Teks tersebut merangkum penggunaan bahasa dalam penulisan karya ilmiah. Ia membahas tentang ciri bahasa ilmiah yang harus dipenuhi yaitu baku, kuantitatif, tepat, denotatif, jelas, lugas, dan komunikatif. Tulisan ini juga menjelaskan ragam penulisan karya ilmiah dan ragam bahasa tulis.
1. MAKALAH
BAHASA DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Program Studi Tadris Matematika
Dosen Pengampu : Indrya Mulyaningsih, S.Pdi
Kelas / Semester : C / 2 (dua)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYEKH NURJATI CIREBON
Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon - Jawa Barat 45132
Telp : (0231) 481264 Faxs : (0231) 489926
2. Disusun Oleh Kelompok 6 :
1. Lupi Nurmawan (14121510616)
2. Musyfiah (14121520519)
3. Pupung Kurniawan (14121510619)
4. Rini Sri Rahayu (14121510620)
5. Risna Nilam Lutfia (14121530632)
3. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karya tulis ilmiah menuntut kecermatan bahasa karena karya tersebut harus
disebarluaskan kepada pihak yang tidak secara langsung berhadapan dengan penulis
baik pada saat tulisan diterbitkan atau pada beberapa tahun sesudah itu. Kecermatan
bahasa menjamin bahwa makna yang ingin disampaikan penulis akan sama persis
seperti makna yang ditangkap pembaca tanpa terikat oleh waktu. Kesamaan
interpretasi terhadap makna akan tercapai kalau penulis dan pembaca mempunyai
pemahaman yang sama terhadap kaidah kebahasaan yang digunakan. Lebih dari itu,
komunikasi ilmiah juga akan menjadi lebih efektif kalau kedua pihak mempunyai
kekayaan yang sama dalam hal kosakata. Ciri bahasa keilmuan adalah kemampuan
bahasa tersebut untuk mengungkapkan gagasan dan pikiran yang kompleks dan
abstrak secara cermat. Kecermatan gagasan dan buah pikiran hanya dapat dilakukan
kalau struktur bahasa (termasuk kaidah pembentukan istilah) sudah canggih dan
mantap.
Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak
untuk melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi ilmiah
yang pokok. Bahasa juga bisa dikatakan sebagai alat yang dipakai untuk
mempengaruhi dan dipengaruhi.
Fungsi bahasa yang dilengkapi oleh sederetan pengertian untuk karya ilmiah
tidak perlu diperdebatkan lagi. Bahasa di dalam proses berpikir tidak sekedar
menjadi bumbu, tetapi mempunyai fungsi yang menetukan. Karena itu bahasa yang
terpelihara di dalam karya ilmiah adalah alat yang terbaik untuk menyampaikan
tingkatan dan proses berpikir, argumentasi dan penalaran.
4. BAB II
PEMBAHASAN
Dalam dunia akademik, karya tulis ilmiah didefinisikan sebagai tulisan yang
didasari oleh pengamatan, peninjauan, penelitian, dan perenungan dalam bidang
keilmuan tertentu; disusun menurut metode tertentu dengan penulisan yang santun,
baik, dan benar; atau berdasarkan kaidah baku ragam bahasa tulis. Kebenaran isinya
pun harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Berdasarkan kedalaman
kajian permasalahannya, karya tulis ilmiah dapat dibedakan menjadi beberapa
bentuk:
a. Laporan penelitian, yaitu tulisan yang merupakan hasil percobaan, peninjauan,
atau observasi sementara.
b. Karya tulis akademik, berupa skripsi tesis, dan disertasi.
c. Buku teks, yakni diktat atau buku-buku ilmiah yang digunakan sebagai penunjang
bahan ajar (Ekosusilo, 1991; Wibowo, 2008)
Berkenaan dengan hal di atas, maka suatu tata permainan bahasa tidak
mungkin dilepaskan dari hakikat bahasa sebagaimana diyakini oleh aliran Filsafat
Bahasa Biasa bahwa makna sebuah kata adalah penggunaannya dalam kalimat,
makna kalimat adalah penggunaannya dalam bahasa, dan makna bahasa adalah
penggunaannya dalam hidup.
2.1. Penggunaan Bahasa dalam Penulisan karya ilmiah
Bahasa ilmiah merupakan ragam bahasa berdasarkan pengelompokan menurut
jenis pemakaiannya dalam bidang kegiatan sesuai dengan sifat keilmuan. Bahasa
Indonesia harus memenuhi syarat di antaranya benar (sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia baku) logis, cermat dan sistematis.
Pada bahasa ragam ilmiah, bahasa, bentuk, dan ide yang di sampaikan melalui
bahasa itu sebagai bentuk dalam, tdiak dapat di pisahkan. Hal ini terlihat pada ciri
bahasa ilmiah sebagai berikut :
5. 1. Baku.
Struktur bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
baku, baik mengenai struktur kalimat maupun kata. Ragam bahasa baku memiliki
dua sifat sebagai berikut :
• Kecendekiawan: sanggup mengungkapkan proses pemikiran yang rumit
diberbagai ilmu dan teknologi.
• Seragam: pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses
penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah pencarian
titik-titik keseragaman.
Demikian juga pemilihan kata istilah dan penulisan yang sesuai dengan kaidah
ejaan, untuk ejaan dan peristilahan berpedoman pada EYD dan pedoman
pembentukan istilah.
2. Kuantitatif.
Keterangan yang dikemukan pada kalimat dapat di ukur secara pasti.
Contoh: Da’i di Gunung Kidul “kebanyakan” lulusan perguruan tinggi. Arti kata
“kebanyakan” relatif , mungkin bisa lima, enam atau sepuluh orang. Jadi, dalam
tulisan ilmiah tidak benar memilih kata “kebanyakan” kalimat di atas dapat kita
benahi menjadi Da’i di Gunung Kidul lima orang lulusan perguruan tinggi, dan
ada tiga orang lagi dari lulusan pesantren.
3. Tepat.
Ide yang di ungkapkan harus sesuai dengan ide yang dimaksudkan oleh
pemutus atau penulis dan tidak mengandung makna ganda. Contoh : “ Jamban
pesantren yang telah rusak itu sedang di perbaiki.” Kalimat tersebut memiliki
makna ganda, yang rusaknya itu mungkin jamban atau mungkin juga pesantren.
4. Denotatif.
Kata yang digunakan atau dipilih sesuai dengan arti yang sesungguhnya dan
tidak diperhatikan perasaan karena sifat ilmu yang obyektif.
5. Jelas.
Maksudnya adalah mengetahui bagian-bagian mana saja yang merupakan
subjek, predikat, objek, keterangan dan setiap kalimat memenuhi kaidah bahasa.
6. 6. Lugas
Maksudnya adalah tidak menimbulkan tafsir ganda dan langsung menunjuk
ke pokok persoalan.
7. Komunikatif
Maksudnya adalah apa yang ditangkap pembaca dari tuisan yang disajikan
sama dengan yang dimaksud penulis. Tulisan disajikan secara logis (masuk akal)
dan bersistem(teratur). Oleh karena itu, tata permainan bahasa di dalam karya tulis
ilmiah yang komunikatif dapat disimak melalui ciri-ciri berikut :
a. Koheren
Koheren dapat pula dipahami sebagai “harmonis”, “integral”, “kompak”,
“terintegrasi”, dan “terpadu”. Dalam hal mengungkapkan suatu masalah dan
pemecahannya, koherensi memang sangat diperlukan.
Gorys Keraf, dalam buku klasiknya, Komposisi (1971), menegaskan
bahwa koherensi adalah adanya hubungan yang jelas antara unsur-unsur yang
membentuk suatu kalimat; bagaimana hubungan antara subjek dan predikat;
hubungan antara predikat dan objek; serta keterangan yang menjelaskan setiap
unsur-unsur tersebut. Dalam ungkapan lain, koherensi menekankan segi
struktur atau interrelasi antara kata-kata yang menduduki sebuah kata dalam
kalimat. Oleh karena itu, bisa terjadi sebuah kalimat atau alinea ditengarai telah
mengandung kesatuan pikiran atau mengandung suatu ide pokok yang tunggal,
namun koherensinya kurang baik. Akan tetapi, pendapat Keraf patut diermati
secara kritis, karena dalam perspektif Filsafat Bahasa Biasa akan segera terihat
bahwa koherensi di dalam tata permainan bahasa karya tulis ilmiah yang
komunikatif tidak semata-mata berhubungan dengan penggunaan struktur atau
antar unsur pembentuk kalimat, tetapi terutama mempresentasikan suatu
pikiran penulisnya yang mengandung kesatuan dan ktuhanan (Wibowo, 2007).
Dapat ditegaskan bahwa, pikiran seorang penulis pada dasarnya mengandug
nilai estetik, namun nilai estetik itu muncul bila hubungan timbal balik di
anatara unsur-unsur pendukungnya berjalan secara satu dan utuh (Wahyu
Wibowo, 2010)
7. b. Konsisten
Dalam mengungkapkan masalah dan pemecahannya secara ilmiah kita
memang harus bersikap konsisten, yaitu teguh dan bertanggung jawab dalam
artian dapat memikul dan bersedia menyuguhkan bahwa jalan yang kita
tempuh dalam baik dan benar. Oleh karena itu, karya tulis ilmiah yang
komunikatif harus didukung oleh fakta atau data yang cukup dan tepercaya
(Soeparno, 1997;Wibowo, 2001). Dalam penyusunan kalimat, kita tidak
diperkenankan melakukan peloncatan ide, atau bahkan menghubungkan ide-ide
yang tidak ada pertalian atau hubungannya.
c. Sistematis
Karya tulis ilmiah yang komunikatif harus disusun berdasarkan prosedur
yang sistematis pula, yaitu teratur, runtut, berkesinambungan, metodis, dan
terorganisir. Sistematika sebuah tulisan pada umumnya terbagi ke dalam tiga
bagian pokok, yaitu pendahuluan, isi, dan simpulan. Serta bagian lain yang
dijadikan sebagai penunjang seperti kover, judul, daftar pustaka, dan indeks.
Sehubungan dengan hal di atas, dapat ditegaskan bahwa sistematika
karya tulis ilmiah yang sebenarnya adalah halaman-halaman pendahuluan,
pendahuluan, bab-bab, simpulan, daftar pustaka, dan indeks.
d. Konseptual
Konsep adalah kesan mental, suatu pemikiran, ide, atau suatu gagasan
yang memiliki derajat kekonkretan dan abstraksi yang digunakan dalam
pemikiran abstrak (Bagus, 2002). Di dalam penulisan karya tulis ilmiah yang
komunikatif, prosedur atau aturan yang teratur dan runtut harus dilakukan
melalui langkah-langkah perencanaan yang konseptual, karena melalui
langkah-langkah yang terkonsep ini akan menjadikan satu karya tulis ilmiah
yang terarah dan terfokus.
e. Komprehensif
Karya tulis ilmiah yang komunikatif harus ditulis secara komprehensif
yaitu tuntas dan menyeluruh, penelaahannya harus jelas, lengkap, dan rinci.
Hal ini berkesinambugan dengan prinsip koherensi yaitu mengandung pikiran
utama yang jelas. Karena apabila diibaratkan, pikiran utama itu ibarat pintu
8. gerbang yang akan membawa pembacanya ke keseluruhan isi tulisan. Selain
itu, dengan menghidangkan satu pikiran utama yang jelas berarti penulisnya
telah menghargai pembacanya. Dengan demikian, maka dengan tulisan kita
akan menimbulkan simpati pembaca.
f. Logis
Logika adalah apa pun termasuk ucapan yang dapat dimengerti atau akal
budi yang berfungsi baik, teratur, sistematis dan dipahami (Wahyu Wibowo,
2010). Oleh karena itu, logika haruslah menjadi satu hal pokok di dalam
penulisan karya ilmiah yang komunikatif, karena segala hal yang menjadi
penjelas di dalam karya tulis ilmiah harus memiliki argumentasi yang dapat
diterima oleh nalar yang sehat, valid, dan analitis.
Implikasi dari hal di atas yaitu, karya tulis ilmiah dapat diuji
kebenarannya baik berdasarkan data dan fakta maupun diuji kembali oleh
ilmuwan lain. Di sisi lain, karya tulis ilmiah harus bersifat terbuka agar
pendapat penulis dapat diubah apabila muncul bukti atau pendapat baru yang
didukung oleh data dan fakta.
g. Bebas
Bebas, rasa bebas, atau kebasan dapat dimaknai juga dengan merdeka,
mandiri, independen, atau leluasa. Dalam konteks ini kebebasan tidak diartikan
sebagi kebebasan ilmuwan yang leluasa atau merdeka berbuat apa pun, tetapi
kebebasan yang eksistensial yaitu kebebasan yang menyeluruh yang terkonteks
dalam kepribadian bangsa, yang oleh karena itu dapat membedakannya dengan
nilai-nilai kebebasan yang dianut oleh bangsa lain. Orang yang bebas secara
eksistensial akan mencapai tiarap kedewasaan, otentisitas, dan kematangan
rohani, hal yang mestinya memang dimiliki seorang penulis karya tulis ilmiah
yang komunikatif.
h. Bertanggung Jawab
Dalam perspektif etika berarti dapat menjawab jika ditanyai tentang
perbuatan-perbuatannya (Bertens, 2002). Dengan hubungannya dengan karya
tulis ilmiah, bertanggung jawab dapat dimaknai sebagai tulisan yang etis,
elegan, dan berwawasan yang mencerminkan bahwa penulisnya dapat
menjawab jika ditanya apa pun tentang tulisanya tanpa menonjolkan segi-segi
9. emosinya. Itu sebabnya, sebuah karya tulis ilmiah yang komunikatif harus
ditulis secara seksama, yakni ditulis secara teliti, sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya kesalahan. Dalam pernyataan lain, sebuah karya tulis
ilmiah dapat dikatakan mencerminkan tanggung jawab penulisnya bila ditulis
secara jelas, jernih, gamblang, konsisten, dan konsekuen.
2.2. Ragam Penulisan Karya Ilmiah
1. Ragam Bahasa Tulis
Ragam bahasa merupakan variasi penggunaan bahasa. Ragam bahasa dapat
dibedakan berdasar pada
1. pokok pembicaraan
2. media yang digunakan
3. hubungan antara komunikator dengan komunikan.
Selanjutnya dalam tulisan ini hanya akan dibahas ragam bahasa dari sudut
media yang digunakan yakni ragam bahasa tulisdan dari sudut hubungan antara
komunikator dengan komunikan.
Hal kedua yang membedakan ragam tulis dan lisan berkaitan dengan
beberapa upaya yang digunakan dalam ujaran, misalnya tinggi rendah, panjang
pendek, dan intonasi kalimat yang tidak terlambang dalam tata tulis maupun
ejaan. Dengan demikian, penulis perlu merumuskan kembali kalimatnya jika ingin
menyampaikan jangkauan makna yang sama lengkapnya. Lain halnya dengan
ragam lisan, penutur dapat memberikan tekanan atau jeda pada bagian tertentu
agar maksud ujarannya dapat dipahami. Jadi, ragam bahasa tulis memiliki
karakteristik khusus dibandingkan ragam bahasa lisan.
Karakteristik tersebut antara lain :
1. ragam bahasa tulis memiliki banyak penanda metalingual,
2. kalimat berstruktur lengkap, dan
3. klausanya sederhana tetapi memiliki kepadatan kata dan isi (Brown,1985;
Ansari,1999).
2. Sifat-Sifat Bahasa yang Digunakan dalam Karya Ilmiah
10. Secara umum penggunaan bahasa dalam karya ilmiah harus mengacu pada
sifat-sifat bahasa, meliputi sifat :
a. Objektif
Bahasa yang objektif adalah bahasa yang menggambarkan sesuatu
pengalaman yang bagi semua khalayak pemakai bahasa, representasi
pengalaman linguistik itu dipandang sama. Sebaliknya bahasa subjektif
menggambarkan sesuatu pengalaman (oleh penulisnya) yang berbeda dengan
pengalaman yang dipahami oleh khalayak dalam memahami representasi
pengalaman itu karena penulis membawa pertimbangan sikap, pendapat, dan
komentar pribadi. Jadi, keobjektifan bahasa dapat ditingkatkan dengan
meniadakan atau meminimalkan pendapat dan sikap pribadi tersebut. Karena
bahasa subjektif wujud dalam bentuk epitet atau ekspresi emosional, modalitas,
proses mental, dan makna konotatif maka keobjektifan dapat dicapai dengan
meniadakan atau meminimalkan penggunaan bahasa dengan ciri subijektif di
atas.
b. Impersona
Keimpersonaan bahasa memperlihatkan ketidakterlibatan penulis artikel
dalam teks artikel ilmiah yang disusunnya. Pada teks artikel ilmiah tidak
digunakan bentuk pronomina saya, kami, kita, atau penulis dengan tujuan
untuk menghindari paparan persona (subjektif). Meskipun kita akui bahwa
karya ilmiah tidak wujud tanpa keterlibatan penulis, retotika ilmu menuntut
agar dalam teks keterlibatan itu tidak ditampilkan. Untuk mempertahankan
keimpersonaan teks sehingga tidak terlihat keterlibatan penulis, Teknis
Dengan kespesifikannya, istilah teknis digunakan dalam Karya ilmiah.
Tidak ada satu disiplin ilmu tanpa istilah teknis. Teknis maksudnya dalam
konteks tulisan istilah yang digunakan berhubungan dengan istilah dalam satu
disiplin ilmu. Akan tetapi, penggunaan singkatan (akronim) yang belum lazim
disarankan tidak digunakan. Penggunaan singkatan dilakukan dengan
menampilan bentuk penuh terlebih dulu dari uraian akronim yang akan dibuat
diikuti bentuk singkatan dalam tanda kurung pertama. Dalam teks berikutnya
bentuk singkatan itu dapat digunakan secara konsisten.
11. c. Praktis
Kepraktisan bahasa artikel ilmiah ditandai dengan penggunaan teks yang
ekonomis dan tidak taksa (ambigiuous). Sebagai contoh kata diteliti dan
digalakkan berdasarkan prinsip ini dapat digunakan sebagai pengganti
mengadakan penelitian dan naik daun karena bentukan pertama lebih
ekonomis dan tidak mengandung ketaksaan. Namun, bentuk frase berdasar
pada, terdiri atas, sesuai dengan, bergantung pada tidak dapat diubah menjadi
berdasar, terdiri, sesuai, dan bergantung walaupun bentuk tersebut lebih
singkat dan hemat karena bentuk yang pertama merupakan bentuk yang sudah
dibakukan dalam bahasa Indonesia (Gay, 1981; Saragih.1999).
3. Syarat-Syarat Penggunaan Bahasa dalam Karya Ilmiah
Penggunaan bahasa dalam bentuk tulisan formal seperti karya tulis ilmiah
harus mengikuti syarat-syarat tertentu.
a. Secara morfologis bahasa dalam artikel ilmiah harus lengkap. Dalam hal ini
wujud setiap kata yang dipakai harus mengandung afiksasi yang lengkap
seperti: diuraikan, mempertentangkan, memiliki dan sebagainya. Kata-kata lain
yang tanpa afiksasi juga harus dimunculkan dalam bentuk yang lengkap.
Kata-kata seperti tidak, sudah dan sebagainya tidak dapat ditulis dengan bentuk
tak atau udah.
b. Secara sintaksis bahasa dalam artikel ilmiah harus lengkap yakni memuat
unsur-unsur subjek, predikat, dan objek yang dinyatakan secara eksplisit.
Sering ditemukan dalam tulisan ilmiah bentuk pelesapan subjek dalam kalimat
kompleks padahal secara sintaksis subjek tersebut tidak memiliki rujukan yang
sama dengan subjek pada kalimat induknya atau subjek kedua ini telah jauh
terpisah dari subjek pertamanya pada subjek pada paragraf sebelumnya. Satu
kalimat kompleks dapat saja memiliki satu subjek dengan dua dua predikat
bilamana subjek yang dilesapkan itu mempunyai hubungan anaforik dengan
subjek yang masih dipertahankan.
12. c. Bahasa dalam artikel ilmiah harus tepat makna dan tunggal arti. Penulis artikel
ilmiah harus menimbang-nimbang secara seksama setiap kata, ungkapan dan
bentuk sintaksis sehingga apa yang dimengerti pembaca sama dengan yang
dimaksud penulis. Istilah-istilah kembar seperti fonologi- fonetikfonemik harus
dipilih penggunaannya sehingga tidak menimbulkan makna yang keliru seperti
terlihat dalam kalimat Katz dan Postal (1999) mengemukakan pendapatnya
bahwa bahasa terdiri atas tiga komponen; sintaksik, fonetik, dan semantik.
Komponen kedua dalam kalimat di atas seharusnya fonologi bukan fonetik
karena kedua kata tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
d. Bahasa dalam artikel harus mengikuti kaidah–kaidah sintaktik. Penggunaan
kalimat dalam karangan ilmiah harus berupa kalimat yang efektif yakni kalimat
yang memenuhi kriteria jelas, sesuai dengan kaidah tatabahasa, tidak berbelit-
belit, tidak bertentangan dengan kebenaran nalar, dan ringkas. Salah satu
contoh kesalahan sintaktis adalah pemakaian kata daripada di belakang verba.
Kesalahan ini terjadi karena penulis atau pembicara tidak dapat membedakan
subkategori verba secara intuitif menjadi transitif-taktransitif sehingga apa
yang seharusnya langsung diikuti objek disisipi penyeling daripada.
Pengertian fungsi sintaktik seperti subjek, predikat, dan objek tampaknya
masih belum jelas.
e. Bahasa artikel ilmiah harus padat isi dan bukan padat kata. Dalam
mengungkapkan pikiran ke dalam bentuk bahasa, hal pertama yang harus jelas
adalah konsep utama yang ingin dikemukakan penulis. Selanjutnya konsep
utama ini dilengkapi dengan subkonsep lain yang relevan. Setelah semua itu
sampailah pada pemilihan kata, frase, dan bentuk sintaksis yang akan dapat
mengungkapkan gambaran ide penulis sejelas mungkin dengan penggunaan
kata yang seekonomis mungkin.
2.3. Pengaruh penggunaan bahasa dalam penulisan karya ilmiah
Ada 2 pengaruh penggunaan bahasa dalam penulisan karya ilmiah yaitu
sebagai berikut :
1) Pengaruh bahasa asing
13. Untuk menciptakan kalimat yang logis kerapkali terhalangi oleh suatu
dugaan bahwa kadang-kadang bahasa yang dipergunakan itu mempunyai
kekurangan-kekurangan dalam istilah-istilah atau ungkapan-ungkapan. Pengaruh
dan pengambilan bahasa atau kata-kata asing terasa semakin deras dan nyata.
Proses ini dapat memperkaya bahasa Indonesia. Pengaruh bahasa asing dapat
terlihat jika penulis itu tidak mampu mendapatkan istilah dalam bahasa Indonesia.
Ia seolah-olah kehabisan kata-kata dalam kamus. Pemungutan kata-kata atau
istilah istilah-istilah asing pada dasarnya karena keperluan akan kata-kata atau
istilah-istilah yang tidak diperoleh dalam bahasa indonesia.
2) Gaya Bahasa
Gaya dapat diartikan sebagai keistimewaan atau karakteristik penyajian,
konstruksi, atau penyelenggaraan dalam setiap karya Ilmiah. Pada umumnya
orang menganggap bahwa tulisan ilmiah tidak memerlukan gaya manapun.
Penulis ilmiah sebaiknya tidak mengikuti pendapat bahwa karya ilmiah itu mesti
kering dan berat. Banyak orang berpendapat bahwa karya ilmiah yang semakin
tidak dapat dipahami berarti semakin ilmiahlah karya itu. Karya ilmiah bukanlah
pementasan rahasia tertutup yang menetapkan bahwa hanya penulisnya sendirilah
yang boleh membeli karcis untuk menonton karyanya itu. Dan mudah-sukarnya
karya ilmiah untuk dipahami bukanlah ukuran untuk menetapkan nilai karya itu
tetapi yang diutamakan dalam penulisan karya ilmiah adalah kebenaran akan
fakta-fakta yang diteliti
2.4. Unsur-unsur Bahasa Dalam Penulisan Karya Ilmiah
Bahasa adalah alat komunikasi. Dalam suatu karangan, apa pun itu,
penggunaan unsur-unsur bahasa yang tepat, memegang peran yang amat penting.
Jika hendak menyusun suatu karya tulis ilmiah atau makalah, maka sebaiknya tidak
memakai ragam bahasa yang biasa digunakan untuk menyusun puisi atau karya fiksi.
Demikian pula sebaliknya.
Ini artinya, perlu menggunakan bahasa secara efektif. Menggunakan bahasa
secara efektif berarti menggunakan unsur-unsur bahasa secara efektif juga. Dengan
demikian, bila ingin menyusun suatu karya ilmiah, maka unsur-unsur bahasa ini
14. harus kita perhatikan: (a) penggunaan ejaan, (b) penggunaan imbuhan, (c)pemilihan
dan penempatan kata, serta (c) penggunaan kata dalam kalimat.
A. Penggunaan Ejaan
Menurut kurun waktu penetapannya, usia ejaan yang disempurnakan (EYD)
telah mencapai lebih dari dua dasawarsa. Akan tetapi, sampai sekarang masih
dapat kita jumpai penggunaan ejaan yang salah-salah. Tidak saja dalam karya
ilmiah, tetapi juga dalam surat-surat resmi.
Yang dimaksud dengan ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan
bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf)
serta penggunaan tanda baca (KBBI).
Kesalahan ejaan yang paling sering dijumpai adalah penggunaan kata depan
dan awalan. Penulisan awalan kadang-kadang sama dengan cara penulisan kata
depan. Bagi penulis pemula atau mahasiswa ini penting diperhatikan.
Contoh masalah penggunaan awalan dan kata depan:
Penulisan awalan di-
Salah Benar
a. Semua perabot
rumahnya habis di lalap api.
b. Cara yang praktis untuk
mengelola sampah telah di
temukan.
a. Semua perbot
rumahnya habis dilalap api.
b. Cara yang paling praktis
untuk mengelola sampah telah
ditemukan.
Penulisan kata depan
Salah Benar
a. Rumah-rumah dipinggir
jalan itu beratap jerami.
b. Pagi-pagi ibu pergi
kepada
a. Rumah-rumah di
pinggir jalan itu beratap jerami.
b. Pagi-pagi ibu pergi ke
pasar
Cara penulisan awalan adalah merangkainya dengan kata dasar yang
dibubuhinya. Sedangkan kata depan, penulisannya harus dipisahkan dari kata
15. yang mengikutinya. Kata yang diikuti awalan di- menunjukkan kata kerja.
Sedangkan kata yang diikuti kata depan di menunjukkan arah tempat.
Perhatikan contoh penulisan awalan dan kata depan berikut ini !
Penulisan awalan
Salah Benar
di lihat dilihat
di teliti diteliti
di coba dicoba
Penulisan kata depan
Salah Benar
ditoko di toko
kekiri ke kiri
disamping di samping
Kata kepada dan daripada juga sering salah penulisannya seperti dalam contoh
berikut:
a. Ke pada saya diserahkan mandat itu.
b. Dari pada menderita, lebih baik mati.
Penulisan kata kepada dan daripada harus dirangkaikan sebagai berikut :
a. Kepada saya diserahkan mandat itu.
b. Daripada menderita, lebih baik mati.
B. Penggunaan Imbuhan
Imbuhan adalah bubuhan (yang berupa awalan, sisipan, akhiran) pada kata
dasar untuk membentuk kata baru. Proses pembentukan kata, dari kata dasar
dengan pemberian imbuhan seperti awalan atau akhiran disebut pengimbuhan.
Hampir semua pelajar mengetahui proses pengimbuhan, namun sebagian besar
pelajar kurang memperhatikan cara penulisan kata berimbuhan sesuai ketentuan.
Berikut ini adalah beberapa ketentuan penulisan kata yang memperoleh
imbuhan:
1. Imbuhan harus dituliskan serangkai dengan kata dasarnya.
16. Contoh:
Salah Benar
di berlakukan diberlakukan
di berlaku kan
peneliti an penelitian
pe nelitian
2. Gabungan kata (seperti: tanggung jawab, serah terima, nomor dua, nonaktif
dan sejenisnya) yang mendapat awalan dan akhiran bersama-sama, harus
dituliskan serangkai.
Contoh:
Salah Benar
pertanggungan jawab pertanggungjawaban
dipertanggungjawab kan dipertanggungjawabkan
dinomor duakan dinomorduakan
di nonaktif kan dinonaktifkan
Kata berimbuhan lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah:
penglepasan, mengetapkan, diketemukan. Penulisan kata-kata tersebut kurang
tepat. Penulisannya yang benar adalah pelepasan, menerapkan, ditemukan.
Sementara itu, partikel pun ada yang dituliskan serangkai, ada juga yang
dituliskan terpisah dari kata yang diikutinya. Partikel pun yang mengikuti kata
kerja, kata benda, dan kata sifat harus ditulis terpisah dari kata-kata tersebut.
Contoh:
Kata benda
di sekolah pun bukan di sekolahpun
di rumah pun bukan di rumahpun
di kantor pun bukan di kantorpun
Kata sifat
Sakit pun bukan sakitpun
Tingginya pun bukan tingginyapun
17. Kata kerja
berjalan pun bukan berjalanpun
berlari pun bukan berlaripun
Kata bilangan
seribu pun bukan seribupun
seratus pun bukan seratuspun
setahun pun bukan setahunpun
Namun ada beberapa perkecualian. Beberapa kata seperti adapun,
ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun,
sekalipun, sungguhpun, dan walaupun, penulisan partikel pun telah diterima
serangkai.
Pelajar perlu membaca pedoman ejaan yang disempurnakan. Dalam
pedoman itu dapat dibaca berbagai kaidahmengenai penempatan titik, koma, titik
koma, titik dua, penulisan awalan dan kata depan, penulisan kata depan, penulisan
kata dasar yang memperoleh imbuhan, dan sebagainya.
C. Pemilihan dan Penempatan Kata
Kata merupakan faktor penting dalam merancang tulisan. Tulisan yang baik
ditentukan oleh cara penulisan dan penempatan kata. Pemilihan dan penempatan
kata mempengaruhi sekaligus memberikan warna sebuah tulisan.
Menurut Drs. Mustakim (1993:70), ketepatan dalam pemilihan kata perlu
memperhatikan komponen situasi, bentuk, dan makna. Komponen tersebut saling
mempengaruhi. Komponen bentuk disesuaikan dengan situasi, situasi tidak
terlepas dengan makna, makna tidaka terlepas dengan bentuk.
Hal yang perlu diperhatikan saat menyusun karangan yaitu bahasa yang
dipergunakan. Dalam konteks menyusun makalah atau karya ilmiah, bahasa yang
dipergunakan hendaknya mencerminkan ragam yang resmi. Artinya, bahsa gaul,
bahasa daerah, atau bahasa asing yang bukan pada tempatnya harus dihindari.
18. Pemakaian Kata bentuk jamak
Dalam karangan atau tulisan ilmiah sering ditemukan penggunaan kata
bentuk jamak yang salah, baik yang mengandung makna jamak maupun yang
dinyatakan dalam bentuk ulang.
Contoh kata bermakna jamak:
semua, para, banyak, beberapa.
Contoh kata dalam bentuk ulang yang bermakna jamak:
negara-negara, ibu-ibu, hasil-hasil.
Perhatikan penggunaanya dalam kalimat berikut:
Salah
a. Semua siswa kelas III SMA 1 Kota Bima dijadikan sampel.
b. Para hadirin dipersilahkan berdiri.
c. Para ibu-ibu pengurus PKK Kota Bima siap mengikuti lomba.
d. Banyak orang-orang Oi Foo yang menderita demam berdarah.
e. Beberapa wakil-wakil dari negara-negara sahabat menghadiri acara
pelantiakan presiden Republik Indonesia.
Benar
a. Siswa kelas III SMA 1 Kota Bima dijadikan sampel.
b. Hadirin dipersilahkan berdiri.
c. Ibu-ibu pengurus PKK Kota Bima siap mengikuti lomba.
d. Banyak orang Oi Foo yang menderita demam berdarah.
e. Beberapa wakil dari negara-negara sahabat menghadiri acara
pelantiakan presiden Republik Indonesia.
Pemakaian kata yang memiliki makna yang sama
Perhatikan dua contoh kalimat dibawah ini:
1. Kebudayaan daerah adalah merupakan sumber kebudayaan nasional.
2. Parit-parit dibersihkan agar supaya tidak tergenang air.
Pemakaian kata yang memiliki makna yang sama, seperti agar supaya
dan adalah merupakan dalam kalimat di atas, sebaiknya dihindari. Dengan
demikian, penulisan kalimat yang benar adalah:
19. a. Kebudayaan daerah merupakan sumber kebudayaan nasional.
b. Parit-parit dibersihkan agar tidak tergenang air.
D. Penggunaan Kata Dalam Kalimat
Menyusun kata menjadi kalimat adalah merangkai beberapa kata untuk
membentuk satu pengertian atau makna yang lengkap. Maksudnya, kata-kata yang
terdapat dalam sebuah kalimat bukanlah sederetan kata-kata yang tidak berarti.
Perhatikan sederetan kat di bawah ini:
Ali buku buku di toko membeli
Sederetan kata-kata di atas tidak membentuk suatu pengertianyang lengkap.
Untuk memperoleh sebuah pengertian yang lengkap, kita perlu mengubah urutan
kata-kata tersebut menjadi:
Ali membeli buku di toko
Setelah urutan kata-katanya diatur, susunan kata-kata itu kini telah
memberikan suatu pengertian. Dengan demikian, setiap pertanyaan yang diajukan
berdasarkan pengertian yang dimaksud, akan memperoleh jawabannya:
Siapa membeli buku di toko?
Ali membeli apa di toko?
Di mana Ali membeli buku?
Melihat uraian di atas, berarti kita dapat membentuk sebuah kalimat dengan
mengawalinya melalui pengajuan beberapa pertanyaan terlebih dahulu. Dengan
cara ini, kita menghindari mendaftar sejian banyak kata dan mengurutkannya.
Misalnya:
a. Apakah Ali membeli majalah?
Jawabannya: Tidak.
Ali tidak membeli majalah.
b. Apakah Ali membaca buku?
Jawabannya: Tidak.
Ali membeli buku
Jawaban di atas pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan suatu kalimat.
20. BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bahasa memiliki kontribusi yang sangat penting dalam penulisan karya
ilmiah, hal tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut :
a. Baku
b. Lugas
c. Jelas
d. Kuantatif
e. Denotatif
f. Tepat
g. Komunikatif
Untuk menciptakan suatu karya tulis ilmiah yang komunikatif
diperlukan beberapa hal, yaitu:
• Koheren
• Konsisten
• Sistematis
• Konseptual
• Komprehensif
• Logis
• Bebas
• Bertanggung Jawab
Sifat Bahasa Karya Tulis Ilmiah
Sifat bahasa dalam penulisan karya ilmiah meliputi, sebagai berikut:
a. Objektif
b. Impersona
c. Praktis
Syarat Bahasa Karya Ilmiah
21. Syarat bahasa dalam karya ilmiah meliputi sebagai berikut:
a. Lengkap secara morfologis
b. Lengkap secara sintaksis
c. Tepat makna dan tunggal arti
d. Berkaidah sintaktik
e. Padat isi
Unsur-unsur bahasa dalam penulisan karya ilmiah
a. Penggunaan ejaan
b. Penggunaan imbuhan
c. Pemilihan dan penempatan kata
d. Penggunaan kata dalam kalimat
Pengaruh bahasa dalam penggunaan bahasa karya ilmiah
Bahasa di dalam penulisan karya ilmiah dipengaruhi oleh dua hal, yaitu:
a. Pengaruh bahasa asing
b. Pengaruh gaya bahasa
22. DAFTAR PUSTAKA
Achmad. A Aleka. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Hendry.Tarigan, 2008. Menulis sebagai keterampilan berbahasa. Bandung:
Angkasa.
Hasnun, Anwar. 2006. Pedoman Menulis Untuk Siswa SMP dan SMA. Yogyakarta:
C.V Andi Offset.
Komaruddin. 1974. Metode Penulisan Skripsi dan Tesis. Bandung: Angkasa.
Mulyono, Datu dkk. 2000. Metode Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Nurdin, Irman Mokhamad, dkk. 2008. Bahasa Indonesia 3 Untuk SMK/MAK Semua
Program Kejuruan. Jakarta: Pusat Perbukuan Kementrian Pendidikan
Nasional.
Rasjid Lamuddin, Dkk. 1984. Bahasa Indonesia. Jakarta: Nina Dinamika.
Sofyan, Agus Nero, dkk. 2007. Bahasa Indonesia Dalam Penulisan Karya Ilmiah.
Bandung: Badan Perkuliahan Dasar Umum.
Wibowo, Wahyu. 2010. Tata Permainan Bahasa Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Bumi
Aksara