetensi dan indikator yang
diukur capaiannya oleh peserta didik.
d. Kita perlu memilih atau menyiapkan kriteria penilaian
yang dipakai untuk menilai portofolio.
e. Jika dipandang perlu, kita dapat juga melibatkan peserta
didik untuk menilai portofolionya sendiri, bahkan juga
dapat melibatkan orang tua mereka.