2. Latar Belakang –
Target Pencapaian Ekonomi Makro
2005-2009
5. Tingkat Pengangguran menurun dari
9.7% di tahun 2004 menjadi 5.1% di tahun 2009
8. Jumlah penduduk miskin menurun dari
16.6% di tahun 2004 menjadi 8.2% di tahun 2009
Untuk mencapai target tersebut diperlukan
percepatan pertumbuhan ekonomi
dari 5% di tahun 2004 menjadi 7.6% di tahun 2009
atau rata-rata pertumbuhan sebesar 6.6% pertahun
Sasaran laju pertumbuhan diatas
hanya akan tercapai jika rasio investasi terhadap GDP
dapat meningkat dari 20.5% di tahun 2004 menjadi 28.4% di tahun 2009
3. Latar Belakang
Kebutuhan Investasi Infrastruktur
Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur dan Sumber Pendanaan
Rp Tn (2005–2009)
1400
Kebutuhan Rekonstruksi Infrastruktur Aceh (paska
US$ 4.5 bn US$ 4.5 bn Tsunami)
1200 US$25bn APBN (17%)
(Rp.225Tn)
Sumber dana domestik (tanpa peningkatan sisi permintaan):
1000 • Perbankan (asumsi maturitas 5 tahun)
US$30bn (21%)
• Asuransi
US$ (Rp.270Tn)
• Dana Pensiun
145bn • Reksadana
800 Donor
(Rp.1303Tn) US$10bn
(Rp.90Tn)
600 Funding Gap Batch I
Ditawarkan dalam
(62%) US$22.5bn Infrastructure
(Rp.202.5Tn) Summit 2005
US$90bn Diharapkan berasal dari :
400 (Rp.810Tn) Internasional:
Lembaga multilateral Private Sector
• Swasta (funding investor, US$80bn
operator, strategic & (Rp.720Tn)
equity investor)
• Perbankan Next Batch
200 • Pinjaman Jangka
US$57.5bn
Panjang
Domestik (Rp. 517.5Tn)
• Infrastructure Fund
• Reformasi Dana
Pensiun dan Asuransi
0
Kebutuhan
Sumber Dana
Investasi
4. Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan
2. Diperlukan kebijakan yang jelas dalam “aturan main” penyediaan
infrastruktur oleh badan usaha – kerangka kebijakan ini bersifat
lintas sektoral
4. Kerangka kebijakan lintas sektoral ini memuat prinsip-prinsip
penyediaan infrastruktur oleh badan usaha yang menjadi landasan
bagi penyusunan kerangka PSP yang efektif
6. Belum semua peraturan perundang-undangan sektor infrastruktur
mengatur penyelenggaraan PSP
8. Keppres 81/2001pasal 7 menugaskan KKPPI untuk
menyempurnakan Keppres 7/1998
10. Keppres 80/2003 Pasal 51 mengatur bahwa pengadaan
barang/jasa melalui pola kerjasama pemerintah dengan badan
usaha diatur dalam Keppres tersendiri
12. Muatan pengaturan dalam Keppres 7/1998 masih cukup banyak
yang relevan, hanya tidak operasional
5. Istilah Terkait
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
ISTILAH
• Kemitraan pemerintah dan swasta (Public-Private Partnership
– PPP)
• Peranserta Sektor Swasta (Private Sector Participation –
PSP)
MAKNA
• Penyediaan (pembangunan dan pengelolaan) infrastruktur
(sarana/prasarana) umumnya dilakukan oleh pemerintah;
• Untuk sebagian infrastruktur yang memiliki nilai ekonomis,
penyediaannya dapat dilakukan oleh badan usaha;
• Perlu ada pengaturan sehingga:
– Pihak badan usaha mempunyai kepastian berinvestasi dengan
keuntungan yang wajar;
– Masyarakat tidak dirugikan, misal adanya beban tarif yang
memberatkan.
6. Visi & Misi
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Visi
• Terselenggaranya pemilihan badan usaha dalam penyediaan
infrastruktur secara bertanggung-gugat, kompetitif, adil dan
transparan
Misi
• Menetapkan identifikasi dan prioritas proyek infrastruktur
yang akan dikerjasamakan, dan menemukan landasan yang
kuat untuk melakukan negosiasi
Tujuan
• Mencegah atau setidaknya meminimalkan keterlambatan
dalam pelaksanaan kerjasama
• menurunkan biaya transaksi dan
• melakukan pemeriksaan biaya modal (capital cost scrutiny).
7. Wujud
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
WUJUD KERJASAMA
• Yang diberikan oleh Pemerintah:
– Pemerintah melakukan due diligence;
– Dengan due dilligence dapat diidentifikasi bentuk
kerjasama (modalities) yang memadai, dan
mengantisipasi ketentuan mengenai tarif, alokasi resiko
maupun dukungan pemerintah yang diperlukan
– Penyediaan lahan, sebaiknya sebelum tender pemilihan
Badan Usaha.
• Yang diberikan oleh Badan Usaha:
– Pencarian dana internasional tujuan utama KPS
– Penyediaan infrastruktur konstruksi dan manajemen
– Jika perlu, bentuk badan usaha khusus (SPV – special
purpose vehicle) utamanya pada konsorsium badan
usaha
– Penyelenggaraan tender untuk pengadaan barang, jasa
dan konstruksi hal yang semula dilakukan Pemerintah
sesuai PP 80/2003
8. Policy & Kelembagaan
Strategy
(Ministry) Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Regulator Contracting
Agency (CA)
Operator
KELEMBAGAAN IDEAL
• Pemisahan Regulator dan CA jika ada perselisihan
CA dengan BU maka Regulator sebagai mediator
• Umum ditemui, BUMN menjadi Contracting Agency
dan Operator. Bahkan de-facto bisa keempat fungsi.
• Perlu pemisahan fungsi BUMN agar Badan Usaha
sebagai Operator mendapat perlakuan setara dengan
BUMN yang juga kini menjadi Operator.
9. Komitmen Pemerintah
“I speak of “new partnership” as a concept
that underscores my personal commitment
and my Government’s determination to
promote a strong environment for business
and entrepreneurship in Indonesia.. ”,
pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhyono
di depan peserta Infrastructure Summit yang
diadakan pada tanggal 17-18 Januari 2005 di
Jakarta
10. Reformasi Kerangka Pengaturan di Bidang Infrastruktur
Pola Lama Pola Baru
Pembangunan infrastruktur yang commercially viable
1. Hampir seluruh pembangunan infrastruktur diserahkan kepada swasta, Pemerintah akan
dilaksanakan oleh Pemerintah berkonsentrasi pada infrastruktur dasar dan non-
commercially viable tetapi economically feasible.
3. Pendekatan sentralistis
Mengakomodasi peran daerah
5. Penyediaan infrastruktur oleh BUMN/BUMD
Penyediaan Infrastruktur terbuka bagi : BUMN/BUMD,
Badan Usaha Swasta, Masyarakat, Koperasi, dan
7. Fungsi ganda regulator - operator
lembaga berbadan hukum
9. Tidak ada pengaturan tentang usaha
Pemisahan peran operator dan regulator
monopolistik
Pembentukan Badan Pengatur
11. Tarif yang tidak berdasarkan atas azas
pemulihan biaya – ditentukan dengan
Tarif ditentukan berdasarkan atas azas pemulihan
keputusan
biaya, tarif ditetapkan dengan kontrak guna memberi
13. Pelayanan terintegrasi dari hulu hingga hilir kepastian atas arus penerimaan dan mengurangi
resiko atas proyek
Memperkenankan prinsip pemisahan pelayanan
(unbundling)
11. Reformasi Kerangka Peraturan / Kebijakan
No Sektor Agenda Reformasi Status Terakhir Departemen
/
Instansi
1 Jalan 1. Implementasi UU NO. 38/2004 1. PP No 15/2005 tentang Jalan Tol sudah Dep PU
2. Revisi PP Tentang Jalan Tol Terbit
3. Pembentukkan Badan Pengatur Jalan
Tol 3. Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT)
sudah beroperasi
2 Air Minum 1. Penerbitan PP Tentang Air Minum 1. PP 16/2005 tentang Sistem Penyediaan Dep PU
Air Minum telah terbit
3. Badan Pengatur Sistem Pengelolaan
Air Minum (BP SPAM) telah terbentuk
3 Ketenagalistrik 1.Revisi UU 20/2002 tentang 1. Draft RUU yang baru telah diselesaikan Dep ESDM
kan Ketenagalistrikan
2.PP 10/1989 (Revisi) tentang Penyediaan 3. PP 26/2006 tentang Penyediaan dan
dan Pemanfaatan Tenaga Listrik Pemanfaatan Tenaga Listrik telah terbit
4 Lintas Sektor Rancangan Perpres tentang Pengadaan Perpres 65/2006 tentang Pengadaan Badan
Tanah bagi Infrastruktur Lahan Bagi Pembangunan Kepentingan Pertanahan
Umum Nasional
1. Revisi Keppres 81/2001 tentang 1. Perpres No.42/2005 tentang Komite Bappenas
Komite Kebijakan Percepatan Kebijakan Percepatan Penyediaan
Pembangunan Infrastruktur (KKPPI) Infrastruktur (KKPPI) telah terbit
3. Revisi Keppres 7/98 tentang Tatacara 3. Perpres No. 67/2005 tentang
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
dalam Penyediaan Infrastruktur telah
dalam Pembangunan Infrastruktur
terbit
12. Reformasi Kerangka Peraturan / Kebijakan
No Sektor Agenda Reformasi Status Terakhir Departemen
/
Instansi
5 Bandara 1. Penyempurnaan Undang-Undang No. 15
Tahun 1992 tentang Penerbangan
• Penyusunan PP Tentang Bandara
4. Semua RPP masih dibahas secara
6 Pelabuhan 1. Penyempurnaan Undang-Undang No. 21 interdep
Tahun 1992 tentang Pelayaran
6. Membutuhkan revisi UU sektor yaitu:
2. Penyusunan PP Tentang Pelabuhan
UU Penerbangan, UU Pelayaran,
UU Kereta Api, dan UU Lalulintas
7 KA 1. Penyempurnaan Undang-Undang No. 13 Angkutan Darat. Dephub
Tahun 1992 tentang Perkeretaapian
8. Draft UU sektor Transportasi telah
2. Penyusunan PP tentang utilisasi
disampaikan kepada DPR untuk
Perkeretaapian
dibahas dalam masa persidangan
mendatang
8 Jalan Raya 1. Penyempurnaan Undang-Undang 9. UU KA telah disahkan
No.14/92 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
SELESAI 1 UU (Perkeretaapian)
3 PP (Jalan Tol, Air Minum, Ketenagalistrikkan)
3 Perpres (Pengadaan Lahan, KKPPI, dan Kerjasama Pemerintah Swasta Dalam Penyediaan
Infrastruktur)
1 Permenkeu mengenai pegelolaan resiko atas penyediaan infrastruktur (dukungan Pemerintah)
DALAM TAHAP 8 Draft PP terkait sektor Transportasi
PEMBAHASAN
13. Peraturan Presiden N0. 67 Tahun 2005
Tentang Kerjasama Pemerintah dan Swasta Dalam Penyediaan Infrastruktur
Tujuan • Untuk menyediakan kerangka pengaturan dalam kerjasama pemerintah dan swasta dalam
penyediaan infrastruktur, termasuk pedoman bagi proses pengadaan mitra swasta dalam
penyediaan infrastruktur, sehingga dapat konsisten di seluruh sektor.
• Menciptakan iklim investasi dengan berdasar pada prinsip usaha yang sehat dengan tetap
melindungi dan kepentingan: konsumen, masyarakat, dan badan usaha swasta.
• mengganti Keputusan Presiden No. 7 Tahun 1998,dengan mengakomodasi perubahan
paradigma dalam kerjasama pemerintah dengan badan usaha swasta dalam penyediaan
infrastruktur, antara lain berupa penerapan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.
Prinsip Berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan yang: adil, terbuka,transparan, bersaing, bertanggung-
gugat, saling menguntungkan, saling membutuhkan, dan saling mendukung.
Prinsip
Tipe • Perjanjian kerjasama; atau
Perjanjian • izin pengusahaan.
Pengadaan transparan, kompetisi, efisiensi, dan kesetaraan (level playing field).
Mitra
Swasta
Kebijakan • tarif mencerminkan: biaya investasi dan operasi, keuntungan yang wajar
Tarif • apabila tidak terpenuhi didasarkan pada tingkat kemampuan konsumen (willingness to
pay) dengan pemberian kompensasi (Public/ Universal Service Obligation) kepada badan
usaha swasta;
• besaran kompensasi berdasarkan hasil kompetisi.
Proyek Infrastruktur yang diusulkan oleh Menteri/Kepala Lembaga/ Gubernur/Bupati/ Walikota
harus sudah melalui kajian kelayakan tuntas (proper due diligence).
14. Kerangka Kelembagaan
Pengelolaan resiko investasi Dalam Menarik Investasi Swasta dan Mengelola Resiko
dialokasikan kepada pihak yang paling
mampu mengendalikan resiko.
Dep Sektoral Kementeriaan
Sep PU/Dep HUB, Dep ESDM Koordinator Dep Keuangan
Dep KOMINFO / Lembaga
Pelaksana Bid Perekonomian
&
Bentuk-bentuk dukungan pemerintah Bappenas
(dengan memper-timbangkan
kemampuan keuangan negara) antara
lain:
Sector Blueprint Quality of Entry Penerbitan
Regulations Quality of Dukungan Pemerintah
1. kerjasama investasi, Project Selection documentation
Bid Evaluation
Mengelola
Contingent Liabilities
Bid Documents
2. subsidi, Negotiations/Tender Negotiation and Exit
Nature of Public
3. garansi, atau Support
4. penghapusan pajak,
Kerangka Terintegrasi dalam Meningkatkan Investasi Swasta
Melalui Reformasi Kebijakan dan Pengelolaan Resiko
Feedback Loop
Kerangka Dukungan Telah diterbitkan Keputusan Menteri
Pengelolaan
Resiko
Pemerintah Peningkatan Keuangan Nomor 38/PMK/2006
Transaksi Peran Serta
Percontohan
tentang Pengelolaan Resiko atas
Swasta- Penyediaan Infrastruktur.
Reformasi Sektor
Dan Kebijakan Iklim
Investasi
Feedback Loop
15. Kebijakan – Kebijakan Penunjang Lainnya Dalam Melibatkan Sektor Swasta Dalam
Penyediaan Infrastruktur
Mendorong pembentukkan Infrastructure Development Fund guna menggerakkan
1 dana domestik agar dapat turut membiayai proyek-proyek infrastruktur yang layak
secara finansial
2 Pembentukkan Forum Infrastruktur Indonesia sebagai mitra dialog startegis
pemerintah dalam mengupayakan percepatan penyediaan infrastruktur
Pembentukkan Pusat dan Unit – Unit Layanan Kerjasama Pemerintah – Swasta (P3
3 Center dan Units) untuk menyusun petunjuk pelaksanaan serta melakukan
langkah-langkah konkrit dalam pengembangan kerjasama pemerintah - swasta
4 Penyusunan program dan strategi penetapan dukungan pemerintah serta
mekanismenya melalui unit pengelolaan resiko Risk Management Unit (RMU) pada
Departemen Keuangan
5 Penetapan Proyek Percontohan untuk dijadikan Model Proyek Kerjasama dengan
pihak swasta
16. Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur - KKPPI
Peraturan Presiden No. 42/2005 Struktur Organisasi :
Ketua :
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
KKPPI Ketua Pelaksana Harian :
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala
BAPPENAS
Ketua
Ketua Pelaksana Sekretaris :
Harian Sekretariat • Deputi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Sekretaris I Bidang Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan
Sekretaris II Infrastruktur
• Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Bidang
Sarana dan Prasarana
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
Kerja Kerja Kerja Kerja Anggota :
I II III xyz Menteri DalamNegeri; Menteri Keuangan; Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral; Menteri Pekerjaan
Umum; Menteri Perhubungan; Menteri Komunikasi
dan Informatika; Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara; dan Sekretaris Kabinet
Tugas :
1. merumuskan strategi dalam rangka koordinasi pelaksanaan percepatan penyediaan infrastruktur;
2. mengkoordinasikan dan memantau pelaksanaan kebijakan percepatan penyediaan infrastruktur
oleh Menteri Terkait dan Pemerintah Daerah;
• merumuskan kebijakan pelaksanaan kewajiban pelayanan umum (Public Service Obligation) dalam
percepatan penyediaan infrastruktur;
4. menetapkan upaya pemecahan berbagai permasalahan yang terkait dengan percepatan
penyediaan infrastruktur.