SlideShare a Scribd company logo
1 of 32
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Satu-satunya sebab yang menjadi dasar bagi hidupnya suatu lapangan atau suatu
cabang ilmu pengetahuan ialah, bahwa lapangan atau cabang ilmu pengetahuan tadi
merasa harus menunaikan suatu fungsi yang cukup penting. Jadi hendaknya setiap
mahsiswa yang mempelajari psikologi pendidikan mengetahui tugas yang harus
dilaksanakan oleh psikologi pendidikan itu dan kemudian menguasai pola
pengetahuan serta teknik – teknik yang penting dalam lapangan psikologi pendidkan.
Sudah jelas agaknya, bahwa setiap orang dewasa yang normal dalam batas tertentu
dapat dikatakan pasti melakukan pekerjaan mengajar dan hal ini terutama berlaku
untuk setiap orang tua, mau tidak mau setiap orang tua pasti harus melakukan
pekerjaan mengajar. Jadi setiap orang tua dan orang dewasa yang normal tentu akan
dapat memetik faedah dari pelajaran psikologi pendidikan Setiap orang yang
memengku jabatan keguruan paling sedikit harus menganggap satu aspek dari
psikologi pendidikan sebagai suatu pengetahuan yang harus dikuasainya, artinya kalau
ia ingin melakukan tugas keguruannya itu dengan sebaik – baiknya.
1.2 Rumusan Masalah
 Siapakah tokoh-tokoh pencetus psikologi Pembelajaran matematika ?
 Bagaimana bunyi teorinya ?
 Bagaimana implementasinya dalam pembelajaran matematika /
1.3 Tujuan
• Mengenal tokoh-tokoh pencetus psikologi pembelajaran
• Mengetahui teori-teorinya
• Mampu mengetahui dan mengimplementasikan teori psikologi pembelajaran
tersebut.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Psikologi Pembelajaran Matematika
Teori belajar disebut juga dengan psikologi belajar yaitu teori yang mempelajari
perkembangan intelektual (mental) siswa. Di dalamnya terdiri atas dua hal, yaitu: pertama,
uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual anak, dan yang
kedua adalah uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa
dipikirkan pada usia tertentu.
Teori belajar perlu kiranya untuk diketahui dan dipahami untuk kemudian menjadi
dasar dalam melaksanakan proses pembelajaran. Para tokoh-tokoh terkemuka telah
mengemukakan beberapa teori belajar yang mendasari pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik.
Dengan menguasai psikologi pembelajaran, seorang guru dapat mengetahui
kemampuan yang telah dimiliki peserta didik, bagai mana proses berpikirnya, dan mampu
menciptakan proses pembelajaran sesuai dengan kondisi dan tujuan yang diharapkan.
Di bawah ini akan dibahas 4 teori tentang tokoh-tokoh dalam psikologi pembelajaran
matematika, yaitu :
2.1.1 Teori Throndike
I. Profil
Throndike lahir pada tahun 1874 di Williamsburg, Massachusert dengan nama
lengkap Edward L. Thorndike, putra kedua dari seorang pendeta methodis. Pendidikan
beliau di Wesleyan University dan lanjut ke Harvard University. Throndike meninggal
pada umur 78 tahun atau tepatnya pada tahun 1949.
Produktivitas ilmiah Throndike hampir sulit dipercaya. Pada saat dia meninggal
tahun 1949 bibliografi.a mencakup 507 buku, monograf, dan artikel jurnal. Throndike
tampaknya ingin mengukur segala hal dan autobiografinya, dia melaporkan bahwa sampai
usia 60 tahun dia menghabiskan sekitar 20 jam sehari untuk membaca dan mendalami
2
buku dan jurnal ilmiah meskipun dia terutama lebih merupakan sosok periset ketimbang
sarjana ilmuan.
II. Teori Belajar Thorndike
Throndike mungkin adalah ahli teori belajar terbesar sepanjang masa. Dia bukan
hanya merintis karya besar dalam teori belajar tetapi juga dalam bidang psikologi
pendidikan, perilaku verbal, psikologi komparatif, uji kecerdasan, problem nature nurture,
transfer training, dan aplikasi pengukuran kuantitatif untuk problem sosiopsikologis.
Salah satu risetnya dimulai dengan study telepati mental pada anak muda yang
dijelaskan bagai deteksi bawah sadar anak terhadap gerakan kecil yang dilakukan oleh
Experimenter dan riset yang selanjutnya menggunakan ayam, kucing, tikus ,anjing, ikan,
kera, dan akhirnya manusia dewasa.
Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap organisme jika
dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya coba-
coba secara membabi buta. Jika dalam usaha mencoba-coba itu secara kebetulan ada
perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang kebetulan
cocok itu kemudian “dipegangnya”. Karena latihan yang terus menerus maka waktu yang
dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama makin efesien.
Sebagai contoh kami kemukakan di sini percobaan Thorndike dengan seekor
kucing yang dibuat lapar dimasukkan ke dalam kandang. Pada kandang itu dibuat lubang
pintu yang tertutup yang dapat terbuka jika suatu pasak di pintu itu tersentuh. Di luar
kandang diletakkan sepiring makanan (daging). Bagaimana reaksi kucing itu ? mula-mula
kucing itu bergerak ke sana- ke mari mencoba-coba hendak ke luar melalui berbagai jeruji
kandang itu. Lama kelamaan pada suatu ketika secara kebetulan tersentuhlah pasak lubang
pintu oleh salah satu kakinya. Pintu kandang terbuka dan kucing itupun keluarlah menuju
makanan.
Percobaan diulang lagi. Tingkah laku kucing itupun pada mulanya sama seperti
pada percobaan pertama. Hanya waktu yang diperlukan untuk bergerak kesana-kemari
sampai dapat terbuka lubang pintu, menjadi makin singkat. Setelah diadakan percobaan
3
berkali-kali, akhirnya kucing itu tidak perlu lagi kian kemari mencoba-coba, tetapi
langsung menyentuh pasak pintu dan terus keluar mendapatkan makanan.
Jadi, proses belajar menurut Thorndike melalui proses :
a) Trial and error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan) dan
b) Law of effect yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu
keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi ) akan diingat dan
dipelajari dengan sebaik-baiknya.
Sedangkan segala tingkah laku yang berakibat tidak menyenangkan akan dihilangkan atau
dilupakannya. Tingkah laku ini terjadi secara otomatis. Otomatisme dalam belajar itu dapat
dilatih dengan syarat-syarat tertentu, pada binatang juga pada manusia.
Thorndike melihat bahwa organisme itu (juga manusia) sebagai mekanismus;
hanya bergerak/bertindak jika ada perangsang yang mempengaruhi dirinya. Terjadinya
otomatisme dalam belajar menurut Thorndike disebabkan adanya law of effect.
Dalam kehidupan sehari-hari law of effect itu dapat terlihat dalam hal memberi
penghargaan /ganjaran dan juga dalam hal memberi hukuman dalam pendidikan. Akan
tetapi menurut Thorndike yang lebih memegang peranan dalam pendidikan ialah hal
memberi penghargaan/ganjaran dan itulah yang lebih dianjurkan.
Karena adanya law of effect terjadilah hubungan atau asosiasi antara tingkah
laku/reaksi yang dapat mendatangkan sesuatu dengan hasilnya (effect). Karena adanya
koneksi antara reaksi dengan hasilnya itu maka teori Thorndike disebut juga
Connectionism.
Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike disebut juga dengan
koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses
pembentukkan hubungan antara stimulus dan respon.
Kelemahan teori ini adalah :
 Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka
disamakan dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia yang otomatis,
4
tetapi tidak selalu bahwa tingkah laku manusia itu dapat dipengaruhi secara trial
and error. Trial and error tidak berlaku mutlak bagi manusia.
 Memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respons.
Sehingga yang dipentingkan dalam belajar ialah memperkuat asosiasi tersebut
dengan latihan-latihan atau ulangan-ulangan yang terus-menerus.
 Karena proses belajar berlangsung secara mekanistis, maka “pengertian” tidak
dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan
“pengertian” sebagai unsur yang pokok dalam belajar.
Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini
mengikuti hukum-hukum berikut:
(1) Hukum kesiapan(Law of readiness)
Hukum kesiapan adalah prinsip tambahan yang menggambarkan taraf fisiologis bagi
law of effect.Hukum ini menunjukkan keadaan-keadaan dimana pelajar cenderung
untuk mendapatkan kepuasan atau ketidakpuasaan, menerima atau menolak sesuatu.
Menurut Thorndike ada tiga keadaan yang demikian itu, yaitu:
1. Jika suatu unit konduksi sudah siap untuk berkonduksi, maka konduksi dengan
unit tersebut akan memberi kepuasan, dan tidak akan ada tindakan-tindakan lain
untuk mengubah konduksi itu.
2. Unit konduksi yang sudah siap untuk berkonduksi apabila tidak berkonduksi akan
menimbulkan ketidak-puasan, dan akan menimbulkan respon-respon yang lain
untuk mengurangi atau meniadakan ketidak-puasan, dan akan berakibat
dilakukannya tindakan-tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidak-
puasan itu.
3. Apabila unit konduksi yang tidak siap berkonduksi dipaksa untuk berkonduksi,
maka konduksi itu akan menimbulkan ketidak-puasan, dan berakibat dilakukannya
tindakan-tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidak-puasan itu.
Jadi, apabila kecenderungan bertindak itu timbul karena penyesuain diri atau hubungan
dengan sekitar, karena sikap dan sebagainya, maka memenuhi kecendrungan itu di dalam
tindakan akan memberikan kepuasan, dan dan tidak memenuhi kecendrungan tersebut akan
menimbulkan ketidak-puasan. Jadi sebenarnya readiness itu adalah persiapan untuk
bertindak, ready to act.
5
Seorang anak yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak dan kemudian
melakukan kegiatan, sedangkan tindakannya itu mengakibatkan ketidakpuasan bagi
dirinya, akan selalu menghindarkan dirinya dari tindakan-tindakan yang melahirkan
ketidakpuasan itu.
Seorang anak yang tidak mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau
melakukan kegiatan tertentu, sedangkan orang tersebut ternyata melakukan tindakan, maka
apa yang dilakukannya itu akan menimbulkan rasa tidak puas bagi dirinya. Dia akan
melakukan tindakan lain untuk menghilangkan ketidakpuasan tersebut.
Dari ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa seorang anak akan lebih berhasil belajarnya,
jika ia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar.
(2) Hukum latihan (law of exercise)
Hukum ini mengandung dua hal yaitu:
1. Law of use: hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah
lemah atau terlupa kalau latihan-latihan atau penggunaan dihentikan.
2. Law of disuse: hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah
lemah atau terlupa kalau latihan-latihan atau penggunaan dihentikan.
Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan yang telah
terbentuk akibat terjadinya asosiasi antara stimulus dan respondilatih (digunakan),
maka ikatan tersebut akan semakin kuat. Jadi, hukum ini menunjukkan prinsip
utama belajar adalah pengulangan. Semakin sering suatu materi pelajaran diulangi
maka materi pelajaran tersebut akan semakin kuat tersimpan dalam ingatan
(memori).
(3) Hukum akibat (law of effect)
Law of effectini menunjukkan kepada makin kuat atau makin lemahnya
hubungan sebagai akibat dari pada hasil respon yang dilakukan. Apabila suatu
hubungan atau koneksi dibuat dan disertai atau diikuti oleh keadaan yang
memuaskan, maka kekuatan hubungan itu akan bertambah, sebaliknya apabila
suatu koneksi dibuat dan disertai atau diikuti oleh keadaan yang tidak memuaskan,
maka kekuatan hubungan itu akan bertambah, sebaliknya apabila suatu koneksi
dibuat dan disertai atau diikuti oleh keadaan yang tidak memuaskan, maka
kekuatan hubungan itu akan berkurang. Konkretnya adalah sebagai berikut:
6
Misalkan seorang siswa diminta untuk menyelesaikan suatu soal matematika,
setelah ia kerjakan, ternyata jawabannya benar, maka ia merasa senang/puas dan
akibatnya antara soal dan jawabannya yang benar itu akan kuat tersimpan dalam
ingatannya. Hukum ini dapat juga diartikan, suatu tindakan yang diikuti akibat
yang menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan diulangi pada waktu
yang lain. Sebaliknya, suatu tindakan yang diikuti akibat yang tidak
menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan tidak diulangi pada waktu
yang lain. Dalam hal ini, tampak bahwa hukum akibat tersebut ada hubungannya
dengan pengaruh ganjaran dan hukuman. Ganjaran yang diberikan guru kepada
pekerjaan siswa (misalnya pujian guru terhadap siswa yang dapat menyelesaikan
soal matematika dengan baik) menyebabkan peserta didik ingin terus melakukan
kegiatan serupa. Sedangkan hukuman yang diberikan guru atas pekerjaan siswa
(misalnya celaan guru terhadap hasil pekerjaan matematika siswa) menyebakan
siswa tidak lagi mengulangi kesalahannya.Namun perlu diingat, sering terjadi,
bahwa hukuman yang diberikan guru atas pekerjaan siswa justru membuat siswa
menjadi malas belajar dan bahkan membenci pelajaran matematika.
Perumusan mengenai law of effect banyak mendapat kritik. Pada pokoknya ada dua
macam keberatan yang diajukan keadaan,
1. Kepuasan dan ketidak-puasan itu adalah istilah subyektif, jadi tidaklah tepat
untuk menggambarkan tingkah laku hewan. Tetapi sebenarnya yang
dimaksud dengan Thorndike sebagai keadaan yang memuaskan dan tidak
memuaskan itu adalah sebagai berikut: keadaan yang tidak memuaskan itu
adalah keadaan dimana hewan tidak berusaha untuk mempertahankannya,
sering berusaha untuk mengakhiri keadaan tersebut. Keadaan yang
memuaskan adalah keadaan dimana hewan tidak berusaha untuk
menghindarinya sering mengulang-ulanginya, jadi, kalau dikatakan bahwa
Thorndike kurang obyektif itu sebenarnya adalah kurang tepat.
2. Pengaruh (effect) daripada apa yang dialami atau terjadi di masa lampau yang
dirasakan kini tidak dapat diterima, sebab apa yang lampau adalah sudah
lampau, dan pengaruhnya tidak dapat dirasakan kini. Yang dimaksud oleh
Thorndike mengenai hal ini adalah demikian:
7
Pengaruh (effect) itu ternyata di dalam kemungkinan terjadinya respon
apabila situasi yang akan datang terjadi; tentang apakah pengaruh itu benar-
benar terjadi atau tidak, adalah masalah observasi, jadi bukanlah hal yang
harus ditolak secara apriori.
Memang perumusan-perumusan Thorndike banyak mengandung kelemahan-
kelemahan. Kalau dikatakan dengan kata-kata yang sederhana apa yang dimaksud oleh
Thorndike itu adalah demikian : hadiah atau sukses akan berakibat dilanjutkannya atau
diulanginya perbuatan yang membawa hadiah atau sukses itu, sedang hukuman atau
kegagalan akan mengulangi tingkah laku yang membawa hukuman atau kegagalan itu.
Ketiga hukum yang telah dikemukakan itu adalah hukum-hukum primer (primary-
laws). Kecuali ketiga hukum-hukum pokok atau hukum-hukum primer itu Thorndike
mengemukakan pula lima macam hukum-hukum subside atau hukum-hukum minor
(subsidiary laws, minor laws). Kelima hukum subsider tersebut merupakan prinsip-prinsip
yang penting di dalam proses belajar, akan tetapi tidak sepenting hukum-hukum primer.
Hubungan antara hukum-hukum pokok/primer dan hukum-hukum subsider itu tidak begitu
jelas, dan dalam tulisan-tulisan Thorndike yang lebih kemudian hukum-hukum subsider
tersebut kadang-kadang dipakai lagi. Adapun ke lima hukum subsider tersebut adalah:
1. Law of multiple respon,
Merupakan langkah permulaan dalam proses belajar. Melalui proses “ trial and error “
seseorang akan melakukan bermacam – macam respons sebelum memperoleh
respons yang tepat dalam memecahkan masalah yang di hadapi.
2. Law of attitude (law of set, law of disposition),
Merupakan situasi di dalam diri individu yang menentukanapakah sesuatu itu
menyenangkan atau tidak bagi individu tersebut. Proses belajar individu dapat
berlangsung dengan baik, lancar, bila situasi menyenangkan dan terganggu bila
situasi tidak menyenangkan.
3. Law of partial activity (law of prepotency element),
Merupakan prinsip yang menyatakan bahwa manusia memberikan respons hanya pada
aspek tertentu sesuai dengan presepsinya dari keseluruhan situasi ( respons selektif ),
8
dengan demikiaian orang dapat memberi respons yang berbeda pada stimulus yang
sama.
4. Law of respon by analog (law of assimilation), dan
Menurut thorndike, manusia dapat melakukan respon pada situasi yang belum dialami
karena mereka dapat menghubungkan situasi yang baru yang belum pernah
dialami dengan situasi lama yang pernah mereka alami, selanjutnya terjadi
perpindahan ( transfer ) unsur – unsur yang telah mereka kenal kepada situasi baru.
5. Law of associative shifting.
Perpindahan Asosiasi adalah proses peralihan suatu situasi yang telah dikenal ke
situasi yang belum dikenal secara bertahap, dengan cara ditambahkanya sedikit demi
sedikit unsur – unsur ( elemen ) baru dan membuang unsur – unsur lama sedikit demi
sedikit, yang menyebabkan suatu respons dipindahkan dari suatu situasi yang sudah
dikenal ke situasi lain yang baru sama sekali.
Selain hukum-hukum di atas, Thorndike juga mengemukakan konsep transfer
belajar yang disebutnya transfer of training. Konsep ini maksudnya adalah penggunaan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa untuk menyelesaikan suatu masalah baru, karena di
dalam setiap masalah, ada unsur-unsur dalam masalah itu yang identik dengan unsur-
unsur pengetahuan yang telah dimiliki. Unsur-unsur yang identik itu saling berasosiasi
sehingga memungkinkan masalah yang dihadapi dapat diselesaikan.Unsur-unsur yang
saling berasosiasi itu membentuk satu ikatan sehingga menggambarkan suatu kemampuan.
Selanjutnya, setiap kemampuan harus dilatih secara efektif dan dikaitkan dengan
kemampuan lain. Misalnya, kemapuan melakukan operasi aritmetik (penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian) yang telah dimiliki siswa, haruslah dilatih terus
dengan mengerjakan soal-soal yang berikaitan dengan operasi aritmetik.Dengan demikian
kemampuan mengerjakan operasi aritmetika tersebut menjadi mantap dalam pikiran
siswa.Jadi, dapat disimpulkan bahwa transfer belajar dapat tercapai dengan sering
melakukan latihan.
Eksperimen – eksperimen yang dilakukan oleh Thorndike banyak mengalami
perkembangan sehingga timbulah revisi – revisi pada teorinya, antara lain:
9
a. Hukum latihan ditinggalkan, karena ditemukan bila pengulangan saja tidak cukup
untuk memperkuat hubungan stimulus dengan respons, demikian pula tanpa ulangan
belum tentu melemahkan hubungan stimulus – respons.
b. Hukum akibat direvisi, karena dalam penelitianya lebih lanjut ditemukan bahwa hanya
sebagian saja dari hukum ini yang benar. Dengan ini maka untuk hukum akibat
dijelaskan, bila hadiah akan meningkatkan hubungan stimulus – respons, tetapi
hukuman ( punisment ) tidak mengakibatkan efek apa – apa. Dengan revisi ini berarti
Thorndike tidak menghendaki adannya hukuman dalam belajar.
c. Belongingness, yang intinya, syarat utama bagi terjadinya hubungan stimulus –
respons bukannya kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara kedua hal tersebut.
Dengan demikian situasi belajar akan mempengaruhi hasil belajar.
d. Spread of Effeck, yang intinya dinyatakan, akibat dari suatu perbuatan yang dapat
menular.
Ciri – Ciri Belajar Menurut Thorndike
Adapun beberapa ciri – ciri belajat menurut Thorndike, antara lain :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. Ada berbagai respon terhadap sesuatu.
3. Ada aliminasi respon - respon yang gagal atau salah
4. Ada kemajuan reaksi – reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.
2.1.2 Implementasi Teori Thorndike dalam Pembelajaran Matematika
Aplikasi teori Thorndike sebagai slaah satu aliran psikologi tingkah laku dalam
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi
pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Setiap
pembelajaran yang berpegang pada teori belajar behavioristik telah terstruktur rapi, dan
mengarah pada bertambahnya pengetahuan pada siswa.Penerapan yang sebaiknya
dilakukan dalam pembelajaran matematika adlah sebagai berikut:
a. Sebelum memulai proses belajar mengajar, pendidik harus memastikan siswanya siap
mengikluti pembelajaran tersebut. Jadi setidaknya ada aktivitas yang dapat menarik
perhatian siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
10
b. Pembelajaran yang diberikan sebaiknya berupa pemebelajaran yang kontinu, hal ini
dimaksudkan agar materi lampau dapat tetap diingat oleh siswa.
c. Dalam proses belajar, pendidik hendaknya menyampaikan materi matematika denagn
cara yang menyenangkan, contoh dan soal latihan yang diberikan tingkat kesulitannya
bertahap, dari yang mudah sampai yang sulit. Hal ini agar siswa mampiu menyerap
materi yang diberikan.
d. Pengulangan terhadap penyampaian materi dan latihan, dapat membantu siswa
mengingat materi terkait lebih lama.
e. Supaya peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran, proses hars bertahap dari
yang sederhana hingga yang kompleks.
f. Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan yang
belum baik harus segera diperbaiki.
g. Dalam belajar, motivasi tidak begitu penting, karena perilaku peserta didik terutama
ditentukan oleh penghargaan eksternal dan bukan oleh intrinsic motivation. Yang lebih
penting dari ini ialah adanya respon yang benar terhadap stimulus.
h. Materi yang diberikan kepada peserta didik harus ada manfaatnya untuk kehidupan
anak kelak setelah dari sekolah
i. Thorndike berpendapat, bahwa cara mengajar yang baik bukanlah mengharapkan
murid tahu bahwa apa yang telah di ajarkan, tetapi guru harus tahu apa yang hendak
diajarkan. Dengan ini guru harus tahu materi apa yang harus diberikan, respon apa
yang diharapkan dan kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respons yang
salah.
j. Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik dan
harus terbagi dalam unit – unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan
menurut bermacam – macam situasi.
2.1.3 Teori Skinner
I. Profil
Skinner lahir di Susquehanna, Pensylvannia. Dia meraih gelar master pada tahun
1930 dan meraih Ph.D pada 1931 dari Harvard University gelar B.A. diperoleh dari
Hamillton College, New york, dimana dia mengambil jurusan sastra inggris saat di
Hamillton, Skinner makan siang bersama Robert Frost, seorang Penyair Besar amerika
11
yang mendorong Skinner untuk mengirimkan contoh tulisanya. Frost memuji 3 cerpen
karangan Skinner, dan Skinner lalu memutuskan menjadi penulis. Keputusan ini ternyata
mengecewakan ayahnya, Seorang pengacar yang berharap putranya menjadi pengacara
juga
Usaha awal Skinner menjadi seorang penulis banyak gagalnya sehingga dia mulai
berfikir untuk menjadi Psikiater. Dia akhirnya bekerja di industri batu bara sabgai penulis
dokumen hukum. Buku pertamanya yang ditulis bersama ayahnya, berisi soal – soal
dokumen hukum dan diberi judul “ A Digest of Decisions of the Anthracite Board of
Conciliation”. Setelah menyelesaikan buku ini Skinner pindah ke Greenwich village di
New York City dimana dia hidup seperti Bohemian (Seniman yang nyentrik) selama 6
bulan sebelum masuk Harvard untuk mempelajari Psikologi. Pada saat itu dia sudah tidak
suka dengan dunia tulisan sastra. Dalam autobiografinya (1967) dia mengatakan, “Saya
gagal menjadi penulis karena saya tidak punya sesuatau yang penting untuk dikatakan,
namun saya tidak bisa menerima penjelasan ini rasanya kesusastraan itulah yang salah”.
Saat dia gagal mendeskripsikan perilaku manusia lewat karya sastra, Skinner berusaha
mendeskripsikan perilaku manusia lewat ilmu pengetahuan. Jelas, dia lebih sukses didalam
bidang pengetahuan ini.
Skinner mengajar psikologi di University Of Minnesota antara 1936 dan 1945, dan
selama masa ini dia menulis buku teksnya yang amat berpengaruh, The Behafior of
Organisms 1938. Salah satu mahasiswa Skinner di University of Minnesota adalah W. K.
Estes, yang karyanya juga memengaruhi psikologi. Pada 1945, Skinner pindah ke Indiana
University untuk menjabat ketua jurusan fakultas psikologi. Pada 1948 dia kembali ke
Harvard dan tetap di sana sampai akhir hayatnya pada 1990.
II. Teori Skinner
Belajar menurut pandangtan Skinner adalah suatu perubahan dalam kemungkinan atau
peluang terjadinya respons.Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun
lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah
laku.
12
Teori pembiasaan perilaku respons ini merupakan teori belajar yang berusia paling
muda dan masih sangat berpengaruh di kalangan para ahli psikologi belajar masa kini.
Penciptanya bernama Burrhus Fredic Skinner.
Dalam salah satu eksperimennya, skinner menggunakan seekor tikus yang
ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan nama “ Skinner Box” peti
sangkar ini terdiri atas 2 macam komponen pokok, yakni: manipulandum adalah komponen
yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement.
Dalam eksperimen tadi mula-mula tikus itu mengeksplorasi peti sangkar dengan cara
lari ke sana kemari, mencium benda-benda yang ada di sekitarnya, mencakar dinding,dsb.
Aksi-aksi seperti ini disebut “emitted behavior: (tingkah laku yang terpancar), yakni
tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa mempedulikan srimulus
tertentu.kemudian pada gilirannya, secara kebetulan salah satu emitted behavior tersebut
(seperti cakaran kaki depan atau sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan
pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya.
Jelas sekali bahwa eksperimen skinner di atas mirip sekali dengan trial and error
learning yang ditemukan oleh Thorndike. Dalam hal ini, fenomena tingkah laku belajar
menurut Thorndike selalu melibatkan kepuasan, sedangkan menurut skinner fenomena
tersebut melibatkan penguatan.
Dalam teori Skinner dinyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan
penguatan negatif. Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan
pada anak setelah berhasil menyelesaikan tugas dan sikap guru yang bergembira pada saat
anak menjawab pertanyaan.
Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah
adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment).Penguatan dan Hukuman.
Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa
suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang
menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Menurut Skinner penguatan berarti memperkuat, penguatan dibagi menjadi dua bagian
yaitu :
13
a. Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons
meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-
bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku
(senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan
jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
b. Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons
meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak
menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi
penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang
(menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Skinner membedakan adanya 2 macam respons, yaitu :
a. Respondent respons; respons yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu.
Contohnya : keluar air liur setelah setelah melihat makanan tertentu .
b. Operant respons yaitu respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut reinforcer,
karena perangsang itu memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi
yang demikian itu mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatu tingkah laku
tertentu yang telah dilakukan. Seorang anak yang belajar (telah melakukan perbuatan)
lalu mendapat hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar (responnya menjadi
lebih kuat).
Di dalam kenyataan, respon jenis pertama (respondent response) sangat terbatas adanya
pada manusia. Sebaliknya operant response merupakan bagian terbesar dari tingkah laku
manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tak terbatas. Oleh karena itu,
skinner lebih memfokuskan pada respons atau jenis tingkah laku yang kedua ini.
Skiner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas
pencapaian tujuan) harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik
lagi, atau minimalnya perbuatan baik itu dipertahankan.
Skinner menyebutkan praktek khas menempatkan binatang percobaan dalam
“kontigensi terminal”. Maksudnya, binatang itu harus berusaha penuh resiko, berhasil atau
gagal, dalam mencari jalan lepas dari kurungan atau makanan. Bukannya demikian itu
14
prosedur yang mengena ialah membentuk tingkah-laku binatang itu melalui urutan
Sitimulus-respon-penguatan yang diatur secara seksama.
Skinner menggambarkan praktek “tugas dan ujian” sebagai suatu contoh
menempatkan pelajar yang manusia itu dalam kontigensi terminal juga. Skinner
menyarankan penerapan cara pemberian penguatan komponen tingkah laku seperti
menunjukkan perhatian pada stimulus dan melakukan studi yang cocok terhadap tingkah
laku. Hukuman harus dihindari karena adanya hasil sampingan yang bersifat emosional
dan tidak menjamin timbulnya tingkah laku positif yang diinginkan. Analisa yang
dilakukan Skinner tersebut diatas meneliti peran penguat berkondisi dan alami, penguat
positif dan negative, dan penguat umum.
Dengan demikian beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:
a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar
diberi penguat.
b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu
diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforce
g. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Disamping itu pula dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan
selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
15
Langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori kondisioning operan menurut
Skinner adalah :
1. Mempelajari keadaan kelas berkaitan dengan perilaku siswa
2. Membuat daftar penguat positif
3. Memilih dan memnentukan urutan tingkah laku yang dipelajari serta jenis
penguatnya
4. Membuat program pembelajaran berisi urutan perilaku yang dikehendaki,
penguatan, waktu mempelajari perilaku dan evaluasi.
Teori Skinner sangat berpengaruh terhadap pendidikan, khususnya dalam lapangan
metodologi dan teknologi pembelajaran. Program-program inovatif dalam bidang
pengajaran sebagian besar disusun berdasarkan teori Skinner.
Dewasa ini teori skinner sangat besar pengaruhnya, terutama di Amerika Serikat dan
negara-negara pengaruhnya. Di dalam dunia pendidikan, khususnya dalam lapangan
metodologi dan teknologi pengajaran, pengaruh ini sangat besar. Program-program
inovatif dalam bidang pengajaran sebagian besar disusun berdasar atas teori Skinner
tersebut.
II.1.4. Implementasinya dalam Pembelajaran matematika
Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
b. Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan
jika benar diperkuat.
c. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan
sistem modul.
d. Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostik.
e. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
f. Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
g. Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari
pelanggaran agar tidak menghukum.
16
h. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
i. Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
j. Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai
tujuan.
k. Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan pembentukan (shaping).
l. Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
m. Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
n. Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut
waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik
atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda.
2.1.5. Teori Ausubel
I. Profil
David Paul Ausubel ( 1918 – 2008 ) merupakan seorang ahli Psikologi
Pendidikan, Sains kognitif, dan juga pembelajaran pendidikan sains. Lahir pada 25
Oktober 1918 dan dibesarkan di Brooklyn, New York Amerika Serikat . Beliau mendapat
Pendidikan di Universitas Pennsylvania dan mendapat ijazah kehormatan pada tahun
1939 dalam bidang Psikologi kemudian Ausubel menamatkan pelajaranya di sekolah
kesehatan di Universitas Middlesex dan ikut dalam bagian kemiliteran Amerika serikat
dalam hal ini dibagian kesehatan umum dan mampu memperoleh gelar M. A. dan P.Hd. di
jurusan Pengembangan Psikologi dari Universitas Columbia dan melanjutkan gelar
profesornya dalam beberapa Universitas lain.
Ditahun 1973 dia berhenti dari dunia akademisi dan melanjutkan hidupnya untuk
mengabdikan diri dalam bidang praktik pskiatris, semasa dia menjalani praktik psikiatris
dia berhasil menerbitakn beberapa buku dan juga artikel di jurnal tentang praktik psikiatris
dan juga psikologi. Di tahun 1976 dia menerima Penghargaan Thorndike dari Asosiasi
Psikologi Amerika untuk “ Penghargaan terhormat Psikologi untuk Pendidikan”.
Ditahun 1994 dia meninggalkan dunia kehidupan seorang Psikolog Professional
dan memfokuskan dirinya untuk menulis hingga di akhir hayatnya dia meninggalkan
seorang istri bernama Pearl dan 2 orang anak bernama Fred dan Laura Ausabel.
II. Teori Pembelajaran Ausubel
17
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Teori pembelajaran
Ausubel merupakan salah satu teori pembelajaran yang menjadi dasar dalam
pembelajaran koperatif. Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari kanak-kanak
mestilah bermakna (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses
mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur
kognitif seseorang.
Pembelajaran bermakna juga adalah satu proses pembelajaran yang mana
informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang
kanak-kanak yang sedang melalui proses pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi
apabila seorang kanak-kanak dapat mengaitkan fenomena baru ke dalam struktur
pengetahuan mereka. Ini berarti bahan subjek itu mestilah sesuai dan relevan dengan
struktur kognitif yang dimilikinya.
Selanjutnya Ausubel mengatakan bahwa ada dua jenis pembelajaran, ialah
pembelajaran bermakna (meaningful learning) dan pembelajaran menghafal (rote
learning). Bahan pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna. Pembelajaran
menghafal adalah tidak bermakna kerana kanak-kanak memperoleh pengetahuan baru
tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan sedia ada dalam struktur kognitif mereka.
Seseorang kanak-kanak seharusnya belajar dengan menoganisasikan fenomena,
pengalaman dan fakta-fakta baru ke dalam skemata yang telah dipelajari.
Ausubel juga mendakwa bahawa faktor paling penting yang mempengaruhi
pembelajaran adalah apa yang kanak-kanak telah mengetahui. Oleh itu, mengenal
pasti pengetahuan sedia ada kanak-kanak adalah satu tugas yang penting sebelum guru
memulakan sesuatu pengajaran.
a. Pembelajaran Verbal dengan Penyusunan Awal
Penyusunan Awal (Advance Organizers) telah diperkenalkan oleh Ausubel
untuk menyesuaikan skema kanak-kanak dengan bahan pembelajaran, supaya
pembelajaran optima berlaku. Salah satu strategi untuk memastikan wujudnya
kesesuaian tersebut ialah memulakan pembelajaran berpandukan kepada
“penyusunan awal”. Ia merupakan struktur yang menerangkan hubungan antara
konsep-konsep yang hendak disampaikan pada hari tersebut.
18
Fungsi penyusunan awal ialah untuk menjelaskan kepada kanak-kanak
tentang perkara-perkara yang perlu difahami bagi sesuatu tajuk pelajaran.
Penyusunan awal juga boleh menghubungkan konsep baru dengan konsep yang
telah dipelajari. Jadi terdapat tiga tujuan penggunaan penyusunan awal, yaitu
memberi gambaran tentang apa yang penting dalam pelajaran, menjelaskan
hubungan antara konsep yang akan dihuraikan dan menggerakkan minda pelajar
untuk ingat semula konsep berkaitan yang telah dipelajari. Ausubel mementingkan
penyusunan konsep dalam satu bentuk pengetahuan yang disusun secara hirarki
iaitu dari konsep yang umum ke spesifik. Konsep tersebut adalah tersusun dan
dikaitkan secara bermakna. Ide yang umum dalam subjek itu sepatutnya
dipersembahkan dahulu dan dijelaskan secara terperinci dari segi butirannya.
Ausubel juga mengemukakan pembelajaran verbal (lisan) bermakna (meaningful
verbal learning), termasuk pentingnya maklumat lisan, idea dan hubungan antara
idea yang dikenali sebagai Konsep Penyusunan Awal.
Bagaimanapun, hafalan (rote memorization) tidak dianggap sebagai pembelajaran
bermakna.
b. Pembelajaran Ekspositori/ Deduktif
David Ausubel mengemukakan teori pembelajaran yang menyatakan
bahwa manusia memperoleh ilmu kebanyakannya dalam bentuk pembelajaran
resepsi dan bukan pembelajaran penemuan. Model pembelajaran ini kadang-
kadang dikenali sebagai Model Pembelajaran Ekspositori atau deduktif.
Teori pembelajaran ekspositori yang dikemukakan oleh Ausubel
menekankan penerangan bahan pembelajaran oleh guru dalam bentuk fakta yang
tersusun dan dijelaskan mengikut urutan serta dengan fakta yang lengkap.
Ausubel menegaskan pembelajaran sepatutnya berkembang dalam bentuk
deduktif daripada umum kepada spesifik atau daripada prinsip kepada contoh.
Tugas guru ialah menyusun konsep dan prinsip untuk dipersembahkan kepada
pelajar.
19
2.1.6 Implementasi Teori Ausubel untuk Mengajar
Teori pembelajaran dan pengajaran Ausubel boleh digunakan dalam pengajaran
sains sekolah rendah dengan memberikan perhatian kepada dua perkara
berikut:
• Ausubel mencadangkan supaya guru menggunakan pembelajaran deduktif
atau pengajaran ekspositori karena guru dapat menyampaikan maklumat
yang lengkap dalam susunan yang teratur supaya kanak-kanak dapat
memahami keseluruhan konsep.
• Menggunakan penyusunan awal dalam pengajaran untuk menggalakkan
kanak-kanak mengingati semula konsep yang telah dipelajari dan
mengaitkannya dengan konsep baru yang akan dipelajari serta mengingatkan
mereka tentang perkara-perkara penting dalam sesuatu tajuk pelajaran.
2.1.7 Teori Gagne
I. Profil
Robert Mills Gagne (21 Agustus 1916 – 28 April 2002), Gagne lahir diAndover
Utara, Massachusetts.25 Ia mendapatkan gelar A.B dari Universitas Yalepada tahun 1937
dan gelar Ph.D dari Universitas Brown pada tahun 1940. Diaadalah seorang Professor
dalam bidang psikologi dan psikologi pendidikan diConnecticut College khusus wanita
(1940-1949), Universitas Negara bagianPensylvania (1945-1946), Professor di
Departemen penelitian pendidikan diUniversitas Negara bagian Florida di Tallahasse mulai
tahun 1969. Gagne jugamenjabat sebagai direktur riset untuk angkatan udara (1949-1958)
di Lackland,Texas dan Lowry, Colorado. Ia pernah bekerja sebagai konsultan dari
departemenpertahanan (1958-1961) dan untuk dinas pendidikan Amerika Serikat (1964-
1966), selain itu ia juga bekerja sebagai direktur riset pada Institut penelitianAmerika di
Pittsburgh (1962-1965).Hasil kerja Gagne memiliki pengaruh besar pada pendidikan
Amerika danpada pelatihan militer dan industri. Gagne dan L. J. Briggs ada diantara
pengembangan awal dari teori desain sistem instruksional yang menunjukkanbahwa semua
20
komponen dari pelajaran atau periode instruksi dapat dianalisis dan semua komponen yang
dapat dirancang untuk beroperasi bersama-sama sebagai suatu rencana untuk pengajaran.
II. Teori Gagne
Teori Pembelajaran Gagne memperkenalkan 5 jenis atau peringkat pembelajaran.
Setiap jenis atau peringkat pembelajaran itu memerlukan arahan yang berlainan. Faktor
luaran dan dalaman adalah berbeda mengikut setiap peringkat /jenis pembelajaran.
Keberkesanan utama pembelajaran pada peringkat ini adalah untuk mengenal pasti
keperluan dan pengisian bagi melengkapkan pembelajaran peringkat tersebut.
Menurut gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar
berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan :
1. Stimulasi yang berasal dari lingkungan
2. Proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar
Dengan demikian dapat ditegaskan, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang
mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi dan menjadi
kapabilitas baru.
Gagne (1970) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam
kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya
disebabkan oleh proses pertumbuhan saja.belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus
bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya
(performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi ituke waktu setelah ia
mengalami situasi tadi. Gagne berkeyakinan, bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dalam
diri dan faktor luar diri dimana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen dalam
proses belajar menurut Gagne (1970) dapat digambarkan sebagai Stimulus (S)-----Respon).
S yaitu situasi yang memberi stimulus, sedangkan R adalah respons atau stimulus itu, dan
garis diantaranya adalah hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri
seseorang yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem alat syaraf dimana
tejadi transformasi perangsang yang diterima melalui alat dria. Stimulus itu merupakan
input yang berada diluar individu, sedangkan respons adalah outputnya, yang juga berada
diluar individu sebagai hasil belajar yang dapat diamati (Nasution, 2000:136).
Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni kondisi eksternal
yaitu stimulus dari lingkungan dalam acara belajar. Kondisi internal yang menggambarkan
21
keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan
informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif.
Kondisi internal belajar iniberinterkasi dengan kondisi eksternal belajar, dari interaksi
tersebut tampaklah hasil belajar.
Menurut Gagne ada tiga tahap dalam belajar yaitu (1) persiapan untuk belajar
dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan, dan mendapatkan
kembali informasi; (2) pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi) digunakan untuk
persepsi selektif sandi semantik, pembangkitan kembali, respon, dan penguatan; dan (3)
alih belajar yaitu pengisyaratan untuk membangkitkan dan memberlakukan secara umum
(Dimyati dan Mujiono, 1999:12).
Tabel: 1.1
Hubungan antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran
Permberian Aspek
Belajar
Fase Belajar Acara Pembelajaran
Persiapan untuk belajar 1. Mengarahkan perhatian
2. Ekspentansi
3. Retrival (informasi dan
keterampilan yang
relevan untuk memori
kerja)
Menarik perhatian siswa dengan
kejadian yang tidak seperti
biasanya, pertanyaan atau
perubahan stimulus.
Memberitahu siswa mengenai
tujuan belajar
Merangsang siswa agar
mengingat kembali hasil belajar
(apa yang telah dipelajari)
sebelumnya.
Pemerolehan dan unjuk
perbuatan
4. Persepsi selektifatas sifat
stimulus
5. Sandi simantik
6. Retrival dan respons
Menyiapkan stimulus yang jelas
sifatnya
Memberikan bimbingan belajar
Memunculkan perbuatan siswa
22
7. Penguatan Memberikan balikan informatif
Retrival dan alih belajar 8. Pengisyaratan
9. Pemberlakuan secara
umum
Menilai perbuatan siswa
Meningkatkan retensi dan alih
belajar
Peran aspek belajar adalah hal-hal yang erat kaitannya dengan belajar mempunyai
hubungan dengan fase belajar dalam implementasinya dilakukan dalam acara
pembelajaran.
Gagne mengemukakan 8 tipe belajar yang membentuk suatu hierarki dari paling
sederhana sampai paling kompleks yakni :
1) Belajar tanda-tanda atau isyarat (Signal Learning)
2) Belajar hubungan stimulus-respons dimana respons bersifat spesifik, tidak umum dan
kabur.
3) Belajar menguasai rantai atau rangkaian hal .
4) Belajar hubungan verbal atau asosiasi verbal
5) Belajar membedakan berbagai gejala-gejala.
6) Belajar konsep-konsep yaitu corak belajar yang dilakukan dengan menentukan ciri-ciri
yang khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pula pada berbagai objek.
7) Belajar aturan atau hukum-hukum
8) Belajar memecahkan masalah.
Asas-asas Robert gagne merupakan hasil dari pencariannya akan faktor-faktor yang
berpengaruh pada hakikat belajar yang kompleks yang terjadi pada diri seseorang. Risetnya
dimulai pada tahun 1960-an, ketika timbul rasa kekecewaan atas “teori belajar yang besar”.
Penelitiannya dilakukan terhadap masalah pelatihan di kalangan militer
menunjukkan bahwa penguatan, penyebaran hal berlatih, dan pembiasaan untuk mengenal
respons ternyata tidak memadai untuk merancang keperluan pengajaran. Penyelidikan-
penyelidikan ini merupakan awal dari karya penelitian Gagne dalam landasan psikologis
dari pembelajaran yang efektif.
23
Adapun analisa yang dilakukan Gagne dimulai dengan konsep tentang hirarki
belajar, yaitu, keterampilan-keterampilan tertentu yang diperlukan bagi belajar
keterampilan-keterampilan yang rumit. Kemudian ia menemukan lima golongan belajar
yang khas dan yang menguraikan baik peristiwa lingkungan maupun tahap-tahap pengolah
informasi yang diperlukan bagi setiap golongan belajar.
Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne (Dahar, 1991:143-145)
menyarankan adanya kejadian-kejadian instruksi yang ditujukan pada guru dalam
menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa.
Kejadian-kejadian instruksi itu adalah:
1. Mengaktifkan Motivasi
Langkah pertama dalam pembelajaran adalah memotivasi para siswa untuk belajar. Kerap
kali ini dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka dalam isi pelajaran, dan
mengemukakan kegunaannya.
2. Memberitahu Tujuan-tujuan Belajar
Kejadian instruksi kedua ini sangat erat kaitannya dengan kejadian instruksi
pertama.Sebagian dari mengaktifkan motivasi para siswa ialah dengan memberitahu
mereka tentang mengapa mereka belajar, apa yang mereka pelajari, dan apa yang akan
mereka pelajari.Memberi tahu tujuan belajar juga menolong memusatkan perhatian para
siswa terhadap aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran.
3. Mengarahkan Perhatian
Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian. Bentuk perhatian pertama berfungsi untuk
membuat siswa siap menerima stimulus-stimulus. Bentuk kedua dari perhatian disebut
persepsi selektif. Dengan cara ini siswa memperoleh informasi yang mana yang akan
diteruskan ke memori jangka pendek, cara ini dapat ditolong dengan cara mengeraskan
suara pada suatu kata atau menggaris bawah suatu kata atau beberapa kata dalam satu
24
kalimat.
4. Merangsang Ingatan
Menurut Gagne bagian yang paling kritis dalam proses belajar adalah pemberian kode pada
informasi yang berasal dari memori jangka pendek yang disimpan dalam memori jangka
panjang. Guru dapat berusaha untuk menolong siswa-siswa dalam mengingat atau
mengeluarkan pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka panjang itu.Cara
menolong ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaanpada siswa, yang
merupakan suatu cara pengulangan.
5. Menyediakan Bimbingan Belajar
Untuk memperlancar masuknya infomasi ke memori jangka panjang, diperlukan
bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk mempelajari informasi
verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara mengkaitkan informasi baru itu dengan
pengalaman siswa.
6. Meningkatkan Retensi
Retensi atau bertahannya materi yang di pelajari (jadi tidak terlupakan) dapat diusahakan
oleh guru dan siswa itu sendiri dengan cara sering mengulangi pelajaran itu. Cara lain
adalah dengan memberi banyak contoh, menggunakan tabel-tabel, menggunakan diagram-
diagram dan gambar-gambar.
7. Melancarkan Transfer Belajar
Tujuan transfer belajar adalah menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi baru.
Untuk dapat melaksanakan ini para siswa tentu diharapkan telah menguasai fakta-fakta,
konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan.
8. Mengeluarkan Penampilan dan Memberikan Umpan Balik
Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara, agar guru dan siswa itu sendiri
mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu sebaiknya guru tidak menunggu
25
hingga seluruh pelajaran selesai. Sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin
pada siswa untuk memperlihatkan hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik,
sehingga pelajaran selanjutnya berjalan dengan lancar. Cara-cara yang dilakukan adalah
pemberian tes atau mengamati perilaku siswa umpan balik bila bersifat positif menjadi
pertanda bagi siswa bahwa ia telah mencapai tujuan belajar.
Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar menurut Gagne
disebut keterampilan-keterampilan. Hasil-hasil belajar dapat berupa keterampilan-
keterampilan intelektual yang memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan
melalui penggunaan simbol-simbol atau gagasan gagasan, strategi-strategi kognitif yang
merupakan proses-proses kontrol dan dikelompokkan sesuai fungsinya.
Kegiatan belajar memecahkan masalah ini biasanya meliputi 5 langkah yaitu :
1) Mengidentifikasi masalah
2) Merumuskan dan membatasi masalah
3) Menyusun pertanyaan-pertanyaan
4) Mengumpulkan data
5) Analisis dari sejumlah permasalahan belajar tersebut sehingga dapat merumuskan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penting mengenai belajar serta penarikan
kesimpulan.
Kemampuan dan ketekunan guru dalam memecahkan masalah belajar siswanya dengan
menggunakan langkah-langkah tersebut, amat penting sebagai upaya yang dapat
membantu memecahkan masalah belajar peserta didiknya. Pemecahan masalah belajar
berimplikasi pada keberhasilan belajar yang terukur dan juga mutu belajar ditandai
dengan mutu lulusan yang kompetitif. Uraian di atas memberi penegasan bahwa
belajar menurut Gagne adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat
stimulasi lingkungan melewati pengelolaan informasi, dan menjadi kapabilitas baru.
Interaksi belajarnya melalui stimulus melalui kondisi eksternal dari pendidik yang
dapat direspons kondisi internal dan proses kognitif siswa.
 Kondisi Belajar Robert Gagne
1. Asas Belajar
26
Menurut Gagne (1974,1977a), kunci bagi pengembangan teori belajar yang
bersifat menyeluruh ialah mengenali faktor-faktor yang memperjelas sifat yang
rumit belajarnya seseorang. Gagne memulai proses belajar dengan melakukan
kupasan atas berbagai performasi dan keterampilan yang dilakukan orang dan
kemudian memberikan penjelasan atas adanya keragaman ini.
2. Asumsi Dasar
Asumsi yang dipakai sebagai dasar bagi usaha Gagne berasal dari hakikat
belajarnya orang, dan ciri-ciri khusus dari proses belajar yaitu:
Hakikat Belajar Orang. Unsur yang merupakan factor dalam konsepsi belajar
menurut Gagne yaitu hubungan antara belajar dan perkembangan keanekaan belajar
yang ada pada diri seseorang.
Belajar dan Perkembangan Manusia. Menurut model pertumbuhan kesiapan, pola
pertumbuhan tertentu harus terjadi sebelum belajar ada manfaatnya. Dan menurut
model Piaget memberikan perkembangan intelek sebagai internalisasi dari bentuk
berfikir logis yang berkembang kea rah yang makin lama makin rumit. Sedangkan
model yang dijelaskan Gagne memberikan peranan utama pada belajar. Menurut
pandangannya, belajar itu merupakan faktor yang luas yang dibentuk oleh
pertumbuhan, perkembangan dari tingkah laku itu merupakan hasil dari efek
komulatif dari belajar.
Model Belajar Komulatif. Belajar komulatif artinya banyak keterampilan yang
telah dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang bahkan
lebih rumit.
Keanekaan Belajar Orang. Menurut pandangan Gagne, teori-teori belajar yang ada
sebelumnya itu hanya memberikan gambaran terbatas mengenai hakikat ikhwal
belajar pada manusia.
Batasan Belajar. Kapasitas orang untuk belajar memungkinkan diperolehnya
berbagai pola tingkah laku yang hampir-hampir tidak ada batasnya.
27
3. Komponen Belajar
Kupasan Gagne atas belajar yang terjadi pada manusia menemukan adanya
lima golongan atau ragam belajar. Kelimanya ialah informasi verbal, keterampilan
intelek, keterampilan motorik, dan siasat kognitif. Ragam belajar ini
menggambarkan kapabilitas dan untuk perbuatan (performansi) yang berlainan.
 Penerapan Pendidikan
Konsep hirarki belajar dan penggunaan analisa tugas itu telah menjadi
bagian padu dari rancangan kurikulum untuk pengembangan belajar di sekolah
melalui berbagai mata ajaran sekolah.
Berbagai teknik penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki keterampilan-
keterampilan hirarki. Dijalankannya penelitian ini telah menunjukkan bahwa
keterampilan intelek yang diketahui secara tepat dapat membantu penguasaan
belajar keterampilan yang lebih kompleks sifatnya.
 Soal-soal Pembelajaran di Kelas
Ancangan yang digunakan Robert Gagne untuk mengupas belajar itu
dijalankan dari sudut keperluan pembelajaran. Sebagai hasilnya, karyanya itu
menunjukkan adanya isu-isu penting bekenaan dengan pembelajaran yang terjadi
dikelas, diantaranya:
Ciri-ciri Siswa. Perbedaan perseorangan, kesiapan, dan motivasi merupakan isu
yang berlaku baik untuk penggunaan ancangan sistem bagi merancang
pembelajaran untuk guru kelas. Gagne dan Briggs membahas isu ini sehubungan
dengan maksud rancangan pembelajaran dan penyampaian pembelajaran.
Pembedaan Perseorangan. Keefektivan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa
keadaan perbedaan perseorangan yang ada di antara para siswa. Termasuk disini
28
ialah perbedaan dalam siasat kognitif dan kecepatan belajar. Akan tetapi, yang
khususnya penting artinya ialah perbedaan dalam kapabilitas masukan para siswa.
Metode untuk mengimbangi adanya perbedaan perseorangan dalam penyampaian
pembelajaran di antaranya ialah pengajaran dengan kelompok kecil, tutorial, belajar
mandiri, dan sistem pembelajaran individualisasi.
Kesiapan. Bagi Gagne kesiapan perkembangan dipandang sebagai kapabilitas yang
relevan dari seseorang. Kesiapn itu bukanlah soal kematangan yang di mana harus
terjadi pertumbuhan tertentu sebelum dapat berlangsung belajar sesuatu. Demikian
pun kesiapan bukannya soal internalisasi bentuk-bentuk fikiran logis yang terjadi
secara berangsur-angsur sebagaimana disarankan Piaget. Gagne menyatakan bahwa
kedua model ini memberikan peranan kedua terhadap pengaruh belajar dalam
perkembangan manusia. Akan tetapi, karena belajar itu sifatnya komulatif, kesiapan
untuk belajar yang baru itu mengacu ke tersedianya kapabilitas prasyarat yang
sensual.
Motivasi. Pekerjaan merancang pembelajaran agar efektif meliputi langkah
mengenali motif siswa dan menyalurkannya kea rah kegiatan yang produktif
sehingga akhirnya tujuan pendidikan tercapai. Meskipun sering diperlakukan
sebagai ciri yang tunggal sifatnya, motivasi itu ada dua jenis, yang umum dan yang
khusus.
2.1.8. Implementasi Teori Gagne Terhadap Pembelajaran Matematika
Dalam pembelajaran menurut Gagne peranan guru lebih banyak membimbing
peserta didik, guru dominan sekali peranannya dalam membimbing peserta didik.
Di dalam mengajar memberikan serentetan kegiatan dengan urutan sebagai berikut:
• Membangkitkan dan memelihara perhatian
• Merangsang siswa untuk mengingat kembali konsep, aturan dan
keterampilan yang relevan sebagai prasyarat
29
• Menyajikan situasi atau pelajaran baru
• Memberikan bimbingan belajar
• Memberikan feedback atau balikan
• Menilai hasil belajar
• Mengupayakan transfer belajar
• Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk
menerapkan apa yang telah dipelajari.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
30
• Teori Thorndike ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses
pembentukkan hubungan antara stimulus dan respon. Salah satu penerapan yang
sebaiknya dilakukan dalam pembelajaran matematika adalah sebelum memulai
proses belajar mengajar, pendidik harus memastikan siswanya siap mengikuti
pembelajaran tersebut. Jadi, setidaknya ada aktivitas yang dapat menarik perhatian
siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
• Dalam teori Skinner dinyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan
penguatan negatif.
• Teori pembelajaran Ausubel merupakan satu teori pembelajaran yang menjadi
dasar dalam pembelajaran koperatif. Menurut Ausubel bahan subjek yang
dipelajari kanak-kanak mestilah bermakna (meaningfull). Salah satu penerapanya
adalah sebaiknya dalam proses pembelajaran adalah seorang pengajar mampu
memberikan gambaran sebelum memulai materi agar dapat dijangkau oleh
pengetahuan para peserta didik.
• Menurut gagne, Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Setelah belajar orang
memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Dengan demikian belajar
adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan,
melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.
3.2. Saran
Setelah kita membandingkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan semuanya
masih memiliki kekurangan. Tetapi, pilihlah penerapan teori yang baik dan
tinggalkan yang buruk (negatif). Untuk menjadi seorang pendidik, jangan lupakan
untuk mengamati perilaku siswa apabila ada umpan balik yang bersifat positif
menjadi pertanda bagi siswa bahwa ia telah mencapai keberhasilannya dalam
belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Gredler, M. E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
31
Purwanto, M,Ngalim. 1998. Psikologi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Witherington, H.C. 1983. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru.
Hergenhann,B.R, Olson dan Matthew H. 2008. Theories Of Learnings. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Syah Muhibbin, M.Ed. 1997. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya.
Dr. H. Sagala Syaiful, M.Pd. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
www.davidausubel.org
32

More Related Content

What's hot

Teori belajar-behavioristik
Teori belajar-behavioristikTeori belajar-behavioristik
Teori belajar-behavioristikVirlinda Siska
 
Macam macam teori belajar
Macam macam teori belajarMacam macam teori belajar
Macam macam teori belajarDei Al-faroby
 
Teori belajar behaviorisme kemudian kognitivisme, dan terakhir konstrutivisme.
Teori belajar  behaviorisme kemudian kognitivisme, dan terakhir konstrutivisme.Teori belajar  behaviorisme kemudian kognitivisme, dan terakhir konstrutivisme.
Teori belajar behaviorisme kemudian kognitivisme, dan terakhir konstrutivisme.Nurulbanjar1996
 
Psikologi pendidikan
Psikologi pendidikanPsikologi pendidikan
Psikologi pendidikanhoza imah
 
Teori Belajar dan Pembelajaran PAUD
Teori Belajar dan Pembelajaran PAUDTeori Belajar dan Pembelajaran PAUD
Teori Belajar dan Pembelajaran PAUDfachrul rozie
 
Teori Behaviorisme
Teori BehaviorismeTeori Behaviorisme
Teori BehaviorismeLor Lagi
 
Teori belajar behavioristik
Teori belajar behavioristikTeori belajar behavioristik
Teori belajar behavioristikSefri Doni
 
Teori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran
Teori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaranTeori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran
Teori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaranharjunode
 
Psikologi belajar thorndike
Psikologi belajar thorndikePsikologi belajar thorndike
Psikologi belajar thorndikeHilmawanAan
 
Jurnal PSikologi pendidikan
Jurnal PSikologi pendidikanJurnal PSikologi pendidikan
Jurnal PSikologi pendidikanmppeutm
 
Psikologi Pendidikan
Psikologi PendidikanPsikologi Pendidikan
Psikologi Pendidikanfitriantianna
 
Teori belajar kognitif ( gestalt dan teori medan)
Teori belajar kognitif ( gestalt dan teori medan) Teori belajar kognitif ( gestalt dan teori medan)
Teori belajar kognitif ( gestalt dan teori medan) nftama77
 

What's hot (20)

Teori belajar-behavioristik
Teori belajar-behavioristikTeori belajar-behavioristik
Teori belajar-behavioristik
 
Teori pembelajaran
Teori pembelajaranTeori pembelajaran
Teori pembelajaran
 
Macam macam teori belajar
Macam macam teori belajarMacam macam teori belajar
Macam macam teori belajar
 
Teori belajar behaviorisme kemudian kognitivisme, dan terakhir konstrutivisme.
Teori belajar  behaviorisme kemudian kognitivisme, dan terakhir konstrutivisme.Teori belajar  behaviorisme kemudian kognitivisme, dan terakhir konstrutivisme.
Teori belajar behaviorisme kemudian kognitivisme, dan terakhir konstrutivisme.
 
Psikologi pendidikan
Psikologi pendidikanPsikologi pendidikan
Psikologi pendidikan
 
Kb2 teori kognitif
Kb2 teori kognitifKb2 teori kognitif
Kb2 teori kognitif
 
Teori
TeoriTeori
Teori
 
Teori Belajar dan Pembelajaran PAUD
Teori Belajar dan Pembelajaran PAUDTeori Belajar dan Pembelajaran PAUD
Teori Belajar dan Pembelajaran PAUD
 
Teori Behaviorisme
Teori BehaviorismeTeori Behaviorisme
Teori Behaviorisme
 
Teori belajar behavioristik
Teori belajar behavioristikTeori belajar behavioristik
Teori belajar behavioristik
 
Teori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran
Teori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaranTeori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran
Teori belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran
 
Rumpun Teori Belajar
Rumpun Teori BelajarRumpun Teori Belajar
Rumpun Teori Belajar
 
Teori behavioristik
Teori behavioristikTeori behavioristik
Teori behavioristik
 
Psikologi belajar thorndike
Psikologi belajar thorndikePsikologi belajar thorndike
Psikologi belajar thorndike
 
Jurnal PSikologi pendidikan
Jurnal PSikologi pendidikanJurnal PSikologi pendidikan
Jurnal PSikologi pendidikan
 
Makalah teori belajar behavioristik
Makalah teori belajar behavioristikMakalah teori belajar behavioristik
Makalah teori belajar behavioristik
 
Teori belajar
Teori belajarTeori belajar
Teori belajar
 
Psikologi Pendidikan
Psikologi PendidikanPsikologi Pendidikan
Psikologi Pendidikan
 
Teori belajar kognitif ( gestalt dan teori medan)
Teori belajar kognitif ( gestalt dan teori medan) Teori belajar kognitif ( gestalt dan teori medan)
Teori belajar kognitif ( gestalt dan teori medan)
 
Psikologi pendidikan
Psikologi pendidikanPsikologi pendidikan
Psikologi pendidikan
 

Similar to Psikologi Pembelajaran

Tori konneksionisme pp
Tori konneksionisme ppTori konneksionisme pp
Tori konneksionisme ppheri junior
 
Teori belajar-behavioristik
Teori belajar-behavioristikTeori belajar-behavioristik
Teori belajar-behavioristikzatiah
 
Materi Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran oleh Pak La Ode Supardi, M.Pd: Te...
Materi Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran oleh Pak La Ode Supardi, M.Pd: Te...Materi Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran oleh Pak La Ode Supardi, M.Pd: Te...
Materi Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran oleh Pak La Ode Supardi, M.Pd: Te...-Nining Syafitri
 
Teori Belajar Psikologi
Teori Belajar PsikologiTeori Belajar Psikologi
Teori Belajar Psikologighozalice
 
Teori Belajar Psikologi
Teori Belajar PsikologiTeori Belajar Psikologi
Teori Belajar Psikologighozalice
 
Abpd1303 adolescent psychology topik 2
Abpd1303   adolescent psychology  topik 2Abpd1303   adolescent psychology  topik 2
Abpd1303 adolescent psychology topik 2Umi Yea
 
Teori behavioristik mardiah
Teori behavioristik mardiahTeori behavioristik mardiah
Teori behavioristik mardiahDiah Japri
 
2 teori-asosiasi-thorndike
2 teori-asosiasi-thorndike2 teori-asosiasi-thorndike
2 teori-asosiasi-thorndikeAtika Zahra
 
Pandangan ahli teoris behavioris
Pandangan ahli teoris behaviorisPandangan ahli teoris behavioris
Pandangan ahli teoris behaviorisainaasri
 

Similar to Psikologi Pembelajaran (20)

Teori thorndike
Teori thorndikeTeori thorndike
Teori thorndike
 
Teori belajar
Teori belajarTeori belajar
Teori belajar
 
326766479 (1).pdf
326766479 (1).pdf326766479 (1).pdf
326766479 (1).pdf
 
Tori konneksionisme pp
Tori konneksionisme ppTori konneksionisme pp
Tori konneksionisme pp
 
Teori belajar-behavioristik
Teori belajar-behavioristikTeori belajar-behavioristik
Teori belajar-behavioristik
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Materi Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran oleh Pak La Ode Supardi, M.Pd: Te...
Materi Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran oleh Pak La Ode Supardi, M.Pd: Te...Materi Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran oleh Pak La Ode Supardi, M.Pd: Te...
Materi Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran oleh Pak La Ode Supardi, M.Pd: Te...
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Teori Belajar Psikologi
Teori Belajar PsikologiTeori Belajar Psikologi
Teori Belajar Psikologi
 
Teori Belajar Psikologi
Teori Belajar PsikologiTeori Belajar Psikologi
Teori Belajar Psikologi
 
Abpd1303 adolescent psychology topik 2
Abpd1303   adolescent psychology  topik 2Abpd1303   adolescent psychology  topik 2
Abpd1303 adolescent psychology topik 2
 
Teori behavioristik mardiah
Teori behavioristik mardiahTeori behavioristik mardiah
Teori behavioristik mardiah
 
2 teori-asosiasi-thorndike
2 teori-asosiasi-thorndike2 teori-asosiasi-thorndike
2 teori-asosiasi-thorndike
 
KB1.pdf
KB1.pdfKB1.pdf
KB1.pdf
 
Pertemuan 2
Pertemuan 2Pertemuan 2
Pertemuan 2
 
Learning 1
Learning 1Learning 1
Learning 1
 
Pandangan ahli teoris behavioris
Pandangan ahli teoris behaviorisPandangan ahli teoris behavioris
Pandangan ahli teoris behavioris
 
Ppt teori koneksionisme
Ppt teori koneksionismePpt teori koneksionisme
Ppt teori koneksionisme
 
Teori belajar.pdf
Teori belajar.pdfTeori belajar.pdf
Teori belajar.pdf
 

More from Rinisutopo

Menganalisis anak dyslexia
Menganalisis anak dyslexiaMenganalisis anak dyslexia
Menganalisis anak dyslexiaRinisutopo
 
Aplikasi Geometri Analitik Dalam Kehidupan Sehari-hari
Aplikasi Geometri Analitik Dalam Kehidupan Sehari-hariAplikasi Geometri Analitik Dalam Kehidupan Sehari-hari
Aplikasi Geometri Analitik Dalam Kehidupan Sehari-hariRinisutopo
 
Rini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika CRini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika CRinisutopo
 
Rini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika CRini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika CRinisutopo
 
Rini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika CRini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika CRinisutopo
 
Rini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika CRini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika CRinisutopo
 
Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Rinisutopo
 
Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Rinisutopo
 
Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Rinisutopo
 
Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Rinisutopo
 
Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Rinisutopo
 

More from Rinisutopo (20)

Menganalisis anak dyslexia
Menganalisis anak dyslexiaMenganalisis anak dyslexia
Menganalisis anak dyslexia
 
Aplikasi Geometri Analitik Dalam Kehidupan Sehari-hari
Aplikasi Geometri Analitik Dalam Kehidupan Sehari-hariAplikasi Geometri Analitik Dalam Kehidupan Sehari-hari
Aplikasi Geometri Analitik Dalam Kehidupan Sehari-hari
 
Nurul khilda
Nurul khildaNurul khilda
Nurul khilda
 
Rini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika CRini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika C
 
Rini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika CRini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika C
 
Rini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika CRini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika C
 
Rini 2
Rini 2Rini 2
Rini 2
 
Rini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika CRini Sri Rahayu. Matematika C
Rini Sri Rahayu. Matematika C
 
Rini 2
Rini 2Rini 2
Rini 2
 
Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6
 
Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6
 
Rini
RiniRini
Rini
 
Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6
 
Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6
 
Rini
RiniRini
Rini
 
Rini
RiniRini
Rini
 
Tugas uas
Tugas uasTugas uas
Tugas uas
 
Rini
RiniRini
Rini
 
Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6Makalah kelompok 6
Makalah kelompok 6
 
Rini
RiniRini
Rini
 

Psikologi Pembelajaran

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu-satunya sebab yang menjadi dasar bagi hidupnya suatu lapangan atau suatu cabang ilmu pengetahuan ialah, bahwa lapangan atau cabang ilmu pengetahuan tadi merasa harus menunaikan suatu fungsi yang cukup penting. Jadi hendaknya setiap mahsiswa yang mempelajari psikologi pendidikan mengetahui tugas yang harus dilaksanakan oleh psikologi pendidikan itu dan kemudian menguasai pola pengetahuan serta teknik – teknik yang penting dalam lapangan psikologi pendidkan. Sudah jelas agaknya, bahwa setiap orang dewasa yang normal dalam batas tertentu dapat dikatakan pasti melakukan pekerjaan mengajar dan hal ini terutama berlaku untuk setiap orang tua, mau tidak mau setiap orang tua pasti harus melakukan pekerjaan mengajar. Jadi setiap orang tua dan orang dewasa yang normal tentu akan dapat memetik faedah dari pelajaran psikologi pendidikan Setiap orang yang memengku jabatan keguruan paling sedikit harus menganggap satu aspek dari psikologi pendidikan sebagai suatu pengetahuan yang harus dikuasainya, artinya kalau ia ingin melakukan tugas keguruannya itu dengan sebaik – baiknya. 1.2 Rumusan Masalah  Siapakah tokoh-tokoh pencetus psikologi Pembelajaran matematika ?  Bagaimana bunyi teorinya ?  Bagaimana implementasinya dalam pembelajaran matematika / 1.3 Tujuan • Mengenal tokoh-tokoh pencetus psikologi pembelajaran • Mengetahui teori-teorinya • Mampu mengetahui dan mengimplementasikan teori psikologi pembelajaran tersebut. 1
  • 2. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Psikologi Pembelajaran Matematika Teori belajar disebut juga dengan psikologi belajar yaitu teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) siswa. Di dalamnya terdiri atas dua hal, yaitu: pertama, uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual anak, dan yang kedua adalah uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu. Teori belajar perlu kiranya untuk diketahui dan dipahami untuk kemudian menjadi dasar dalam melaksanakan proses pembelajaran. Para tokoh-tokoh terkemuka telah mengemukakan beberapa teori belajar yang mendasari pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Dengan menguasai psikologi pembelajaran, seorang guru dapat mengetahui kemampuan yang telah dimiliki peserta didik, bagai mana proses berpikirnya, dan mampu menciptakan proses pembelajaran sesuai dengan kondisi dan tujuan yang diharapkan. Di bawah ini akan dibahas 4 teori tentang tokoh-tokoh dalam psikologi pembelajaran matematika, yaitu : 2.1.1 Teori Throndike I. Profil Throndike lahir pada tahun 1874 di Williamsburg, Massachusert dengan nama lengkap Edward L. Thorndike, putra kedua dari seorang pendeta methodis. Pendidikan beliau di Wesleyan University dan lanjut ke Harvard University. Throndike meninggal pada umur 78 tahun atau tepatnya pada tahun 1949. Produktivitas ilmiah Throndike hampir sulit dipercaya. Pada saat dia meninggal tahun 1949 bibliografi.a mencakup 507 buku, monograf, dan artikel jurnal. Throndike tampaknya ingin mengukur segala hal dan autobiografinya, dia melaporkan bahwa sampai usia 60 tahun dia menghabiskan sekitar 20 jam sehari untuk membaca dan mendalami 2
  • 3. buku dan jurnal ilmiah meskipun dia terutama lebih merupakan sosok periset ketimbang sarjana ilmuan. II. Teori Belajar Thorndike Throndike mungkin adalah ahli teori belajar terbesar sepanjang masa. Dia bukan hanya merintis karya besar dalam teori belajar tetapi juga dalam bidang psikologi pendidikan, perilaku verbal, psikologi komparatif, uji kecerdasan, problem nature nurture, transfer training, dan aplikasi pengukuran kuantitatif untuk problem sosiopsikologis. Salah satu risetnya dimulai dengan study telepati mental pada anak muda yang dijelaskan bagai deteksi bawah sadar anak terhadap gerakan kecil yang dilakukan oleh Experimenter dan riset yang selanjutnya menggunakan ayam, kucing, tikus ,anjing, ikan, kera, dan akhirnya manusia dewasa. Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya coba- coba secara membabi buta. Jika dalam usaha mencoba-coba itu secara kebetulan ada perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang kebetulan cocok itu kemudian “dipegangnya”. Karena latihan yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama makin efesien. Sebagai contoh kami kemukakan di sini percobaan Thorndike dengan seekor kucing yang dibuat lapar dimasukkan ke dalam kandang. Pada kandang itu dibuat lubang pintu yang tertutup yang dapat terbuka jika suatu pasak di pintu itu tersentuh. Di luar kandang diletakkan sepiring makanan (daging). Bagaimana reaksi kucing itu ? mula-mula kucing itu bergerak ke sana- ke mari mencoba-coba hendak ke luar melalui berbagai jeruji kandang itu. Lama kelamaan pada suatu ketika secara kebetulan tersentuhlah pasak lubang pintu oleh salah satu kakinya. Pintu kandang terbuka dan kucing itupun keluarlah menuju makanan. Percobaan diulang lagi. Tingkah laku kucing itupun pada mulanya sama seperti pada percobaan pertama. Hanya waktu yang diperlukan untuk bergerak kesana-kemari sampai dapat terbuka lubang pintu, menjadi makin singkat. Setelah diadakan percobaan 3
  • 4. berkali-kali, akhirnya kucing itu tidak perlu lagi kian kemari mencoba-coba, tetapi langsung menyentuh pasak pintu dan terus keluar mendapatkan makanan. Jadi, proses belajar menurut Thorndike melalui proses : a) Trial and error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan) dan b) Law of effect yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi ) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya. Sedangkan segala tingkah laku yang berakibat tidak menyenangkan akan dihilangkan atau dilupakannya. Tingkah laku ini terjadi secara otomatis. Otomatisme dalam belajar itu dapat dilatih dengan syarat-syarat tertentu, pada binatang juga pada manusia. Thorndike melihat bahwa organisme itu (juga manusia) sebagai mekanismus; hanya bergerak/bertindak jika ada perangsang yang mempengaruhi dirinya. Terjadinya otomatisme dalam belajar menurut Thorndike disebabkan adanya law of effect. Dalam kehidupan sehari-hari law of effect itu dapat terlihat dalam hal memberi penghargaan /ganjaran dan juga dalam hal memberi hukuman dalam pendidikan. Akan tetapi menurut Thorndike yang lebih memegang peranan dalam pendidikan ialah hal memberi penghargaan/ganjaran dan itulah yang lebih dianjurkan. Karena adanya law of effect terjadilah hubungan atau asosiasi antara tingkah laku/reaksi yang dapat mendatangkan sesuatu dengan hasilnya (effect). Karena adanya koneksi antara reaksi dengan hasilnya itu maka teori Thorndike disebut juga Connectionism. Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike disebut juga dengan koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukkan hubungan antara stimulus dan respon. Kelemahan teori ini adalah :  Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka disamakan dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia yang otomatis, 4
  • 5. tetapi tidak selalu bahwa tingkah laku manusia itu dapat dipengaruhi secara trial and error. Trial and error tidak berlaku mutlak bagi manusia.  Memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respons. Sehingga yang dipentingkan dalam belajar ialah memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan-latihan atau ulangan-ulangan yang terus-menerus.  Karena proses belajar berlangsung secara mekanistis, maka “pengertian” tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan “pengertian” sebagai unsur yang pokok dalam belajar. Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut: (1) Hukum kesiapan(Law of readiness) Hukum kesiapan adalah prinsip tambahan yang menggambarkan taraf fisiologis bagi law of effect.Hukum ini menunjukkan keadaan-keadaan dimana pelajar cenderung untuk mendapatkan kepuasan atau ketidakpuasaan, menerima atau menolak sesuatu. Menurut Thorndike ada tiga keadaan yang demikian itu, yaitu: 1. Jika suatu unit konduksi sudah siap untuk berkonduksi, maka konduksi dengan unit tersebut akan memberi kepuasan, dan tidak akan ada tindakan-tindakan lain untuk mengubah konduksi itu. 2. Unit konduksi yang sudah siap untuk berkonduksi apabila tidak berkonduksi akan menimbulkan ketidak-puasan, dan akan menimbulkan respon-respon yang lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidak-puasan, dan akan berakibat dilakukannya tindakan-tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidak- puasan itu. 3. Apabila unit konduksi yang tidak siap berkonduksi dipaksa untuk berkonduksi, maka konduksi itu akan menimbulkan ketidak-puasan, dan berakibat dilakukannya tindakan-tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidak-puasan itu. Jadi, apabila kecenderungan bertindak itu timbul karena penyesuain diri atau hubungan dengan sekitar, karena sikap dan sebagainya, maka memenuhi kecendrungan itu di dalam tindakan akan memberikan kepuasan, dan dan tidak memenuhi kecendrungan tersebut akan menimbulkan ketidak-puasan. Jadi sebenarnya readiness itu adalah persiapan untuk bertindak, ready to act. 5
  • 6. Seorang anak yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak dan kemudian melakukan kegiatan, sedangkan tindakannya itu mengakibatkan ketidakpuasan bagi dirinya, akan selalu menghindarkan dirinya dari tindakan-tindakan yang melahirkan ketidakpuasan itu. Seorang anak yang tidak mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu, sedangkan orang tersebut ternyata melakukan tindakan, maka apa yang dilakukannya itu akan menimbulkan rasa tidak puas bagi dirinya. Dia akan melakukan tindakan lain untuk menghilangkan ketidakpuasan tersebut. Dari ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa seorang anak akan lebih berhasil belajarnya, jika ia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar. (2) Hukum latihan (law of exercise) Hukum ini mengandung dua hal yaitu: 1. Law of use: hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan atau penggunaan dihentikan. 2. Law of disuse: hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan atau penggunaan dihentikan. Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan yang telah terbentuk akibat terjadinya asosiasi antara stimulus dan respondilatih (digunakan), maka ikatan tersebut akan semakin kuat. Jadi, hukum ini menunjukkan prinsip utama belajar adalah pengulangan. Semakin sering suatu materi pelajaran diulangi maka materi pelajaran tersebut akan semakin kuat tersimpan dalam ingatan (memori). (3) Hukum akibat (law of effect) Law of effectini menunjukkan kepada makin kuat atau makin lemahnya hubungan sebagai akibat dari pada hasil respon yang dilakukan. Apabila suatu hubungan atau koneksi dibuat dan disertai atau diikuti oleh keadaan yang memuaskan, maka kekuatan hubungan itu akan bertambah, sebaliknya apabila suatu koneksi dibuat dan disertai atau diikuti oleh keadaan yang tidak memuaskan, maka kekuatan hubungan itu akan bertambah, sebaliknya apabila suatu koneksi dibuat dan disertai atau diikuti oleh keadaan yang tidak memuaskan, maka kekuatan hubungan itu akan berkurang. Konkretnya adalah sebagai berikut: 6
  • 7. Misalkan seorang siswa diminta untuk menyelesaikan suatu soal matematika, setelah ia kerjakan, ternyata jawabannya benar, maka ia merasa senang/puas dan akibatnya antara soal dan jawabannya yang benar itu akan kuat tersimpan dalam ingatannya. Hukum ini dapat juga diartikan, suatu tindakan yang diikuti akibat yang menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan diulangi pada waktu yang lain. Sebaliknya, suatu tindakan yang diikuti akibat yang tidak menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan tidak diulangi pada waktu yang lain. Dalam hal ini, tampak bahwa hukum akibat tersebut ada hubungannya dengan pengaruh ganjaran dan hukuman. Ganjaran yang diberikan guru kepada pekerjaan siswa (misalnya pujian guru terhadap siswa yang dapat menyelesaikan soal matematika dengan baik) menyebabkan peserta didik ingin terus melakukan kegiatan serupa. Sedangkan hukuman yang diberikan guru atas pekerjaan siswa (misalnya celaan guru terhadap hasil pekerjaan matematika siswa) menyebakan siswa tidak lagi mengulangi kesalahannya.Namun perlu diingat, sering terjadi, bahwa hukuman yang diberikan guru atas pekerjaan siswa justru membuat siswa menjadi malas belajar dan bahkan membenci pelajaran matematika. Perumusan mengenai law of effect banyak mendapat kritik. Pada pokoknya ada dua macam keberatan yang diajukan keadaan, 1. Kepuasan dan ketidak-puasan itu adalah istilah subyektif, jadi tidaklah tepat untuk menggambarkan tingkah laku hewan. Tetapi sebenarnya yang dimaksud dengan Thorndike sebagai keadaan yang memuaskan dan tidak memuaskan itu adalah sebagai berikut: keadaan yang tidak memuaskan itu adalah keadaan dimana hewan tidak berusaha untuk mempertahankannya, sering berusaha untuk mengakhiri keadaan tersebut. Keadaan yang memuaskan adalah keadaan dimana hewan tidak berusaha untuk menghindarinya sering mengulang-ulanginya, jadi, kalau dikatakan bahwa Thorndike kurang obyektif itu sebenarnya adalah kurang tepat. 2. Pengaruh (effect) daripada apa yang dialami atau terjadi di masa lampau yang dirasakan kini tidak dapat diterima, sebab apa yang lampau adalah sudah lampau, dan pengaruhnya tidak dapat dirasakan kini. Yang dimaksud oleh Thorndike mengenai hal ini adalah demikian: 7
  • 8. Pengaruh (effect) itu ternyata di dalam kemungkinan terjadinya respon apabila situasi yang akan datang terjadi; tentang apakah pengaruh itu benar- benar terjadi atau tidak, adalah masalah observasi, jadi bukanlah hal yang harus ditolak secara apriori. Memang perumusan-perumusan Thorndike banyak mengandung kelemahan- kelemahan. Kalau dikatakan dengan kata-kata yang sederhana apa yang dimaksud oleh Thorndike itu adalah demikian : hadiah atau sukses akan berakibat dilanjutkannya atau diulanginya perbuatan yang membawa hadiah atau sukses itu, sedang hukuman atau kegagalan akan mengulangi tingkah laku yang membawa hukuman atau kegagalan itu. Ketiga hukum yang telah dikemukakan itu adalah hukum-hukum primer (primary- laws). Kecuali ketiga hukum-hukum pokok atau hukum-hukum primer itu Thorndike mengemukakan pula lima macam hukum-hukum subside atau hukum-hukum minor (subsidiary laws, minor laws). Kelima hukum subsider tersebut merupakan prinsip-prinsip yang penting di dalam proses belajar, akan tetapi tidak sepenting hukum-hukum primer. Hubungan antara hukum-hukum pokok/primer dan hukum-hukum subsider itu tidak begitu jelas, dan dalam tulisan-tulisan Thorndike yang lebih kemudian hukum-hukum subsider tersebut kadang-kadang dipakai lagi. Adapun ke lima hukum subsider tersebut adalah: 1. Law of multiple respon, Merupakan langkah permulaan dalam proses belajar. Melalui proses “ trial and error “ seseorang akan melakukan bermacam – macam respons sebelum memperoleh respons yang tepat dalam memecahkan masalah yang di hadapi. 2. Law of attitude (law of set, law of disposition), Merupakan situasi di dalam diri individu yang menentukanapakah sesuatu itu menyenangkan atau tidak bagi individu tersebut. Proses belajar individu dapat berlangsung dengan baik, lancar, bila situasi menyenangkan dan terganggu bila situasi tidak menyenangkan. 3. Law of partial activity (law of prepotency element), Merupakan prinsip yang menyatakan bahwa manusia memberikan respons hanya pada aspek tertentu sesuai dengan presepsinya dari keseluruhan situasi ( respons selektif ), 8
  • 9. dengan demikiaian orang dapat memberi respons yang berbeda pada stimulus yang sama. 4. Law of respon by analog (law of assimilation), dan Menurut thorndike, manusia dapat melakukan respon pada situasi yang belum dialami karena mereka dapat menghubungkan situasi yang baru yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah mereka alami, selanjutnya terjadi perpindahan ( transfer ) unsur – unsur yang telah mereka kenal kepada situasi baru. 5. Law of associative shifting. Perpindahan Asosiasi adalah proses peralihan suatu situasi yang telah dikenal ke situasi yang belum dikenal secara bertahap, dengan cara ditambahkanya sedikit demi sedikit unsur – unsur ( elemen ) baru dan membuang unsur – unsur lama sedikit demi sedikit, yang menyebabkan suatu respons dipindahkan dari suatu situasi yang sudah dikenal ke situasi lain yang baru sama sekali. Selain hukum-hukum di atas, Thorndike juga mengemukakan konsep transfer belajar yang disebutnya transfer of training. Konsep ini maksudnya adalah penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki siswa untuk menyelesaikan suatu masalah baru, karena di dalam setiap masalah, ada unsur-unsur dalam masalah itu yang identik dengan unsur- unsur pengetahuan yang telah dimiliki. Unsur-unsur yang identik itu saling berasosiasi sehingga memungkinkan masalah yang dihadapi dapat diselesaikan.Unsur-unsur yang saling berasosiasi itu membentuk satu ikatan sehingga menggambarkan suatu kemampuan. Selanjutnya, setiap kemampuan harus dilatih secara efektif dan dikaitkan dengan kemampuan lain. Misalnya, kemapuan melakukan operasi aritmetik (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian) yang telah dimiliki siswa, haruslah dilatih terus dengan mengerjakan soal-soal yang berikaitan dengan operasi aritmetik.Dengan demikian kemampuan mengerjakan operasi aritmetika tersebut menjadi mantap dalam pikiran siswa.Jadi, dapat disimpulkan bahwa transfer belajar dapat tercapai dengan sering melakukan latihan. Eksperimen – eksperimen yang dilakukan oleh Thorndike banyak mengalami perkembangan sehingga timbulah revisi – revisi pada teorinya, antara lain: 9
  • 10. a. Hukum latihan ditinggalkan, karena ditemukan bila pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus dengan respons, demikian pula tanpa ulangan belum tentu melemahkan hubungan stimulus – respons. b. Hukum akibat direvisi, karena dalam penelitianya lebih lanjut ditemukan bahwa hanya sebagian saja dari hukum ini yang benar. Dengan ini maka untuk hukum akibat dijelaskan, bila hadiah akan meningkatkan hubungan stimulus – respons, tetapi hukuman ( punisment ) tidak mengakibatkan efek apa – apa. Dengan revisi ini berarti Thorndike tidak menghendaki adannya hukuman dalam belajar. c. Belongingness, yang intinya, syarat utama bagi terjadinya hubungan stimulus – respons bukannya kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara kedua hal tersebut. Dengan demikian situasi belajar akan mempengaruhi hasil belajar. d. Spread of Effeck, yang intinya dinyatakan, akibat dari suatu perbuatan yang dapat menular. Ciri – Ciri Belajar Menurut Thorndike Adapun beberapa ciri – ciri belajat menurut Thorndike, antara lain : 1. Ada motif pendorong aktivitas 2. Ada berbagai respon terhadap sesuatu. 3. Ada aliminasi respon - respon yang gagal atau salah 4. Ada kemajuan reaksi – reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu. 2.1.2 Implementasi Teori Thorndike dalam Pembelajaran Matematika Aplikasi teori Thorndike sebagai slaah satu aliran psikologi tingkah laku dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Setiap pembelajaran yang berpegang pada teori belajar behavioristik telah terstruktur rapi, dan mengarah pada bertambahnya pengetahuan pada siswa.Penerapan yang sebaiknya dilakukan dalam pembelajaran matematika adlah sebagai berikut: a. Sebelum memulai proses belajar mengajar, pendidik harus memastikan siswanya siap mengikluti pembelajaran tersebut. Jadi setidaknya ada aktivitas yang dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar. 10
  • 11. b. Pembelajaran yang diberikan sebaiknya berupa pemebelajaran yang kontinu, hal ini dimaksudkan agar materi lampau dapat tetap diingat oleh siswa. c. Dalam proses belajar, pendidik hendaknya menyampaikan materi matematika denagn cara yang menyenangkan, contoh dan soal latihan yang diberikan tingkat kesulitannya bertahap, dari yang mudah sampai yang sulit. Hal ini agar siswa mampiu menyerap materi yang diberikan. d. Pengulangan terhadap penyampaian materi dan latihan, dapat membantu siswa mengingat materi terkait lebih lama. e. Supaya peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran, proses hars bertahap dari yang sederhana hingga yang kompleks. f. Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan yang belum baik harus segera diperbaiki. g. Dalam belajar, motivasi tidak begitu penting, karena perilaku peserta didik terutama ditentukan oleh penghargaan eksternal dan bukan oleh intrinsic motivation. Yang lebih penting dari ini ialah adanya respon yang benar terhadap stimulus. h. Materi yang diberikan kepada peserta didik harus ada manfaatnya untuk kehidupan anak kelak setelah dari sekolah i. Thorndike berpendapat, bahwa cara mengajar yang baik bukanlah mengharapkan murid tahu bahwa apa yang telah di ajarkan, tetapi guru harus tahu apa yang hendak diajarkan. Dengan ini guru harus tahu materi apa yang harus diberikan, respon apa yang diharapkan dan kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respons yang salah. j. Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik dan harus terbagi dalam unit – unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacam – macam situasi. 2.1.3 Teori Skinner I. Profil Skinner lahir di Susquehanna, Pensylvannia. Dia meraih gelar master pada tahun 1930 dan meraih Ph.D pada 1931 dari Harvard University gelar B.A. diperoleh dari Hamillton College, New york, dimana dia mengambil jurusan sastra inggris saat di Hamillton, Skinner makan siang bersama Robert Frost, seorang Penyair Besar amerika 11
  • 12. yang mendorong Skinner untuk mengirimkan contoh tulisanya. Frost memuji 3 cerpen karangan Skinner, dan Skinner lalu memutuskan menjadi penulis. Keputusan ini ternyata mengecewakan ayahnya, Seorang pengacar yang berharap putranya menjadi pengacara juga Usaha awal Skinner menjadi seorang penulis banyak gagalnya sehingga dia mulai berfikir untuk menjadi Psikiater. Dia akhirnya bekerja di industri batu bara sabgai penulis dokumen hukum. Buku pertamanya yang ditulis bersama ayahnya, berisi soal – soal dokumen hukum dan diberi judul “ A Digest of Decisions of the Anthracite Board of Conciliation”. Setelah menyelesaikan buku ini Skinner pindah ke Greenwich village di New York City dimana dia hidup seperti Bohemian (Seniman yang nyentrik) selama 6 bulan sebelum masuk Harvard untuk mempelajari Psikologi. Pada saat itu dia sudah tidak suka dengan dunia tulisan sastra. Dalam autobiografinya (1967) dia mengatakan, “Saya gagal menjadi penulis karena saya tidak punya sesuatau yang penting untuk dikatakan, namun saya tidak bisa menerima penjelasan ini rasanya kesusastraan itulah yang salah”. Saat dia gagal mendeskripsikan perilaku manusia lewat karya sastra, Skinner berusaha mendeskripsikan perilaku manusia lewat ilmu pengetahuan. Jelas, dia lebih sukses didalam bidang pengetahuan ini. Skinner mengajar psikologi di University Of Minnesota antara 1936 dan 1945, dan selama masa ini dia menulis buku teksnya yang amat berpengaruh, The Behafior of Organisms 1938. Salah satu mahasiswa Skinner di University of Minnesota adalah W. K. Estes, yang karyanya juga memengaruhi psikologi. Pada 1945, Skinner pindah ke Indiana University untuk menjabat ketua jurusan fakultas psikologi. Pada 1948 dia kembali ke Harvard dan tetap di sana sampai akhir hayatnya pada 1990. II. Teori Skinner Belajar menurut pandangtan Skinner adalah suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respons.Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku. 12
  • 13. Teori pembiasaan perilaku respons ini merupakan teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh di kalangan para ahli psikologi belajar masa kini. Penciptanya bernama Burrhus Fredic Skinner. Dalam salah satu eksperimennya, skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan nama “ Skinner Box” peti sangkar ini terdiri atas 2 macam komponen pokok, yakni: manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Dalam eksperimen tadi mula-mula tikus itu mengeksplorasi peti sangkar dengan cara lari ke sana kemari, mencium benda-benda yang ada di sekitarnya, mencakar dinding,dsb. Aksi-aksi seperti ini disebut “emitted behavior: (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa mempedulikan srimulus tertentu.kemudian pada gilirannya, secara kebetulan salah satu emitted behavior tersebut (seperti cakaran kaki depan atau sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya. Jelas sekali bahwa eksperimen skinner di atas mirip sekali dengan trial and error learning yang ditemukan oleh Thorndike. Dalam hal ini, fenomena tingkah laku belajar menurut Thorndike selalu melibatkan kepuasan, sedangkan menurut skinner fenomena tersebut melibatkan penguatan. Dalam teori Skinner dinyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan pada anak setelah berhasil menyelesaikan tugas dan sikap guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan. Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment).Penguatan dan Hukuman. Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku. Menurut Skinner penguatan berarti memperkuat, penguatan dibagi menjadi dua bagian yaitu : 13
  • 14. a. Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk- bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb). b. Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll). Skinner membedakan adanya 2 macam respons, yaitu : a. Respondent respons; respons yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu. Contohnya : keluar air liur setelah setelah melihat makanan tertentu . b. Operant respons yaitu respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut reinforcer, karena perangsang itu memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi yang demikian itu mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatu tingkah laku tertentu yang telah dilakukan. Seorang anak yang belajar (telah melakukan perbuatan) lalu mendapat hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar (responnya menjadi lebih kuat). Di dalam kenyataan, respon jenis pertama (respondent response) sangat terbatas adanya pada manusia. Sebaliknya operant response merupakan bagian terbesar dari tingkah laku manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tak terbatas. Oleh karena itu, skinner lebih memfokuskan pada respons atau jenis tingkah laku yang kedua ini. Skiner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi, atau minimalnya perbuatan baik itu dipertahankan. Skinner menyebutkan praktek khas menempatkan binatang percobaan dalam “kontigensi terminal”. Maksudnya, binatang itu harus berusaha penuh resiko, berhasil atau gagal, dalam mencari jalan lepas dari kurungan atau makanan. Bukannya demikian itu 14
  • 15. prosedur yang mengena ialah membentuk tingkah-laku binatang itu melalui urutan Sitimulus-respon-penguatan yang diatur secara seksama. Skinner menggambarkan praktek “tugas dan ujian” sebagai suatu contoh menempatkan pelajar yang manusia itu dalam kontigensi terminal juga. Skinner menyarankan penerapan cara pemberian penguatan komponen tingkah laku seperti menunjukkan perhatian pada stimulus dan melakukan studi yang cocok terhadap tingkah laku. Hukuman harus dihindari karena adanya hasil sampingan yang bersifat emosional dan tidak menjamin timbulnya tingkah laku positif yang diinginkan. Analisa yang dilakukan Skinner tersebut diatas meneliti peran penguat berkondisi dan alami, penguat positif dan negative, dan penguat umum. Dengan demikian beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain: a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat. b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul. d. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri. e. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman. f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforce g. Dalam pembelajaran, digunakan shaping. Disamping itu pula dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat. b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah. 15
  • 16. Langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori kondisioning operan menurut Skinner adalah : 1. Mempelajari keadaan kelas berkaitan dengan perilaku siswa 2. Membuat daftar penguat positif 3. Memilih dan memnentukan urutan tingkah laku yang dipelajari serta jenis penguatnya 4. Membuat program pembelajaran berisi urutan perilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari perilaku dan evaluasi. Teori Skinner sangat berpengaruh terhadap pendidikan, khususnya dalam lapangan metodologi dan teknologi pembelajaran. Program-program inovatif dalam bidang pengajaran sebagian besar disusun berdasarkan teori Skinner. Dewasa ini teori skinner sangat besar pengaruhnya, terutama di Amerika Serikat dan negara-negara pengaruhnya. Di dalam dunia pendidikan, khususnya dalam lapangan metodologi dan teknologi pengajaran, pengaruh ini sangat besar. Program-program inovatif dalam bidang pengajaran sebagian besar disusun berdasar atas teori Skinner tersebut. II.1.4. Implementasinya dalam Pembelajaran matematika Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis. b. Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat. c. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sistem modul. d. Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostik. e. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri. f. Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman. g. Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum. 16
  • 17. h. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah. i. Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu) j. Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan. k. Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan pembentukan (shaping). l. Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan. m. Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine. n. Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. 2.1.5. Teori Ausubel I. Profil David Paul Ausubel ( 1918 – 2008 ) merupakan seorang ahli Psikologi Pendidikan, Sains kognitif, dan juga pembelajaran pendidikan sains. Lahir pada 25 Oktober 1918 dan dibesarkan di Brooklyn, New York Amerika Serikat . Beliau mendapat Pendidikan di Universitas Pennsylvania dan mendapat ijazah kehormatan pada tahun 1939 dalam bidang Psikologi kemudian Ausubel menamatkan pelajaranya di sekolah kesehatan di Universitas Middlesex dan ikut dalam bagian kemiliteran Amerika serikat dalam hal ini dibagian kesehatan umum dan mampu memperoleh gelar M. A. dan P.Hd. di jurusan Pengembangan Psikologi dari Universitas Columbia dan melanjutkan gelar profesornya dalam beberapa Universitas lain. Ditahun 1973 dia berhenti dari dunia akademisi dan melanjutkan hidupnya untuk mengabdikan diri dalam bidang praktik pskiatris, semasa dia menjalani praktik psikiatris dia berhasil menerbitakn beberapa buku dan juga artikel di jurnal tentang praktik psikiatris dan juga psikologi. Di tahun 1976 dia menerima Penghargaan Thorndike dari Asosiasi Psikologi Amerika untuk “ Penghargaan terhormat Psikologi untuk Pendidikan”. Ditahun 1994 dia meninggalkan dunia kehidupan seorang Psikolog Professional dan memfokuskan dirinya untuk menulis hingga di akhir hayatnya dia meninggalkan seorang istri bernama Pearl dan 2 orang anak bernama Fred dan Laura Ausabel. II. Teori Pembelajaran Ausubel 17
  • 18. David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Teori pembelajaran Ausubel merupakan salah satu teori pembelajaran yang menjadi dasar dalam pembelajaran koperatif. Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari kanak-kanak mestilah bermakna (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Pembelajaran bermakna juga adalah satu proses pembelajaran yang mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang kanak-kanak yang sedang melalui proses pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi apabila seorang kanak-kanak dapat mengaitkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Ini berarti bahan subjek itu mestilah sesuai dan relevan dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Selanjutnya Ausubel mengatakan bahwa ada dua jenis pembelajaran, ialah pembelajaran bermakna (meaningful learning) dan pembelajaran menghafal (rote learning). Bahan pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna. Pembelajaran menghafal adalah tidak bermakna kerana kanak-kanak memperoleh pengetahuan baru tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan sedia ada dalam struktur kognitif mereka. Seseorang kanak-kanak seharusnya belajar dengan menoganisasikan fenomena, pengalaman dan fakta-fakta baru ke dalam skemata yang telah dipelajari. Ausubel juga mendakwa bahawa faktor paling penting yang mempengaruhi pembelajaran adalah apa yang kanak-kanak telah mengetahui. Oleh itu, mengenal pasti pengetahuan sedia ada kanak-kanak adalah satu tugas yang penting sebelum guru memulakan sesuatu pengajaran. a. Pembelajaran Verbal dengan Penyusunan Awal Penyusunan Awal (Advance Organizers) telah diperkenalkan oleh Ausubel untuk menyesuaikan skema kanak-kanak dengan bahan pembelajaran, supaya pembelajaran optima berlaku. Salah satu strategi untuk memastikan wujudnya kesesuaian tersebut ialah memulakan pembelajaran berpandukan kepada “penyusunan awal”. Ia merupakan struktur yang menerangkan hubungan antara konsep-konsep yang hendak disampaikan pada hari tersebut. 18
  • 19. Fungsi penyusunan awal ialah untuk menjelaskan kepada kanak-kanak tentang perkara-perkara yang perlu difahami bagi sesuatu tajuk pelajaran. Penyusunan awal juga boleh menghubungkan konsep baru dengan konsep yang telah dipelajari. Jadi terdapat tiga tujuan penggunaan penyusunan awal, yaitu memberi gambaran tentang apa yang penting dalam pelajaran, menjelaskan hubungan antara konsep yang akan dihuraikan dan menggerakkan minda pelajar untuk ingat semula konsep berkaitan yang telah dipelajari. Ausubel mementingkan penyusunan konsep dalam satu bentuk pengetahuan yang disusun secara hirarki iaitu dari konsep yang umum ke spesifik. Konsep tersebut adalah tersusun dan dikaitkan secara bermakna. Ide yang umum dalam subjek itu sepatutnya dipersembahkan dahulu dan dijelaskan secara terperinci dari segi butirannya. Ausubel juga mengemukakan pembelajaran verbal (lisan) bermakna (meaningful verbal learning), termasuk pentingnya maklumat lisan, idea dan hubungan antara idea yang dikenali sebagai Konsep Penyusunan Awal. Bagaimanapun, hafalan (rote memorization) tidak dianggap sebagai pembelajaran bermakna. b. Pembelajaran Ekspositori/ Deduktif David Ausubel mengemukakan teori pembelajaran yang menyatakan bahwa manusia memperoleh ilmu kebanyakannya dalam bentuk pembelajaran resepsi dan bukan pembelajaran penemuan. Model pembelajaran ini kadang- kadang dikenali sebagai Model Pembelajaran Ekspositori atau deduktif. Teori pembelajaran ekspositori yang dikemukakan oleh Ausubel menekankan penerangan bahan pembelajaran oleh guru dalam bentuk fakta yang tersusun dan dijelaskan mengikut urutan serta dengan fakta yang lengkap. Ausubel menegaskan pembelajaran sepatutnya berkembang dalam bentuk deduktif daripada umum kepada spesifik atau daripada prinsip kepada contoh. Tugas guru ialah menyusun konsep dan prinsip untuk dipersembahkan kepada pelajar. 19
  • 20. 2.1.6 Implementasi Teori Ausubel untuk Mengajar Teori pembelajaran dan pengajaran Ausubel boleh digunakan dalam pengajaran sains sekolah rendah dengan memberikan perhatian kepada dua perkara berikut: • Ausubel mencadangkan supaya guru menggunakan pembelajaran deduktif atau pengajaran ekspositori karena guru dapat menyampaikan maklumat yang lengkap dalam susunan yang teratur supaya kanak-kanak dapat memahami keseluruhan konsep. • Menggunakan penyusunan awal dalam pengajaran untuk menggalakkan kanak-kanak mengingati semula konsep yang telah dipelajari dan mengaitkannya dengan konsep baru yang akan dipelajari serta mengingatkan mereka tentang perkara-perkara penting dalam sesuatu tajuk pelajaran. 2.1.7 Teori Gagne I. Profil Robert Mills Gagne (21 Agustus 1916 – 28 April 2002), Gagne lahir diAndover Utara, Massachusetts.25 Ia mendapatkan gelar A.B dari Universitas Yalepada tahun 1937 dan gelar Ph.D dari Universitas Brown pada tahun 1940. Diaadalah seorang Professor dalam bidang psikologi dan psikologi pendidikan diConnecticut College khusus wanita (1940-1949), Universitas Negara bagianPensylvania (1945-1946), Professor di Departemen penelitian pendidikan diUniversitas Negara bagian Florida di Tallahasse mulai tahun 1969. Gagne jugamenjabat sebagai direktur riset untuk angkatan udara (1949-1958) di Lackland,Texas dan Lowry, Colorado. Ia pernah bekerja sebagai konsultan dari departemenpertahanan (1958-1961) dan untuk dinas pendidikan Amerika Serikat (1964- 1966), selain itu ia juga bekerja sebagai direktur riset pada Institut penelitianAmerika di Pittsburgh (1962-1965).Hasil kerja Gagne memiliki pengaruh besar pada pendidikan Amerika danpada pelatihan militer dan industri. Gagne dan L. J. Briggs ada diantara pengembangan awal dari teori desain sistem instruksional yang menunjukkanbahwa semua 20
  • 21. komponen dari pelajaran atau periode instruksi dapat dianalisis dan semua komponen yang dapat dirancang untuk beroperasi bersama-sama sebagai suatu rencana untuk pengajaran. II. Teori Gagne Teori Pembelajaran Gagne memperkenalkan 5 jenis atau peringkat pembelajaran. Setiap jenis atau peringkat pembelajaran itu memerlukan arahan yang berlainan. Faktor luaran dan dalaman adalah berbeda mengikut setiap peringkat /jenis pembelajaran. Keberkesanan utama pembelajaran pada peringkat ini adalah untuk mengenal pasti keperluan dan pengisian bagi melengkapkan pembelajaran peringkat tersebut. Menurut gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan : 1. Stimulasi yang berasal dari lingkungan 2. Proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar Dengan demikian dapat ditegaskan, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi dan menjadi kapabilitas baru. Gagne (1970) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja.belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi ituke waktu setelah ia mengalami situasi tadi. Gagne berkeyakinan, bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor luar diri dimana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen dalam proses belajar menurut Gagne (1970) dapat digambarkan sebagai Stimulus (S)-----Respon). S yaitu situasi yang memberi stimulus, sedangkan R adalah respons atau stimulus itu, dan garis diantaranya adalah hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem alat syaraf dimana tejadi transformasi perangsang yang diterima melalui alat dria. Stimulus itu merupakan input yang berada diluar individu, sedangkan respons adalah outputnya, yang juga berada diluar individu sebagai hasil belajar yang dapat diamati (Nasution, 2000:136). Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam acara belajar. Kondisi internal yang menggambarkan 21
  • 22. keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Kondisi internal belajar iniberinterkasi dengan kondisi eksternal belajar, dari interaksi tersebut tampaklah hasil belajar. Menurut Gagne ada tiga tahap dalam belajar yaitu (1) persiapan untuk belajar dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan, dan mendapatkan kembali informasi; (2) pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi) digunakan untuk persepsi selektif sandi semantik, pembangkitan kembali, respon, dan penguatan; dan (3) alih belajar yaitu pengisyaratan untuk membangkitkan dan memberlakukan secara umum (Dimyati dan Mujiono, 1999:12). Tabel: 1.1 Hubungan antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran Permberian Aspek Belajar Fase Belajar Acara Pembelajaran Persiapan untuk belajar 1. Mengarahkan perhatian 2. Ekspentansi 3. Retrival (informasi dan keterampilan yang relevan untuk memori kerja) Menarik perhatian siswa dengan kejadian yang tidak seperti biasanya, pertanyaan atau perubahan stimulus. Memberitahu siswa mengenai tujuan belajar Merangsang siswa agar mengingat kembali hasil belajar (apa yang telah dipelajari) sebelumnya. Pemerolehan dan unjuk perbuatan 4. Persepsi selektifatas sifat stimulus 5. Sandi simantik 6. Retrival dan respons Menyiapkan stimulus yang jelas sifatnya Memberikan bimbingan belajar Memunculkan perbuatan siswa 22
  • 23. 7. Penguatan Memberikan balikan informatif Retrival dan alih belajar 8. Pengisyaratan 9. Pemberlakuan secara umum Menilai perbuatan siswa Meningkatkan retensi dan alih belajar Peran aspek belajar adalah hal-hal yang erat kaitannya dengan belajar mempunyai hubungan dengan fase belajar dalam implementasinya dilakukan dalam acara pembelajaran. Gagne mengemukakan 8 tipe belajar yang membentuk suatu hierarki dari paling sederhana sampai paling kompleks yakni : 1) Belajar tanda-tanda atau isyarat (Signal Learning) 2) Belajar hubungan stimulus-respons dimana respons bersifat spesifik, tidak umum dan kabur. 3) Belajar menguasai rantai atau rangkaian hal . 4) Belajar hubungan verbal atau asosiasi verbal 5) Belajar membedakan berbagai gejala-gejala. 6) Belajar konsep-konsep yaitu corak belajar yang dilakukan dengan menentukan ciri-ciri yang khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pula pada berbagai objek. 7) Belajar aturan atau hukum-hukum 8) Belajar memecahkan masalah. Asas-asas Robert gagne merupakan hasil dari pencariannya akan faktor-faktor yang berpengaruh pada hakikat belajar yang kompleks yang terjadi pada diri seseorang. Risetnya dimulai pada tahun 1960-an, ketika timbul rasa kekecewaan atas “teori belajar yang besar”. Penelitiannya dilakukan terhadap masalah pelatihan di kalangan militer menunjukkan bahwa penguatan, penyebaran hal berlatih, dan pembiasaan untuk mengenal respons ternyata tidak memadai untuk merancang keperluan pengajaran. Penyelidikan- penyelidikan ini merupakan awal dari karya penelitian Gagne dalam landasan psikologis dari pembelajaran yang efektif. 23
  • 24. Adapun analisa yang dilakukan Gagne dimulai dengan konsep tentang hirarki belajar, yaitu, keterampilan-keterampilan tertentu yang diperlukan bagi belajar keterampilan-keterampilan yang rumit. Kemudian ia menemukan lima golongan belajar yang khas dan yang menguraikan baik peristiwa lingkungan maupun tahap-tahap pengolah informasi yang diperlukan bagi setiap golongan belajar. Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne (Dahar, 1991:143-145) menyarankan adanya kejadian-kejadian instruksi yang ditujukan pada guru dalam menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa. Kejadian-kejadian instruksi itu adalah: 1. Mengaktifkan Motivasi Langkah pertama dalam pembelajaran adalah memotivasi para siswa untuk belajar. Kerap kali ini dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka dalam isi pelajaran, dan mengemukakan kegunaannya. 2. Memberitahu Tujuan-tujuan Belajar Kejadian instruksi kedua ini sangat erat kaitannya dengan kejadian instruksi pertama.Sebagian dari mengaktifkan motivasi para siswa ialah dengan memberitahu mereka tentang mengapa mereka belajar, apa yang mereka pelajari, dan apa yang akan mereka pelajari.Memberi tahu tujuan belajar juga menolong memusatkan perhatian para siswa terhadap aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran. 3. Mengarahkan Perhatian Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian. Bentuk perhatian pertama berfungsi untuk membuat siswa siap menerima stimulus-stimulus. Bentuk kedua dari perhatian disebut persepsi selektif. Dengan cara ini siswa memperoleh informasi yang mana yang akan diteruskan ke memori jangka pendek, cara ini dapat ditolong dengan cara mengeraskan suara pada suatu kata atau menggaris bawah suatu kata atau beberapa kata dalam satu 24
  • 25. kalimat. 4. Merangsang Ingatan Menurut Gagne bagian yang paling kritis dalam proses belajar adalah pemberian kode pada informasi yang berasal dari memori jangka pendek yang disimpan dalam memori jangka panjang. Guru dapat berusaha untuk menolong siswa-siswa dalam mengingat atau mengeluarkan pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka panjang itu.Cara menolong ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaanpada siswa, yang merupakan suatu cara pengulangan. 5. Menyediakan Bimbingan Belajar Untuk memperlancar masuknya infomasi ke memori jangka panjang, diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara mengkaitkan informasi baru itu dengan pengalaman siswa. 6. Meningkatkan Retensi Retensi atau bertahannya materi yang di pelajari (jadi tidak terlupakan) dapat diusahakan oleh guru dan siswa itu sendiri dengan cara sering mengulangi pelajaran itu. Cara lain adalah dengan memberi banyak contoh, menggunakan tabel-tabel, menggunakan diagram- diagram dan gambar-gambar. 7. Melancarkan Transfer Belajar Tujuan transfer belajar adalah menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi baru. Untuk dapat melaksanakan ini para siswa tentu diharapkan telah menguasai fakta-fakta, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan. 8. Mengeluarkan Penampilan dan Memberikan Umpan Balik Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara, agar guru dan siswa itu sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu sebaiknya guru tidak menunggu 25
  • 26. hingga seluruh pelajaran selesai. Sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa untuk memperlihatkan hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik, sehingga pelajaran selanjutnya berjalan dengan lancar. Cara-cara yang dilakukan adalah pemberian tes atau mengamati perilaku siswa umpan balik bila bersifat positif menjadi pertanda bagi siswa bahwa ia telah mencapai tujuan belajar. Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar menurut Gagne disebut keterampilan-keterampilan. Hasil-hasil belajar dapat berupa keterampilan- keterampilan intelektual yang memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan melalui penggunaan simbol-simbol atau gagasan gagasan, strategi-strategi kognitif yang merupakan proses-proses kontrol dan dikelompokkan sesuai fungsinya. Kegiatan belajar memecahkan masalah ini biasanya meliputi 5 langkah yaitu : 1) Mengidentifikasi masalah 2) Merumuskan dan membatasi masalah 3) Menyusun pertanyaan-pertanyaan 4) Mengumpulkan data 5) Analisis dari sejumlah permasalahan belajar tersebut sehingga dapat merumuskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penting mengenai belajar serta penarikan kesimpulan. Kemampuan dan ketekunan guru dalam memecahkan masalah belajar siswanya dengan menggunakan langkah-langkah tersebut, amat penting sebagai upaya yang dapat membantu memecahkan masalah belajar peserta didiknya. Pemecahan masalah belajar berimplikasi pada keberhasilan belajar yang terukur dan juga mutu belajar ditandai dengan mutu lulusan yang kompetitif. Uraian di atas memberi penegasan bahwa belajar menurut Gagne adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan melewati pengelolaan informasi, dan menjadi kapabilitas baru. Interaksi belajarnya melalui stimulus melalui kondisi eksternal dari pendidik yang dapat direspons kondisi internal dan proses kognitif siswa.  Kondisi Belajar Robert Gagne 1. Asas Belajar 26
  • 27. Menurut Gagne (1974,1977a), kunci bagi pengembangan teori belajar yang bersifat menyeluruh ialah mengenali faktor-faktor yang memperjelas sifat yang rumit belajarnya seseorang. Gagne memulai proses belajar dengan melakukan kupasan atas berbagai performasi dan keterampilan yang dilakukan orang dan kemudian memberikan penjelasan atas adanya keragaman ini. 2. Asumsi Dasar Asumsi yang dipakai sebagai dasar bagi usaha Gagne berasal dari hakikat belajarnya orang, dan ciri-ciri khusus dari proses belajar yaitu: Hakikat Belajar Orang. Unsur yang merupakan factor dalam konsepsi belajar menurut Gagne yaitu hubungan antara belajar dan perkembangan keanekaan belajar yang ada pada diri seseorang. Belajar dan Perkembangan Manusia. Menurut model pertumbuhan kesiapan, pola pertumbuhan tertentu harus terjadi sebelum belajar ada manfaatnya. Dan menurut model Piaget memberikan perkembangan intelek sebagai internalisasi dari bentuk berfikir logis yang berkembang kea rah yang makin lama makin rumit. Sedangkan model yang dijelaskan Gagne memberikan peranan utama pada belajar. Menurut pandangannya, belajar itu merupakan faktor yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan, perkembangan dari tingkah laku itu merupakan hasil dari efek komulatif dari belajar. Model Belajar Komulatif. Belajar komulatif artinya banyak keterampilan yang telah dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang bahkan lebih rumit. Keanekaan Belajar Orang. Menurut pandangan Gagne, teori-teori belajar yang ada sebelumnya itu hanya memberikan gambaran terbatas mengenai hakikat ikhwal belajar pada manusia. Batasan Belajar. Kapasitas orang untuk belajar memungkinkan diperolehnya berbagai pola tingkah laku yang hampir-hampir tidak ada batasnya. 27
  • 28. 3. Komponen Belajar Kupasan Gagne atas belajar yang terjadi pada manusia menemukan adanya lima golongan atau ragam belajar. Kelimanya ialah informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, dan siasat kognitif. Ragam belajar ini menggambarkan kapabilitas dan untuk perbuatan (performansi) yang berlainan.  Penerapan Pendidikan Konsep hirarki belajar dan penggunaan analisa tugas itu telah menjadi bagian padu dari rancangan kurikulum untuk pengembangan belajar di sekolah melalui berbagai mata ajaran sekolah. Berbagai teknik penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki keterampilan- keterampilan hirarki. Dijalankannya penelitian ini telah menunjukkan bahwa keterampilan intelek yang diketahui secara tepat dapat membantu penguasaan belajar keterampilan yang lebih kompleks sifatnya.  Soal-soal Pembelajaran di Kelas Ancangan yang digunakan Robert Gagne untuk mengupas belajar itu dijalankan dari sudut keperluan pembelajaran. Sebagai hasilnya, karyanya itu menunjukkan adanya isu-isu penting bekenaan dengan pembelajaran yang terjadi dikelas, diantaranya: Ciri-ciri Siswa. Perbedaan perseorangan, kesiapan, dan motivasi merupakan isu yang berlaku baik untuk penggunaan ancangan sistem bagi merancang pembelajaran untuk guru kelas. Gagne dan Briggs membahas isu ini sehubungan dengan maksud rancangan pembelajaran dan penyampaian pembelajaran. Pembedaan Perseorangan. Keefektivan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa keadaan perbedaan perseorangan yang ada di antara para siswa. Termasuk disini 28
  • 29. ialah perbedaan dalam siasat kognitif dan kecepatan belajar. Akan tetapi, yang khususnya penting artinya ialah perbedaan dalam kapabilitas masukan para siswa. Metode untuk mengimbangi adanya perbedaan perseorangan dalam penyampaian pembelajaran di antaranya ialah pengajaran dengan kelompok kecil, tutorial, belajar mandiri, dan sistem pembelajaran individualisasi. Kesiapan. Bagi Gagne kesiapan perkembangan dipandang sebagai kapabilitas yang relevan dari seseorang. Kesiapn itu bukanlah soal kematangan yang di mana harus terjadi pertumbuhan tertentu sebelum dapat berlangsung belajar sesuatu. Demikian pun kesiapan bukannya soal internalisasi bentuk-bentuk fikiran logis yang terjadi secara berangsur-angsur sebagaimana disarankan Piaget. Gagne menyatakan bahwa kedua model ini memberikan peranan kedua terhadap pengaruh belajar dalam perkembangan manusia. Akan tetapi, karena belajar itu sifatnya komulatif, kesiapan untuk belajar yang baru itu mengacu ke tersedianya kapabilitas prasyarat yang sensual. Motivasi. Pekerjaan merancang pembelajaran agar efektif meliputi langkah mengenali motif siswa dan menyalurkannya kea rah kegiatan yang produktif sehingga akhirnya tujuan pendidikan tercapai. Meskipun sering diperlakukan sebagai ciri yang tunggal sifatnya, motivasi itu ada dua jenis, yang umum dan yang khusus. 2.1.8. Implementasi Teori Gagne Terhadap Pembelajaran Matematika Dalam pembelajaran menurut Gagne peranan guru lebih banyak membimbing peserta didik, guru dominan sekali peranannya dalam membimbing peserta didik. Di dalam mengajar memberikan serentetan kegiatan dengan urutan sebagai berikut: • Membangkitkan dan memelihara perhatian • Merangsang siswa untuk mengingat kembali konsep, aturan dan keterampilan yang relevan sebagai prasyarat 29
  • 30. • Menyajikan situasi atau pelajaran baru • Memberikan bimbingan belajar • Memberikan feedback atau balikan • Menilai hasil belajar • Mengupayakan transfer belajar • Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari. BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan 30
  • 31. • Teori Thorndike ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukkan hubungan antara stimulus dan respon. Salah satu penerapan yang sebaiknya dilakukan dalam pembelajaran matematika adalah sebelum memulai proses belajar mengajar, pendidik harus memastikan siswanya siap mengikuti pembelajaran tersebut. Jadi, setidaknya ada aktivitas yang dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar. • Dalam teori Skinner dinyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. • Teori pembelajaran Ausubel merupakan satu teori pembelajaran yang menjadi dasar dalam pembelajaran koperatif. Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari kanak-kanak mestilah bermakna (meaningfull). Salah satu penerapanya adalah sebaiknya dalam proses pembelajaran adalah seorang pengajar mampu memberikan gambaran sebelum memulai materi agar dapat dijangkau oleh pengetahuan para peserta didik. • Menurut gagne, Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. 3.2. Saran Setelah kita membandingkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan semuanya masih memiliki kekurangan. Tetapi, pilihlah penerapan teori yang baik dan tinggalkan yang buruk (negatif). Untuk menjadi seorang pendidik, jangan lupakan untuk mengamati perilaku siswa apabila ada umpan balik yang bersifat positif menjadi pertanda bagi siswa bahwa ia telah mencapai keberhasilannya dalam belajar. DAFTAR PUSTAKA Gredler, M. E. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 31
  • 32. Purwanto, M,Ngalim. 1998. Psikologi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Witherington, H.C. 1983. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru. Hergenhann,B.R, Olson dan Matthew H. 2008. Theories Of Learnings. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Syah Muhibbin, M.Ed. 1997. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Dr. H. Sagala Syaiful, M.Pd. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. www.davidausubel.org 32