SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 20
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG
BERDASARKAN PANCASILA
( Hasil Pengumpulan, penyusunan dan analisis pada berbagai sumber informasi )
MAKALAH
( Diajukan untuk melengkapi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila )
Oleh
MUAMAD YOGI
41032161121007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2013
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh ...
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala,
karena berkat rahmat-Nya Saya bisa menyelesaikan tugas Makalah Mata Kuliah
Pendidikan Pancasila yang berjudul Implmentasi Penegakan Hukum Dalam
Negara yang Berdasarkan Pancasila.Makalah ini diajukan guna memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila.Saya mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu Saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca, mahasisiwa dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh ...
Bandung, 7 April 2013
Penyusun
Muhamad Yogi
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB IPENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan .............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3
A. Kondisi hukum Indonesia ................................................................ 3
B. Inkonsistensi Penegak hukum di indonesia ..................................... 6
C. Akibat dari Inkonistensi Penegak hukum ........................................ 9
D. Prioritas Penegak hukum ................................................................. 12
E. Solusi Permasalahan hukum indonesia ............................................ 13
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 16
A. Kesimpulan ...................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................ 16
C. Daftar Pustaka .................................................................................. 17
1
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Institusi dan lembaga kepolisian, kehakiman, kejaksaan, dan pengacara,
merupakan lembaga hukum yang berhubungan erat dengan sistem hukum yang
harus ditata dalam sebuah struktur hukum yang sistemik. Komponen sistem
hukum tersebut jika kita kaitkan dengan kondisi hukum nasional kita saat ini
sepertinya belum merupakan pengejawantahan nilai-nilai Pancasila.
Penciptaan berbagai peraturan perundang-undangan tidak saja membawa
perbaikan tetapi justru membingungkan dan membebani kehidupan masyarakat,
sehingga membuat masyarakat menjadi lebih apatis dan apriori terhadap hukum
itu sendiri. Sementara institusi dan aparatur hukum belum sepenuhnya menyentuh
substansi justice, yang merupakan harapan terakhir masyarakat yang mencari
keadilan. Sementara itu, arus reformasi yang tidak terkendali (keblablasan) telah
menciptakan masyarakat yang beprilaku/berbudaya membabi buta. Kondisi
keterpurukan tersebut telah menjadikan Sistem Hukum kita seakan tidak berfungsi
sebagaimana yang kita harapkan bersama, yakni sebuah sistem hukum yang
mampu dijadikan benteng terakhir para pencari keadilan.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering terjebak dalam rutinitas
penegakan hukum semata, lupa dengan hal yang lebih penting dari sekedar
penegakan hukum yakni berfungsinya komponen sistem hukum secara optimal.
Dengan semakin meningkatnya dimensi, kuantitas, dan kualitas kejahatan dan
pelanggaran terhadap hukum dan berkembangnya bidang-bidang hukum baru
yang selama ini tidak dikenal, maka sudah sepantasnya kita merenung untuk
kembali mengoreksi sistem hukum kita, seberapa besar nilai-nilai Pancasila yang
merupakan warisan luhur bangsa kita sebagai pedoman dalan Sistem hukum kita
2
B. Rumusan Masalah
A. Bagamana kondisi hokum di Indonesia ?
B. Mengapa penegak hukum di Indonesia inkonsistensi dalam melaksanakan
fungsi dan tugas nya ?
C. Apa akibat Inkonsistensi para penegak hukum di Indonesia ?
D. Apa Prioritas dari penegak hukum di indonesia?
E. Apa solusi Permasalahan hukum di Indonesia ?
C. Tujuan
A. Untuk mengetahui kondisi hukum di Indonesia
B. Untuk mengetahui penyebab Inkonsistensi para penegak hukum dalam
melaksanakan fungsi dan tugasnya
C. Untuk mengetahui dampak dari inkonsistensi para penegak hukum di
Indonesia
D. Untu mengetahuai Prioritas Penegak hukum di Indonesia
E. Untuk mengetahui solusi permasalahan hukum di Indonesia
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Hukum di Indonesia
Gambaran Umum Kondisi hukum negara Indonesia kita dewasa ini sangat
memperihatinkan. Hukum di perlukan agar kebijakan-kebijakan kenegaraan dan
pemerintahan dapat memperoleh bentuk resmi yang bersifat mengikat dan dapat
di paksakan berlakunya untuk umum. Karena hukum yang baik, kita perlukan
dalam rangka pembuatan kebijakan ( policy making )yang di perlukan dalam
merekayasa, mendinamisasi, dan mendorong serta mengarahkan guna mencapai
tujuan hidup bersama dalam wadah negara kesatuan republik Indonesia, yang
berdasarkan pancasila dan UUD 1945 .
Di samping itu, dalam rangka pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut
(policy executing ) , hukum juga di fungsikan sebagai sarana pengendali dan
sebagai sumber rujukan yang mengikat dalam menjalankan segala roda
pemerintahan dan kegiatan penyelenggaraan negara. Namun dalam kenyataan
praktik, baik dalam konteks pembuatan kebijakan ( policy making ) maupun
dalam konteks pelaksanaan kebijakan ( policy executing ), masih terlihat adanya
gejala anomi dan anomali yang belum dapat di selesaikan dengan baik selama 12
tahun pasca reformasi ini. Dari segi sistem norma, perubahan-perubahan telah
terjadi di mulai dari norma-norma dasar dalam konstitusi negara yang mengalami
perubahan mendasar. Dari segi materinya, dapat di katakana bahwa UUD 1945
telah mengalami perubahan 300 persen dari isi aslinya sebagaimana di warisi dari
tahun 1945. Sebagai akibat lanjutannya maka keseluruhan sistem norma hukum
sebagaimana tercermin dalam pelbagai peratuaran perundang-undangan harus
pula di ubah dan di perbaharui. Sebenarnya, upaya pembaruan hukum itu sendiri
tentu dapat di katakan sudah berjalan selama 12 tahun trakhir ini. Namun
demikian dapat di katakan bahwa : pertama , perubahan-perubahan tersebut
cenderung di lakukan secara cicilan, sepotong-sepotong tanpa peta jalan (road-
map )yang jelas. Akibatnya, perubahan sistem norma hukum kita selama 12 tahun
masa reformasi ini belum menghasilkan kinerja negara hukum yang kita idealkan.
4
Kedua, pembentukan berbagai peraturan perundang-undangan baru telah
banyak menghasilkan norma-norma hukum baru yang mengikat untuk umum.
Akan tetapi norma-norma baru itu belum secara cepat terealisasi secara umum
sehingga pelaksanaannya di lapangan banyak mengalami kendala dan kegagalan.
Sebaliknya, norma-norma hukum yang lama, sebagai akibat sudah terbentuknya
norma hukum yang baru, tentu sudah tidak lagi di jadikan rujukan dalam praktik.
Ketiga, di masa reformasi ini banyak sekali lembaga baru yang di bentuk untuk
maksud yang mulia, yaitu agar kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang
sudah berubah sebagai masyarakat demokratis dapat lebih efisien dan efektif di
layani oleh fungsi-fungsi kekuasaan negara. Pembentukan lembaga-lembaga baru
itu di lakukan sekaligus dengan mengubah fungsi-fungsi lembaga-lembaga yang
ada sebelumnya. Akan tetapi dalam kenyataan praktik sampai sekarang ternyata
banyak sekali lembaga-lembaga baru yang kinerjanya belum berhasil
menempatkan diri secara tepat dalam sistem kenegaraan baru berdasarkan UUD
1945. Sementara lembaga-lembaga yang lama sudah lumpuh dan tidak lagi
menjalankan fungsinya yang di ambil alih oleh lembaga baru. Akibatnya timbul
gejala tumpang tindih akibat banyaknya lembaga yang menangani satu fungsi
yang sama, sementara di pihak lain banyak fungsi yang tidak ada lembaga yang
menanganinya sama sekali. Karena itu dapat di katakan bahwa sudah 12 tahun
masa reformasi ini , kita menghadapi keadaan anomi dan anomali. Keadaan anomi
mencerminkan keadaan yang seolah-olah ketiadaan norma (a-nomous ),
sedangkan keadaan anomali menegaskan adanya kekacauan structural dan
fungsional dalam hubungan lembaga dan badan-badan penyelengara fungsi
kekuasaan negara. Dalam konteks pembuatan aturan, perhatikanlah bagaimana
kinerja lembaga-lembaga legislasi dan regulasi kita, baik di tingkat pusat maupun
daerah, kinerjanya sebagian besar masih belum profesional dan mengarah kepada
upaya perbaikan sistem hukum secara keseluruhan. Baik DPR, DPD, DPRD.
Biro-biro hukum pelbagai instansi pemerintahan masih bekerja secara serabutan
dan tanpa arah yang jelas, melainkan hanya berdasarkan kebutuhan dadakan dan
di dasarkan atas pesanan ataupun perintah yang bersifat sesaat dan seperlunya.
Demikian pula di bidang pelaksaan kebijakan (policy executing) , yang
menentukan justru adalah atasan atau pejabat yang berwenang mengambil
5
keputusan. Sistem birokrasi penerapan hukum kita masih sangat personal, belum
melembaga secara kuat, dan masih sangat tergantung kepada keteladanan
pimpinan.
Contoh Kasus kekacauan hukum Indonesia juga dapat di lihat dari
beberapa contoh kasus berikut ini, dimana dalam proses penegakan hukum (law
enforcement ), aparat penyelidik, penyidik, penuntut, pembela, dan hakim,
pemutus, dan aparatur pemasyarakatan masih bekerja dengan kultur kerja yang
tradisional dan cenderung primitive. Lihatlah bagaimana kasus Bibit dan Chandra
(mantan ketua KPK ) memberi tahu kepada kita semua mengenai kebobrokan
dunia penegakan hukum kita . Dari kasus ini jelas tergambar betapa buruknya cara
kerja lembaga penyidik di negara kita. Sebaliknya, lihat pula terungkapnya kasus
istana dalam penjara yang melibatkan Artalyta Suryani yang menikmati kamar
tidur mewah, yang jelas tidak adil bagi narapidana lain yang tidak berpunya.
Dengan perkataan lain, kita banyak menghadapi masalah mulai dari lembaga
penyidik sampai ke lembaga pemasyarakatan. Mengenai kasus Bibit dan Chandra
, misalnya, telah menyedot perhatian public yang sangat luas selama berbulan-
bulan. Namun, solusi yang di ambil kemudian adalah penghentian perkaranya
oleh kejaksaan atas tekanan public. Solusi demikian juga mencatatkan preseden
yang sangat buruk dalam penegakkan hukum yang tunduk kepada tekanan politik
yang datang dari bawah ( civil society ), maka pada saat yang lain jangan salahkan
jika ada orang yang menilai bahwa aparat yang sama akan tunduk dan takluk pula
pada tekanan politik yang datang dari atas ( state ) ataupun dari samping (market).
Selain itu kasus-kasus besar lainya seperti kasus Bank Century yang menyeret
banyak nama pejabat negara seperti wakil presiden Budiono, komjen Susno
Duadji, dll, yang hingga kini kasusnya masih menggantung dan belum
terselesaikan dengan baik. kemudian kasus Wisma atlet yang melibatkan
Nazarudin ( sekretaris partai Demokrat ), kasus korupsi di DitJen pajak yang
melibatkan Gayus Tambunan, kasus cek pelawat dalam pemilihan deputi senior
Bank Indonesia yang melibatkan Nunun Nurbaeti ( Istri purnawirawan Adang
Drajatun ), merebaknya kasus terorisme dan kriminal di masyarakat, serta kasus
pelanggaran hukum lain yang penanganannya menodai rasa keadilan kita seperti
kasus pencurian sandal jepit oleh anak di bawah umur Aal, kasus ibu Rusminah
6
dari Sulawesi yang mencuri tiga butir buah kakao, dan lain sebagainya. Dari
semua kasus tersebut kita dapat berkaca bobroknya sistem penegakan hukum di
negara kita. Maka jalan yang tersedia di hadapan kita hanya satu, yaitu kita harus
melangkah ke depan untuk memperbaiki sistem hukum dan peradilan di tanah air
kita sebagaimana mestinya dengan cetak biru dan peta jalan ( road map ) yang
jelas berdasarkan UUD 1945. Beberapa Kasus Inkonsistensi Penegakan Hukum di
Indonesi
B. Inkonsistensi Penegak Hukum Di Indonesia
Kasus-kasus inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia terjadi karena
beberapa hal. Penulis mengelompokkannya berdasarkan beberapa alasan yang
banyak ditemui oleh masyarakat awam, baik melalui pengalaman pencari keadilan
itu sendiri, maupun peristiwa lain yang bisa diikuti melalui media cetak dan
elektronik.
1. Tingkat Kekayaan Seseorang
Salah satu keputusan kontroversial yang terjadi pada bulan Februari ini
adalah jatuhnya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terhadap
terpidana kasus korupsi proyek pemetaan dan pemotretan areal hutan antara
Departemen Hutan dan PT Mapindo Parama, Mohammad “Bob” Hasan . PN
Jakpus menjatuhkan hukuman dua tahun penjara potong masa tahanan dan
menetapkan terpidana tetap dalam status tahanan rumah. Putusan ini
menimbulkanrasa ketidakadilan masyarakat, karena untuk kasus korupsi yang
merugikan negara puluhan milyar rupiah, Bob Hasan yang sudah berstatus
terpidana hanya dijatuhi hukuman tahanan rumah. Proses pengadilan pun relatif
berjalan dengancepat. Demikian pula yang terjadi dengan kasus Bank Bali, BLBI
(Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), kasus Texmaco,dan kasus-kasus korupsi
milyaran rupiah lainnya.
Dibandingkan dengan kasus pencurian kecil, perampokan bersenjata,
korupsi yang merugikan negara “hanya” sekian puluh juta rupiah, putusan kasus
Bob Hasan sama sekali tidak sebanding. Masyarakat dengan mudah melihat
bahwa kekayaanlah yang menyebabkan Bob Hasan lolos dari hukuman penjara.
Kemampuannya menyewa pengacara tangguh dengan tarif mahal yang dapat
7
mementahkan dakwaan kejaksaan, hanya dimiliki oleh orang-orang dengan
tingkat kekayaan tinggi.
Kita bisa membandingkan dengan kasus Tasiran yang memperjuangkan
tanah garapannya sejak tahun 1985 . Tasiran, seorang petani sederhana, yang
terlibat konflik tanah seluas 1000 meter persegi warisan ayahnya, dijatuhi
hukuman kurungan tiga bulan dengan masa percobaan enam bulan pada tanggal 2
April 1986, karena terbukti mencangkuli tanah
sengketa. Karena mengulang perbuatannya pada masa percobaan, Tasiran kembali
masuk penjara pada bulan Agustus 1986. Sekeluarnya dari penjara, Tasiran
berkelana mencari keadilan dengan mondar-mandir Bojonegoro-Jakarta lebihdari
100 kali dengan mendatangi Mahkamah Agung, Mabes Polri, Kejaksaan Agung,
Mabes Polri, DPR/MPR, Bina Graha,Istana Merdeka, dan sebagainya. Pada tahun
1996 ia kembali memperoleh keputusan yang mengalahkan dirinya.
2. Tingkat Jabatan Seseorang
Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi banding ke luar negeri (Australia,
Jepang, dan Afrika Selatan) yang diikuti olehsekitar 40 orang anggota DPRD DKI
Komisi D. Dalam studi banding tersebut anggota DPRD yang
berangkatmemanfaatkan dua sumber keuangan yaitu SPJ anggaran yang diperoleh
dari anggaran DPRD DKI sebesar 5.2 milyarrupiah dan uang saku dari PT
Pembangunan Jaya Ancol sebesar 2,1 milyar rupiah. Dalam kasus ini, sembilan
orang staf Bapedal dan Sekwilda dikenai tindakan administratif, semenara Kepala
Bapedal DKI Bambang Sungkono dan KepalaDinas Tata Kota DKI Ahmadin
Ahmad tidak dikenai tindakan apapun.
Dalam kasus ini, terlihat penyelesaian masalah dilakukan segera setelah
media cetak dan elektronik menemukan ketidakberesan dalam masalah pendanaan
studi banding tersebut. Penyelesaian secara administratif ini seakandilakukan agar
dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa dilakukan. Rasa
ketidakadilan masyarakat terusiktatkala sanksi ini hanya dikenakan pada pegawai
rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk
mengusut kasus ini sampai ke pejabat tertinggi di DKI, yaitu Gubernur Sutiyoso,
yang sebagai komisaris PTPembangunan Jaya Ancol ikut bertanggungjawab.
8
Sampai makalah ini dibuat, janji untuk menyidik pejabat-pejabat DKI inibelum
terlaksana.
3. Nepotisme
Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok, anak mantan Kepala Staf Angkatan
Darat (KASAD), Jendral (TNI) Subagyo HS, diperinganhukumannya oleh
mahkamah militer dari empat tahun penjara menjadi dua tahun penjara .
Disamping itu, terdakwa jugadikembalikan ke kesatuannya selama dua minggu
sambil menunggu dan berpikir terhadap vonis mahkamah militertinggi. Putusan
ini terasa tidak adil dibandingkan dengan vonis-vonis kasus narkoba lainnya yang
terjadi di Indonesia yangdidasarkan atas pelaksanaan UU Psikotropika.
Disamping itu, proses pengadilan ini juga memperlihatkan eksklusivitashukum
militer yang diterapkan pada kasus narkoba.Tommy Soeharto, anak mantan
presiden Soeharto, yang dihukum 18 bulan penjara karena kasus manipulasi tukar
gilingtanah Bulog di Kelapa Gading dan merugikan negara sebesar 96 milyar
rupiah, sampai saat ini tidak berhasil ditangkapdan dimasukkan ke LP Cipinang
sesuai perintah pengadilan setelah permohonan grasinya ditolak oleh presiden.
Masyarakat melihat bagaimana pihak pengacara, kejaksaan, dan kepolisian
saling berkomentar melalui media cetak dan elektronik, namun sampai saat
makalah ini dibuat Tommy Soeharto masih berkeliaran di udara bebas. Dua kasus
inimengesankan adanya diskriminasi hukum bagi keluarga bekas pejabat.
4. Tekanan Internasional
Kasus Atambua, Nusa Tenggara Timur, yang terjadi pada tanggal 6
September 2000, yang menewaskan tiga orang staf UNHCR mendapatkan
perhatian internasional dengan cepat. Dimulai dengan keluarnya Resolusi No.
1319 dari DewanKeamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB), surat dari
Direktur Bank Dunia kepada Presiden Abdurrahman Wahiduntuk segera
menyelesaikan permasalahan tersebut, permintaan DK PBB untuk mengirim misi
penyelidik kasus Atambuake Indonesia, desakan CGI (Consultatif Group on
Indonesia), sampai dengan ancaman embargo oleh Amerika Serikat.
9
Tekanan internasional ini mengakibatkan cepatnya pemerintah bertindak,
dengan segera melucuti persenjataan milisi Timor Timur dan mengadili beberapa
bekas anggota milisi Timor Leste yang dianggap bertanggung jawab.Apabila
dibandingkan dengan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di bagian lain di
Indonesia, misalnya : Ambon, Aceh,Sambas, Sampit, kasus Atambua termasuk
kasus yang mengalami penyelesaian secara cepat dan tanggap dari aparat.Dalam
enam bulan sejak kasus ini terjadi, kekerasan berhasil diatasi, milisi berhasil
dilucuti, dan situasi kembali amandan normal. Meskipun ada perhatian
internasional dalam kasus-kasus kekerasan lain di Indonesia, namun tekanan
yangterjadi tidak sebesar pada kasus Atambua. Dalam pandangan masyarakat,
derajat tekanan internasional menentukankecepatan aparat melakukan penegakan
hukum dalam mengatasi kasus kekerasan.
C. Beberapa Akibat Inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia
Inkonsistensi penegakan hukum di atas berlangsung terus menerus selama
puluhan tahun. Masyarakat sudah terbiasa melihat bagaimana law in action
berbeda dengan law in the book. Masyarakat bersikap apatis bila mereka tidak
tersangkutpaut dengan satu masalah yang terjadi. Apabila melihat penodongan di
jalan umum, jarang terjadi masyarakat membantukorban atau melaporkan pelaku
kepada aparat. Namun bila mereka sendiri tersangkut dalam suatu masalah, tidak
jarangmereka memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum ini. Beberapa
contoh kasus berikut ini menunjukkan bagaimanaperilaku masyarakat
menyesuaikan diri dengan pola inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia.
1. Ketidakpercayaan Masyarakat pada Hukum
Masyarakat meyakini bahwa hukum lebih banyak merugikan mereka,dan
sedapat mungkin dihindari. Bila seseorang melanggar peraturan lalu lintas
misalnya, maka sudah jamak dilakukan upaya “damai” dengan petugas polisi
yangbersangkutan agar tidak membawa kasusnya ke pengadilan . Memang dalam
hukum perdata, dikenal pilihanpenyelesaian masalah dengan arbitrase atau
mediasi di luar jalur pengadilan untuk menghemat waktu dan biaya. Namuntidak
demikian hal nya dengan hukum pidana yang hanya menyelesaikan masalah
10
melalui pengadilan. Di Indonesia,bahkan persoalan pidana pun masyarakat
mempunyai pilihan diluar pengadilan.Pendapat umum menempatkan hakim pada
posisi “tertuduh” dalam lemahnya penegakan hukum di Indonesia,
namundemikian peranan pengacara, jaksa penuntut dan polisi sebagai penyidik
dalam hal ini juga penting. Suatu dakwaan yangsangat lemah dan tidak cermat,
didukung dengan argumentasi asal-asalan, yang berasal dari hasil penyelidikan
yangtidak akurat dari pihak kepolisian, tentu saja akan mempersulit hakim dalam
memutuskan suatu perkara. Kelemahanpenyidikan dan penyusunan dakwaan ini
kadang bukan disebabkan rendahnya kemampuan aparat maupun ketiadaansarana
pendukung, tapi lebih banyak disebabkan oleh lemahnya mental aparat itu sendiri.
Beberapa kasus menunjukkanaparat memang tidak berniat untuk melanjutkan
perkara yang bersangkutan ke pengadilan atas persetujuan dengan pihakpengacara
dan terdakwa, oleh karena itu dakwaan disusun secara sembarangan dan sengaja
untuk mudah dipatahkan.
Beberapa kasus pengadilan yang memutus bebas terdakwa kasus korupsi
yang menyangkut pengusaha besar dan krooni mantan presiden Soeharto
menunjukkan hal ini. Terdakwa terbukti bebas karena dakwaan yang lemah.
2. Penyelesaian Konflik dengan Kekerasan
Penyelesaian konflik dengan kekerasan terjadi secara sporadis di beberapa
tempat di Indonesia. Suatu persoalan pelanggaran hukum kecil kadang membawa
akibat hukuman yang sangat berat bagi pelakunya yang diterima tanpamelalui
proses pengadilan. Pembakaran dan penganiayaan pencuri sepeda motor,
perampok, penodong yang dilakukanmassa beberapa waktu yang lalu merupakan
contoh. Menurut Durkheim masyarakat ini menerapkan hukum yang
bersifatmenekan (repressive). Masyarakat menerapkan sanksi tersebut tidak atas
pertimbangan rasional mengenai jumlah
Kerugian obyektif yang menimpa masyarakat itu, melainkan atas dasar
kemarahan kolektif yang muncul karena tindakan yang menyimpang dari pelaku.
Masyarakat ingin memberi pelajaran kepada pelaku dan juga pada memberi
peringatananggota masyarakat yang lain agar tidak melakukan tindakan
pelanggaran yang sama.Pada beberapa kasus yang lain, masyarakat menggunakan
11
kelompoknya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Mulaidari skala “kecil”
seperti kasus Matraman yang melibatkan warga Palmeriam dan Berland, kasus
tawuran pelajar, sampaidengan kasus-kasus besar seperti Ambon, Sambas,
Sampit, dan sebagainya. Pada kasus Sampit, misalnya, konflikantara etnis Dayak
dan Madura yang terjadi karena ketidakadilan ekonomi tidak dibawa dalam jalur
hukum, melainkandiselesaikan melalui tindakan kelompok. Dalam hal ini,
kebenaran menurut hukum tidak dianut sama sekali, masing-masing kelompok
menggunakan norma dan hukumnya dalam menentukan kebenaran serta sanksi
bagi pelaku yangmelanggar hukum menurut versinya tersebut. Tidak diperlukan
adanya argumentasi dan pembelaan bagi si terdakwa.Suatu kesalahan yang
berdasarkan keputusan kelompok tertentu, segera divonis menurut aturan
kelompok tersebut.
3. Pemanfaatan Inkonsistensi Penegakan Hukum untuk Kepentingan
Pribadi
Dalam beberapa kasus yang berhasil ditemukan oleh media cetak, terbukti
adanya kasus korupsi dan kolusi yang melibatkan baik polisi, kejaksaan, maupun
hakim dalam suatu perkara. Kasus ini biasanya melibatkan pengacara
yangmenjadi perantara antara terdakwa dan aparat penegak hukum. Fungsi
pengacara yang seharusnya berada di kutubmemperjuangkan keadilan bagi
terdakwa , berubah menjadi pencari kebebasan dan keputusan seringan
mungkindengan segala cara bagi kliennya. Sementara posisi polisi dan jaksa yang
seharusnya berada di kutub yang menjagaadanya kepastian hukum, terbeli oleh
kekayaan terdakwa. Demikian pula hakim yang seharusnya berada ditengah-
tengahdua kutub tersebut, kutub keadilan dan kepastian hukum, bisa jadi condong
membebaskan atau memberikan putusanseringan-ringannya bagi terdakwa setelah
melalui kesepakatan tertentu.
Dengan skenario diatas, lengkaplah sandiwara pengadilan yang seharusnya
mencari kebenaran dan penyelesaian masalah menjadi suatu pertunjukan yang
telah diatur untuk membebaskan terdakwa. Dan karena menyangkut uang,hanya
orang kaya lah yang dapat menikmati keadaan inkonsistensi penegakan hukum
12
ini. Sementara orang miskin (atauyang relatif lebih miskin) akan putusan
pengadilan yang lebih tinggi.
4. Penggunaan Tekanan Asing dalam Proses Peradilan
Campur tangan asing bagaikan pisau bermata dua. Disatu pihak tekanan
asing dapat membawa berkah bagi pencari keadilan dengan dipercepatnya
penyidikan dan penegakan hukum oleh aparat. Lembaga asing non pemerintah
biasanyaaktif melakukan tekanan-tekanan semaam ini, misalnya dalam
pengusutan kasus pembunuhan di Aceh, tragedi Ambon,Sambas, dan
sebagainya.Namun di lain pihak tekanan asing kadang juga memberi mimpi buruk
pula bagi masyarakat. Beberapa perusahaanasing yang terkena kasus pencemaran
lingkungan, gugatan tanah oleh masyarakat adat setempat, serta
sengketaperburuhan, kadang menggunakan negara induknya untuk melakukan
pendekatan dan tekanan terhadap pemerintahIndonesia agar tercapai kesepakatan
yang menguntungkan kepentingan mereka, tanpa membiarkan hukum
untukmenyelesaikannnya secara mandiri. Tekanan tersebut dapat berupa ancaman
embargo, penggagalan penanamanmodal, penghentian dukungan politik, dan
sebagainya. Kesemuanya untuk meningkatkan posisi tawar mereka dalamproses
hukum yang sedang atau akan dijalaninya.
D. Prioritas Penegakan Hukum
Inkonsistensi penegakan hukum merupakan masalah penting yang harus
segera ditangani. Masalah hukum ini paling dirasakan oleh masyarakat dan
membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat.
Persepsimasyarakat yang buruk mengenai penegakan hukum, menggiring
masyarakat pada pola kehidupan sosial yang tidakmempercayai hukum sebagai
sarana penyelesaian konflik, dan cenderung menyelesaikan konflik dan
permasalahanmereka di luar jalur. Cara ini membawa akibat buruk bagi
masyarakat itu sendiri.
Pemanfaatan inkonsistensi penegakan hukum oleh sekelompok orang demi
kepentingannya sendiri, selalu berakibatmerugikan pihak yang tidak mempunyai
13
kemampuan yang setara. Akibatnya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasantumbuh
subur di masyarakat Indonesia.Penegakan hukum yang konsisten harus terus
diupayakan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadaphukum di
Indonesia.
Melihat penyebab inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia, maka
prioritas perbaikan harus dilakukan pada aparat,baik polisi, jaksa, hakim, maupun
pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan yang bersangkutan.
Tanpaperbaikan kinerja dan moral aparat, maka segala bentuk kolusi, korupsi, dan
nepotisme akan terus berpengaruh dalamproses penegakan hukum di
Indonesia.Selain perbaikan kinerja aparat, materi hukum sendiri juga harus terus
menerus diperbaiki. Kasus tidak adanyaperundangan yang dapat menjerat para
terdakwa kasus korupsi, diharapkan tidak akan muncul lagi dengan
adanyaundang-undang yang lebih tegas. Selain mengharapkan peran DPR sebagai
lembaga legistatif untuk lebih aktif dalammemperbaiki dan menciptakan
perundang-undang yang lebih sesuai dengan perkembangan jaman, diharapkan
pulaperan dan kontrol publik baik melalui perorangan, media massa, maupun
lembaga swadaya masyarakat. Peningkatankesadaran hukum masyarakat juga
menjadi faktor kunci dalam penegakan hukum secara konsisten.
E.Solusi Permasalahan hukum di indonesia
Sebagai warga negara yang baik dan sadar hukum serta peduli akan masa
depan sistem penegakkan hukum di Indonesia agar tercipta kehidupan yang aman,
damai dan sejahtera atas dasar rasa keadilan. Maka sepantasnyalah kita dapat
mengusulkan :
1. kiranya sistem peradilan kita di evaluasi dan di adakan perubahan
mendasar agar proses peradilan dan produk putusan pengadilan dapat di
tingkatkan menjadi lebih bermutu dan benar-benar menjadi independensi
peradilan secara benar dan memperbaiki sistem peradilan yang menjamin mutu
putusan seperti dengan menerapkan kebijakan pembatasan perkara di Mahkamah
Agung sambil memperkuat kedudukan dan peranan pengadilan tinggi di setiap
ibukota propinsi.
14
2. Kemudian di lingkungan peradilan, sebaiknya segera di adakan sistem
kamar dalam penanganan perkara, tidak lagi sistem majelis seperti di peraktikan
selama ini. Dengan sistem kamar itu, perkara-perkara (i) pidana, ( ii) perdata
umum, (iii) bisnis, (iv) agama, (v) tata usaha negara, dan (vi)militer, dapat di
tangani secara professional oleh hakim yang memang menguasai bidang hukum
terkait.
3. Demikian pula dengan aparat dan aparatur penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, pembelaan, dan pemasyarakatan juga perlu segera di reformasi secara
mendasar. Polisi, sejak berpisah dari TNI tentu harus mengubah wataknya jangan
lagi militeristik. Polisi adalah pengayom masyarakat bukan bermusuhan dengan
rakyat. kejaksaan lembaga penuntut khusus lain, yaitu KPK ( Komisi
Pemberantasan Korupsi ) juga haruslah bertindak profesional sebagai lembaga
penegak keadilan , bukan sekedar merupakan lembaga penegak peraturan.
4. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah profesi advokat yang
masih jauh dari idealitas profesionalnya sebagai penegak hukum. Apalagi sampai
sekarang persatuan para advokat dalam wadah tunggal masih menghadapi kendala
dan tidak kunjung terselesaikan. Padahal para advokat mengimpikan watak
independensi yang kokoh bagi kedudukan professional mereka. Namun, jika para
advokat justru tidak dapat menyelesaikan sendiri masalah internal mereka. Apa
alasannya untuk mencegah agar fungsi-fungsi negara yang relevan ikut berperan
jikalau kepentingan rakyat dan negara justru menuntut berfungsinya organisasi
tunggal para advokat yang oleh undang-undang advokat telah di kukuhkan
sebagai aparay penegak hukum ?
Selain itu menurunnya kesadaran hukum di masyarakat kita yang
berakibat tingginya angka pelanggaran hukum, juga di sebabkan oleh kurangnya
pemahaman dan pengetahuan mengenai ilmu hukum serta ilmu agama di tengah
masyarakat kita. Untuk itu memasukan ilmu hukum kedalam kurikulum pelajaran
sekolah mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi di rasa perlu agar
generasi muda bisa memahami ilmu hukum sejak dini. Kemudian, menjadikan
pelajaran agama sebagai salah satu pelajaran yang di masukan kedalam Ujian
Nasional (UN) sebagai landasan kelulusan peserta didik juga di nilai perlu agar
para peserta didik tidak hanya menguasai pengetahuan umum juga pemahaman
15
agama sebagai bekal mereka serta landasan berperikau di masyarakat. Semoga
dengan itu dapat mengurangi angka pelanggaran hukum sehigga kehidupan yang
aman dan damai seperti yang di cita-citakan dapat terwujud. Selain beberapa
solusi tersebut di atas, tentunya masih banyak solusi lainnya yang menjadi tugas
kita bersama untuk menggali dan mewujudkannya.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kondisi hukum di Indonesia dewasa ini sangat memprihatinkan. Hal ini
tergambar dari penanganan berbagai kasus pelanggaran hukum yang tidak
terselesaikan dengan baik, serta meninggkatnya angka pelanggaran hukum di
akibatkan oleh menurunnya kesadaran masyarakat tentang hukum dan kurangnya
wibawa dan profesionalisme para aparat penegak hukum serta kurangnya
perhatian dan jaminan hukum dari pemerintah.
Sebagai warga negara yang baik, sadar hukum, serta memilki kepedulian
akan kondisi hukum di Indonesia, sepantasnyalah kita dapat mengajukan beragam
solusi untuk memperbaiki kondisi yang sedang terjadi agar sesuai dengan tujuan
dan cita-cita bersama.
B. Saran
Penguasa negara harus bisa memproyeksikan dan men-real-kan(menjadi
kenyataan) sebuah tujuan negara yang termaktub dalam alinea IV UUD NRI
1945. Dengan tidak bertindak sewenang-wenang.
Rakyat juga harus membantu mewujudkannya dengan mematuhi segala
peraturan perundang-undangan yang ada dalam negara indonesia, serta membantu
pemerintah dalam mewujudkannya negara aman. Adil, sejahtera, dan makmur.
Maka dari itu, harus ada kerjasama kesinambungan berkelanjutan antara penguasa
negara dan rakyat dalam membangun negara indonesia ini. Penguasa negara
menyediakan sarana dan prasarana, serta infrastruktur yang memadai. Sehingga
rakyat mempunyai lapangan pekerjaan yang banyak untuk pemenuhan hidupnya.
Serta adanya timbal balik dari rakyat berupa pajak, sebagai devisa negara yang
digunakan untuk pembangunan bangsa sehingga apa yang dicita-citakan negara
dalam pembukaan alinea IV UUD NRI 1945 dapat tercapai.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Achmad.1999. Pengadilan dan Masyarakat. Ujung Pandang : Hasanudin
University Press
Doyle, Paul Johnson.1986.Teori Sosiologi Klasik dan Modern Terjemahan Robert
M.Z. Lawang. Jakarta : Gramedia
Soemardi, Dedi.1997.Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Ind-Hill
Soerjono,Soekanto.1986. Faktor-Faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum.Jakarta : Rajawali

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Pancasila Sebagai Perjanjian Luhur
Pancasila Sebagai Perjanjian LuhurPancasila Sebagai Perjanjian Luhur
Pancasila Sebagai Perjanjian Luhurluffyahmad
 
Makalah pendidikan kewarganegaraan
Makalah pendidikan kewarganegaraanMakalah pendidikan kewarganegaraan
Makalah pendidikan kewarganegaraanMuhammad Irwan
 
Esai hukum; Indonesia : "Sistem Hukum yang belum "Dewasa"
Esai hukum; Indonesia : "Sistem Hukum yang belum "Dewasa"Esai hukum; Indonesia : "Sistem Hukum yang belum "Dewasa"
Esai hukum; Indonesia : "Sistem Hukum yang belum "Dewasa"Syifa Nadia
 
Bab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesia
Bab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesiaBab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesia
Bab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesiaSyaiful Ahdan
 
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIAPANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIAMuhamad Yogi
 
Pancasila sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai Sistem EtikaPancasila sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai Sistem EtikaDindaAnggita2
 
Power point konstitusi
Power point  konstitusiPower point  konstitusi
Power point konstitusibyunbella
 
Pancasila sebagai sistem filsafat kel.5 AB
Pancasila sebagai sistem filsafat kel.5 ABPancasila sebagai sistem filsafat kel.5 AB
Pancasila sebagai sistem filsafat kel.5 ABdayurikaperdana19
 
Sistem politik islam (Mata Kuliah Agama Islam)
Sistem politik islam (Mata Kuliah Agama Islam)Sistem politik islam (Mata Kuliah Agama Islam)
Sistem politik islam (Mata Kuliah Agama Islam)DanBo Store
 
Hak asasi manusia dalam pancasila
Hak asasi manusia dalam pancasilaHak asasi manusia dalam pancasila
Hak asasi manusia dalam pancasilaAhmad Royhan Nst
 
Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatPancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatTri Endah Lestari
 
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraan
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraanPancasila sebagai konteks ketatanegaraan
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraanElla Feby
 
Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat Hardiyan Wijayanto
 
Konsep dan prinsip demokrasi Indonesia
Konsep dan prinsip demokrasi IndonesiaKonsep dan prinsip demokrasi Indonesia
Konsep dan prinsip demokrasi IndonesiaApri'Leo Pasoepati
 
Makalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesiaMakalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesiaWarnet Raha
 

Mais procurados (20)

Pancasila Sebagai Perjanjian Luhur
Pancasila Sebagai Perjanjian LuhurPancasila Sebagai Perjanjian Luhur
Pancasila Sebagai Perjanjian Luhur
 
Makalah pendidikan kewarganegaraan
Makalah pendidikan kewarganegaraanMakalah pendidikan kewarganegaraan
Makalah pendidikan kewarganegaraan
 
Esai hukum; Indonesia : "Sistem Hukum yang belum "Dewasa"
Esai hukum; Indonesia : "Sistem Hukum yang belum "Dewasa"Esai hukum; Indonesia : "Sistem Hukum yang belum "Dewasa"
Esai hukum; Indonesia : "Sistem Hukum yang belum "Dewasa"
 
Bab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesia
Bab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesiaBab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesia
Bab ii pancasila dalam arus sejarah bangsa indonesia
 
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIAPANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
 
Pancasila sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai Sistem EtikaPancasila sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai Sistem Etika
 
Power point konstitusi
Power point  konstitusiPower point  konstitusi
Power point konstitusi
 
Makalah rule of law
Makalah rule of lawMakalah rule of law
Makalah rule of law
 
281669604 makalah-kasus-korupsi
281669604 makalah-kasus-korupsi281669604 makalah-kasus-korupsi
281669604 makalah-kasus-korupsi
 
Pancasila sebagai sistem filsafat kel.5 AB
Pancasila sebagai sistem filsafat kel.5 ABPancasila sebagai sistem filsafat kel.5 AB
Pancasila sebagai sistem filsafat kel.5 AB
 
Sistem politik islam (Mata Kuliah Agama Islam)
Sistem politik islam (Mata Kuliah Agama Islam)Sistem politik islam (Mata Kuliah Agama Islam)
Sistem politik islam (Mata Kuliah Agama Islam)
 
Hak asasi manusia dalam pancasila
Hak asasi manusia dalam pancasilaHak asasi manusia dalam pancasila
Hak asasi manusia dalam pancasila
 
Penegakan Hukum di Indonesia
Penegakan Hukum di IndonesiaPenegakan Hukum di Indonesia
Penegakan Hukum di Indonesia
 
Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafatPancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat
 
Integrasi nasional ppt
Integrasi nasional pptIntegrasi nasional ppt
Integrasi nasional ppt
 
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraan
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraanPancasila sebagai konteks ketatanegaraan
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraan
 
Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat Pancasila sebagai sistem filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat
 
Konsep dan prinsip demokrasi Indonesia
Konsep dan prinsip demokrasi IndonesiaKonsep dan prinsip demokrasi Indonesia
Konsep dan prinsip demokrasi Indonesia
 
Makalah Ragam Bahasa Indonesia
Makalah Ragam Bahasa IndonesiaMakalah Ragam Bahasa Indonesia
Makalah Ragam Bahasa Indonesia
 
Makalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesiaMakalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesia
 

Semelhante a IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLKetika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLatuulll
 
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOLKetika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOLatuulll
 
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.henrifayol2
 
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docx
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docxInstrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docx
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docxZukét Printing
 
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdf
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdfInstrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdf
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdfZukét Printing
 
Hubungan antara hukum dan politik terhadap ekonomi
Hubungan antara hukum dan politik terhadap ekonomiHubungan antara hukum dan politik terhadap ekonomi
Hubungan antara hukum dan politik terhadap ekonomiRosita Dewi
 
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdfMAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdfAgusDermawan12
 
hukum.docx
hukum.docxhukum.docx
hukum.docxSofyan40
 

Semelhante a IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA (20)

Upaya penegakan hukum di indonesia
Upaya penegakan hukum di indonesiaUpaya penegakan hukum di indonesia
Upaya penegakan hukum di indonesia
 
Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLKetika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
 
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOLKetika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOL
 
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
 
Legislations
LegislationsLegislations
Legislations
 
Legislations
LegislationsLegislations
Legislations
 
Legislasi dprd
Legislasi dprdLegislasi dprd
Legislasi dprd
 
Legislations sahril
Legislations sahrilLegislations sahril
Legislations sahril
 
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docx
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docxInstrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docx
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docx
 
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdf
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdfInstrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdf
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdf
 
Tugas pkn
Tugas pknTugas pkn
Tugas pkn
 
Hukum progresif
Hukum progresifHukum progresif
Hukum progresif
 
Hubungan antara hukum dan politik terhadap ekonomi
Hubungan antara hukum dan politik terhadap ekonomiHubungan antara hukum dan politik terhadap ekonomi
Hubungan antara hukum dan politik terhadap ekonomi
 
Tata urut perundang
Tata urut perundangTata urut perundang
Tata urut perundang
 
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdfMAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
 
hukum.docx
hukum.docxhukum.docx
hukum.docx
 
Rule of Law
Rule of LawRule of Law
Rule of Law
 
MPPH
MPPHMPPH
MPPH
 
TEORI KONSTITUSI DAN NEGARA HUKUM
TEORI KONSTITUSI DAN NEGARA HUKUMTEORI KONSTITUSI DAN NEGARA HUKUM
TEORI KONSTITUSI DAN NEGARA HUKUM
 
Pembaruan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI
Pembaruan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RIPembaruan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI
Pembaruan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI
 

Mais de Muhamad Yogi

Teori Politik Moderen
Teori Politik ModerenTeori Politik Moderen
Teori Politik ModerenMuhamad Yogi
 
Ketenagakerjaan dan Perburuhan
Ketenagakerjaan dan PerburuhanKetenagakerjaan dan Perburuhan
Ketenagakerjaan dan PerburuhanMuhamad Yogi
 
HAK MILIK INTELEKTUAL
HAK MILIK INTELEKTUALHAK MILIK INTELEKTUAL
HAK MILIK INTELEKTUALMuhamad Yogi
 
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
KEPEMIMPINAN PENDIDIKANKEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
KEPEMIMPINAN PENDIDIKANMuhamad Yogi
 
Keadilan Dalam Pandangan Islam
Keadilan Dalam Pandangan IslamKeadilan Dalam Pandangan Islam
Keadilan Dalam Pandangan IslamMuhamad Yogi
 
Keadilan Dala Pandangan Islam
Keadilan Dala Pandangan IslamKeadilan Dala Pandangan Islam
Keadilan Dala Pandangan IslamMuhamad Yogi
 
Teori Politik Moderen
Teori Politik Moderen Teori Politik Moderen
Teori Politik Moderen Muhamad Yogi
 
ADART HIMADIKWAN 2014-2015
ADART HIMADIKWAN 2014-2015ADART HIMADIKWAN 2014-2015
ADART HIMADIKWAN 2014-2015Muhamad Yogi
 
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBDManusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBDMuhamad Yogi
 
Demokrasi Indonesia
Demokrasi IndonesiaDemokrasi Indonesia
Demokrasi IndonesiaMuhamad Yogi
 
PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...
PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG  TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG  TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...
PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...Muhamad Yogi
 
Group Investigation ppt
Group Investigation pptGroup Investigation ppt
Group Investigation pptMuhamad Yogi
 
SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014
SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014
SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014Muhamad Yogi
 
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIASISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIAMuhamad Yogi
 
Peran Guru Sebagai Motivator
Peran Guru Sebagai MotivatorPeran Guru Sebagai Motivator
Peran Guru Sebagai MotivatorMuhamad Yogi
 

Mais de Muhamad Yogi (20)

Teori Politik Moderen
Teori Politik ModerenTeori Politik Moderen
Teori Politik Moderen
 
Surat Berharga
Surat BerhargaSurat Berharga
Surat Berharga
 
Ketenagakerjaan dan Perburuhan
Ketenagakerjaan dan PerburuhanKetenagakerjaan dan Perburuhan
Ketenagakerjaan dan Perburuhan
 
HAK MILIK INTELEKTUAL
HAK MILIK INTELEKTUALHAK MILIK INTELEKTUAL
HAK MILIK INTELEKTUAL
 
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
KEPEMIMPINAN PENDIDIKANKEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
 
Keadilan Dalam Pandangan Islam
Keadilan Dalam Pandangan IslamKeadilan Dalam Pandangan Islam
Keadilan Dalam Pandangan Islam
 
Keadilan Dala Pandangan Islam
Keadilan Dala Pandangan IslamKeadilan Dala Pandangan Islam
Keadilan Dala Pandangan Islam
 
Teori Politik Moderen
Teori Politik Moderen Teori Politik Moderen
Teori Politik Moderen
 
ADART HIMADIKWAN 2014-2015
ADART HIMADIKWAN 2014-2015ADART HIMADIKWAN 2014-2015
ADART HIMADIKWAN 2014-2015
 
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBDManusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
Manusia Sebagai Mahluk Individu & Sosial ISBD
 
Demokrasi Indonesia
Demokrasi IndonesiaDemokrasi Indonesia
Demokrasi Indonesia
 
PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...
PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG  TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG  TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...
PRILAKU ANGGOTA DPR- RI YANG TERTANGKAP KAMERA SEDANG MENONTON VIDEO PORNO S...
 
Group Investigation ppt
Group Investigation pptGroup Investigation ppt
Group Investigation ppt
 
BENTUK NEGARA
BENTUK NEGARABENTUK NEGARA
BENTUK NEGARA
 
SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014
SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014
SOSIALISASI PEMILU 2009 DAN 2014
 
Pilar Belajar
Pilar BelajarPilar Belajar
Pilar Belajar
 
Prasangka Sosial
Prasangka SosialPrasangka Sosial
Prasangka Sosial
 
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIASISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
 
Hukum Keluarga
Hukum Keluarga Hukum Keluarga
Hukum Keluarga
 
Peran Guru Sebagai Motivator
Peran Guru Sebagai MotivatorPeran Guru Sebagai Motivator
Peran Guru Sebagai Motivator
 

IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

  • 1. IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA ( Hasil Pengumpulan, penyusunan dan analisis pada berbagai sumber informasi ) MAKALAH ( Diajukan untuk melengkapi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila ) Oleh MUAMAD YOGI 41032161121007 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG 2013
  • 2. ii KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh ... Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya Saya bisa menyelesaikan tugas Makalah Mata Kuliah Pendidikan Pancasila yang berjudul Implmentasi Penegakan Hukum Dalam Negara yang Berdasarkan Pancasila.Makalah ini diajukan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila.Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca, mahasisiwa dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh ... Bandung, 7 April 2013 Penyusun Muhamad Yogi
  • 3. iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii BAB IPENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2 C. Tujuan .............................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3 A. Kondisi hukum Indonesia ................................................................ 3 B. Inkonsistensi Penegak hukum di indonesia ..................................... 6 C. Akibat dari Inkonistensi Penegak hukum ........................................ 9 D. Prioritas Penegak hukum ................................................................. 12 E. Solusi Permasalahan hukum indonesia ............................................ 13 BAB III PENUTUP .......................................................................................... 16 A. Kesimpulan ...................................................................................... 16 B. Saran ................................................................................................ 16 C. Daftar Pustaka .................................................................................. 17
  • 4. 1 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Institusi dan lembaga kepolisian, kehakiman, kejaksaan, dan pengacara, merupakan lembaga hukum yang berhubungan erat dengan sistem hukum yang harus ditata dalam sebuah struktur hukum yang sistemik. Komponen sistem hukum tersebut jika kita kaitkan dengan kondisi hukum nasional kita saat ini sepertinya belum merupakan pengejawantahan nilai-nilai Pancasila. Penciptaan berbagai peraturan perundang-undangan tidak saja membawa perbaikan tetapi justru membingungkan dan membebani kehidupan masyarakat, sehingga membuat masyarakat menjadi lebih apatis dan apriori terhadap hukum itu sendiri. Sementara institusi dan aparatur hukum belum sepenuhnya menyentuh substansi justice, yang merupakan harapan terakhir masyarakat yang mencari keadilan. Sementara itu, arus reformasi yang tidak terkendali (keblablasan) telah menciptakan masyarakat yang beprilaku/berbudaya membabi buta. Kondisi keterpurukan tersebut telah menjadikan Sistem Hukum kita seakan tidak berfungsi sebagaimana yang kita harapkan bersama, yakni sebuah sistem hukum yang mampu dijadikan benteng terakhir para pencari keadilan. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering terjebak dalam rutinitas penegakan hukum semata, lupa dengan hal yang lebih penting dari sekedar penegakan hukum yakni berfungsinya komponen sistem hukum secara optimal. Dengan semakin meningkatnya dimensi, kuantitas, dan kualitas kejahatan dan pelanggaran terhadap hukum dan berkembangnya bidang-bidang hukum baru yang selama ini tidak dikenal, maka sudah sepantasnya kita merenung untuk kembali mengoreksi sistem hukum kita, seberapa besar nilai-nilai Pancasila yang merupakan warisan luhur bangsa kita sebagai pedoman dalan Sistem hukum kita
  • 5. 2 B. Rumusan Masalah A. Bagamana kondisi hokum di Indonesia ? B. Mengapa penegak hukum di Indonesia inkonsistensi dalam melaksanakan fungsi dan tugas nya ? C. Apa akibat Inkonsistensi para penegak hukum di Indonesia ? D. Apa Prioritas dari penegak hukum di indonesia? E. Apa solusi Permasalahan hukum di Indonesia ? C. Tujuan A. Untuk mengetahui kondisi hukum di Indonesia B. Untuk mengetahui penyebab Inkonsistensi para penegak hukum dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya C. Untuk mengetahui dampak dari inkonsistensi para penegak hukum di Indonesia D. Untu mengetahuai Prioritas Penegak hukum di Indonesia E. Untuk mengetahui solusi permasalahan hukum di Indonesia
  • 6. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Kondisi Hukum di Indonesia Gambaran Umum Kondisi hukum negara Indonesia kita dewasa ini sangat memperihatinkan. Hukum di perlukan agar kebijakan-kebijakan kenegaraan dan pemerintahan dapat memperoleh bentuk resmi yang bersifat mengikat dan dapat di paksakan berlakunya untuk umum. Karena hukum yang baik, kita perlukan dalam rangka pembuatan kebijakan ( policy making )yang di perlukan dalam merekayasa, mendinamisasi, dan mendorong serta mengarahkan guna mencapai tujuan hidup bersama dalam wadah negara kesatuan republik Indonesia, yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 . Di samping itu, dalam rangka pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut (policy executing ) , hukum juga di fungsikan sebagai sarana pengendali dan sebagai sumber rujukan yang mengikat dalam menjalankan segala roda pemerintahan dan kegiatan penyelenggaraan negara. Namun dalam kenyataan praktik, baik dalam konteks pembuatan kebijakan ( policy making ) maupun dalam konteks pelaksanaan kebijakan ( policy executing ), masih terlihat adanya gejala anomi dan anomali yang belum dapat di selesaikan dengan baik selama 12 tahun pasca reformasi ini. Dari segi sistem norma, perubahan-perubahan telah terjadi di mulai dari norma-norma dasar dalam konstitusi negara yang mengalami perubahan mendasar. Dari segi materinya, dapat di katakana bahwa UUD 1945 telah mengalami perubahan 300 persen dari isi aslinya sebagaimana di warisi dari tahun 1945. Sebagai akibat lanjutannya maka keseluruhan sistem norma hukum sebagaimana tercermin dalam pelbagai peratuaran perundang-undangan harus pula di ubah dan di perbaharui. Sebenarnya, upaya pembaruan hukum itu sendiri tentu dapat di katakan sudah berjalan selama 12 tahun trakhir ini. Namun demikian dapat di katakan bahwa : pertama , perubahan-perubahan tersebut cenderung di lakukan secara cicilan, sepotong-sepotong tanpa peta jalan (road- map )yang jelas. Akibatnya, perubahan sistem norma hukum kita selama 12 tahun masa reformasi ini belum menghasilkan kinerja negara hukum yang kita idealkan.
  • 7. 4 Kedua, pembentukan berbagai peraturan perundang-undangan baru telah banyak menghasilkan norma-norma hukum baru yang mengikat untuk umum. Akan tetapi norma-norma baru itu belum secara cepat terealisasi secara umum sehingga pelaksanaannya di lapangan banyak mengalami kendala dan kegagalan. Sebaliknya, norma-norma hukum yang lama, sebagai akibat sudah terbentuknya norma hukum yang baru, tentu sudah tidak lagi di jadikan rujukan dalam praktik. Ketiga, di masa reformasi ini banyak sekali lembaga baru yang di bentuk untuk maksud yang mulia, yaitu agar kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang sudah berubah sebagai masyarakat demokratis dapat lebih efisien dan efektif di layani oleh fungsi-fungsi kekuasaan negara. Pembentukan lembaga-lembaga baru itu di lakukan sekaligus dengan mengubah fungsi-fungsi lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Akan tetapi dalam kenyataan praktik sampai sekarang ternyata banyak sekali lembaga-lembaga baru yang kinerjanya belum berhasil menempatkan diri secara tepat dalam sistem kenegaraan baru berdasarkan UUD 1945. Sementara lembaga-lembaga yang lama sudah lumpuh dan tidak lagi menjalankan fungsinya yang di ambil alih oleh lembaga baru. Akibatnya timbul gejala tumpang tindih akibat banyaknya lembaga yang menangani satu fungsi yang sama, sementara di pihak lain banyak fungsi yang tidak ada lembaga yang menanganinya sama sekali. Karena itu dapat di katakan bahwa sudah 12 tahun masa reformasi ini , kita menghadapi keadaan anomi dan anomali. Keadaan anomi mencerminkan keadaan yang seolah-olah ketiadaan norma (a-nomous ), sedangkan keadaan anomali menegaskan adanya kekacauan structural dan fungsional dalam hubungan lembaga dan badan-badan penyelengara fungsi kekuasaan negara. Dalam konteks pembuatan aturan, perhatikanlah bagaimana kinerja lembaga-lembaga legislasi dan regulasi kita, baik di tingkat pusat maupun daerah, kinerjanya sebagian besar masih belum profesional dan mengarah kepada upaya perbaikan sistem hukum secara keseluruhan. Baik DPR, DPD, DPRD. Biro-biro hukum pelbagai instansi pemerintahan masih bekerja secara serabutan dan tanpa arah yang jelas, melainkan hanya berdasarkan kebutuhan dadakan dan di dasarkan atas pesanan ataupun perintah yang bersifat sesaat dan seperlunya. Demikian pula di bidang pelaksaan kebijakan (policy executing) , yang menentukan justru adalah atasan atau pejabat yang berwenang mengambil
  • 8. 5 keputusan. Sistem birokrasi penerapan hukum kita masih sangat personal, belum melembaga secara kuat, dan masih sangat tergantung kepada keteladanan pimpinan. Contoh Kasus kekacauan hukum Indonesia juga dapat di lihat dari beberapa contoh kasus berikut ini, dimana dalam proses penegakan hukum (law enforcement ), aparat penyelidik, penyidik, penuntut, pembela, dan hakim, pemutus, dan aparatur pemasyarakatan masih bekerja dengan kultur kerja yang tradisional dan cenderung primitive. Lihatlah bagaimana kasus Bibit dan Chandra (mantan ketua KPK ) memberi tahu kepada kita semua mengenai kebobrokan dunia penegakan hukum kita . Dari kasus ini jelas tergambar betapa buruknya cara kerja lembaga penyidik di negara kita. Sebaliknya, lihat pula terungkapnya kasus istana dalam penjara yang melibatkan Artalyta Suryani yang menikmati kamar tidur mewah, yang jelas tidak adil bagi narapidana lain yang tidak berpunya. Dengan perkataan lain, kita banyak menghadapi masalah mulai dari lembaga penyidik sampai ke lembaga pemasyarakatan. Mengenai kasus Bibit dan Chandra , misalnya, telah menyedot perhatian public yang sangat luas selama berbulan- bulan. Namun, solusi yang di ambil kemudian adalah penghentian perkaranya oleh kejaksaan atas tekanan public. Solusi demikian juga mencatatkan preseden yang sangat buruk dalam penegakkan hukum yang tunduk kepada tekanan politik yang datang dari bawah ( civil society ), maka pada saat yang lain jangan salahkan jika ada orang yang menilai bahwa aparat yang sama akan tunduk dan takluk pula pada tekanan politik yang datang dari atas ( state ) ataupun dari samping (market). Selain itu kasus-kasus besar lainya seperti kasus Bank Century yang menyeret banyak nama pejabat negara seperti wakil presiden Budiono, komjen Susno Duadji, dll, yang hingga kini kasusnya masih menggantung dan belum terselesaikan dengan baik. kemudian kasus Wisma atlet yang melibatkan Nazarudin ( sekretaris partai Demokrat ), kasus korupsi di DitJen pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, kasus cek pelawat dalam pemilihan deputi senior Bank Indonesia yang melibatkan Nunun Nurbaeti ( Istri purnawirawan Adang Drajatun ), merebaknya kasus terorisme dan kriminal di masyarakat, serta kasus pelanggaran hukum lain yang penanganannya menodai rasa keadilan kita seperti kasus pencurian sandal jepit oleh anak di bawah umur Aal, kasus ibu Rusminah
  • 9. 6 dari Sulawesi yang mencuri tiga butir buah kakao, dan lain sebagainya. Dari semua kasus tersebut kita dapat berkaca bobroknya sistem penegakan hukum di negara kita. Maka jalan yang tersedia di hadapan kita hanya satu, yaitu kita harus melangkah ke depan untuk memperbaiki sistem hukum dan peradilan di tanah air kita sebagaimana mestinya dengan cetak biru dan peta jalan ( road map ) yang jelas berdasarkan UUD 1945. Beberapa Kasus Inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesi B. Inkonsistensi Penegak Hukum Di Indonesia Kasus-kasus inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia terjadi karena beberapa hal. Penulis mengelompokkannya berdasarkan beberapa alasan yang banyak ditemui oleh masyarakat awam, baik melalui pengalaman pencari keadilan itu sendiri, maupun peristiwa lain yang bisa diikuti melalui media cetak dan elektronik. 1. Tingkat Kekayaan Seseorang Salah satu keputusan kontroversial yang terjadi pada bulan Februari ini adalah jatuhnya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terhadap terpidana kasus korupsi proyek pemetaan dan pemotretan areal hutan antara Departemen Hutan dan PT Mapindo Parama, Mohammad “Bob” Hasan . PN Jakpus menjatuhkan hukuman dua tahun penjara potong masa tahanan dan menetapkan terpidana tetap dalam status tahanan rumah. Putusan ini menimbulkanrasa ketidakadilan masyarakat, karena untuk kasus korupsi yang merugikan negara puluhan milyar rupiah, Bob Hasan yang sudah berstatus terpidana hanya dijatuhi hukuman tahanan rumah. Proses pengadilan pun relatif berjalan dengancepat. Demikian pula yang terjadi dengan kasus Bank Bali, BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), kasus Texmaco,dan kasus-kasus korupsi milyaran rupiah lainnya. Dibandingkan dengan kasus pencurian kecil, perampokan bersenjata, korupsi yang merugikan negara “hanya” sekian puluh juta rupiah, putusan kasus Bob Hasan sama sekali tidak sebanding. Masyarakat dengan mudah melihat bahwa kekayaanlah yang menyebabkan Bob Hasan lolos dari hukuman penjara. Kemampuannya menyewa pengacara tangguh dengan tarif mahal yang dapat
  • 10. 7 mementahkan dakwaan kejaksaan, hanya dimiliki oleh orang-orang dengan tingkat kekayaan tinggi. Kita bisa membandingkan dengan kasus Tasiran yang memperjuangkan tanah garapannya sejak tahun 1985 . Tasiran, seorang petani sederhana, yang terlibat konflik tanah seluas 1000 meter persegi warisan ayahnya, dijatuhi hukuman kurungan tiga bulan dengan masa percobaan enam bulan pada tanggal 2 April 1986, karena terbukti mencangkuli tanah sengketa. Karena mengulang perbuatannya pada masa percobaan, Tasiran kembali masuk penjara pada bulan Agustus 1986. Sekeluarnya dari penjara, Tasiran berkelana mencari keadilan dengan mondar-mandir Bojonegoro-Jakarta lebihdari 100 kali dengan mendatangi Mahkamah Agung, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, Mabes Polri, DPR/MPR, Bina Graha,Istana Merdeka, dan sebagainya. Pada tahun 1996 ia kembali memperoleh keputusan yang mengalahkan dirinya. 2. Tingkat Jabatan Seseorang Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi banding ke luar negeri (Australia, Jepang, dan Afrika Selatan) yang diikuti olehsekitar 40 orang anggota DPRD DKI Komisi D. Dalam studi banding tersebut anggota DPRD yang berangkatmemanfaatkan dua sumber keuangan yaitu SPJ anggaran yang diperoleh dari anggaran DPRD DKI sebesar 5.2 milyarrupiah dan uang saku dari PT Pembangunan Jaya Ancol sebesar 2,1 milyar rupiah. Dalam kasus ini, sembilan orang staf Bapedal dan Sekwilda dikenai tindakan administratif, semenara Kepala Bapedal DKI Bambang Sungkono dan KepalaDinas Tata Kota DKI Ahmadin Ahmad tidak dikenai tindakan apapun. Dalam kasus ini, terlihat penyelesaian masalah dilakukan segera setelah media cetak dan elektronik menemukan ketidakberesan dalam masalah pendanaan studi banding tersebut. Penyelesaian secara administratif ini seakandilakukan agar dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa dilakukan. Rasa ketidakadilan masyarakat terusiktatkala sanksi ini hanya dikenakan pada pegawai rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk mengusut kasus ini sampai ke pejabat tertinggi di DKI, yaitu Gubernur Sutiyoso, yang sebagai komisaris PTPembangunan Jaya Ancol ikut bertanggungjawab.
  • 11. 8 Sampai makalah ini dibuat, janji untuk menyidik pejabat-pejabat DKI inibelum terlaksana. 3. Nepotisme Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok, anak mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Jendral (TNI) Subagyo HS, diperinganhukumannya oleh mahkamah militer dari empat tahun penjara menjadi dua tahun penjara . Disamping itu, terdakwa jugadikembalikan ke kesatuannya selama dua minggu sambil menunggu dan berpikir terhadap vonis mahkamah militertinggi. Putusan ini terasa tidak adil dibandingkan dengan vonis-vonis kasus narkoba lainnya yang terjadi di Indonesia yangdidasarkan atas pelaksanaan UU Psikotropika. Disamping itu, proses pengadilan ini juga memperlihatkan eksklusivitashukum militer yang diterapkan pada kasus narkoba.Tommy Soeharto, anak mantan presiden Soeharto, yang dihukum 18 bulan penjara karena kasus manipulasi tukar gilingtanah Bulog di Kelapa Gading dan merugikan negara sebesar 96 milyar rupiah, sampai saat ini tidak berhasil ditangkapdan dimasukkan ke LP Cipinang sesuai perintah pengadilan setelah permohonan grasinya ditolak oleh presiden. Masyarakat melihat bagaimana pihak pengacara, kejaksaan, dan kepolisian saling berkomentar melalui media cetak dan elektronik, namun sampai saat makalah ini dibuat Tommy Soeharto masih berkeliaran di udara bebas. Dua kasus inimengesankan adanya diskriminasi hukum bagi keluarga bekas pejabat. 4. Tekanan Internasional Kasus Atambua, Nusa Tenggara Timur, yang terjadi pada tanggal 6 September 2000, yang menewaskan tiga orang staf UNHCR mendapatkan perhatian internasional dengan cepat. Dimulai dengan keluarnya Resolusi No. 1319 dari DewanKeamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB), surat dari Direktur Bank Dunia kepada Presiden Abdurrahman Wahiduntuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut, permintaan DK PBB untuk mengirim misi penyelidik kasus Atambuake Indonesia, desakan CGI (Consultatif Group on Indonesia), sampai dengan ancaman embargo oleh Amerika Serikat.
  • 12. 9 Tekanan internasional ini mengakibatkan cepatnya pemerintah bertindak, dengan segera melucuti persenjataan milisi Timor Timur dan mengadili beberapa bekas anggota milisi Timor Leste yang dianggap bertanggung jawab.Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di bagian lain di Indonesia, misalnya : Ambon, Aceh,Sambas, Sampit, kasus Atambua termasuk kasus yang mengalami penyelesaian secara cepat dan tanggap dari aparat.Dalam enam bulan sejak kasus ini terjadi, kekerasan berhasil diatasi, milisi berhasil dilucuti, dan situasi kembali amandan normal. Meskipun ada perhatian internasional dalam kasus-kasus kekerasan lain di Indonesia, namun tekanan yangterjadi tidak sebesar pada kasus Atambua. Dalam pandangan masyarakat, derajat tekanan internasional menentukankecepatan aparat melakukan penegakan hukum dalam mengatasi kasus kekerasan. C. Beberapa Akibat Inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia Inkonsistensi penegakan hukum di atas berlangsung terus menerus selama puluhan tahun. Masyarakat sudah terbiasa melihat bagaimana law in action berbeda dengan law in the book. Masyarakat bersikap apatis bila mereka tidak tersangkutpaut dengan satu masalah yang terjadi. Apabila melihat penodongan di jalan umum, jarang terjadi masyarakat membantukorban atau melaporkan pelaku kepada aparat. Namun bila mereka sendiri tersangkut dalam suatu masalah, tidak jarangmereka memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum ini. Beberapa contoh kasus berikut ini menunjukkan bagaimanaperilaku masyarakat menyesuaikan diri dengan pola inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia. 1. Ketidakpercayaan Masyarakat pada Hukum Masyarakat meyakini bahwa hukum lebih banyak merugikan mereka,dan sedapat mungkin dihindari. Bila seseorang melanggar peraturan lalu lintas misalnya, maka sudah jamak dilakukan upaya “damai” dengan petugas polisi yangbersangkutan agar tidak membawa kasusnya ke pengadilan . Memang dalam hukum perdata, dikenal pilihanpenyelesaian masalah dengan arbitrase atau mediasi di luar jalur pengadilan untuk menghemat waktu dan biaya. Namuntidak demikian hal nya dengan hukum pidana yang hanya menyelesaikan masalah
  • 13. 10 melalui pengadilan. Di Indonesia,bahkan persoalan pidana pun masyarakat mempunyai pilihan diluar pengadilan.Pendapat umum menempatkan hakim pada posisi “tertuduh” dalam lemahnya penegakan hukum di Indonesia, namundemikian peranan pengacara, jaksa penuntut dan polisi sebagai penyidik dalam hal ini juga penting. Suatu dakwaan yangsangat lemah dan tidak cermat, didukung dengan argumentasi asal-asalan, yang berasal dari hasil penyelidikan yangtidak akurat dari pihak kepolisian, tentu saja akan mempersulit hakim dalam memutuskan suatu perkara. Kelemahanpenyidikan dan penyusunan dakwaan ini kadang bukan disebabkan rendahnya kemampuan aparat maupun ketiadaansarana pendukung, tapi lebih banyak disebabkan oleh lemahnya mental aparat itu sendiri. Beberapa kasus menunjukkanaparat memang tidak berniat untuk melanjutkan perkara yang bersangkutan ke pengadilan atas persetujuan dengan pihakpengacara dan terdakwa, oleh karena itu dakwaan disusun secara sembarangan dan sengaja untuk mudah dipatahkan. Beberapa kasus pengadilan yang memutus bebas terdakwa kasus korupsi yang menyangkut pengusaha besar dan krooni mantan presiden Soeharto menunjukkan hal ini. Terdakwa terbukti bebas karena dakwaan yang lemah. 2. Penyelesaian Konflik dengan Kekerasan Penyelesaian konflik dengan kekerasan terjadi secara sporadis di beberapa tempat di Indonesia. Suatu persoalan pelanggaran hukum kecil kadang membawa akibat hukuman yang sangat berat bagi pelakunya yang diterima tanpamelalui proses pengadilan. Pembakaran dan penganiayaan pencuri sepeda motor, perampok, penodong yang dilakukanmassa beberapa waktu yang lalu merupakan contoh. Menurut Durkheim masyarakat ini menerapkan hukum yang bersifatmenekan (repressive). Masyarakat menerapkan sanksi tersebut tidak atas pertimbangan rasional mengenai jumlah Kerugian obyektif yang menimpa masyarakat itu, melainkan atas dasar kemarahan kolektif yang muncul karena tindakan yang menyimpang dari pelaku. Masyarakat ingin memberi pelajaran kepada pelaku dan juga pada memberi peringatananggota masyarakat yang lain agar tidak melakukan tindakan pelanggaran yang sama.Pada beberapa kasus yang lain, masyarakat menggunakan
  • 14. 11 kelompoknya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Mulaidari skala “kecil” seperti kasus Matraman yang melibatkan warga Palmeriam dan Berland, kasus tawuran pelajar, sampaidengan kasus-kasus besar seperti Ambon, Sambas, Sampit, dan sebagainya. Pada kasus Sampit, misalnya, konflikantara etnis Dayak dan Madura yang terjadi karena ketidakadilan ekonomi tidak dibawa dalam jalur hukum, melainkandiselesaikan melalui tindakan kelompok. Dalam hal ini, kebenaran menurut hukum tidak dianut sama sekali, masing-masing kelompok menggunakan norma dan hukumnya dalam menentukan kebenaran serta sanksi bagi pelaku yangmelanggar hukum menurut versinya tersebut. Tidak diperlukan adanya argumentasi dan pembelaan bagi si terdakwa.Suatu kesalahan yang berdasarkan keputusan kelompok tertentu, segera divonis menurut aturan kelompok tersebut. 3. Pemanfaatan Inkonsistensi Penegakan Hukum untuk Kepentingan Pribadi Dalam beberapa kasus yang berhasil ditemukan oleh media cetak, terbukti adanya kasus korupsi dan kolusi yang melibatkan baik polisi, kejaksaan, maupun hakim dalam suatu perkara. Kasus ini biasanya melibatkan pengacara yangmenjadi perantara antara terdakwa dan aparat penegak hukum. Fungsi pengacara yang seharusnya berada di kutubmemperjuangkan keadilan bagi terdakwa , berubah menjadi pencari kebebasan dan keputusan seringan mungkindengan segala cara bagi kliennya. Sementara posisi polisi dan jaksa yang seharusnya berada di kutub yang menjagaadanya kepastian hukum, terbeli oleh kekayaan terdakwa. Demikian pula hakim yang seharusnya berada ditengah- tengahdua kutub tersebut, kutub keadilan dan kepastian hukum, bisa jadi condong membebaskan atau memberikan putusanseringan-ringannya bagi terdakwa setelah melalui kesepakatan tertentu. Dengan skenario diatas, lengkaplah sandiwara pengadilan yang seharusnya mencari kebenaran dan penyelesaian masalah menjadi suatu pertunjukan yang telah diatur untuk membebaskan terdakwa. Dan karena menyangkut uang,hanya orang kaya lah yang dapat menikmati keadaan inkonsistensi penegakan hukum
  • 15. 12 ini. Sementara orang miskin (atauyang relatif lebih miskin) akan putusan pengadilan yang lebih tinggi. 4. Penggunaan Tekanan Asing dalam Proses Peradilan Campur tangan asing bagaikan pisau bermata dua. Disatu pihak tekanan asing dapat membawa berkah bagi pencari keadilan dengan dipercepatnya penyidikan dan penegakan hukum oleh aparat. Lembaga asing non pemerintah biasanyaaktif melakukan tekanan-tekanan semaam ini, misalnya dalam pengusutan kasus pembunuhan di Aceh, tragedi Ambon,Sambas, dan sebagainya.Namun di lain pihak tekanan asing kadang juga memberi mimpi buruk pula bagi masyarakat. Beberapa perusahaanasing yang terkena kasus pencemaran lingkungan, gugatan tanah oleh masyarakat adat setempat, serta sengketaperburuhan, kadang menggunakan negara induknya untuk melakukan pendekatan dan tekanan terhadap pemerintahIndonesia agar tercapai kesepakatan yang menguntungkan kepentingan mereka, tanpa membiarkan hukum untukmenyelesaikannnya secara mandiri. Tekanan tersebut dapat berupa ancaman embargo, penggagalan penanamanmodal, penghentian dukungan politik, dan sebagainya. Kesemuanya untuk meningkatkan posisi tawar mereka dalamproses hukum yang sedang atau akan dijalaninya. D. Prioritas Penegakan Hukum Inkonsistensi penegakan hukum merupakan masalah penting yang harus segera ditangani. Masalah hukum ini paling dirasakan oleh masyarakat dan membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Persepsimasyarakat yang buruk mengenai penegakan hukum, menggiring masyarakat pada pola kehidupan sosial yang tidakmempercayai hukum sebagai sarana penyelesaian konflik, dan cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahanmereka di luar jalur. Cara ini membawa akibat buruk bagi masyarakat itu sendiri. Pemanfaatan inkonsistensi penegakan hukum oleh sekelompok orang demi kepentingannya sendiri, selalu berakibatmerugikan pihak yang tidak mempunyai
  • 16. 13 kemampuan yang setara. Akibatnya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasantumbuh subur di masyarakat Indonesia.Penegakan hukum yang konsisten harus terus diupayakan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadaphukum di Indonesia. Melihat penyebab inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia, maka prioritas perbaikan harus dilakukan pada aparat,baik polisi, jaksa, hakim, maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan yang bersangkutan. Tanpaperbaikan kinerja dan moral aparat, maka segala bentuk kolusi, korupsi, dan nepotisme akan terus berpengaruh dalamproses penegakan hukum di Indonesia.Selain perbaikan kinerja aparat, materi hukum sendiri juga harus terus menerus diperbaiki. Kasus tidak adanyaperundangan yang dapat menjerat para terdakwa kasus korupsi, diharapkan tidak akan muncul lagi dengan adanyaundang-undang yang lebih tegas. Selain mengharapkan peran DPR sebagai lembaga legistatif untuk lebih aktif dalammemperbaiki dan menciptakan perundang-undang yang lebih sesuai dengan perkembangan jaman, diharapkan pulaperan dan kontrol publik baik melalui perorangan, media massa, maupun lembaga swadaya masyarakat. Peningkatankesadaran hukum masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam penegakan hukum secara konsisten. E.Solusi Permasalahan hukum di indonesia Sebagai warga negara yang baik dan sadar hukum serta peduli akan masa depan sistem penegakkan hukum di Indonesia agar tercipta kehidupan yang aman, damai dan sejahtera atas dasar rasa keadilan. Maka sepantasnyalah kita dapat mengusulkan : 1. kiranya sistem peradilan kita di evaluasi dan di adakan perubahan mendasar agar proses peradilan dan produk putusan pengadilan dapat di tingkatkan menjadi lebih bermutu dan benar-benar menjadi independensi peradilan secara benar dan memperbaiki sistem peradilan yang menjamin mutu putusan seperti dengan menerapkan kebijakan pembatasan perkara di Mahkamah Agung sambil memperkuat kedudukan dan peranan pengadilan tinggi di setiap ibukota propinsi.
  • 17. 14 2. Kemudian di lingkungan peradilan, sebaiknya segera di adakan sistem kamar dalam penanganan perkara, tidak lagi sistem majelis seperti di peraktikan selama ini. Dengan sistem kamar itu, perkara-perkara (i) pidana, ( ii) perdata umum, (iii) bisnis, (iv) agama, (v) tata usaha negara, dan (vi)militer, dapat di tangani secara professional oleh hakim yang memang menguasai bidang hukum terkait. 3. Demikian pula dengan aparat dan aparatur penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembelaan, dan pemasyarakatan juga perlu segera di reformasi secara mendasar. Polisi, sejak berpisah dari TNI tentu harus mengubah wataknya jangan lagi militeristik. Polisi adalah pengayom masyarakat bukan bermusuhan dengan rakyat. kejaksaan lembaga penuntut khusus lain, yaitu KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ) juga haruslah bertindak profesional sebagai lembaga penegak keadilan , bukan sekedar merupakan lembaga penegak peraturan. 4. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah profesi advokat yang masih jauh dari idealitas profesionalnya sebagai penegak hukum. Apalagi sampai sekarang persatuan para advokat dalam wadah tunggal masih menghadapi kendala dan tidak kunjung terselesaikan. Padahal para advokat mengimpikan watak independensi yang kokoh bagi kedudukan professional mereka. Namun, jika para advokat justru tidak dapat menyelesaikan sendiri masalah internal mereka. Apa alasannya untuk mencegah agar fungsi-fungsi negara yang relevan ikut berperan jikalau kepentingan rakyat dan negara justru menuntut berfungsinya organisasi tunggal para advokat yang oleh undang-undang advokat telah di kukuhkan sebagai aparay penegak hukum ? Selain itu menurunnya kesadaran hukum di masyarakat kita yang berakibat tingginya angka pelanggaran hukum, juga di sebabkan oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai ilmu hukum serta ilmu agama di tengah masyarakat kita. Untuk itu memasukan ilmu hukum kedalam kurikulum pelajaran sekolah mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi di rasa perlu agar generasi muda bisa memahami ilmu hukum sejak dini. Kemudian, menjadikan pelajaran agama sebagai salah satu pelajaran yang di masukan kedalam Ujian Nasional (UN) sebagai landasan kelulusan peserta didik juga di nilai perlu agar para peserta didik tidak hanya menguasai pengetahuan umum juga pemahaman
  • 18. 15 agama sebagai bekal mereka serta landasan berperikau di masyarakat. Semoga dengan itu dapat mengurangi angka pelanggaran hukum sehigga kehidupan yang aman dan damai seperti yang di cita-citakan dapat terwujud. Selain beberapa solusi tersebut di atas, tentunya masih banyak solusi lainnya yang menjadi tugas kita bersama untuk menggali dan mewujudkannya.
  • 19. 16 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kondisi hukum di Indonesia dewasa ini sangat memprihatinkan. Hal ini tergambar dari penanganan berbagai kasus pelanggaran hukum yang tidak terselesaikan dengan baik, serta meninggkatnya angka pelanggaran hukum di akibatkan oleh menurunnya kesadaran masyarakat tentang hukum dan kurangnya wibawa dan profesionalisme para aparat penegak hukum serta kurangnya perhatian dan jaminan hukum dari pemerintah. Sebagai warga negara yang baik, sadar hukum, serta memilki kepedulian akan kondisi hukum di Indonesia, sepantasnyalah kita dapat mengajukan beragam solusi untuk memperbaiki kondisi yang sedang terjadi agar sesuai dengan tujuan dan cita-cita bersama. B. Saran Penguasa negara harus bisa memproyeksikan dan men-real-kan(menjadi kenyataan) sebuah tujuan negara yang termaktub dalam alinea IV UUD NRI 1945. Dengan tidak bertindak sewenang-wenang. Rakyat juga harus membantu mewujudkannya dengan mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang ada dalam negara indonesia, serta membantu pemerintah dalam mewujudkannya negara aman. Adil, sejahtera, dan makmur. Maka dari itu, harus ada kerjasama kesinambungan berkelanjutan antara penguasa negara dan rakyat dalam membangun negara indonesia ini. Penguasa negara menyediakan sarana dan prasarana, serta infrastruktur yang memadai. Sehingga rakyat mempunyai lapangan pekerjaan yang banyak untuk pemenuhan hidupnya. Serta adanya timbal balik dari rakyat berupa pajak, sebagai devisa negara yang digunakan untuk pembangunan bangsa sehingga apa yang dicita-citakan negara dalam pembukaan alinea IV UUD NRI 1945 dapat tercapai.
  • 20. 17 DAFTAR PUSTAKA Ali, Achmad.1999. Pengadilan dan Masyarakat. Ujung Pandang : Hasanudin University Press Doyle, Paul Johnson.1986.Teori Sosiologi Klasik dan Modern Terjemahan Robert M.Z. Lawang. Jakarta : Gramedia Soemardi, Dedi.1997.Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Ind-Hill Soerjono,Soekanto.1986. Faktor-Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum.Jakarta : Rajawali