2. Perempuan
1/7
Data
menunjukan
bahwa
75.69%
perempuan
usia
15+
hanya
berpendidikan
tamat
SMP
ke
bawah.
Mayoritas
perempuan
usia
15+
hanya
berpendidikan
tamat
SD,
yakni
30.70%.
Semakin
Fnggi
Fngkat
pendidikan,
maka
persentase
parFsipasi
pendidikan
perempuan
semakin
rendah,
yakni
SM
(18.59%),
Diploma
(2.74%)
dan
Universitas
(3.02%).
ArFnya,
mayoritas
perempuan
hanya
berpendidikan
rendah
dan
Fdak
berparFsipasi
pada
pendidikan
Fnggi
(tamat
SM
ke
atas).
3. Perempuan
2/7
Rata-‐rata
Proporsi
laki-‐laki
dan
perempuan
secara
nasional
adalah
100,2
(sekitar
1
:
1).
Tetapi,
jumlah
angkatan
kerja
laki-‐laki
kurang
lebih
1,5
kali
lebih
banyak
dibandingkan
perempuan.
ArFnya,
masih
banyak
perempuan
yang
belum
dapat
menembus
dunia
kerja
atau
bekerja
karena
lebih
sedikit
perempuan
yang
mengenyam
pendidikan
formal.
4. Perempuan
3/7
Angka
parFsipasi
sekolah
perempuan
memang
sudah
meningkat,
tetapi
hal
itu
terjadi
pada
Fngkat
pendidikan
rendah.
Kondisi
ini
dapat
diamaF
dari
Fngkat
pendidikan
mayoritas
pekerja
perempuan
yang
75.67%
hanya
tamatan
SLTP
ke
bawah.
Proporsi
terbesar
dari
pekerja
perempuan
juga
di
isi
oleh
pekerja
yang
hanya
tamatan
SD
(35.03%).
Pekerja
perempuan
yang
tamatan
SMA
ke
atas
lebih
rendah
(24.33%)
dibandingkan
pekerja
laki-‐laki
(30.20%).
Rendahnya
pendidikan
dan
Fmpangnya
kualitas
pendidikan
perempuan
pada
pendidikan
Fnggi
dibandingkan
laki-‐laki
menyebabkan
daya
saing
perempuan
di
dunia
kerja
rendah.
Pekerja
perempuan
hanya
mengisi
38.23%
dari
total
pekerja
di
Indonesia.
5. Perempuan
4/7
Data menunjukan bahwa 72.07% pekerja perempuan memilki pendapatan bersih di bawah
satu juta rupiah per bulan.
Terdapat 12.44% pekerja perempuan yang berpenghasilan bersih Rp 200,000,- ke bawah
per bulan dibandingkan dengan pekerja laki-laki yang hanya 4.39%. Artinya, pekerja
perempuan yang berpenghasilan bersih Rp 200,000,- ke bawah per bulan adalah 3 kali lipat
lebih besar dari pekerja laki-laki.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa pekerja perempuan dihargai lebih rendah dibandingkan
pekerja laki-laki. Sebab, data menggambarkan bahwa pendapatan mayoritas pekerja laki-
laki (69.29%) menumpuk di pendapatan bersih sebulan Rp 600,000,- ke atas.
6. Perempuan
5/7
Berdasarkan jenis pekerjaan dan tingkat edukasi
yang sama, maka secara rata-rata perempuan
mendapatkan gaji/upah 30% lebih rendah dari
pekerja/buruh laki-laki.
Umumnya, perbedaan upah adalah akibat adanya
perbedaan peran gender di dalam keluarga yang
mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap
jenis pekerjaan yang diasosiasikan dengan peran
perempuan. Mayoritas pekerjaan perempuan
dianggap tidak membutuhkan kekuatan fisik /
penguasaan mesin-mesin berat, tetapi
membutuhkan ketelitian, kerapian dan
kebersihan. Pekerjaan tsb dipandang tidak
memerlukan keahlian khusus dan diberi nilai
rendah.
Data makro mengindikasikan bahwa pendidikan
dan ketrampilan perempuan lebih rendah
dibandingkan laki-laki, sehingga menyebabkan
perbedaan dalam meningkatkan tingkat upah.
Adanya pandangan bahwa perempuan adalah
tanggung jawab suami atau dianggap lajang ,
maka besarnya tunjangan juga mempengaruhi
lebih rendahnya upah perempuan.
7. Perempuan
6/7
KeFka
sebuah
keluarga
Fdak
memiliki
kemampuan
untuk
bebas
menentukan
bahwa
pendapatan
terbatas
mereka
dapat
diinvestasikan
untuk
pendidikan,
masih
memiliki
anggapan
bahwa
pendidikan
bagi
anak
perempuan
Fdak
berguna
dan
sangat
membutuhkan
tenaga
anak
perempuan
untuk
berkontribusi
pada
pekerjaan
rumah
tangga,
maka
anak
perempuan
akan
kehilangan
kesempatan
lebih
cepat
dalam
mengembangkan
kemampuan
dirinya
(berpendidikan).
Data
menunjukan
hampir
1,7
juta
anak
perempuan
usia
sekolah
15
–
19
tahun
Fdak
bersekolah,
Fdak
mandiri
secara
ekonomi
dan
hanya
bekerja
menurus
rumah
tangga
dibandingkan
dengan
anak-‐anak
laki-‐laki
yang
hanya
177
ribu.
ArFnya,
anak
perempuan
usia
15
–
19
tahun
yang
bertanggung
jawab
mengurus
rumah
tangga
dan
Fdak
bersekolah
mencapai
10
kali
lipat
lebih
banyak
dibandingkan
anak
laki-‐laki.
Secara
total,
terdapat
lebih
dari
30
juta
perempuan
usia
15+
dan
hanya
1,5
juta
laki-‐laki
usia
15+
yang
berakFvitas
mengurus
rumah
tangga.
ArFnya,
perempuan
usia
15+
yang
Fdak
akFf
secara
ekonomi
mencapai
20
kali
lipat
lebih
besar
dari
laki-‐laki.
8. Perempuan
7/7
Terdapat lebih dari 30 juta perempuan yang
hanya bekerja mengurus rumah tangga dan
tidak mandiri secara ekonomi. Sekitar 76.45%
dari perempuan tersebut hanya berpendidikan
tamatan SMP ke bawah.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa perempuan
akan memiliki kesempatan yang sangat kecil
untuk melakukan pemutusan proses pewarisan
kemiskinan karena tidak memiliki kemampuan
untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah
yang lebih baik untuk dirinya sendiri dan
keluarganya.