SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 101
Baixar para ler offline
Public Disclosure Authorized



                                                                 38639
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized




                                    Suara Masyarakat Miskin:
                                    Mengefektifkan Pelayanan Bagi
Public Disclosure Authorized




                                    Masyarakat Miskin di Indonesia




                               Nilanjana Mukherjee    INDOPOV
THE WORLD BANK OFFICE JAKARTA


Jakarta Stock Exchange Building Tower II/12th Fl.
Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53
Jakarta 12910
Tel: (6221) 5299-3000
Fax: (6221) 5299-3111
Website: www.worldbank.or.id




THE WORLD BANK


1818 H Street N.W.
Washington, D.C. 20433, U.S.A.
Tel: (202) 458-1876
Fax: (202) 522-1557/1560
Email: feedback@worldbank.org
Website: www.worldbank.org




Printed in 2006.


This paper has not undergone the review accorded to official World Bank publications. The findings, interpretations,
and conclusions expressed herein are those of the author(s) and do not necessarily reflect the views of the
International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank and its affiliated organizations, or those of
the Executive Directors of The World Bank or the governments they represent.


The World Bank does not guarantee the accuracy of the data included in this work. The boundaries, colors,
denominations, and other information shown on any map in this work do not imply any judgement on the part of
The World Bank concerning the legal status of any territory or the endorsement or acceptance of such boundaries.
Suara Masyarakat Miskin
 Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat
 Miskin Di Indonesia
 Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

 Nilanjana Mukherjee




Bank Dunia | The World Bank
East Asia and Pacific Region
Ucapan Terimakasih
Suara Masyarakat Miskin berdasarkan penelitian lapangan yang dilakukan oleh Nyoman Oka dan Ratna Indrawati
Josodipoero, Ketua Tim; Wiji J. Santoso, Idul Fitriatun, Ketut Suarken, Nur Khamid (Tim Jawa Timur); Purnama Sidi,
Laksmini Sita, Herry Septiadi, Ririn Fajri (Tim Jawa Barat); Titik Soeprijati, Irwan, Mochamad Rifai, Ariatim (Tim Nusa
Tenggara Barat); Husnuzzoni, Khusairi, Nazmi Rakhman, Indraningsih (Tim Kalimantan Selatan).


Penelitian lapangan dan analisis yang didukung oleh Indonesia Poverty Analysis Program (INDOPOV), sebuah
program kemitraan Bank Dunia Indonesia yang dipimpin Jehan Arulpragasan. Studi Kualitatif ini ditujukan untuk
melengkapi analisis kuantitatif “Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia”.


Penelitian ini banyak menerima manfaat dari berbagai usulan, diskusi dan kritik dari anggota INDOPOV, terutama
Menno Pradhan, Vincente Paqueo, Peter Heywood, dan Ellen Tan. Suzanne Charles dan Ellen Tan memberikan
dukungan yang sangat berharga berupa penyuntingan naskah. Claudia Surjadjaya menyediakan perangkat
penilaian layanan kesehatan serta memberikan pengarahan kepada para peneliti. Konsultasi dengan masyarakat
miskin dilakukan oleh peneliti berasal dari berbagai LSM dan lembaga pendidikan di Indonesia.


Terimakasih yang sebesar-besarnya juga ditujukan kepada masyarakat miskin — perempuan dan laki-laki — yang
berada di Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Barat. Mereka telah bersedia membagi penilaian, pengalaman,
pandangan serta pengetahuan mereka untuk memberikan citra dan suara kemanusiaan pada penelitian ini. Besar
harapan mereka agar suaranya bisa didengar oleh para pembuat kebijakan.


Penulis sangat berterima kasih atas dukungan manajemen dari program Air dan Sanitasi Bank Dunia (WSP), yang
memungkinkan penulis melakukan penelitian ini. Khususnya, ucapan terima kasih kepada Richard Pollard, ketua tim
regional untuk WSP - Asia Timur dan Pasifik, dan Ede Jorge Ijjasz-vasquez, manajer program global.


Penulis bertangung jawab sepenuhnya terhadap ini laporan penelitian ini.
Daftar Isi
UCAPAN TERIMA KASIH                                                                                                                               iv
DAFTAR ISI                                                                                                                                        v




                                                                                                                                                               Suara Masyarakat Miskin
DAFTAR KOTAK, GAMBAR, TABEL                                                                                                                       vi
DAFTAR ISTILAH                                                                                                                                   viii
RINGKASAN EKSEKUTIF                                                                                                                                x
1. KARAKTERISTIK KEMISKINAN DAN INSTITUSI LOKAL DI LOKASI PENELITIAN                                                                              1
1.1 Lokasi, Sampel, Alat Penelitian                                                                                                               1
1.2 Metodologi: Pengenalan dan Keterlibatan Penduduk Miskin                                                                                       2
1.3 Profil Kesejahteraan dan Kemiskinan Setempat                                                                                                  3
2. LAYANAN PENDIDIKAN YANG DIMANFAATKAN OLEH PENDUDUK MISKIN                                                                                      5
2.1. Sekolah-Sekolah Dasar: Tidak Sepenuhnya Gratis – Meskipun Ada Bantuan Pemerintah                                                             5
2.2. Layanan Pendidikan Sekolah Menengah                                                                                                          8
2.3. Mutu Layanan – Pandangan Pengelola                                                                                                           9
2.4. Hasil Pengamatan dan Kesimpulan                                                                                                             11
3. LAYANAN KESEHATAN: PRA-PERSALINAN, PERSALINAN, DAN LAYANAN KESEHATAN ANAK                                                                     16
3.1. Layanan Pra-Persalinan: Pilihan Berbeda Untuk Lokasi Geografis Yang Berbeda                                                                 16
3.2. Layanan Bantuan Persalinan: Dukun Beranak Tetap Pilihan Utama                                                                               18
3.3. Layanan Kesehatan bagi Bayi di Bawah Usia Lima Tahun (Balita): Layanan Umum Lebih Disukai                                                   19
3.4. Mutu Layanan Kesehatan bagi MAsyarakat miskin                                                                                               21
3.5. Pengamatan Independen dan Kesimpulan                                                                                                        25
4. LAYANAN AIR “BERSIH” UNTUK PENDUDUK MISKIN                                                                                                    28
4.1. Penduduk miskin Kekurangan Akses Penuh untuk Mendapatkan Air Minum                                                                          28
4.2. Penggunaan Air dan Bahaya Kesehatan                                                                                                         30
4.3. Warga Paling Miskin Membayar Harga Air Paling Tinggi                                                                                        31
4.4. Hasil Pengamatan: Layanan Air “Bersih”                                                                                                      33
4.5. Mutu Layanan : Pandangan Masyarakat Miskin                                                                                                  34
5. FASILITAS SANITASI YANG DIMANFAATKAN OLEH PENDUDUK MISKIN                                                                                     36
5.1. Hasil Pengamatan: Layanan Sanitasi                                                                                                          37
5.2. Mutu Layanan: Beberapa Pandangan                                                                                                            39
6. PENDUDUK MISKIN TIDAK MEMILIKI KEKUATAN SEBAGAI PEMAKAI JASA– NAMUN MEREKA MENGINGINKANNYA                                                    40
6.1. Kurangnya Informasi- “Kami Tidak Tahu”                                                                                                      41
6.2. “Siapa Yang Akan Mendengar Kami?”                                                                                                           43
6.3. Perlakuan Buruk oleh Penyedia dan Petugas terhadap Masyarakat miskin                                                                        44
6.4. Tidak Ada Suara Penduduk miskin dalam Keputusan Masyarakat dan Penyediaan Layanan Publik                                                    45
6.5. Masalah dalam Proses Partisipasi – “Kami Adalah Anak Tiri”                                                                                  45
7. REKOMENDASI UNTUK KEBIJAKAN DAN STRATEGI                                                                                                      47
7.1. Untuk Layanan Dasar Secara Umum                                                                                                             47
7.2. Untuk Layanan Kesehatan                                                                                                                     49
7.3. Untuk Layanan Pendidikan                                                                                                                    49
7.4. Untuk Layanan Air Bersih dan Sanitasi                                                                                                       51



                                                                                           Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                                                  Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                                                                                                                                                           v
Daftar Kotak
                               Kotak 1: Tidak Ada Penjelasan tentang Biaya-biaya                                                                7
                               Kotak 2: Menikah pada usia 13 tahun, melahirkan di usia 14 tahun – satu-satunya pilihan setelah tamat            9
Suara Masyarakat Miskin




                                            sekolah dasar
                               Kotak 3: Tidak ada air bersih dama dengan tidak ada guru sekolah dan petugas kesehatan                           11
                               Kotak 4: 92 Terdaftar tapi hanya 29 yang hadir                                                                   12
                               Kotak 5: Tanda-tanda bahaya kehamilan yang tidak dikenali                                                        19
                               Kotak 6: Persalinan prematur berulang-ualng, tidak ada pemeriksaan pra-persalinan                                25
                               Kotak 7: Tidak lagi kesurupan                                                                                    26
                               Kotak 8: Empat hari terlambat                                                                                    27
                               Kotak 9: Bagaimana bisa menyusui anak bila air susu ibu tidak keluar?                                            28
                               Kotak 10: Bayi meninggal karena diare di kota besar, dekat pelayanan kesehatan                                   28
                               Kotak 11: Penduduk miskin membayar 30 kali lebih besar daripada tarif PDAM untuk air – tapi tidak menyadarinya   30
                               Kotak 12: Terjebak monopoli layanan air                                                                          34
                               Kotak 13: “Mereka tidak memberikan pilihan kepada kami”                                                          41
                               Kotak 14: “Karena saya miskin, dengan demikian saya juga bodoh”                                                  44
                               Kotak 15: Pengguna kartu sehat membutuhkan kesabaran dan pengendalian diri                                       45


                                                                                                    Daftar Gambar
                               Gambar 1: Proporsi suara bagi pilihan penyedia layanan pendidikan dasar                                          7
                               Gambar 2: Proporsi suara bagi pilihan penyedia layanan pra-persalinan                                            17
                               Gambar 3: Proporsi suara bagi pilihan layanan air yang digunakan                                                 29
                               Gambar 4: Proporsi suara bagi pilihan fasilitas sanitasi yang digunakan                                          36


                                                                                                       Daftar Tabel
                               Tabel 1. Lokasi penelitian                                                                                       1
                               Tabel 2. Hasil pengamatan sekolah lanjutan di lokasi yang berbeda                                                14
                               Tabel 3. Biaya layanan air bersih dan air bersih yang digunakan oleh masyarakat miskin di delapan lokasi         32
                                            penelitian


                                                                                            Daftar Tabel Lampiran
                               Tabel 2.1. Paminggir – Komunitas Pedesaan, Terpencil, yang Hidup dari Hasil Hutan, di Kalimantan                 5
                               Selatan
                               Tabel 2.2. Bajo Pulau – Komunitas Nelayan Laut di Nusa Tenggara Barat (NTB)                                      6
                               Tabel 2.3. Alas Kokon – Komunitas Pedesaan Petani Ladang di Madura Jawa Timur                                    6
                               Tabel 2.4. Kertajaya – Komunitas Pedesaan Petani Sawah di Jawa Barat                                             7
                               Tabel 2.5. Antasari – Kelurahan Urban di Kalimantan Selatan                                                      8
                               Tabel 2.6. Jatibaru – Kelurahan Miskin di Pinggiran Kota Bima, Nusa Tenggara Barat                               9




                               Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                               Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                          vi
Tabel 2.7 Simokerto – Pemukiman Pemulung dan Warga Berpenghasilan rendah di Surabaya, Jawa                                                   10
          Timur
Tabel 2.8. Soklat – Kelurahan Miskin di Subang, Jawa Barat                                                                                   11
Tabel 3.1 Pilihan dan Biaya Layanan Pendidikan Dasar, yang di Laporkan oleh Masyarakat Miskin di 8                                           12




                                                                                                                                                        Suara Masyarakat Miskin
          Lokasi Penelitian
Tabel 3.2. Biaya Pendidikan Sekolah Lanjutan, yang di Laporkan oleh Masyarakat Miskin di 8 Lokasi                                            15
           Penelitian
Tabel 3.3. Pilihan dan Biaya Pasca Persalinan yang di gunakan oleh Masyarakat Miskin di 8 Lokasi                                             19
           Penelitian
Tabel 3.4. Biaya Layanan Persalinan yang digunakan oleh Masyarakat Miskin di 8 Lokasi Penelitian                                             22
Tabel 3.5. Biaya Satu Kali Layanan Kuratif Yang Harus Dibayar Oleh Masyarakat Miskin Untuk Perawatan                                         26
          Balita-nya.


                                  Daftar Gambar Lampiran
Diagram 3.1. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Pendidikan                                              13
              Dasar
Diagram 3.2. Tingkat Kepuasan terhadap Penyedia Layanan Pendidikan Dasar                                                                     14
Diagram 3.3. Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Pendidikan Sekolah Lanjutan                                                                 16
Diagram 3.4. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Pendidikan                                              17
              Lanjutan
Diagram 3.5. Tingkat Kepuasan terhadap Penyedia Layanan Pendidikan Lanjutan                                                                  18
Diagram 3.6. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Perawatan                                               20
              Pasca Persalinan
Diagram 3.7. Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Persalinan                                                                                  21
Diagram 3.8. Tingkat Kepuasan Terhadap Penyedia Layanan Persalinan                                                                           23
Diagram 3.9. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Persalinan                                              24
Diagram 3.10. Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Perawatan Balita                                                                           25
Diagram 3.11. Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Perawatan Batita (0–2 tahun)                                                               25
Diagram 3.12. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Kuratif                                                27
                untuk Batita (Usia 0-2 tahun)
Diagram 3.13. Tingkat Kepuasan untuk Pelayanan Kuratif bagi Batita                                                                           28
Diagram 3.14. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan oleh Sarana Air Bersih yang                                             29
               Digunakan
Diagram 3.15. Tingkat Kepuasan untuk Pilihan Sarana Air Bersih                                                                               30
Diagram 3.16. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan oleh Fasilitas Sanitasi                                                 31
Diagram 3.17. Tingkat Kepuasan untuk Fasilitas Sanitasi                                                                                      32




                                                                                      Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                                             Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                                                                                                                                                      vii
Daftar Istilah
                                 ANC                                    (Antenatal Care) Perawatan Pasca Melahirkan
Suara Masyarakat Miskin




                                 Arisan                                 Kelompok Dana Bergulir Informal
                                 Bidan di Desa                          Bidan Terlatih yang ditempatkan di Desa
                                 BKKBN                                  Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
                                 BOS                                    Biaya Operasional Sekolah
                                 BPS                                    Biro Pusat Statistik
                                 Dukun                                  Penyedia Layanan Persalinan Tradisional
                                 Dusun                                  Tingkat pemerintahan di bawah Desa
                                 GDS                                    (Governance and Desentralization Survey) Survai Mengenai Layanan Publik pasca
                                                                        desentralisasi
                                 IDT                                    (Inpres Desa Tertinggal) Program Pemerintah Pusat untuk wilayah Desa yang termasuk
                                                                        kategori tertinggal
                                 Imunisasi TT                           Imunisasi Tetanus Toxoid
                                 Kangkung                               Tumbuhan Rawa yang bisa diolah menjadi lauk
                                 Kantor Kelurahan                       Kantor tempat Pejabat Kelurahan menjalankan fungsinya
                                 Kapuk                                  Buah pohon Kapuk yang biasa digunakan untuk mengisi kasur
                                 Kartu Sehat                            Kartu jaminan kesehatan yang memungkinkan pemegangnya mendapat pelayanan
                                                                        kesehatan secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan yang berlaku
                                 Kec./Kecamatan                         Tingkat pemerintahan yang berada dibawah Kabupaten/kota
                                 Kelurahan                              Tingkat pemerintahan yang berada dibawah kecamatan yang tidak berhak
                                                                        menyelenggarakan rumah tangganya sendiri (Setingkat dengan desa, namun khusus
                                                                        untuk wilayah perkotaan)
                                 Kantor Desa                            Kantor tempat pejabat Desa menyelenggarakan fungsinya
                                 Kepala Desa                            Unsur pemerintahan yang mengepalai pemerintahan tingkat desa dan dipilih langsung
                                                                        oleh warganya.
                                 Kepala Dusun                           Orang yang dipilih oleh masyarakat suatu dusun untuk menjalankan fungsi sebagai
                                                                        pemimpin wilayah dusun tersebut
                                 Ketua RT                               Orang yang dipilih langsung oleh warga RT


                                 Madrasah                               Sekolah yang sebagian besar mata pelajaran dan sistem pendidikannya berdasarkan
                                                                        agama Islam
                                 Madrasah                               Sekolah dasar agama Islam setingkat SD
                                 Ibtidaiyah
                                 Madrasah                               Sekolah menengah agama Islam setingkat SMP
                                 Tsanawiyah
                                 Mantri                                 Petugas kesehatan yang bertugas di puskesmas
                                 MOE                                    Ministry of Education (Departemen Pendidikan Nasional)
                                 NGO                                    Non Government Organization (Lembaga Swadaya Masyarakat)




                                  Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                  Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                          viii
PISK        Penyedia Air Independen Skala Kecil
PDAM        Perusahaan Daerah Air Minum
Pesantren   Sekolah asrama agama Islam yang kurikulumnya lebih banyak mengenai agama
PKK         Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga




                                                                                                                                             Suara Masyarakat Miskin
PLN         Perusahaan Listrik Negara
Polindes    Pondok Bersalin Desa
POSYANDU    Pos Layanan Terpadu
Puskesmas   Pusat Kesehatan Masyarakat
Pustu       Puskesmas pembantu
Raskin      Beras Miskin
SANIMAS     Sanitasi Berbasis Masyarakat; sebuah program sanitasi berbasis masyarakat untuk
            masyarakat di daerah perkotaan
SD          Sekolah Dasar
SDN         Sekolah Dasar Negeri
SLTP        Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SMP         Sekolah Menengah Pertama
SSIP        Small Scale Independent Water Provider (Penyedia Air Independen Skala Kecil)
TBA         Traditional Birth Attendance (Dukun Beranak)
UKS         Unit Kesehatan Sekolah




                                                                        Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                               Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                                                                                                                                        ix
Ringkasan Eksekutif
                              Pada Januari 2001 Indonesia mulai menerapkan desentralisasi pada sebagian besar layanan publik di tingkat
Suara Masyarakat Miskin




                              kabupaten. Sejak saat itu, titik pusat inovasi bergeser ke tingkat kabupaten, sehingga dengan demikian pemerintahan
                              daerah memiliki otonomi yang sangat kuat untuk melakukan perubahan (baik positif maupun negatif ). Di Negara
                              yang berpenduduk sekitar 2201 juta jiwa dan terdiri dari 4402 kabuten dan Kotamadya, pergeseran orientasi kebijakan
                              ini telah menciptakan potensi yang sangat besar bagi pendekatan inovatif lokal dalam menyediakan layanan sektor
                              publik.


                              Inisiatif mengefektifkan ( Layanan bagi Masyarakat miskin di Indonesia ) bertujuan untuk memberikan dukungan
                              analisis bagi pemerintah Indonesia agar bisa meningkatkan akses dan mutu layanan dasar bagi masyarakat miskin
                              dalam era desentralisasi. Sasarannya, selain untuk merangkum kondisi layanan mendasar bagi masyarakat miskin,
                              juga menentukan dan menganalisis faktor-faktor kunci yang berpengaruh terhadap kondisi saat ini, dan selain itu
                              mengusulkan kerangka kerja analisis serta langkah-langkah praktis untuk meningkatkan layanan bagi masyarakat
                              miskin.3


                              Sampai sekarang, tidak satu pun literatur, yang tergolong cukup lengkap, tentang desentralisasi menyertakan
                              juga analisis tentang pandangan masyarakat miskin mengenai pemberian layanan publik; laporan ini berusaha
                              untuk mengisi kesenjangan tersebut. Di samping itu, laporan ini juga berusaha untuk memahami hambatan yang
                              dihadapi masyarakat miskin, serta memahami alasan yang mendasari pilihan yang diambil masyarakat miskin di
                              daerah pedesaan dan perkotaan tentang layanan kesehatan dasar, pendidikan, penyediaan air bersih, dan sanitasi
                              yang mereka butuhkan. Laporan ini juga memberikan rekomendasi tentang kebijakan untuk meningkatkan layanan
                              bagi masyarakat miskin berdasarkan analisis dan saran dari masyarakat miskin, dan penyedia layanan publik yang
                              mampu meningkatkan akuntabilitas serta penguatan hubungan antara pengguna layanan, penyedia layanan, dan
                              pembuat kebijakan.
                              Ada delapan layanan kunci yang menjadi fokus penelitian ini sbb: 4
                                  •     layanan pra persalinan
                                  •     bantuan persalinan
                                  •     layanan kuratif untuk bayi usia 0-2 bulan
                                  •     layanan kuratif bayi >2 bulan hingga 5 tahun
                                  •     pendidikan dasar
                                  •     peralihan menuju sekolah menengah
                                  •     layanan air bersih
                                  •     fasilitas sanitasi (pembuangan tinja)


                              1       Biro Pusat Statistik (BPS), “Proyeksi Penduduk Indonesia, 2000-2005”, 2005
                              2       Departemen Dalam Negeri
                              3       Untuk laporan secara lengkap, lihat situs Bank Dunia, www.worldbank.or.id
                              4       Untuk keperluan laporan ini, analisis telah digabungkan dengan layanan kuratif. Untuk hasil yang spesifik untuk Kelompok umur 0 - 2 bulan dan <2
                                      bulan - 5 tahun, lihat Lampiran.


                                  Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                  Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                          x
Layanan ini merupakan unsur penting dalam upaya mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDG). Tingginya
tingkat gizi buruk, tingginya angka kematian ibu dan bayi, dan rendahnya tingkat pendidikan secara langsung dapat
ditelusuri dari penyediaan dan pemberian layanan ini.




                                                                                                                                                      Suara Masyarakat Miskin
Sintesis yang memadukan persamaan dan perbedaan antara delapan lokasi penelitian ini diharapkan memberikan
manfaat kepada lembaga donor dan pemerintah Indonesia serta pemerintah negara-negara lain yang berminat
mengadopsi gagasan-gagasan praktis untuk meningkatkan penyediaan layanan publik oleh pemerintah.


Peran aktif masyarakat miskin dalam penyediaan layanan rakyat masyarakat dengan memberikan tekanan pembuat
kebijakan dan penyedia layanan, berpotensi untuk meningkatkan mutu layanan yang akan mereka terima. Penelitian
ini berupaya menggali sejauh mana masyarakat miskin mampu dan mau melakukan hal tersebut dan mampukah
mereka melihat apakah peran serta yang mereka mainkan itu efektif atau tidak. Penelitian ini juga berusaha
mencermati bagaimana pandangan masyarakat miskin mampu menarik perhatian para pembuat kebijakan agar
mereka memperhatikan aspirasi masyarakat miskin, serta bagaimana pandangan dari mereka bisa membuat para
pembuat kebijakan mampu meningkatkan akuntabilitas penyedia layanan untuk meningkatkan pelayanan terhadap
kelompok tersebut.


Tanggapan kebijakan di Indonesia terhadap minimnya layanan mendasar bagi masyarakat miskin atau terhadap
layanan yang mengecewakan, pada umumnya berupa penentuan jumlah pemberian subsidi untuk menyediakan
layanan publik, seperti program kartu sehat dan pemberian beasiswa. Kebijakan ini memberikan asumsi bahwa
sektor publik merupakan lembaga yang paling efisien yang mampu memberikan layanan kepada masyarakat miskin.
Asumsi lain adalah bahwa masyarakat miskin tidak memanfaatkan layanan tersebut karena harganya yang terlalu
mahal bagi mereka. Penelitian ini dirancang untuk meninjau kembali hipotesis yang telah mendorong lahirnya
berbagai kebijakan di Indonesia dan memberikan saran-saran untuk menghasilkan kebijakan alternatif yang secara
lebih langsung terkait dengan berbagai kendala yang dihadapi masyarakat miskin.


Temuan-temuan yang diuraikan berikut ini mencerminkan suara masyarakat miskin yang berasal dari delapan
kabupaten yang terpilih di Indonesia. Namun demikian, tidak berarti kalau suara mereka mewakili seluruh masyarakat
miskin di seluruh negeri ini.


Beberapa pesan penting yang muncul secara berulang-ulang selama proses Konsultasi dengan masyarakat miskin


1. Pandangan masyarakat miskin terhadap mutu layanan sering kali berbeda dengan pandangan para ahli :
  •   Masyarakat miskin menganggap mutu layanan dukun beranak lebih baik daripada yang diberikan oleh bidan
      yang terlatih.
  •   Air sumur dianggap bersih, sementara air sungai kotor. Walaupun anggapan yang kedua memang benar
      adanya, anggapan yang pertama bahwa air sumur bersih, juga tidak benar.




                                                                                     Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                                            Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                                                                                                                                                     XI
2. Hambatan utama dalam meningkatkan jumlah kelahiran yang dibantu oleh bidan terlatih tampaknya lebih
                                    disebabkan karena kurangnya permintaan (atas bidan terlatih) dan bukan karena kurangnya akses. Masyarakat
                                    miskin tidak memerlukan layanan bidan terlatih karena ongkos membayar bidan lebih mahal sementara waktu
                                    bidan melayani pasien lebih singkat daripada dukun beranak. Banyak pasien miskin tidak sepenuhnya menyadari
Suara Masyarakat Miskin




                                    keuntungan lebih yang diperoleh dari bantuan persalinan profesional. Mereka yang sadar tidak yakin bahwa
                                    keuntungan tambahan tersebut sepadan dengan biaya tambahan yang tinggi.


                                3. Program untuk masyarakat miskin, seperti kartu sehat, sangat dihargai, namun para peneliti menemukan bahwa;
                                    informasi tentang hal itu (tentang kebijakan untuk masyarakat miskin) biasanya tidak tersedia. Seringkali petugas
                                    layanan publik atau pejabat pemerintah, yang merupakan satu-satunya sumber informasi tentang layanan bagi
                                    masyarakat miskin, gagal memberikan informasi lengkap kepada masyarakat miskin, dan kadang-kadang mereka
                                    bahkan menyalahgunakan kekuasaan mereka, dan menghalangi akses layanan ini bagi masyarakat miskin.


                                4. Para elit masyarakat – para petugas atau pejabat pemerintah – jarang mendengarkan masyarakat miskin ketika
                                    rakyat seperti ini menyampaikan kebutuhan, keprihatinan, dan pendapat mereka untuk meningkatkan layanan
                                    bagi rakyat. Masyarakat miskin memandang diri mereka sebagai “anak tiri”; para elit menganggap masyarakat
                                    miskin “bodoh” dan tidak mau berinteraksi serta memberikan informasi bagi mereka. Satu-satunya cara agar
                                    masukan masyarakat miskin dapat dihargai adalah melalui mitra perantara pihak ketiga.


                                5. Biaya di luar SPP (Sumbangan Pembangunan Pendidikan) untuk sekolah dasar (seperti seragam, buku, dan
                                    sebagainya) merupakan beban berat bagi masyarakat miskin. Kebijakan baru untuk menghapus SPP bagi
                                    masyarakat miskin tidak menuntaskan masalah biaya di luar SPP yang masih sangat besar.


                                6. Adanya persepsi publik bahwa masyarakat miskin tidak akan mampu membayar sarana air bersih dan sanitasi
                                    yang bermutu adalah tidak benar. Masyarakat miskin perkotaan membeli air dari penjual swasta dengan harga
                                    15 sampai 30 kali tarif Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Meskipun mampu membeli air dari PDAM dengan
                                    tarif yang berlaku, masyarakat miskin tetap sulit mendapatkan sambungan karena mereka tidak memiliki hak sewa
                                    atau hak milik yang jelas atas tanah yang mereka tinggali, masalah lainnya adalah tingginya biaya pemasangan
                                    yang harus dibayar tunai. Ketika sebagian besar masyarakat miskin perkotaan mampu menanggung biaya
                                    pembangunan WC umum yang murah, tetapi sekali lagi tidak adanya hak kepemilikan atau hak sewa lahan
                                    pemukiman menjadi penghalang. Juga, kebanyakan dari mereka tidak menyadari adanya pilihan WC umum
                                    berbiaya rendah, baik di pedesaan maupun perkotaan.


                                7. Di daerah kepulauan, masyarakat miskin sulit mendapatkan akses air bersih, sering kali karena sistem monopoli
                                    yang dikuasai oleh penjual air. Hal ini juga terjadi di daerah perkotaan yang berpenduduk padat.




                                8. Ada perbedaan mutu yang besar antara penyedia layanan di perkotaan yang melayani daerah kumuh dan



                                 Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                 Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                          XII
penyedia layanan di pedesaan yang melayani daerah miskin. Petugas di pedesaan memiliki mutu yang jauh
   lebih buruk.


9. Khususnya di daerah pedesaan, banyak anak yang sudah terdaftar di sebuah sekolah tidak mengikuti pelajaran




                                                                                                                                                      Suara Masyarakat Miskin
   mereka secara teratur. Guru-guru mereka sering mangkir. Walaupun jumlah anak yang terdaftar di sekolah cukup
   tinggi, hal ini tidak mampu menarik mereka yang tidak masuk sekolah.


10. Ketidakhadiran guru di sekolah-sekolah serta tidak tersedianya petugas kesehatan di puskesmas pembantu
   (pustu) di pedesaan seringkali berkaitan dengan kurangnya fasilitas infrastruktur dasar seperti sumber air dan
   sanitasi di sekolah-sekolah dan pos-pos kesehatan. Para guru tidak bersedia bekerja dalam kondisi seperti itu
   (walaupun mereka bersedia jika dibayar).


11. Jika tidak terdapat sekolah menengah di desa, gadis-gadis di Madura menikah segera setelah lulus sekolah
   dasar dan hamil. Apabila ada kesempatan untuk melanjutkan ke sekolah menengah pertama, pernikahan dini
   bisa dicegah. Ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk meningkatkan akses sekolah menengah bagi anak
   perempuan untuk alasan-alasan yang lebih dari sekedar soal prestasi akademis.




                                                                                    Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                                           Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                                                                                                                                                    XIII
Suara Masyarakat Miskin




                          Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                          Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                  XIV
1. Karakteristik Kemiskinan dan Lembaga Setempat di
   Lokasi Penelitian
1.1. Lokasi, Sampel, Alat Penelitian




                                                                                                                                                           Suara Masyarakat Miskin
Delapan lokasi dipilih berdasarkan kriteria kemiskinan menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional), tercantum di dalam Governance and Decentralization Survey (GDS) peta kemiskinan dan geografi/lokasi
Biro Pusat Statistik. Komunitas yang terpilih, baik di pedesaan maupun perkotaan, memiliki tingkat kemiskinan yang
tinggi (30 – 80 persen). Pemetaan sosial digunakan lebih lanjut pada setiap lokasi untuk identifikasi lingkungan
termiskin yang akan diwawancara. Separuh dari lokasi dipilih di Pulau Jawa, tempat tinggal masyarakat miskin
terbesar di negeri ini. Dua lokasi lainnya, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan diikutsertakan untuk mencerminkan
kondisi di luar Jawa. Hasil GDS tahun 2003 menunjukkan tingkat kepuasan tinggi terhadap layanan publik dan
persepsi masyarakat bahwa terjadi peningkatan mutu layanan publik pasca desentralisasi. Hasil kuantitatif GDS
tidak menjelaskan alasan di balik tingkat kepuasan yang tinggi tersebut, juga tidak menjelaskan apakah pandangan
masyarakat miskin berbeda dengan pandangan mereka yang tidak termasuk kategori miskin. Pandangan masyarakat
miskin yang terlibat dalam penelitian ini tidak sama dengan hasil yang dikeluarkan GDS, kemungkinan penelitian ini
memang mencerminkan pengalaman segmen yang termiskin.


Kriteria pemilihan lokasi di daerah pedesaan meliputi mata pencaharian utama (petani sawah di Jawa Barat, nelayan
kepulauan Nusa Tenggara Barat, penduduk dataran tinggi yang bergantung pada hasil hutan di Kalimantan Selatan,
dan rakyat petani lahan kering di Madura), lihat Tabel 1.


Tabel 1. Lokasi Penelitian
                             JAWA                                                             LUAR JAWA
           Pedesaan                    Perkotaan                       Pedesaan                                       Perkotaan
 Mata pencaharian              Rakyat daerah padat di       Mata pencaharian                              Komunitas kota kecil
 berdasarkan pertanian         kota besar                   pertanian hutan dan
 irigasi                                                    dataran tinggi


 Desa Kertajaya,               Kelurahan Simokerto,         Desa Paminggir,                               Kelurahan Antasari,
 Kabupaten Subang, Jawa        Kecamatan Simokerto,         Kecamatan Danau                               Kecamatan Amuntai
 Barat                         Kabupaten Surabaya,          Panggang, Kabupaten                           Tenggah, Kalimantan
                               Jawa Timur                   Hulu Sungai Utara,                            Selatan
                                                            Kalimantan Selatan




                                                                                       Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                                              Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                                                                                                                                                       1
Mata pencaharian                              Masyarakat miskin                          Penduduk yang bekerja       Rakyat kota kecil
                               pertanian lahan kering                        perkotaan                                  sebagai nelayan di daerah
                                                                                                                        pantai
Suara Masyarakat Miskin




                               Desa Alaskokon,                               Kelurahan Soklat,                          Desa Bajopulau,             Kelurahan Jatibaru,
                               Kecamatan Modung,                             Kecamatan/Kota Subang,                     Kabupaten Sabe, Nusa        Kota Bima, Nusa Tenggara
                               Kabupaten Bangkalan,                          Jawa Barat                                 Tenggara Barat              Barat
                               Madura
                              Penelitian didasarkan pada kerangka analisis partisipatif, diskusi kelompok terfokus (focus group discussions atau
                              FGD) baik untuk laki-laki maupun perempuan. Diskusi ini juga disertai dengan wawancara mendalam dengan
                              individu terpilih untuk studi kasus, yang berjumlah sekitar 450 masyarakat miskin. Temuan ini juga mencantumkan
                              pandangan para dokter dari puskesmas di empat kecamatan, bidan di enam desa, dua petugas kesehatan, empat
                              dukun beranak, tujuh guru sekolah dasar, dan tiga guru sekolah menengah. Daftar mengenai mutu layanan meliputi
                              layanan yang diberikan di 16 kelas sekolah dasar, delapan kelas sekolah menengah, rumah empat dukun beranak
                              dan dua bidan di desa, enam puskesmas dan puskesmas pembantu di kecamatan. Pengamatan juga dilakukan
                              terhadap dua Penyedia Air Independen Skala Kecil (PISK) untuk fasilitas pengisian dan penyediaan, 16 fasilitas
                              sanitasi sekolah dan 23 fasilitas sanitasi rumah tangga. Seluruh tim bekerja di lapangan selama 42 hari antara bulan
                              Oktober dan November 2005.


                              1.2. Metodologi: Identifikasi dan Pelibatan Masyarakat Miskin

                              Dalam setiap musyawarah masyarakat miskin sangat mudah terabaikan. Mereka yang berada pada tangga sosial
                              terendah, jarang menghadiri pertemuan warga: mereka tidak bisa menyisihkan waktu kerja mereka dan sering tidak
                              diundang dalam acara tersebut. Pengalaman masa lalu membuat masyarakat miskin sulit untuk percaya pada pihak
                              luar. Mereka dapat berbicara dengan leluasa tentang pengalaman mereka — pengalaman yang sering kali sangat
                              berbeda dengan versi yang sudah “dipermak” dan dikumandangkan para pemimpin. Para peneliti dilengkapi dengan
                              perangkat analisis partisipatif dan penelitian kualitatif (digambarkan pada Lampiran 1, hal. 1-4) yang dirancang untuk
                              mengatasi hambatan komunikasi seperti yang digambarkan di atas dan mengumpulkan pandangan, penilaian, dan
                              pengalaman masyarakat miskin.


                              Empat tim peneliti yang masing-masing terdiri dari empat orang, melakukan penelitian selama empat hingga lima
                              hari di tiap komunitas. Setiap tim terdiri dari dua laki-laki dan dua perempuan dari Lembaga Swadaya Masyarakat
                              atau kelompok akademis, setiap tim melakukan pembahasan dengan kelompok laki-laki dan perempuan. Mereka
                              menjelaskan tujuan penelitian, pertama kepada para pemimpin formal dan kemudian kepada masyarakat miskin.


                              Minat warga di setiap lokasi sangat tinggi. Sebelumnya tidak pernah ada yang menanyakan kepada masyarakat
                              miskin tentang pendapat mereka mengenai layanan publik. Pada awalnya mereka heran, tapi kemudian lebih
                              ekspresif dalam memberikan penilaian dan penjelasan. Ketika penelitian berkembang, perangkat analisis visual



                               Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                               Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                          2
menarik perhatian peserta dan jumlah kehadiran mereka meningkat. Tidak ada insentif yang ditawarkan kepada
peserta dan juga tidak ada yang membutuhkan. Pembahasan grup mirip kegiatan sosial biasa yang menyenangkan
dan berlangsung hingga larut malam.




                                                                                                                                                           Suara Masyarakat Miskin
1.3. Profil Kesejahteraan dan Kemiskinan Setempat

Untuk informasi rinci tentang lokasi dan kemiskinan, lihat Lampiran 2, hal. 5-11. Yang menarik untuk dicatat adalah
perbedaan antara derajat kemiskinan yang dibuat penduduk setempat lokal dengan standar resmi.


PAMINGGIR: Paminggir, sebuah desa terpencil yang terdiri dari 333 rumah tangga di Kecamatan Danau Panggang,
Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, diklasifikasikan sebagai “desa tertinggal” oleh program pemerintah
Inpres Desa Tertinggal. Setengah dari jumlah rumah tangga tersebut tergolong miskin, menurut standar lokal. Tingkat
kesejahteraan diukur atas dasar kepemilikan, seperti kapal, peralatan menangkap ikan, kolam ikan, dan jumlah
kerbau. Sebaliknya, masyarakat miskin didefinisikan berdasarkan apa yang mereka tidak miliki. Desa ini hanya bisa
dicapai dengan kapal selama dua hingga enam jam dari ibukota kabupaten. Masyarakat sangat bergantung pada
sungai baik untuk mata pencaharian – menangkap ikan – maupun sebagai transportasi. Kondisi tanah berawa, tidak
cocok untuk pertanian. Curah hujan tinggi dan sering dilanda banjir. Penduduk di desa ini memiliki: satu sekolah
dasar negeri, satu sekolah menengah, dan satu puskesmas pembantu yang buka dua atau tiga hari dalam seminggu.
Bidan di desa terdekat berjarak enam kilometer, puskesmas terdekat 14 kilometer dan sulit dijangkau. Desa ini tidak
memiliki sumber air bersih dan fasilitas sanitasi. Paminggir baru menerima sambungan listrik PLN pada tahun 1999.


BAJO PULAU: Bajo Pulau merupakan sebuah desa kecil dengan 380 rumah tangga di sebuah pulau seluas
91 hektar, jauh dari tepi pantai Sumbawa, Kecamatan Sape, Nusa Tenggara Barat. Kebanyakan rumah tangga
bergantung pada mata pencaharian menangkap ikan. Pada dua dekade lalu, mereka menggunakan bahan peledak
dan potasium sianida untuk menangkap ikan. Sejak tahun 1987, mereka fokus pada budidaya lobster dan mutiara,
yang memberikan penghasilan lebih baik. Di sini hanya ada sedikit infrastruktur; tidak ada puskesmas atau praktik
dokter swasta di pulau ini. Air bersih harus dibawa dari pulau lain. Ada tiga sekolah dasar yang terlantar, yang hanya
berfungsi dua sampai tiga jam sehari. Guru-guru sekolah dan bidan di desa tidak tinggal di pulau ini sehingga
mereka jarang ada ketika diperlukan.


ALAS KOKON: Desa ini terdiri dari 508 rumah tangga di Kabupaten Bangkalan, Kecamatan Modung, di Pulau
Madura. Desa ini memiliki tingkat kemiskinan 46% menurut peta kemiskinan BPS, dan 80% menurut kriteria BKKBN.
Berdasarkan standar lokal, mereka merasa berada pada tingkat kemiskinan 67%. Rumah tangga bergantung pada
pertanian musiman lahan kering (jagung, kacang kedelai, cabai, kacang polong, dan tanaman musiman seperti
mangga, pisang dan kapuk). Alas Kokon memiliki satu sekolah dasar negeri dan satu sekolah dasar swasta. Ada
sebuah puskesmas pembantu dan polindes yang berjarak tujuh kilometer. Air bersih yang tersedia di dalam sumur
terbatas secara kuantitas dan sanitasi rendah.




                                                                                       Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                                              Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                                                                                                                                                       3
KERTAJAYA: Para petani menanam padi lima ton perhektar di lahan subur Jawa Barat desa Kertajaya, Kabupaten
                              Subang, Kecamatan Binong. Dari 1.159 rumah tangga, hanya 197 rumah tangga yang memiliki tanah; tidak satu
                              pun masyarakat miskin (63 persen dari populasi) yang memiliki tanah. Desa ini memiliki akses yang bagus terhadap
                              pasar. Mereka dapat dengan mudah pergi ke Subang, kota kabupaten, dengan bus atau ojek. Rumah orang kaya
Suara Masyarakat Miskin




                              di jalan utama memiliki sambungan air PDAM, sisanya termasuk masyarakat miskin menggunakan sumur galian.
                              Puskesmas berjarak lima kilometer; dan terdapat seorang bidan di desa. Kertajaya memiliki dua sekolah dasar negeri
                              dan satu sekolah dasar swasta.


                              ANTASARI: Kelurahan di perkotaan di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, memiliki tingkat
                              kemiskinan lebih dari 30 persen (BKKBN). Penduduknya merupakan campuran dari berbagai suku dari Kalimantan dan
                              Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Kelurahan ini memiliki 1.243 rumah tangga yang terlibat dalam berbagai perdagangan
                              dan bidang jasa. Masyarakat miskin di Antasari kebanyakan bekerja sebagai buruh upahan di pasar, bidang konstruksi,
                              dan nelayan musiman di sungai. Desa ini memiliki dua sekolah dasar negeri, satu sekolah menengah negeri, dan satu
                              puskesmas. Walaupun PDAM menyediakan saluran pipa air ke rumah warga yang tergolong mampu, masyarakat
                              yang miskin tidak mendapatkan sambungan.


                              JATIBARU: Kelurahan ini terletak di kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang sering mengalami banjir. Mata
                              pencaharian penduduk yang berjumlah 1.886 rumah tangga perkotaan/pedesaan beragam. Pada musim tanam,
                              masyarakat miskin menjadi buruh tani di sawah di sekitar kota Bima. Pada musim lainnya mereka mengumpulkan
                              dan menjual kayu bakar atau bekerja sebagai penjual atau buruh harian di tempat pembakaran batu bata dan pabrik.
                              Jatibaru memiliki lima sekolah dasar negeri, dua sekolah menengah negeri, dan satu Puskesmas Pembantu dengan
                              tiga orang petugas kesehatan; sebuah Puskesmas dan sebuah rumah sakit umum yang berjarak dua kilometer.
                              Masyarakat miskin memperoleh air dari sumur galian tanpa penutup dan sumur galian dangkal. Ada sistem pipa
                              air yang dibangun oleh CARE perlu diperbaiki: “Penduduk tidak punya dana untuk memperbaikinya” adalah alasan
                              yang dilaporkan.


                              SIMOKERTO: Simokerto, sebuah kelurahan di Kecamatan Simokerto, Kabupaten Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
                              Kelurahan ini, 10 kilometer dari Surabaya, terletak di tengah daerah komersial dan industrial, memiliki tingkat
                              kemiskinan 90% (BKKBN). Ada sedikit kesamaan sosial dari penduduknya yang berjumlah sekitar 3.500 rumah tangga.
                              Beberapa tinggal sebagai penghuni liar di tanah samping rel kereta api. Masyarakat miskin berjuang untuk bertahan
                              hidup dengan melakukan berbagai pekerjaan. Tidak ada layanan kesehatan di Simokerto, tetapi di wilayah ini ada
                              Puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Simokerto memiliki delapan sekolah dasar negeri, dua sekolah dasar swasta
                              dan sebuah sekolah menengah atas swasta. Sekolah menengah pertama terdekat berjarak tiga kilometer. Tidak
                              banyak penduduk mampu yang memiliki sambungan PDAM. Sisanya membeli air bersih dari penjual. Masyarakat
                              miskin kebanyakan menggunakan air sumur galian. Beberapa rumah memiliki fasilitas sanitasi yang tidak baik yang
                              pembuangannya langsung ke selokan dengan air mengalir hitam. Masyarakat miskin yang menjadi penghuni liar
                              tidak memiliki akses sanitasi selain satu WC umum.




                               Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                               Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                          4
SOKLAT: Soklat adalah sebuah kelurahan yang terdiri dari 2.881 rumah tangga, 54 persen dari rumah tangga
tersebut miskin (kriteria lokal) di Kecamatan dan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, tiga kilometer dari ibu kota
kecamatan. Walaupun diklasifikasikan sebagai perkotaan, daerah ini memiliki sawah irigasi dan sekitar 40 persen dari
pendapatan rumah tangga miskin diperoleh dari upah buruh tani. Yang lainnya bekerja di bidang pembangunan




                                                                                                                                                          Suara Masyarakat Miskin
(konstruksi), toko atau penjual dengan gerobak. Banyak rumah tangga miskin yang mengirim tenaga kerja ke luar
negeri. Agen-agen secara teratur mengunjungi desa ini untuk merekrut orang dan memberikan pinjaman untuk
biaya perjalanan, dengan demikian mengikat mereka pada perjanjian yang eksploitatif.


2. Layanan Pendidikan yang Diperuntukkan bagi
   Masyarakat Miskin
2.1. Sekolah Dasar: Tidak Sepenuhnya Gratis – Walaupun Ada Bantuan
      Pemerintah

Kurangnya pendidikan merupakan fakta adanya masyarakat miskin di Indonesia. Enam dari delapan lokasi,
masyarakat miskin mempunyai karakteristik kemiskinan sebagai: “Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin sering
tidak terdaftar di sekolah dasar/tidak menyelesaikan sekolah dasar/hanya berhasil menyelesaikan sekolah dasar.”


Di bulan Juli 2005, pemerintah Indonesia berjanji untuk menyediakan pendidikan dasar sembilan tahun untuk
semua anak-anak usia sekolah melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Meskipun demikian, masyarakat miskin
tetap harus membayar uang pangkal sekolah yang besar (kadang disebut sebagai biaya gedung), terutama di Jawa
(lihat Lampiran 3, Tabel 3.1).


Walaupun murid-murid dilaporkan tidak lagi membayar uang sekolah bulanan (yang berkisar antara Rp.2.000 dan
Rp.17.000 sebulan), biaya untuk pembelian uang buku, seragam, pelajaran komputer, ujian, dan ijazah bisa mencapai
Rp.100.000 – Rp.150.000 per anak per tahun. Biaya tambahan yang “terselubung” meliputi sepatu (diharuskan oleh
beberapa sekolah), tas sekolah, makanan ringan, dan sebagainya (lihat Lampiran 3, Tabel 3.1).




Pilihan Utama: SDN

Masyarakat miskin lebih menyukai sekolah negeri. Sebagian besar lokasi, ada beberapa pilihan antara sekolah dasar
yang dikelola pemerintah (Sekolah Dasar Negeri atau SDN), dan ada juga sekolah Islam yang dikelola penduduk
(Madrasah Ibtidaiyah). Di tujuh lokasi, sekolah dasar yang dipilih oleh kebanyakan masyarakat miskin adalah SDN.
Alasan yang diberikan oleh masyarakat miskin dalam membuat pilihan ini adalah:




                                                                                      Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                                             Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                                                                                                                                                      5
•   SDN berada dekat rumah; tidak ada biaya transportasi; anak-anak bisa pergi sendiri; tidak perlu menyeberang
                                    jalan utama.
                                •   SDN gratis bagi masyarakat miskin.
                                •   Guru-gurunya bagus; anak-anak bisa belajar banyak hal di SDN. Di Madrasah mereka hanya mendapat pelajaran
Suara Masyarakat Miskin




                                    agama.
                                •   Anak-anak yang menyelesaikan SDN menerima ijazah.


                              Penduduk Alas Kokon di Madura lebih menyukai Madrasah daripada SD Negeri. Alasan orang tua untuk pilihan ini adalah:
                                •   Madrasah tidak mengharuskan seragam yang mahal.
                                •   Guru-guru lebih disiplin dan menetap di Madrasah. Guru SDN sering kali absen/tidak disiplin.
                                •   SDN hanya mengajarkan anak-anak untuk membaca, menulis dan berhitung. Di Madrasah mereka juga belajar
                                    agama dan membaca Al Qur’an.


                              Laki-laki dan perempuan masyarakat miskin umumnya menganggap bahwa manfaat pendidikan dasar di sekolah
                              umum melebihi biaya yang harus dikeluarkan (lihat Gambar 1 dan Lampiran 3, Gambar 3.1 dan 3.2). Selanjutnya,
                              biaya pendidikan itu merupakan hambatan besar terutama jika memiliki beberapa anak.


                              Tingkat kepuasan bergantung pada mutu guru dan derajat keterbukaan masalah keuangan antara sekolah dengan
                              orang tua (lihat Kotak 1).


                              Beban Biaya Tambahan

                              Masyarakat miskin merasa dibebani oleh biaya sekolah, (“Mengapa buku harus diganti setiap semester?”), (“Mengapa
                              tidak menggunakan buku yang bisa dipakai sepanjang tahun?”), (“Mengapa buku sekolah harganya mahal?”), (“Mengapa
                              kami dikenakan biaya untuk ijazah?”) adalah pertanyaan yang terus-menerus ditanyakan. Biaya masuk dan ijazah
                              yang belum dibayar menumpuk. Ijazah yang ditahan oleh sekolah menjadi beban tambahan bagi mereka yang
                              tidak mampu memenuhi kewajiban. Hal ini lalu menimbulkan kekecewaan dan pertentangan di antara para orang
                              tua dan pengelola sekolah. Bahkan, kepala dusun di Simokerto juga memiliki kesulitan membayar uang pendaftaran
                              (biasanya para kepala dusun lebih mampu secara finansial dibanding anggota masyarakat lainnya). Hanya satu dari
                              tiga anaknya yang telah menerima ijazah sekolah setelah melunasi pembayaran biaya sebesar Rp.750.000, yang kira-
                              kira setara dengan penghasilan keluarga miskin di sana selama tiga setengah bulan.




                               Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                               Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                          6
Gambar 1. Proporsi pilihan pada layanan pendidikan dasar



            Pandangan Perempuan                                        Pandangan Laki-laki




                                                                                                                                                                            Suara Masyarakat Miskin
                    14%
                                                                     22%




                                                                                                     78%
                                      86%




                          SD Negeri                                   Madrasah Ibtidaiyah




Biaya pendidikan di SDN sangat beragam pada lokasi penelitian (lihat Lampiran 3, Tabel 3.1). Di Paminggir (Kalimantan
Selatan), sekolah hampir gratis kecuali untuk biaya pendaftaran dan ijazah lulus sekolah; di perkampungan kumuh
Surabaya, biaya pendaftaran dan buku mencapai Rp.830.000.5 Di lokasi di Jawa Barat, para orang tua membayar 10
- 15 kali lebih besar daripada di tempat lain untuk mendapatkan ijazah lulus sekolah dasar. Di Soklat, responden
laki-laki mengeluhkan bahwa walaupun telah membayar Rp.68.000, mereka tetap tidak menerima ijazah. (Sebagai
perbandingan, Madrasah Ibtidaiyah yang dikelola swasta mengenakan biaya hanya Rp.5.000 – Rp.10.000 per
bulan).


Kotak 1. Biaya-biaya Tanpa Penjelasan
    Kami dengar di SD Cibarola, ketika akan membagikan Ijazah, semua orang tua diundang ke sekolah dan diinformasikan bahwa biaya untuk
    menebus ijazah adalah Rp. 60.000 para orang tua itu juga mendapat rincian untuk apa saja uang sebesar Rp. 60.000 itu. Namun, di SDN Desa
    Samsi kami, orang tua murid, tidak pernah mendapat informasi ataupun diundang ke pertemuan apapun, Saya sudah menyumbang beber-
    apa kali, dan jumlahnya sekitar Rp. 68.000. Ketika saya bertanya kepada kepala sekolah “kenapa jumlahnya lebih besar dari SD Cibarola?” saya
    diabaikan. Kemudian, hingga saat in ijazah anak saya juga masih ditahan. Setiap kali saya tanya, beliau selalu menjawab “nanti, nanti….”


                                                          Ayah seorang anak yang hanya menyelesaikan sekolah dasar, Soklat, Jawa Barat




5      Biaya pendaftaran dan biaya gedung berkisar dari Rp.50.000 – Rp.100.000 per anak di lokasi perkotaan NTB dan pedesaan Jawa Barat. Biaya-biaya
       ini, yang dapat dibayar dengan cicilan, dilaporkan menyebabkan banyak murid yang keluar. Sebagai tambahan, pengulangan biaya-biaya selain
       uang sekolah (buku-buku, uang komputer, seragam, tas dan sepatu, dan sebagainya) berkisar Rp.100.000 – 150.000 per tahun.



                                                                                                        Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                                                               Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                                                                                                                                                                        7
2.2. Layanan Pendidikan Sekolah Menengah

                              “Gratis? Apanya yang gratis? Memang kami tidak perlu membayar iuran bulanan sekarang, namun kami harus
                              mengeluarkan uang untuk membeli buku dan seragam, dan membayar uang gedung. Sebelumnya kami hanya
Suara Masyarakat Miskin




                              membayar Rp.10.000 – Rp.20.000 setiap bulan. Sekarang kami harus membayar Rp.200.000 pada awal tahun.”
                                                                                                                           Penjual sayuran, ibu dari dua anak sekolah di Jakarta,
                                                                                                                                                   The Jakarta Post, 17 Juli 2005


                              Sekali Lagi, Biaya Tambahan Menjadi Masalah

                              Sekolah Menengah Pertama Negeri merupakan beban utama secara finansial bagi keluarga miskin. Rumah tangga
                              miskin berusaha untuk mengirim setidaknya satu anak ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau Sekolah
                              Menengah Pertama (SMP) — namun jarang bisa menanggung biaya untuk menyekolahkan semua anak.


                              Hanya tiga anak dari desa Kertajaya yang melanjutkan pendidikan hingga ke sekolah menengah – dan itu adalah
                              sekolah pesantren di luar desa. Bajo Pulau tidak memiliki sekolah menengah dan tidak ada anak yang dikirim untuk
                              bersekolah di luar desa.


                              Di daerah perkotaan Jatibaru, Simokerto dan Soklat, para responden mendaftarkan paling tidak satu anak di SMP
                              atau Madrasah – mana saja yang ada dan tidak terlalu jauh dari rumah. Mereka lebih menyukai Madrasah karena
                              tidak ada uang pangkal atau biaya gedung. Biaya masuk, pendaftaran, dan gedung tidak tetap, berkisar antara
                              Rp.200.000 – Rp.600.000 (lihat Lampiran 3, Tabel 2). Sekolah mengenakan biaya sesukanya, tergantung pada reputasi
                              dan popularitas mereka — dengan alasan, biaya tersebut digunakan untuk pelajaran tambahan atau fasilitas yang
                              ditawarkan. Dilaporkan, pengenaan biaya tersebut tidak memiliki dasar hukum.6 Ada pernyataan warga Kertajaya
                              yang membuat putus asa orang tua murid: “Untuk masuk SMP Negeri memerlukan setidaknya Rp.1,5 juta. Selain itu,
                              masih ada biaya transportasi, makan, dan sebagainya. Siapa yang sanggup?”


                              Sekolah Umum Paling Populer, tetapi Sekolah Islam juga Penting

                              Pesantren atau sekolah Islam lainnya (Madrasah Tsanawiyah) lebih banyak dipilih dibanding SMP, oleh 37 persen
                              laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini, dan merupakan pilihan populer di dua lokasi, Alas Kokon dan Antasari
                              (lihat Lampiran 3, Gambar 3.3). Kertajaya dan Bajo Pulau tidak memiliki sekolah menengah pertama dan sisanya,
                              empat lokasi memilih SMP yang ada di daerah tersebut.


                              Di Alas Kokon dan Antasari, para orang tua yang menyekolahkan anak mereka di Madrasah Tsanawiyah (sekolah-
                              sekolah agama yang dikelola Departemen Agama) tampaknya cukup puas. Di Alas Kokon, sekolah mengenakan
                              biaya Rp.1.500 perbulan; di Antasari, biaya tahunan Rp.100.000, tetapi tahun ini semua anak menerima bantuan
                              6      Menurut Direktur Pusat Reformasi Pendidikan Universitas Paramadina, Hutomo Danangjaya, sekolah-sekolah negeri tidak memerlukan dana tam-
                                    bahan untuk pemeliharaan gedung karena mereka sudah memiliki gedung yang terawat baik. Jakarta Post, 17 Juli 2005.



                                  Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                  Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                          8
finansial. Ini adalah sebuah “sekolah” percontohan. Sekolah tersebut menawarkan fasilitas yang lengkap sesuai
dengan biaya yang dikeluarkan.


SMP di Paminggir (Kalimantan Selatan) gratis, namun mutu fasilitas dan pendidikan sekolah rendah. Biaya SMP di




                                                                                                                                                                       Suara Masyarakat Miskin
Jawa dan NTB jauh lebih tinggi (Rp.400.000 – 600.000) (lihat Lampiran 3, Tabel 3.2).


Jika harus membayar uang sekolah, masyarakat miskin menganggap bahwa SMP Negeri tidak menawarkan
layanan yang sepadan dengan biaya yang harus dikeluarkan, tidak seperti Madrasah Tsanawiyah. Warga perempuan
khususnya, merasa tidak puas karena (lihat Lampiran 3, Gambar 3.4 dan 3.5):
  •   SMP berada jauh dari rumah – biaya transport tinggi/tidak berada di jalur kendaraan umum.
  •   SMP biayanya mahal. Selain itu, selain itu juga dikenakan biaya lain sebesar Rp.450.000 untuk mendapatkan
      ijazah lulus (Simokerto).
  •   Ruang kelas dibagi dengan sekolah dasar (Jatibaru).


Kurangnya Sekolah Menengah Berarti Anak-anak Perempuan Harus Menikah

Kehidupan anak perempuan berubah drastis jika sekolah menengah tidak dapat dijangkau, baik karena jarak yang
jauh maupun karena biaya. Dalam keadaan demikian, anak perempuan akan segera menikah setelah lulus sekolah
dasar dan hamil pada saat mereka baru saja memasuki masa puber (lihat Kotak 2). Kematian ibu dan bayi, serta bayi
lahir cacat, biasa terjadi pada kehamilan seperti itu.


Kotak 2. Menikah pada usia 13 tahun, melahirkan di usia 14 tahun — satu-satunya pilihan setelah sekolah dasar
 Pada 15 September 2005, di desa Alas Kokon di Madura, para peneliti bertemu dengan Nurhayati yang berusia 14 tahun. Dia baru saja mela-
 hirkan anak pertamanya, setelah tiga hari tiga malam mengalami kesulitan persalinan. Awalnya dia dibantu oleh dukun beranak setempat,
 namun kemudian bidan di desa harus dipanggil untuk menolong. Untung kali ini nyawanya tertolong. Karena tidak ada sekolah menengah
 di desa ini, setiap anak perempuan langsung menikah setelah lulus sekolah dasar. Kehamilan di usia muda tidak dapat dihindari, ini berarti
 kemungkinan angka kematian akan semakin tinggi. Bagaimana Nurhayati dan anak-anak perempuan muda lainnya bisa diberdayakan untuk
 mendapatkan kontrol atas badan dan hidup mereka?
                                                                                                             Laporan Lokasi, Alas Kokon, Madura



2.3. Mutu Layanan – Pandangan Pelaksana Layananan

Pandangan Guru Sekolah Dasar

Di tujuh lokasi, para peneliti menemui dan mewawancarai guru di sekolah dasar negeri. Di Paminggir, penjaga
malam menggantikan posisi guru yang sering absen.


Guru di sekolah dasar di daerah pedesaan menyatakan bahwa mereka tidak bisa memberikan pendidikan yang
bermutu. Sekolah hanya memiliki dua atau tiga ruang kelas untuk dipakai oleh enam kelas. Gedung sekolah dalam
kondisi buruk, namun laporan ke Departemen Pendidikan tidak membawa hasil apapun. Sekolah pedesaan di



                                                                                                   Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                                                          Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                                                                                                                                                                   9
daerah terpencil, seperti Paminggir dan Bajo Pulau, sulit mempertahankan guru karena kurangnya layanan yang
                               mendasar seperti air bersih dan sanitasi.


                               Para guru mengatakan bahwa anak-anak cenderung putus sekolah dan bekerja, begitu mereka mendapat
Suara Masyarakat Miskin




                               keterampilan dasar baca tulis dan berhitung. Orang tua tidak melihat keuntungan dari pendidikan lebih lanjut bagi
                               anak-anak mereka. Kadang sekolah menyediakan insentif, seperti biaya untuk transportasi atau seragam bekas untuk
                               mendorong anak-anak dari keluarga miskin agar tetap datang ke sekolah.


                               Pandangan guru sekolah dasar di perkotaan jauh lebih baik. Mereka percaya bisa memberikan layanan yang baik
                               untuk murid dari keluarga miskin, sesuai dengan biaya yang mereka keluarkan. Mereka menceritakan bahwa banyak
                               murid miskin di sekolah mereka, dan sekolah memberikan beasiswa serta menggalang dana untuk membayar
                               seragam, alat tulis, dan kegiatan ekstra kurikuler untuk murid miskin. Di Antasari dan Jatibaru, mereka mengatakan
                               bahwa para orang tua mengetahui mutu sekolah dan upayanya mendukung masyarakat miskin. Guru di dua sekolah
                               dasar di perkotaan mengatakan untuk murid miskin yang tidak memiliki buku pelajaran, menyarankan sekolah agar
                               meminjamkan buku kepada murid miskin.


                               Penilaian para pendidik dan orang tua kadang jauh berbeda. Kepala sekolah dasar di Soklat memuji mutu pendidikan
                               di sekolahnya “200 persen.” Dia menjelaskan bahwa pengelola sekolah sering berinteraksi dengan para orang tua,
                               menjaga transparansi dana, dan mengijinkan orang tua miskin membayar uang sekolah dengan mencicil. Orang
                               tua murid yang miskin tidak setuju, dan mengeluh bahwa ijazah lulus sekolah ditahan serta informasi tentang
                               pencabutan uang sekolah tidak pernah dipublikasikan.


                               Pandangan Guru Sekolah Menengah

                               Peneliti mewawancarai guru-guru sekolah menengah negeri di Soklat, Jawa Barat dan Antasari Kalimantan Selatan.
                               Di Paminggir, kepala desa menjadi guru sukarela, menggantikan guru pegawai negeri yang absen.


                               Guru di Soklat berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat sepenuhnya gratis. Sekolahpun menyadari kemampuan
                               ekonomi orang tua murid, untuk itu sekolah mengijinkan mereka membayar uang pendaftaran/biaya gedung
                               dengan cara mencicil. Menurutnya, masalah biaya pendidikan terlalu dibesarkan: “Jika saja mereka mengurangi satu
                               batang rokok sehari, kemungkinan dapat menyimpan uang untuk membayar biaya pendidikan sebesar Rp.15.000
                               perbulan.”


                               Kepala sekolah Madrasah Tsanawiyah, sekolah percontohan di Antasari, mengatakan dana pemerintah cukup
                               untuk menutup semua biaya keperluan sekolah termasuk materi pelajaran lain dan ekstrakurikuler bagi murid yang
                               dikategorikan miskin. Orang tua miskin memberi nilai tinggi untuk mutu sekolah yang besar ini, yang memiliki tujuh
                               dari delapan kelas untuk setiap jenjang kelas, dengan total 23 ruang kelas. Sekolah ini dibiayai oleh Departemen
                               Agama.




                                Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                          10
2.4.       Hasil Pengamatan dan Kesimpulan

Sekolah Dasar – Kualitas Pelayanan




                                                                                                                                                                     Suara Masyarakat Miskin
Hanya sekolah dasar negeri yang diamati
Sekolah di pedesaan dinilai dalam kondisi buruk, sehingga mutu layanan secara signifikan lebih rendah daripada
sekolah di perkotaan.


Walaupun semua sekolah dasar dirancang untuk Kelas 1 sampai dengan 6, sekolah di pedesaan hanya memiliki
dua atau tiga ruang kelas, sehingga beberapa kelas harus dikelompokkan bersama. Tidak satupun sekolah dasar
pedesaan yang memiliki air bersih. Separuh sekolah tidak memiliki fasilitas sanitasi. Fasilitas sanitasi di sekolah lain
tidak dapat digunakan. Tidak satu sekolahpun memiliki sambungan listrik atau perpustakaan. Tiga sekolah memiliki
atap yang rusak.


Tingkat kehadiran dalam satu hari pengamatan di empat sekolah pedesaan berkisar antara 28 hingga 92 persen.
Ruang kelas berdebu dan kotor, dengan lantai rusak, namun ada cukup banyak kursi, ventilasi, dan cahaya matahari.
Papan tulis merupakan satu-satunya perangkat mengajar di ruang kelas. Tidak ada hasil karya murid yang dipajang
di dinding. Sering kali, murid ditinggalkan sendirian di ruang kelas tanpa guru. Tingkat disiplin rendah.


Guru tidak tinggal di desa melainkan datang dan pergi dari daerah perkotaan, dan sering terlambat atau tidak hadir.
Alasan mereka: kurangnya air bersih dan layanan sanitasi (Bajo Pulau, Paminggir, Alas Kokon), lihat juga Kotak 3.


Pada murid di kelas yang diamati hanya kurang dari seperempat yang memiliki buku pelajaran dan alat tulis;
pengajar menunjukkan kemampuan mengajukan pertanyaan yang terbatas dan tidak melakukan interaksi dengan
murid-murid, selain itu, tidak ada murid yang bertanya di kelas manapun. Para guru menunjukkan tidak ada bias
jender dalam menghadapi murid-murid, dan menggunakan bahasa campuran antara bahasa Indonesia dengan
bahasa daerah.


Kotak 3: Tidak ada air bersih sama dengan tidak ada guru sekolah dan petugas kesehatan
 Pak Sahrul, penjaga sekolah/guru pengganti sekolah dasar negeri di Paminggir mengatakan guru negeri sering kali absen.
 Lihat hasil wawancara
 “Saya masuk kelas dan mengajar apa saja yang saya bisa ketika guru yang resmi tidak hadir,” tukasnya. “ Ini lebih baik daripada membiarkan
 murid-murid membuang waktu mereka.”
 Sahrul mengatakan guru tinggal di kota, jauh dari desa, walaupun mereka ada penginapan gratis. Paminggir tidak memiliki persediaan air
 bersih dan setiap orang harus menggunakan air sungai untuk segala keperluan – masak, minum, cuci, mandi, demikian juga buang air besar.
 Guru PNS dari kota tidak terbiasa dengan hal tersebut. Mereka kembali ke kota untuk mencuci dan sering terlambat memberitahukan kapan
 bekerja kembali.
                                                                                                Laporan lokasi, Paminggir, Kalimantan Selatan




                                                                                                    Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                                                           Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                                                                                                                                                                    11
Kotak 4, menggambarkan mengapa murid dan orang tua tidak menghargai pendidikan sekolah dasar yang
                               disediakan di pedesaan di NTB.


                               Kotak 4: 92 Terdaftar tapi hanya 29 yang hadir
                                Tison berhenti dari sekolah dasar saat kelas lima untuk membantu keluarganya dengan bekerja sebagai operator kapal feri. Sekarang dia men-
Suara Masyarakat Miskin




                                dapat sekitar Rp.100.000 sebulan, dan memberikan sebagian besar pendapatannya kepada ayahnya.


                                Saat ditanya mengapa dia lebih menyukai bekerja daripada tetap berada di sekolah, Tison mengatakan, dia sudah belajar membaca, menulis
                                dan berhitung dan tidak mempelajari banyak hal lainnya. Guru datang dari daratan, tiba terlambat pada pukul 9 dan menyuruh anak-anak
                                pulang pada pukul 11. Sekolah bubar pada pukul 11. Kelas 2, 3, 4 dan 5, 6 digabung menjadi satu. Akibatnya, mereka susah diatur dan terlalu
                                banyak jumlahnya untuk dikendalikan. Sekeliling sekolah tampak suram: tidak ada fasilitas air atau sanitasi, tidak cukup kursi, dan atap bocor.
                                Bukan itu saja, Tison bosan.


                                Di pulau ini, anak lelaki umumnya berhenti sekolah antara kelas tiga dan lima, selebihnya anak perempuan yang terdaftar di sekolah. Pada hari
                                para peneliti mengunjungi sekolah, hanya 29 dari 92 anak yang hadir.


                                                                                                                                               Laporan Lokasi, Bajo Pulau, NTB



                               Sekolah Dasar Perkotaan: Sebaliknya, sekolah di perkotaan secara signifikan lebih baik daripada rekan mereka di
                               pedesaan dalam hal fasilitas, dan proses mengajar.




                                  Ilustrasi 1 : Perbedaan Perkotaan/Pedesaan: Keadaannyai baik di sekolah dasar negeri perkotaan, seperti yang di-
                                  tunjukkan oleh kelas di Soklat, Jawa Barat (kiri) dan di Simokerto, Jawa Timur (kanan), sekolah ini memiliki perpus-
                                  takaan.


                               Empat sekolah dasar perkotaan (SDN) semuanya memiliki air bersih yang dapat diandalkan. Fasilitas sanitasi, meskipun
                               ada dan berfungsi, sangatlah minim, dengan hanya satu atau dua WC untuk digunakan hingga 200 anak. Seluruh
                               sekolah memiliki sambungan listrik dan ruang kelas yang cukup, namun hanya dua yang memiliki perpustakaan dan
                               lapangan olah raga. Dua sekolah memberikan kelas komputer. Ruangan kelas yang diamati dalam keadaan bersih,
                               memiliki ventilasi yang bagus, dan dalam kondisi yang baik. Terdapat pelbagai perangkat ruang kelas seperti papan
                               tulis dan peta dinding, dan perangkat ini digunakan, kursi dan meja tersedia cukup untuk murid dan guru.


                               Tingkat kehadiran murid pada hari pengamatan tinggi, 87-100 persen di dua lokasi, secara signifikan anak perempuan
                               lebih sedikit daripada anak laki-laki.



                                Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                          12
Kurang dari seperempat murid pada kelas-kelas yang diamati memiliki buku pelajaran, buku catatan dan bahan
pelajaran tertulis. Satu pengecualian untuk SDN Murungsari 2 di Antasari, Kalimantan Selatan, yang lebih dari tiga
perempat muridnya memiliki dan menggunakan alat-alat belajar.




                                                                                                                                                                   Suara Masyarakat Miskin
Guru hadir di setiap kelas, mereka memiliki persiapan yang baik dan terampil dalam menyampaikan pelajaran dan
menarik perhatian murid. Akan tetapi, murid yang berani bertanya hanya terdapat di dua sekolah. Bahasa pengantar
adalah bahasa daerah dikombinasikan dengan Bahasa Indonesia. Mereka juga melakukan langkah-langkah untuk
memastikan pemahaman murid, tidak menunjukkan adanya bias jender. Di samping itu, guru mampu mengelola
kelas dengan baik.


Sekolah Menengah: Pengamatan

Secara umum, fasilitas yang tersedia dan proses pendidikan sekolah-sekolah menengah negeri mutunya jauh lebih
baik daripada di sekolah dasar negeri.


Pilihan sekolah menengah tersedia dan diamati di seluruh empat lokasi perkotaan, namun hanya satu terdapat di
lokasi pedesaan (SMP Negeri di Soklat, Simokerto, Jatibaru, Paminggir, dan Madrasah Tsanawiyah Negeri Model di
Antasari).


                                                               Gedung sekolah merupakan bangunan permanen; ruang kelas
                                                               berada dalam keadaan bagus, sirkulasi udara baik, dan cukup
                                                               terang dengan sinar matahari. Seluruh sekolah di perkotaan
                                                               memiliki sambungan listrik dan persediaan air bersih. Sekolah di
                                                               pedesaan terpencil Paminggir memiliki air sungai yang dipompa
                                                               ke sekolah dan listrik yang diperoleh dengan menggunakan
                                                               generator. Dua dari lima sekolah terlihat memiliki perpustakaan.


  Ilustrasi 2 : Ruang kelas di sekolah dasar negeri di pede-   Di tiga sekolah, dua WC digunakan untuk 200-300 anak sehingga
  saan Bajo Pulau yang hancur karena badai dan banjir          keduanya cepat rusak. Di dua sekolah lainnya, enam sampai
                                                               delapan WC terpelihara dengan baik. WC murid terpisah dengan
WC guru bagi guru-guru.




                                                                                                  Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                                                         Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                                                                                                                                                                  13
Sekolah menengah memiliki 6-23 ruang kelas di lokasi yang
                                                                                                                   berbeda. Kecuali di Jatibaru (Bima), mereka memiliki kelas yang
                                                                                                                   bersih dan dalam keadaan baik. Pada hari pengamatan, kelas
                                                                                                                   memiliki tingkat kehadiran di atas 92% di seluruh sekolah.
Suara Masyarakat Miskin




                                                                                                                   Kehadiran anak perempuan secara signifikan lebih banyak hadir
                                                                                                                   daripada anak laki-laki (lihat Tabel 2, di bawah). Alasannya tidak
                                                                                                                   jelas dan perlu pengamatan lebih jauh dari pihak yang

                                 Ilustrasi 3 : Keadaan kelas di pedesaan yang tidak kondusif
                                                                                                                   berwenang.
                                 untuk belajar. Pada sekolah dasar negeri di Alas Kokon,
                                 kelas 2, 3, dan 4 digabung dalam satu ruang. Anak-anak
                                 menghibur diri mereka sendiri – kadang-kadang mereka
                                 bertengkar – karena tidak ada guru.




                                  Ilustrasi 4 : Sekolah menengah negeri di perkotaan, Subang, Jawa Barat




                               Tabel 2. Pengamatan sekolah menengah di lokasi berbeda
                                                                                                                                    Tingkat kehadiran di kelas yang diamati
                                                                                                                                         Perempuan                  Laki-laki
                                Paminggir (Kalimantan Selatan)                                                                                23                        15
                                Antasari (Kalimantan Selatan)                                                                                 29                        11
                                Jatibaru (NTB)                                                                                                21                        16
                                Simokerto (Jawa Timur)                                                                                        35                        8
                                Soklat (Jawa Barat)                                                                                           21                        23


                               Lebih dari tiga perempat murid memiliki buku catatan, pena atau pensil, kurang dari seperempat yang memiliki buku
                               paket. Guru kelas memiliki persiapan mengajar yang baik. Di dua lokasi, guru mengajar hanya dalam Bahasa Indonesia.
                               Di lokasi lain mengajar hanya dalam Bahasa Indonesia dan bahasa daerah




                                Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                          14
Kesimpulan

1. Mutu layanan pendidikan dasar di daerah pedesaan yang diamati sangat buruk. Kondisi infrastruktur sekolah
   tidak menunjang kegiatan untuk belajar.




                                                                                                                                                    Suara Masyarakat Miskin
2. Menyediakan insentif untuk rumah tangga miskin agar melanjutkan pendidikan anak perempuan mereka ke
   tingkat sekolah menengah, atau memudahkan anak perempuan melanjutkan ke sekolah menengah, merupakan
   investasi penting untuk menunda kehamilan dini dan memberi mereka kesempatan yang lebih baik untuk
   menentukan kehidupan mereka, serta meningkatkan pembangunan sumber daya manusia di Indonesia.


3. Ketidakhadiran guru merupakan masalah utama di daerah pedesaan yang kekurangan air bersih dan sanitasi.
   Ini merupakan salah satu sebab guru dari daerah perkotaan tidak bersedia tinggal di desa. Bila mereka tidak
   hadir, anak-anak dibiarkan keluar sekolah, tinggal di dalam kelas tanpa guru, atau diajar oleh guru pengganti
   yang tidak terlatih dengan metode mengajar yang sangat buruk, dan tingkat pengetahuan yang tidak lebih dari
   lulusan sekolah menengah.


4. Kurangnya sarana air bersih dan fasilitas sanitasi di sekolah dasar di pedesaan juga menyebabkan upaya
   mengajarkan kebersihan di tingkat dasar menjadi sesuatu tidak mungkin. Anak-anak yang diamati memiliki
   kebersihan yang rendah.


5. Sekolah dasar negeri di perkotaan lebih baik daripada sekolah dasar di pedesaan dalam hal infrastruktur,
   kecuali untuk sanitasi. Sekolah dasar di perkotaan memiliki guru dengan keterampilan mengajar yang cukup
   memuaskan. Kebanyakan murid kekurangan buku pelajaran.


6. Mutu infrastruktur dan pendidikan, sebagaimana mutu pengajaran pada sekolah menengah, jauh lebih baik
   dibandingkan pada sekolah dasar. Namun hal ini memberi sedikit perbedaan bagi masyarakat miskin, karena
   menurut penelitian, anak dari keluarga miskin jarang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari
   sekolah dasar.


7. Dari seluruh sekolah yang diamati, SDN Murung Sari 2 dan Madrasah Tsanawiyah Negeri Model Sungai Malang,
   keduanya di Antasari, tampaknya lebih menonjol dibanding sekolah lain, diikuti oleh SMP di Paminggir. Yang
   menarik adalah sekolah tersebut ternyata memungut biaya paling rendah dan memberikan kesempatan
   beasiswa kepada murid dari keluarga miskin. Ketiga sekolah ini berada di Kalimantan Selatan. Orang tua sangat
   puas dengan sekolah tersebut, kemungkinan karena pemerintah setempat memiliki dedikasi yang lebih besar
   dalam mendanai pendidikan bermutu bagi masyarakat miskin dibanding pemerintah dari daerah lainnya.




                                                                                   Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                                          Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                                                                                                                                                   15
3. Layanan Kesehatan: Pra-persalinan, Persalinan, dan
                                     Layanan untuk Bayi
Suara Masyarakat Miskin




                               Tersedianya berbagai jenis layanan publik serta persepsi tentang nilai dan mutu layanan tersebut merupakan faktor
                               penentu apakah rakyat akan memilih terhadap kesehatan atau tidak. Biasanya, perempuan memilih berdasarkan
                               penyedia layanan tersebut, sementara pilihan laki-laki menentukan pilihan bereka berdasarkan besarnya-kecilnya
                               biaya (rata-rata Rp.10.000,-). Setiap pilihan sangat rasional, berdasarkan pertimbangan keuntungan dan biaya
                               sejauh dijangkau oleh masyarakat miskin. Kebijakan untuk meningkatkan layanan kesehatan kepada rakyat hanya
                               dapat efektif jika pembuat kebijakan semacam itu mampu memahami cara berpikir dan hal-hal yang melandasi
                               pengambilan keputusan mereka.


                               Selama tahun 1990-an, bidan di desa yang sudah terlatih diperkenalkan di seluruh Indonesia sebagai upaya untuk
                               menurunkan tingkat kematian ibu yang tinggi. Satu dekade kemudian, bidan di desa tampaknya tidak mengubah
                               kecenderungan masyarakat miskin untuk memilih menggunakan jasa dukun beranak yang juga memberikan
                               layanan pra-persalinan dan persalinan.


                               3.1. Layanan Pra-persalinan: Pilihan berbeda untuk lokasi geografis yang
                                       berbeda

                               Sekitar 65 persen dari seluruh masyarakat miskin yang diteliti menggunakan penyedia layanan kesehatan rakyat
                               seperti bidan di desa, Puskesmas atau Puskesmas pembantu (Pustu), sementara 35 persen sisanya menggunakan
                               dukun beranak tradisional yang dikenal dengan pelbagai macam sebutan seperti dukun bayi, dukun beranak, sando,
                               paraji, bidan kampung (lihat gambar 2).


                               Dukun beranak merupakan pilihan paling populer di seluruh lokasi di luar Jawa. Di Jawa, baik pedesaan maupun
                               perkotaan, bidan desa atau Puskesmas/Pustu merupakan pilihan yang lebih disukai, kecuali di desa Alas Kokon di
                               Madura.


                               Pada umumnya, perempuan hamil atau anggota keluarga perempuan yang lebih tua memilih penyedia layanan
                               kesehatan pra-persalinan. Jumlah biaya yang dikeluarkan dan perbandingan biaya kedua layanan ini dapat dilihat
                               pada diagram di bawah ini (lihat Lampiran 3, Tabel 3.3).




                                Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia
                                Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia
                          16
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin
Suara Masyarakat Miskin

Mais conteúdo relacionado

Mais de Oswar Mungkasa

Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganOswar Mungkasa
 
Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Oswar Mungkasa
 
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganMemudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganOswar Mungkasa
 
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...Oswar Mungkasa
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Oswar Mungkasa
 
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...Oswar Mungkasa
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranBekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranOswar Mungkasa
 
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...Oswar Mungkasa
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Oswar Mungkasa
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Oswar Mungkasa
 
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaPresentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaOswar Mungkasa
 
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiPengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiOswar Mungkasa
 
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Oswar Mungkasa
 
Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia
Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di IndonesiaPembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia
Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di IndonesiaOswar Mungkasa
 
Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...
Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...
Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...Oswar Mungkasa
 
Peran Pemerintah dalam Pasar Real Estate
Peran Pemerintah dalam Pasar Real EstatePeran Pemerintah dalam Pasar Real Estate
Peran Pemerintah dalam Pasar Real EstateOswar Mungkasa
 
Kontribusi Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian
Kontribusi Pembangunan Perumahan terhadap PerekonomianKontribusi Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian
Kontribusi Pembangunan Perumahan terhadap PerekonomianOswar Mungkasa
 
Memaknai Profesionalisme dan Independensi Pengelolaan Kawasan Andalan Era Oto...
Memaknai Profesionalisme dan Independensi Pengelolaan Kawasan Andalan Era Oto...Memaknai Profesionalisme dan Independensi Pengelolaan Kawasan Andalan Era Oto...
Memaknai Profesionalisme dan Independensi Pengelolaan Kawasan Andalan Era Oto...Oswar Mungkasa
 
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan RuangSinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan RuangOswar Mungkasa
 
Perumahan Terkumuh di Dunia
Perumahan Terkumuh di DuniaPerumahan Terkumuh di Dunia
Perumahan Terkumuh di DuniaOswar Mungkasa
 

Mais de Oswar Mungkasa (20)

Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
 
Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama
 
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganMemudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
 
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
 
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranBekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
 
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
 
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaPresentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
 
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiPengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
 
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
 
Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia
Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di IndonesiaPembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia
Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia
 
Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...
Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...
Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...
 
Peran Pemerintah dalam Pasar Real Estate
Peran Pemerintah dalam Pasar Real EstatePeran Pemerintah dalam Pasar Real Estate
Peran Pemerintah dalam Pasar Real Estate
 
Kontribusi Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian
Kontribusi Pembangunan Perumahan terhadap PerekonomianKontribusi Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian
Kontribusi Pembangunan Perumahan terhadap Perekonomian
 
Memaknai Profesionalisme dan Independensi Pengelolaan Kawasan Andalan Era Oto...
Memaknai Profesionalisme dan Independensi Pengelolaan Kawasan Andalan Era Oto...Memaknai Profesionalisme dan Independensi Pengelolaan Kawasan Andalan Era Oto...
Memaknai Profesionalisme dan Independensi Pengelolaan Kawasan Andalan Era Oto...
 
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan RuangSinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
 
Perumahan Terkumuh di Dunia
Perumahan Terkumuh di DuniaPerumahan Terkumuh di Dunia
Perumahan Terkumuh di Dunia
 

Suara Masyarakat Miskin

  • 1. Public Disclosure Authorized 38639 Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Suara Masyarakat Miskin: Mengefektifkan Pelayanan Bagi Public Disclosure Authorized Masyarakat Miskin di Indonesia Nilanjana Mukherjee INDOPOV
  • 2. THE WORLD BANK OFFICE JAKARTA Jakarta Stock Exchange Building Tower II/12th Fl. Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12910 Tel: (6221) 5299-3000 Fax: (6221) 5299-3111 Website: www.worldbank.or.id THE WORLD BANK 1818 H Street N.W. Washington, D.C. 20433, U.S.A. Tel: (202) 458-1876 Fax: (202) 522-1557/1560 Email: feedback@worldbank.org Website: www.worldbank.org Printed in 2006. This paper has not undergone the review accorded to official World Bank publications. The findings, interpretations, and conclusions expressed herein are those of the author(s) and do not necessarily reflect the views of the International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank and its affiliated organizations, or those of the Executive Directors of The World Bank or the governments they represent. The World Bank does not guarantee the accuracy of the data included in this work. The boundaries, colors, denominations, and other information shown on any map in this work do not imply any judgement on the part of The World Bank concerning the legal status of any territory or the endorsement or acceptance of such boundaries.
  • 3. Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi Nilanjana Mukherjee Bank Dunia | The World Bank East Asia and Pacific Region
  • 4. Ucapan Terimakasih Suara Masyarakat Miskin berdasarkan penelitian lapangan yang dilakukan oleh Nyoman Oka dan Ratna Indrawati Josodipoero, Ketua Tim; Wiji J. Santoso, Idul Fitriatun, Ketut Suarken, Nur Khamid (Tim Jawa Timur); Purnama Sidi, Laksmini Sita, Herry Septiadi, Ririn Fajri (Tim Jawa Barat); Titik Soeprijati, Irwan, Mochamad Rifai, Ariatim (Tim Nusa Tenggara Barat); Husnuzzoni, Khusairi, Nazmi Rakhman, Indraningsih (Tim Kalimantan Selatan). Penelitian lapangan dan analisis yang didukung oleh Indonesia Poverty Analysis Program (INDOPOV), sebuah program kemitraan Bank Dunia Indonesia yang dipimpin Jehan Arulpragasan. Studi Kualitatif ini ditujukan untuk melengkapi analisis kuantitatif “Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia”. Penelitian ini banyak menerima manfaat dari berbagai usulan, diskusi dan kritik dari anggota INDOPOV, terutama Menno Pradhan, Vincente Paqueo, Peter Heywood, dan Ellen Tan. Suzanne Charles dan Ellen Tan memberikan dukungan yang sangat berharga berupa penyuntingan naskah. Claudia Surjadjaya menyediakan perangkat penilaian layanan kesehatan serta memberikan pengarahan kepada para peneliti. Konsultasi dengan masyarakat miskin dilakukan oleh peneliti berasal dari berbagai LSM dan lembaga pendidikan di Indonesia. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga ditujukan kepada masyarakat miskin — perempuan dan laki-laki — yang berada di Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Barat. Mereka telah bersedia membagi penilaian, pengalaman, pandangan serta pengetahuan mereka untuk memberikan citra dan suara kemanusiaan pada penelitian ini. Besar harapan mereka agar suaranya bisa didengar oleh para pembuat kebijakan. Penulis sangat berterima kasih atas dukungan manajemen dari program Air dan Sanitasi Bank Dunia (WSP), yang memungkinkan penulis melakukan penelitian ini. Khususnya, ucapan terima kasih kepada Richard Pollard, ketua tim regional untuk WSP - Asia Timur dan Pasifik, dan Ede Jorge Ijjasz-vasquez, manajer program global. Penulis bertangung jawab sepenuhnya terhadap ini laporan penelitian ini.
  • 5. Daftar Isi UCAPAN TERIMA KASIH iv DAFTAR ISI v Suara Masyarakat Miskin DAFTAR KOTAK, GAMBAR, TABEL vi DAFTAR ISTILAH viii RINGKASAN EKSEKUTIF x 1. KARAKTERISTIK KEMISKINAN DAN INSTITUSI LOKAL DI LOKASI PENELITIAN 1 1.1 Lokasi, Sampel, Alat Penelitian 1 1.2 Metodologi: Pengenalan dan Keterlibatan Penduduk Miskin 2 1.3 Profil Kesejahteraan dan Kemiskinan Setempat 3 2. LAYANAN PENDIDIKAN YANG DIMANFAATKAN OLEH PENDUDUK MISKIN 5 2.1. Sekolah-Sekolah Dasar: Tidak Sepenuhnya Gratis – Meskipun Ada Bantuan Pemerintah 5 2.2. Layanan Pendidikan Sekolah Menengah 8 2.3. Mutu Layanan – Pandangan Pengelola 9 2.4. Hasil Pengamatan dan Kesimpulan 11 3. LAYANAN KESEHATAN: PRA-PERSALINAN, PERSALINAN, DAN LAYANAN KESEHATAN ANAK 16 3.1. Layanan Pra-Persalinan: Pilihan Berbeda Untuk Lokasi Geografis Yang Berbeda 16 3.2. Layanan Bantuan Persalinan: Dukun Beranak Tetap Pilihan Utama 18 3.3. Layanan Kesehatan bagi Bayi di Bawah Usia Lima Tahun (Balita): Layanan Umum Lebih Disukai 19 3.4. Mutu Layanan Kesehatan bagi MAsyarakat miskin 21 3.5. Pengamatan Independen dan Kesimpulan 25 4. LAYANAN AIR “BERSIH” UNTUK PENDUDUK MISKIN 28 4.1. Penduduk miskin Kekurangan Akses Penuh untuk Mendapatkan Air Minum 28 4.2. Penggunaan Air dan Bahaya Kesehatan 30 4.3. Warga Paling Miskin Membayar Harga Air Paling Tinggi 31 4.4. Hasil Pengamatan: Layanan Air “Bersih” 33 4.5. Mutu Layanan : Pandangan Masyarakat Miskin 34 5. FASILITAS SANITASI YANG DIMANFAATKAN OLEH PENDUDUK MISKIN 36 5.1. Hasil Pengamatan: Layanan Sanitasi 37 5.2. Mutu Layanan: Beberapa Pandangan 39 6. PENDUDUK MISKIN TIDAK MEMILIKI KEKUATAN SEBAGAI PEMAKAI JASA– NAMUN MEREKA MENGINGINKANNYA 40 6.1. Kurangnya Informasi- “Kami Tidak Tahu” 41 6.2. “Siapa Yang Akan Mendengar Kami?” 43 6.3. Perlakuan Buruk oleh Penyedia dan Petugas terhadap Masyarakat miskin 44 6.4. Tidak Ada Suara Penduduk miskin dalam Keputusan Masyarakat dan Penyediaan Layanan Publik 45 6.5. Masalah dalam Proses Partisipasi – “Kami Adalah Anak Tiri” 45 7. REKOMENDASI UNTUK KEBIJAKAN DAN STRATEGI 47 7.1. Untuk Layanan Dasar Secara Umum 47 7.2. Untuk Layanan Kesehatan 49 7.3. Untuk Layanan Pendidikan 49 7.4. Untuk Layanan Air Bersih dan Sanitasi 51 Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia v
  • 6. Daftar Kotak Kotak 1: Tidak Ada Penjelasan tentang Biaya-biaya 7 Kotak 2: Menikah pada usia 13 tahun, melahirkan di usia 14 tahun – satu-satunya pilihan setelah tamat 9 Suara Masyarakat Miskin sekolah dasar Kotak 3: Tidak ada air bersih dama dengan tidak ada guru sekolah dan petugas kesehatan 11 Kotak 4: 92 Terdaftar tapi hanya 29 yang hadir 12 Kotak 5: Tanda-tanda bahaya kehamilan yang tidak dikenali 19 Kotak 6: Persalinan prematur berulang-ualng, tidak ada pemeriksaan pra-persalinan 25 Kotak 7: Tidak lagi kesurupan 26 Kotak 8: Empat hari terlambat 27 Kotak 9: Bagaimana bisa menyusui anak bila air susu ibu tidak keluar? 28 Kotak 10: Bayi meninggal karena diare di kota besar, dekat pelayanan kesehatan 28 Kotak 11: Penduduk miskin membayar 30 kali lebih besar daripada tarif PDAM untuk air – tapi tidak menyadarinya 30 Kotak 12: Terjebak monopoli layanan air 34 Kotak 13: “Mereka tidak memberikan pilihan kepada kami” 41 Kotak 14: “Karena saya miskin, dengan demikian saya juga bodoh” 44 Kotak 15: Pengguna kartu sehat membutuhkan kesabaran dan pengendalian diri 45 Daftar Gambar Gambar 1: Proporsi suara bagi pilihan penyedia layanan pendidikan dasar 7 Gambar 2: Proporsi suara bagi pilihan penyedia layanan pra-persalinan 17 Gambar 3: Proporsi suara bagi pilihan layanan air yang digunakan 29 Gambar 4: Proporsi suara bagi pilihan fasilitas sanitasi yang digunakan 36 Daftar Tabel Tabel 1. Lokasi penelitian 1 Tabel 2. Hasil pengamatan sekolah lanjutan di lokasi yang berbeda 14 Tabel 3. Biaya layanan air bersih dan air bersih yang digunakan oleh masyarakat miskin di delapan lokasi 32 penelitian Daftar Tabel Lampiran Tabel 2.1. Paminggir – Komunitas Pedesaan, Terpencil, yang Hidup dari Hasil Hutan, di Kalimantan 5 Selatan Tabel 2.2. Bajo Pulau – Komunitas Nelayan Laut di Nusa Tenggara Barat (NTB) 6 Tabel 2.3. Alas Kokon – Komunitas Pedesaan Petani Ladang di Madura Jawa Timur 6 Tabel 2.4. Kertajaya – Komunitas Pedesaan Petani Sawah di Jawa Barat 7 Tabel 2.5. Antasari – Kelurahan Urban di Kalimantan Selatan 8 Tabel 2.6. Jatibaru – Kelurahan Miskin di Pinggiran Kota Bima, Nusa Tenggara Barat 9 Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia vi
  • 7. Tabel 2.7 Simokerto – Pemukiman Pemulung dan Warga Berpenghasilan rendah di Surabaya, Jawa 10 Timur Tabel 2.8. Soklat – Kelurahan Miskin di Subang, Jawa Barat 11 Tabel 3.1 Pilihan dan Biaya Layanan Pendidikan Dasar, yang di Laporkan oleh Masyarakat Miskin di 8 12 Suara Masyarakat Miskin Lokasi Penelitian Tabel 3.2. Biaya Pendidikan Sekolah Lanjutan, yang di Laporkan oleh Masyarakat Miskin di 8 Lokasi 15 Penelitian Tabel 3.3. Pilihan dan Biaya Pasca Persalinan yang di gunakan oleh Masyarakat Miskin di 8 Lokasi 19 Penelitian Tabel 3.4. Biaya Layanan Persalinan yang digunakan oleh Masyarakat Miskin di 8 Lokasi Penelitian 22 Tabel 3.5. Biaya Satu Kali Layanan Kuratif Yang Harus Dibayar Oleh Masyarakat Miskin Untuk Perawatan 26 Balita-nya. Daftar Gambar Lampiran Diagram 3.1. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Pendidikan 13 Dasar Diagram 3.2. Tingkat Kepuasan terhadap Penyedia Layanan Pendidikan Dasar 14 Diagram 3.3. Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Pendidikan Sekolah Lanjutan 16 Diagram 3.4. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Pendidikan 17 Lanjutan Diagram 3.5. Tingkat Kepuasan terhadap Penyedia Layanan Pendidikan Lanjutan 18 Diagram 3.6. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Perawatan 20 Pasca Persalinan Diagram 3.7. Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Persalinan 21 Diagram 3.8. Tingkat Kepuasan Terhadap Penyedia Layanan Persalinan 23 Diagram 3.9. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Persalinan 24 Diagram 3.10. Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Perawatan Balita 25 Diagram 3.11. Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Perawatan Batita (0–2 tahun) 25 Diagram 3.12. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Kuratif 27 untuk Batita (Usia 0-2 tahun) Diagram 3.13. Tingkat Kepuasan untuk Pelayanan Kuratif bagi Batita 28 Diagram 3.14. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan oleh Sarana Air Bersih yang 29 Digunakan Diagram 3.15. Tingkat Kepuasan untuk Pilihan Sarana Air Bersih 30 Diagram 3.16. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan oleh Fasilitas Sanitasi 31 Diagram 3.17. Tingkat Kepuasan untuk Fasilitas Sanitasi 32 Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia vii
  • 8. Daftar Istilah ANC (Antenatal Care) Perawatan Pasca Melahirkan Suara Masyarakat Miskin Arisan Kelompok Dana Bergulir Informal Bidan di Desa Bidan Terlatih yang ditempatkan di Desa BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BOS Biaya Operasional Sekolah BPS Biro Pusat Statistik Dukun Penyedia Layanan Persalinan Tradisional Dusun Tingkat pemerintahan di bawah Desa GDS (Governance and Desentralization Survey) Survai Mengenai Layanan Publik pasca desentralisasi IDT (Inpres Desa Tertinggal) Program Pemerintah Pusat untuk wilayah Desa yang termasuk kategori tertinggal Imunisasi TT Imunisasi Tetanus Toxoid Kangkung Tumbuhan Rawa yang bisa diolah menjadi lauk Kantor Kelurahan Kantor tempat Pejabat Kelurahan menjalankan fungsinya Kapuk Buah pohon Kapuk yang biasa digunakan untuk mengisi kasur Kartu Sehat Kartu jaminan kesehatan yang memungkinkan pemegangnya mendapat pelayanan kesehatan secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan yang berlaku Kec./Kecamatan Tingkat pemerintahan yang berada dibawah Kabupaten/kota Kelurahan Tingkat pemerintahan yang berada dibawah kecamatan yang tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri (Setingkat dengan desa, namun khusus untuk wilayah perkotaan) Kantor Desa Kantor tempat pejabat Desa menyelenggarakan fungsinya Kepala Desa Unsur pemerintahan yang mengepalai pemerintahan tingkat desa dan dipilih langsung oleh warganya. Kepala Dusun Orang yang dipilih oleh masyarakat suatu dusun untuk menjalankan fungsi sebagai pemimpin wilayah dusun tersebut Ketua RT Orang yang dipilih langsung oleh warga RT Madrasah Sekolah yang sebagian besar mata pelajaran dan sistem pendidikannya berdasarkan agama Islam Madrasah Sekolah dasar agama Islam setingkat SD Ibtidaiyah Madrasah Sekolah menengah agama Islam setingkat SMP Tsanawiyah Mantri Petugas kesehatan yang bertugas di puskesmas MOE Ministry of Education (Departemen Pendidikan Nasional) NGO Non Government Organization (Lembaga Swadaya Masyarakat) Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia viii
  • 9. PISK Penyedia Air Independen Skala Kecil PDAM Perusahaan Daerah Air Minum Pesantren Sekolah asrama agama Islam yang kurikulumnya lebih banyak mengenai agama PKK Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga Suara Masyarakat Miskin PLN Perusahaan Listrik Negara Polindes Pondok Bersalin Desa POSYANDU Pos Layanan Terpadu Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat Pustu Puskesmas pembantu Raskin Beras Miskin SANIMAS Sanitasi Berbasis Masyarakat; sebuah program sanitasi berbasis masyarakat untuk masyarakat di daerah perkotaan SD Sekolah Dasar SDN Sekolah Dasar Negeri SLTP Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SMP Sekolah Menengah Pertama SSIP Small Scale Independent Water Provider (Penyedia Air Independen Skala Kecil) TBA Traditional Birth Attendance (Dukun Beranak) UKS Unit Kesehatan Sekolah Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia ix
  • 10. Ringkasan Eksekutif Pada Januari 2001 Indonesia mulai menerapkan desentralisasi pada sebagian besar layanan publik di tingkat Suara Masyarakat Miskin kabupaten. Sejak saat itu, titik pusat inovasi bergeser ke tingkat kabupaten, sehingga dengan demikian pemerintahan daerah memiliki otonomi yang sangat kuat untuk melakukan perubahan (baik positif maupun negatif ). Di Negara yang berpenduduk sekitar 2201 juta jiwa dan terdiri dari 4402 kabuten dan Kotamadya, pergeseran orientasi kebijakan ini telah menciptakan potensi yang sangat besar bagi pendekatan inovatif lokal dalam menyediakan layanan sektor publik. Inisiatif mengefektifkan ( Layanan bagi Masyarakat miskin di Indonesia ) bertujuan untuk memberikan dukungan analisis bagi pemerintah Indonesia agar bisa meningkatkan akses dan mutu layanan dasar bagi masyarakat miskin dalam era desentralisasi. Sasarannya, selain untuk merangkum kondisi layanan mendasar bagi masyarakat miskin, juga menentukan dan menganalisis faktor-faktor kunci yang berpengaruh terhadap kondisi saat ini, dan selain itu mengusulkan kerangka kerja analisis serta langkah-langkah praktis untuk meningkatkan layanan bagi masyarakat miskin.3 Sampai sekarang, tidak satu pun literatur, yang tergolong cukup lengkap, tentang desentralisasi menyertakan juga analisis tentang pandangan masyarakat miskin mengenai pemberian layanan publik; laporan ini berusaha untuk mengisi kesenjangan tersebut. Di samping itu, laporan ini juga berusaha untuk memahami hambatan yang dihadapi masyarakat miskin, serta memahami alasan yang mendasari pilihan yang diambil masyarakat miskin di daerah pedesaan dan perkotaan tentang layanan kesehatan dasar, pendidikan, penyediaan air bersih, dan sanitasi yang mereka butuhkan. Laporan ini juga memberikan rekomendasi tentang kebijakan untuk meningkatkan layanan bagi masyarakat miskin berdasarkan analisis dan saran dari masyarakat miskin, dan penyedia layanan publik yang mampu meningkatkan akuntabilitas serta penguatan hubungan antara pengguna layanan, penyedia layanan, dan pembuat kebijakan. Ada delapan layanan kunci yang menjadi fokus penelitian ini sbb: 4 • layanan pra persalinan • bantuan persalinan • layanan kuratif untuk bayi usia 0-2 bulan • layanan kuratif bayi >2 bulan hingga 5 tahun • pendidikan dasar • peralihan menuju sekolah menengah • layanan air bersih • fasilitas sanitasi (pembuangan tinja) 1 Biro Pusat Statistik (BPS), “Proyeksi Penduduk Indonesia, 2000-2005”, 2005 2 Departemen Dalam Negeri 3 Untuk laporan secara lengkap, lihat situs Bank Dunia, www.worldbank.or.id 4 Untuk keperluan laporan ini, analisis telah digabungkan dengan layanan kuratif. Untuk hasil yang spesifik untuk Kelompok umur 0 - 2 bulan dan <2 bulan - 5 tahun, lihat Lampiran. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia x
  • 11. Layanan ini merupakan unsur penting dalam upaya mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDG). Tingginya tingkat gizi buruk, tingginya angka kematian ibu dan bayi, dan rendahnya tingkat pendidikan secara langsung dapat ditelusuri dari penyediaan dan pemberian layanan ini. Suara Masyarakat Miskin Sintesis yang memadukan persamaan dan perbedaan antara delapan lokasi penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada lembaga donor dan pemerintah Indonesia serta pemerintah negara-negara lain yang berminat mengadopsi gagasan-gagasan praktis untuk meningkatkan penyediaan layanan publik oleh pemerintah. Peran aktif masyarakat miskin dalam penyediaan layanan rakyat masyarakat dengan memberikan tekanan pembuat kebijakan dan penyedia layanan, berpotensi untuk meningkatkan mutu layanan yang akan mereka terima. Penelitian ini berupaya menggali sejauh mana masyarakat miskin mampu dan mau melakukan hal tersebut dan mampukah mereka melihat apakah peran serta yang mereka mainkan itu efektif atau tidak. Penelitian ini juga berusaha mencermati bagaimana pandangan masyarakat miskin mampu menarik perhatian para pembuat kebijakan agar mereka memperhatikan aspirasi masyarakat miskin, serta bagaimana pandangan dari mereka bisa membuat para pembuat kebijakan mampu meningkatkan akuntabilitas penyedia layanan untuk meningkatkan pelayanan terhadap kelompok tersebut. Tanggapan kebijakan di Indonesia terhadap minimnya layanan mendasar bagi masyarakat miskin atau terhadap layanan yang mengecewakan, pada umumnya berupa penentuan jumlah pemberian subsidi untuk menyediakan layanan publik, seperti program kartu sehat dan pemberian beasiswa. Kebijakan ini memberikan asumsi bahwa sektor publik merupakan lembaga yang paling efisien yang mampu memberikan layanan kepada masyarakat miskin. Asumsi lain adalah bahwa masyarakat miskin tidak memanfaatkan layanan tersebut karena harganya yang terlalu mahal bagi mereka. Penelitian ini dirancang untuk meninjau kembali hipotesis yang telah mendorong lahirnya berbagai kebijakan di Indonesia dan memberikan saran-saran untuk menghasilkan kebijakan alternatif yang secara lebih langsung terkait dengan berbagai kendala yang dihadapi masyarakat miskin. Temuan-temuan yang diuraikan berikut ini mencerminkan suara masyarakat miskin yang berasal dari delapan kabupaten yang terpilih di Indonesia. Namun demikian, tidak berarti kalau suara mereka mewakili seluruh masyarakat miskin di seluruh negeri ini. Beberapa pesan penting yang muncul secara berulang-ulang selama proses Konsultasi dengan masyarakat miskin 1. Pandangan masyarakat miskin terhadap mutu layanan sering kali berbeda dengan pandangan para ahli : • Masyarakat miskin menganggap mutu layanan dukun beranak lebih baik daripada yang diberikan oleh bidan yang terlatih. • Air sumur dianggap bersih, sementara air sungai kotor. Walaupun anggapan yang kedua memang benar adanya, anggapan yang pertama bahwa air sumur bersih, juga tidak benar. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia XI
  • 12. 2. Hambatan utama dalam meningkatkan jumlah kelahiran yang dibantu oleh bidan terlatih tampaknya lebih disebabkan karena kurangnya permintaan (atas bidan terlatih) dan bukan karena kurangnya akses. Masyarakat miskin tidak memerlukan layanan bidan terlatih karena ongkos membayar bidan lebih mahal sementara waktu bidan melayani pasien lebih singkat daripada dukun beranak. Banyak pasien miskin tidak sepenuhnya menyadari Suara Masyarakat Miskin keuntungan lebih yang diperoleh dari bantuan persalinan profesional. Mereka yang sadar tidak yakin bahwa keuntungan tambahan tersebut sepadan dengan biaya tambahan yang tinggi. 3. Program untuk masyarakat miskin, seperti kartu sehat, sangat dihargai, namun para peneliti menemukan bahwa; informasi tentang hal itu (tentang kebijakan untuk masyarakat miskin) biasanya tidak tersedia. Seringkali petugas layanan publik atau pejabat pemerintah, yang merupakan satu-satunya sumber informasi tentang layanan bagi masyarakat miskin, gagal memberikan informasi lengkap kepada masyarakat miskin, dan kadang-kadang mereka bahkan menyalahgunakan kekuasaan mereka, dan menghalangi akses layanan ini bagi masyarakat miskin. 4. Para elit masyarakat – para petugas atau pejabat pemerintah – jarang mendengarkan masyarakat miskin ketika rakyat seperti ini menyampaikan kebutuhan, keprihatinan, dan pendapat mereka untuk meningkatkan layanan bagi rakyat. Masyarakat miskin memandang diri mereka sebagai “anak tiri”; para elit menganggap masyarakat miskin “bodoh” dan tidak mau berinteraksi serta memberikan informasi bagi mereka. Satu-satunya cara agar masukan masyarakat miskin dapat dihargai adalah melalui mitra perantara pihak ketiga. 5. Biaya di luar SPP (Sumbangan Pembangunan Pendidikan) untuk sekolah dasar (seperti seragam, buku, dan sebagainya) merupakan beban berat bagi masyarakat miskin. Kebijakan baru untuk menghapus SPP bagi masyarakat miskin tidak menuntaskan masalah biaya di luar SPP yang masih sangat besar. 6. Adanya persepsi publik bahwa masyarakat miskin tidak akan mampu membayar sarana air bersih dan sanitasi yang bermutu adalah tidak benar. Masyarakat miskin perkotaan membeli air dari penjual swasta dengan harga 15 sampai 30 kali tarif Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Meskipun mampu membeli air dari PDAM dengan tarif yang berlaku, masyarakat miskin tetap sulit mendapatkan sambungan karena mereka tidak memiliki hak sewa atau hak milik yang jelas atas tanah yang mereka tinggali, masalah lainnya adalah tingginya biaya pemasangan yang harus dibayar tunai. Ketika sebagian besar masyarakat miskin perkotaan mampu menanggung biaya pembangunan WC umum yang murah, tetapi sekali lagi tidak adanya hak kepemilikan atau hak sewa lahan pemukiman menjadi penghalang. Juga, kebanyakan dari mereka tidak menyadari adanya pilihan WC umum berbiaya rendah, baik di pedesaan maupun perkotaan. 7. Di daerah kepulauan, masyarakat miskin sulit mendapatkan akses air bersih, sering kali karena sistem monopoli yang dikuasai oleh penjual air. Hal ini juga terjadi di daerah perkotaan yang berpenduduk padat. 8. Ada perbedaan mutu yang besar antara penyedia layanan di perkotaan yang melayani daerah kumuh dan Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia XII
  • 13. penyedia layanan di pedesaan yang melayani daerah miskin. Petugas di pedesaan memiliki mutu yang jauh lebih buruk. 9. Khususnya di daerah pedesaan, banyak anak yang sudah terdaftar di sebuah sekolah tidak mengikuti pelajaran Suara Masyarakat Miskin mereka secara teratur. Guru-guru mereka sering mangkir. Walaupun jumlah anak yang terdaftar di sekolah cukup tinggi, hal ini tidak mampu menarik mereka yang tidak masuk sekolah. 10. Ketidakhadiran guru di sekolah-sekolah serta tidak tersedianya petugas kesehatan di puskesmas pembantu (pustu) di pedesaan seringkali berkaitan dengan kurangnya fasilitas infrastruktur dasar seperti sumber air dan sanitasi di sekolah-sekolah dan pos-pos kesehatan. Para guru tidak bersedia bekerja dalam kondisi seperti itu (walaupun mereka bersedia jika dibayar). 11. Jika tidak terdapat sekolah menengah di desa, gadis-gadis di Madura menikah segera setelah lulus sekolah dasar dan hamil. Apabila ada kesempatan untuk melanjutkan ke sekolah menengah pertama, pernikahan dini bisa dicegah. Ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk meningkatkan akses sekolah menengah bagi anak perempuan untuk alasan-alasan yang lebih dari sekedar soal prestasi akademis. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia XIII
  • 14. Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia XIV
  • 15. 1. Karakteristik Kemiskinan dan Lembaga Setempat di Lokasi Penelitian 1.1. Lokasi, Sampel, Alat Penelitian Suara Masyarakat Miskin Delapan lokasi dipilih berdasarkan kriteria kemiskinan menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), tercantum di dalam Governance and Decentralization Survey (GDS) peta kemiskinan dan geografi/lokasi Biro Pusat Statistik. Komunitas yang terpilih, baik di pedesaan maupun perkotaan, memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi (30 – 80 persen). Pemetaan sosial digunakan lebih lanjut pada setiap lokasi untuk identifikasi lingkungan termiskin yang akan diwawancara. Separuh dari lokasi dipilih di Pulau Jawa, tempat tinggal masyarakat miskin terbesar di negeri ini. Dua lokasi lainnya, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan diikutsertakan untuk mencerminkan kondisi di luar Jawa. Hasil GDS tahun 2003 menunjukkan tingkat kepuasan tinggi terhadap layanan publik dan persepsi masyarakat bahwa terjadi peningkatan mutu layanan publik pasca desentralisasi. Hasil kuantitatif GDS tidak menjelaskan alasan di balik tingkat kepuasan yang tinggi tersebut, juga tidak menjelaskan apakah pandangan masyarakat miskin berbeda dengan pandangan mereka yang tidak termasuk kategori miskin. Pandangan masyarakat miskin yang terlibat dalam penelitian ini tidak sama dengan hasil yang dikeluarkan GDS, kemungkinan penelitian ini memang mencerminkan pengalaman segmen yang termiskin. Kriteria pemilihan lokasi di daerah pedesaan meliputi mata pencaharian utama (petani sawah di Jawa Barat, nelayan kepulauan Nusa Tenggara Barat, penduduk dataran tinggi yang bergantung pada hasil hutan di Kalimantan Selatan, dan rakyat petani lahan kering di Madura), lihat Tabel 1. Tabel 1. Lokasi Penelitian JAWA LUAR JAWA Pedesaan Perkotaan Pedesaan Perkotaan Mata pencaharian Rakyat daerah padat di Mata pencaharian Komunitas kota kecil berdasarkan pertanian kota besar pertanian hutan dan irigasi dataran tinggi Desa Kertajaya, Kelurahan Simokerto, Desa Paminggir, Kelurahan Antasari, Kabupaten Subang, Jawa Kecamatan Simokerto, Kecamatan Danau Kecamatan Amuntai Barat Kabupaten Surabaya, Panggang, Kabupaten Tenggah, Kalimantan Jawa Timur Hulu Sungai Utara, Selatan Kalimantan Selatan Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 1
  • 16. Mata pencaharian Masyarakat miskin Penduduk yang bekerja Rakyat kota kecil pertanian lahan kering perkotaan sebagai nelayan di daerah pantai Suara Masyarakat Miskin Desa Alaskokon, Kelurahan Soklat, Desa Bajopulau, Kelurahan Jatibaru, Kecamatan Modung, Kecamatan/Kota Subang, Kabupaten Sabe, Nusa Kota Bima, Nusa Tenggara Kabupaten Bangkalan, Jawa Barat Tenggara Barat Barat Madura Penelitian didasarkan pada kerangka analisis partisipatif, diskusi kelompok terfokus (focus group discussions atau FGD) baik untuk laki-laki maupun perempuan. Diskusi ini juga disertai dengan wawancara mendalam dengan individu terpilih untuk studi kasus, yang berjumlah sekitar 450 masyarakat miskin. Temuan ini juga mencantumkan pandangan para dokter dari puskesmas di empat kecamatan, bidan di enam desa, dua petugas kesehatan, empat dukun beranak, tujuh guru sekolah dasar, dan tiga guru sekolah menengah. Daftar mengenai mutu layanan meliputi layanan yang diberikan di 16 kelas sekolah dasar, delapan kelas sekolah menengah, rumah empat dukun beranak dan dua bidan di desa, enam puskesmas dan puskesmas pembantu di kecamatan. Pengamatan juga dilakukan terhadap dua Penyedia Air Independen Skala Kecil (PISK) untuk fasilitas pengisian dan penyediaan, 16 fasilitas sanitasi sekolah dan 23 fasilitas sanitasi rumah tangga. Seluruh tim bekerja di lapangan selama 42 hari antara bulan Oktober dan November 2005. 1.2. Metodologi: Identifikasi dan Pelibatan Masyarakat Miskin Dalam setiap musyawarah masyarakat miskin sangat mudah terabaikan. Mereka yang berada pada tangga sosial terendah, jarang menghadiri pertemuan warga: mereka tidak bisa menyisihkan waktu kerja mereka dan sering tidak diundang dalam acara tersebut. Pengalaman masa lalu membuat masyarakat miskin sulit untuk percaya pada pihak luar. Mereka dapat berbicara dengan leluasa tentang pengalaman mereka — pengalaman yang sering kali sangat berbeda dengan versi yang sudah “dipermak” dan dikumandangkan para pemimpin. Para peneliti dilengkapi dengan perangkat analisis partisipatif dan penelitian kualitatif (digambarkan pada Lampiran 1, hal. 1-4) yang dirancang untuk mengatasi hambatan komunikasi seperti yang digambarkan di atas dan mengumpulkan pandangan, penilaian, dan pengalaman masyarakat miskin. Empat tim peneliti yang masing-masing terdiri dari empat orang, melakukan penelitian selama empat hingga lima hari di tiap komunitas. Setiap tim terdiri dari dua laki-laki dan dua perempuan dari Lembaga Swadaya Masyarakat atau kelompok akademis, setiap tim melakukan pembahasan dengan kelompok laki-laki dan perempuan. Mereka menjelaskan tujuan penelitian, pertama kepada para pemimpin formal dan kemudian kepada masyarakat miskin. Minat warga di setiap lokasi sangat tinggi. Sebelumnya tidak pernah ada yang menanyakan kepada masyarakat miskin tentang pendapat mereka mengenai layanan publik. Pada awalnya mereka heran, tapi kemudian lebih ekspresif dalam memberikan penilaian dan penjelasan. Ketika penelitian berkembang, perangkat analisis visual Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 2
  • 17. menarik perhatian peserta dan jumlah kehadiran mereka meningkat. Tidak ada insentif yang ditawarkan kepada peserta dan juga tidak ada yang membutuhkan. Pembahasan grup mirip kegiatan sosial biasa yang menyenangkan dan berlangsung hingga larut malam. Suara Masyarakat Miskin 1.3. Profil Kesejahteraan dan Kemiskinan Setempat Untuk informasi rinci tentang lokasi dan kemiskinan, lihat Lampiran 2, hal. 5-11. Yang menarik untuk dicatat adalah perbedaan antara derajat kemiskinan yang dibuat penduduk setempat lokal dengan standar resmi. PAMINGGIR: Paminggir, sebuah desa terpencil yang terdiri dari 333 rumah tangga di Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, diklasifikasikan sebagai “desa tertinggal” oleh program pemerintah Inpres Desa Tertinggal. Setengah dari jumlah rumah tangga tersebut tergolong miskin, menurut standar lokal. Tingkat kesejahteraan diukur atas dasar kepemilikan, seperti kapal, peralatan menangkap ikan, kolam ikan, dan jumlah kerbau. Sebaliknya, masyarakat miskin didefinisikan berdasarkan apa yang mereka tidak miliki. Desa ini hanya bisa dicapai dengan kapal selama dua hingga enam jam dari ibukota kabupaten. Masyarakat sangat bergantung pada sungai baik untuk mata pencaharian – menangkap ikan – maupun sebagai transportasi. Kondisi tanah berawa, tidak cocok untuk pertanian. Curah hujan tinggi dan sering dilanda banjir. Penduduk di desa ini memiliki: satu sekolah dasar negeri, satu sekolah menengah, dan satu puskesmas pembantu yang buka dua atau tiga hari dalam seminggu. Bidan di desa terdekat berjarak enam kilometer, puskesmas terdekat 14 kilometer dan sulit dijangkau. Desa ini tidak memiliki sumber air bersih dan fasilitas sanitasi. Paminggir baru menerima sambungan listrik PLN pada tahun 1999. BAJO PULAU: Bajo Pulau merupakan sebuah desa kecil dengan 380 rumah tangga di sebuah pulau seluas 91 hektar, jauh dari tepi pantai Sumbawa, Kecamatan Sape, Nusa Tenggara Barat. Kebanyakan rumah tangga bergantung pada mata pencaharian menangkap ikan. Pada dua dekade lalu, mereka menggunakan bahan peledak dan potasium sianida untuk menangkap ikan. Sejak tahun 1987, mereka fokus pada budidaya lobster dan mutiara, yang memberikan penghasilan lebih baik. Di sini hanya ada sedikit infrastruktur; tidak ada puskesmas atau praktik dokter swasta di pulau ini. Air bersih harus dibawa dari pulau lain. Ada tiga sekolah dasar yang terlantar, yang hanya berfungsi dua sampai tiga jam sehari. Guru-guru sekolah dan bidan di desa tidak tinggal di pulau ini sehingga mereka jarang ada ketika diperlukan. ALAS KOKON: Desa ini terdiri dari 508 rumah tangga di Kabupaten Bangkalan, Kecamatan Modung, di Pulau Madura. Desa ini memiliki tingkat kemiskinan 46% menurut peta kemiskinan BPS, dan 80% menurut kriteria BKKBN. Berdasarkan standar lokal, mereka merasa berada pada tingkat kemiskinan 67%. Rumah tangga bergantung pada pertanian musiman lahan kering (jagung, kacang kedelai, cabai, kacang polong, dan tanaman musiman seperti mangga, pisang dan kapuk). Alas Kokon memiliki satu sekolah dasar negeri dan satu sekolah dasar swasta. Ada sebuah puskesmas pembantu dan polindes yang berjarak tujuh kilometer. Air bersih yang tersedia di dalam sumur terbatas secara kuantitas dan sanitasi rendah. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 3
  • 18. KERTAJAYA: Para petani menanam padi lima ton perhektar di lahan subur Jawa Barat desa Kertajaya, Kabupaten Subang, Kecamatan Binong. Dari 1.159 rumah tangga, hanya 197 rumah tangga yang memiliki tanah; tidak satu pun masyarakat miskin (63 persen dari populasi) yang memiliki tanah. Desa ini memiliki akses yang bagus terhadap pasar. Mereka dapat dengan mudah pergi ke Subang, kota kabupaten, dengan bus atau ojek. Rumah orang kaya Suara Masyarakat Miskin di jalan utama memiliki sambungan air PDAM, sisanya termasuk masyarakat miskin menggunakan sumur galian. Puskesmas berjarak lima kilometer; dan terdapat seorang bidan di desa. Kertajaya memiliki dua sekolah dasar negeri dan satu sekolah dasar swasta. ANTASARI: Kelurahan di perkotaan di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, memiliki tingkat kemiskinan lebih dari 30 persen (BKKBN). Penduduknya merupakan campuran dari berbagai suku dari Kalimantan dan Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Kelurahan ini memiliki 1.243 rumah tangga yang terlibat dalam berbagai perdagangan dan bidang jasa. Masyarakat miskin di Antasari kebanyakan bekerja sebagai buruh upahan di pasar, bidang konstruksi, dan nelayan musiman di sungai. Desa ini memiliki dua sekolah dasar negeri, satu sekolah menengah negeri, dan satu puskesmas. Walaupun PDAM menyediakan saluran pipa air ke rumah warga yang tergolong mampu, masyarakat yang miskin tidak mendapatkan sambungan. JATIBARU: Kelurahan ini terletak di kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang sering mengalami banjir. Mata pencaharian penduduk yang berjumlah 1.886 rumah tangga perkotaan/pedesaan beragam. Pada musim tanam, masyarakat miskin menjadi buruh tani di sawah di sekitar kota Bima. Pada musim lainnya mereka mengumpulkan dan menjual kayu bakar atau bekerja sebagai penjual atau buruh harian di tempat pembakaran batu bata dan pabrik. Jatibaru memiliki lima sekolah dasar negeri, dua sekolah menengah negeri, dan satu Puskesmas Pembantu dengan tiga orang petugas kesehatan; sebuah Puskesmas dan sebuah rumah sakit umum yang berjarak dua kilometer. Masyarakat miskin memperoleh air dari sumur galian tanpa penutup dan sumur galian dangkal. Ada sistem pipa air yang dibangun oleh CARE perlu diperbaiki: “Penduduk tidak punya dana untuk memperbaikinya” adalah alasan yang dilaporkan. SIMOKERTO: Simokerto, sebuah kelurahan di Kecamatan Simokerto, Kabupaten Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Kelurahan ini, 10 kilometer dari Surabaya, terletak di tengah daerah komersial dan industrial, memiliki tingkat kemiskinan 90% (BKKBN). Ada sedikit kesamaan sosial dari penduduknya yang berjumlah sekitar 3.500 rumah tangga. Beberapa tinggal sebagai penghuni liar di tanah samping rel kereta api. Masyarakat miskin berjuang untuk bertahan hidup dengan melakukan berbagai pekerjaan. Tidak ada layanan kesehatan di Simokerto, tetapi di wilayah ini ada Puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Simokerto memiliki delapan sekolah dasar negeri, dua sekolah dasar swasta dan sebuah sekolah menengah atas swasta. Sekolah menengah pertama terdekat berjarak tiga kilometer. Tidak banyak penduduk mampu yang memiliki sambungan PDAM. Sisanya membeli air bersih dari penjual. Masyarakat miskin kebanyakan menggunakan air sumur galian. Beberapa rumah memiliki fasilitas sanitasi yang tidak baik yang pembuangannya langsung ke selokan dengan air mengalir hitam. Masyarakat miskin yang menjadi penghuni liar tidak memiliki akses sanitasi selain satu WC umum. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 4
  • 19. SOKLAT: Soklat adalah sebuah kelurahan yang terdiri dari 2.881 rumah tangga, 54 persen dari rumah tangga tersebut miskin (kriteria lokal) di Kecamatan dan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, tiga kilometer dari ibu kota kecamatan. Walaupun diklasifikasikan sebagai perkotaan, daerah ini memiliki sawah irigasi dan sekitar 40 persen dari pendapatan rumah tangga miskin diperoleh dari upah buruh tani. Yang lainnya bekerja di bidang pembangunan Suara Masyarakat Miskin (konstruksi), toko atau penjual dengan gerobak. Banyak rumah tangga miskin yang mengirim tenaga kerja ke luar negeri. Agen-agen secara teratur mengunjungi desa ini untuk merekrut orang dan memberikan pinjaman untuk biaya perjalanan, dengan demikian mengikat mereka pada perjanjian yang eksploitatif. 2. Layanan Pendidikan yang Diperuntukkan bagi Masyarakat Miskin 2.1. Sekolah Dasar: Tidak Sepenuhnya Gratis – Walaupun Ada Bantuan Pemerintah Kurangnya pendidikan merupakan fakta adanya masyarakat miskin di Indonesia. Enam dari delapan lokasi, masyarakat miskin mempunyai karakteristik kemiskinan sebagai: “Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin sering tidak terdaftar di sekolah dasar/tidak menyelesaikan sekolah dasar/hanya berhasil menyelesaikan sekolah dasar.” Di bulan Juli 2005, pemerintah Indonesia berjanji untuk menyediakan pendidikan dasar sembilan tahun untuk semua anak-anak usia sekolah melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Meskipun demikian, masyarakat miskin tetap harus membayar uang pangkal sekolah yang besar (kadang disebut sebagai biaya gedung), terutama di Jawa (lihat Lampiran 3, Tabel 3.1). Walaupun murid-murid dilaporkan tidak lagi membayar uang sekolah bulanan (yang berkisar antara Rp.2.000 dan Rp.17.000 sebulan), biaya untuk pembelian uang buku, seragam, pelajaran komputer, ujian, dan ijazah bisa mencapai Rp.100.000 – Rp.150.000 per anak per tahun. Biaya tambahan yang “terselubung” meliputi sepatu (diharuskan oleh beberapa sekolah), tas sekolah, makanan ringan, dan sebagainya (lihat Lampiran 3, Tabel 3.1). Pilihan Utama: SDN Masyarakat miskin lebih menyukai sekolah negeri. Sebagian besar lokasi, ada beberapa pilihan antara sekolah dasar yang dikelola pemerintah (Sekolah Dasar Negeri atau SDN), dan ada juga sekolah Islam yang dikelola penduduk (Madrasah Ibtidaiyah). Di tujuh lokasi, sekolah dasar yang dipilih oleh kebanyakan masyarakat miskin adalah SDN. Alasan yang diberikan oleh masyarakat miskin dalam membuat pilihan ini adalah: Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 5
  • 20. SDN berada dekat rumah; tidak ada biaya transportasi; anak-anak bisa pergi sendiri; tidak perlu menyeberang jalan utama. • SDN gratis bagi masyarakat miskin. • Guru-gurunya bagus; anak-anak bisa belajar banyak hal di SDN. Di Madrasah mereka hanya mendapat pelajaran Suara Masyarakat Miskin agama. • Anak-anak yang menyelesaikan SDN menerima ijazah. Penduduk Alas Kokon di Madura lebih menyukai Madrasah daripada SD Negeri. Alasan orang tua untuk pilihan ini adalah: • Madrasah tidak mengharuskan seragam yang mahal. • Guru-guru lebih disiplin dan menetap di Madrasah. Guru SDN sering kali absen/tidak disiplin. • SDN hanya mengajarkan anak-anak untuk membaca, menulis dan berhitung. Di Madrasah mereka juga belajar agama dan membaca Al Qur’an. Laki-laki dan perempuan masyarakat miskin umumnya menganggap bahwa manfaat pendidikan dasar di sekolah umum melebihi biaya yang harus dikeluarkan (lihat Gambar 1 dan Lampiran 3, Gambar 3.1 dan 3.2). Selanjutnya, biaya pendidikan itu merupakan hambatan besar terutama jika memiliki beberapa anak. Tingkat kepuasan bergantung pada mutu guru dan derajat keterbukaan masalah keuangan antara sekolah dengan orang tua (lihat Kotak 1). Beban Biaya Tambahan Masyarakat miskin merasa dibebani oleh biaya sekolah, (“Mengapa buku harus diganti setiap semester?”), (“Mengapa tidak menggunakan buku yang bisa dipakai sepanjang tahun?”), (“Mengapa buku sekolah harganya mahal?”), (“Mengapa kami dikenakan biaya untuk ijazah?”) adalah pertanyaan yang terus-menerus ditanyakan. Biaya masuk dan ijazah yang belum dibayar menumpuk. Ijazah yang ditahan oleh sekolah menjadi beban tambahan bagi mereka yang tidak mampu memenuhi kewajiban. Hal ini lalu menimbulkan kekecewaan dan pertentangan di antara para orang tua dan pengelola sekolah. Bahkan, kepala dusun di Simokerto juga memiliki kesulitan membayar uang pendaftaran (biasanya para kepala dusun lebih mampu secara finansial dibanding anggota masyarakat lainnya). Hanya satu dari tiga anaknya yang telah menerima ijazah sekolah setelah melunasi pembayaran biaya sebesar Rp.750.000, yang kira- kira setara dengan penghasilan keluarga miskin di sana selama tiga setengah bulan. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 6
  • 21. Gambar 1. Proporsi pilihan pada layanan pendidikan dasar Pandangan Perempuan Pandangan Laki-laki Suara Masyarakat Miskin 14% 22% 78% 86% SD Negeri Madrasah Ibtidaiyah Biaya pendidikan di SDN sangat beragam pada lokasi penelitian (lihat Lampiran 3, Tabel 3.1). Di Paminggir (Kalimantan Selatan), sekolah hampir gratis kecuali untuk biaya pendaftaran dan ijazah lulus sekolah; di perkampungan kumuh Surabaya, biaya pendaftaran dan buku mencapai Rp.830.000.5 Di lokasi di Jawa Barat, para orang tua membayar 10 - 15 kali lebih besar daripada di tempat lain untuk mendapatkan ijazah lulus sekolah dasar. Di Soklat, responden laki-laki mengeluhkan bahwa walaupun telah membayar Rp.68.000, mereka tetap tidak menerima ijazah. (Sebagai perbandingan, Madrasah Ibtidaiyah yang dikelola swasta mengenakan biaya hanya Rp.5.000 – Rp.10.000 per bulan). Kotak 1. Biaya-biaya Tanpa Penjelasan Kami dengar di SD Cibarola, ketika akan membagikan Ijazah, semua orang tua diundang ke sekolah dan diinformasikan bahwa biaya untuk menebus ijazah adalah Rp. 60.000 para orang tua itu juga mendapat rincian untuk apa saja uang sebesar Rp. 60.000 itu. Namun, di SDN Desa Samsi kami, orang tua murid, tidak pernah mendapat informasi ataupun diundang ke pertemuan apapun, Saya sudah menyumbang beber- apa kali, dan jumlahnya sekitar Rp. 68.000. Ketika saya bertanya kepada kepala sekolah “kenapa jumlahnya lebih besar dari SD Cibarola?” saya diabaikan. Kemudian, hingga saat in ijazah anak saya juga masih ditahan. Setiap kali saya tanya, beliau selalu menjawab “nanti, nanti….” Ayah seorang anak yang hanya menyelesaikan sekolah dasar, Soklat, Jawa Barat 5 Biaya pendaftaran dan biaya gedung berkisar dari Rp.50.000 – Rp.100.000 per anak di lokasi perkotaan NTB dan pedesaan Jawa Barat. Biaya-biaya ini, yang dapat dibayar dengan cicilan, dilaporkan menyebabkan banyak murid yang keluar. Sebagai tambahan, pengulangan biaya-biaya selain uang sekolah (buku-buku, uang komputer, seragam, tas dan sepatu, dan sebagainya) berkisar Rp.100.000 – 150.000 per tahun. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 7
  • 22. 2.2. Layanan Pendidikan Sekolah Menengah “Gratis? Apanya yang gratis? Memang kami tidak perlu membayar iuran bulanan sekarang, namun kami harus mengeluarkan uang untuk membeli buku dan seragam, dan membayar uang gedung. Sebelumnya kami hanya Suara Masyarakat Miskin membayar Rp.10.000 – Rp.20.000 setiap bulan. Sekarang kami harus membayar Rp.200.000 pada awal tahun.” Penjual sayuran, ibu dari dua anak sekolah di Jakarta, The Jakarta Post, 17 Juli 2005 Sekali Lagi, Biaya Tambahan Menjadi Masalah Sekolah Menengah Pertama Negeri merupakan beban utama secara finansial bagi keluarga miskin. Rumah tangga miskin berusaha untuk mengirim setidaknya satu anak ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP) — namun jarang bisa menanggung biaya untuk menyekolahkan semua anak. Hanya tiga anak dari desa Kertajaya yang melanjutkan pendidikan hingga ke sekolah menengah – dan itu adalah sekolah pesantren di luar desa. Bajo Pulau tidak memiliki sekolah menengah dan tidak ada anak yang dikirim untuk bersekolah di luar desa. Di daerah perkotaan Jatibaru, Simokerto dan Soklat, para responden mendaftarkan paling tidak satu anak di SMP atau Madrasah – mana saja yang ada dan tidak terlalu jauh dari rumah. Mereka lebih menyukai Madrasah karena tidak ada uang pangkal atau biaya gedung. Biaya masuk, pendaftaran, dan gedung tidak tetap, berkisar antara Rp.200.000 – Rp.600.000 (lihat Lampiran 3, Tabel 2). Sekolah mengenakan biaya sesukanya, tergantung pada reputasi dan popularitas mereka — dengan alasan, biaya tersebut digunakan untuk pelajaran tambahan atau fasilitas yang ditawarkan. Dilaporkan, pengenaan biaya tersebut tidak memiliki dasar hukum.6 Ada pernyataan warga Kertajaya yang membuat putus asa orang tua murid: “Untuk masuk SMP Negeri memerlukan setidaknya Rp.1,5 juta. Selain itu, masih ada biaya transportasi, makan, dan sebagainya. Siapa yang sanggup?” Sekolah Umum Paling Populer, tetapi Sekolah Islam juga Penting Pesantren atau sekolah Islam lainnya (Madrasah Tsanawiyah) lebih banyak dipilih dibanding SMP, oleh 37 persen laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini, dan merupakan pilihan populer di dua lokasi, Alas Kokon dan Antasari (lihat Lampiran 3, Gambar 3.3). Kertajaya dan Bajo Pulau tidak memiliki sekolah menengah pertama dan sisanya, empat lokasi memilih SMP yang ada di daerah tersebut. Di Alas Kokon dan Antasari, para orang tua yang menyekolahkan anak mereka di Madrasah Tsanawiyah (sekolah- sekolah agama yang dikelola Departemen Agama) tampaknya cukup puas. Di Alas Kokon, sekolah mengenakan biaya Rp.1.500 perbulan; di Antasari, biaya tahunan Rp.100.000, tetapi tahun ini semua anak menerima bantuan 6 Menurut Direktur Pusat Reformasi Pendidikan Universitas Paramadina, Hutomo Danangjaya, sekolah-sekolah negeri tidak memerlukan dana tam- bahan untuk pemeliharaan gedung karena mereka sudah memiliki gedung yang terawat baik. Jakarta Post, 17 Juli 2005. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 8
  • 23. finansial. Ini adalah sebuah “sekolah” percontohan. Sekolah tersebut menawarkan fasilitas yang lengkap sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. SMP di Paminggir (Kalimantan Selatan) gratis, namun mutu fasilitas dan pendidikan sekolah rendah. Biaya SMP di Suara Masyarakat Miskin Jawa dan NTB jauh lebih tinggi (Rp.400.000 – 600.000) (lihat Lampiran 3, Tabel 3.2). Jika harus membayar uang sekolah, masyarakat miskin menganggap bahwa SMP Negeri tidak menawarkan layanan yang sepadan dengan biaya yang harus dikeluarkan, tidak seperti Madrasah Tsanawiyah. Warga perempuan khususnya, merasa tidak puas karena (lihat Lampiran 3, Gambar 3.4 dan 3.5): • SMP berada jauh dari rumah – biaya transport tinggi/tidak berada di jalur kendaraan umum. • SMP biayanya mahal. Selain itu, selain itu juga dikenakan biaya lain sebesar Rp.450.000 untuk mendapatkan ijazah lulus (Simokerto). • Ruang kelas dibagi dengan sekolah dasar (Jatibaru). Kurangnya Sekolah Menengah Berarti Anak-anak Perempuan Harus Menikah Kehidupan anak perempuan berubah drastis jika sekolah menengah tidak dapat dijangkau, baik karena jarak yang jauh maupun karena biaya. Dalam keadaan demikian, anak perempuan akan segera menikah setelah lulus sekolah dasar dan hamil pada saat mereka baru saja memasuki masa puber (lihat Kotak 2). Kematian ibu dan bayi, serta bayi lahir cacat, biasa terjadi pada kehamilan seperti itu. Kotak 2. Menikah pada usia 13 tahun, melahirkan di usia 14 tahun — satu-satunya pilihan setelah sekolah dasar Pada 15 September 2005, di desa Alas Kokon di Madura, para peneliti bertemu dengan Nurhayati yang berusia 14 tahun. Dia baru saja mela- hirkan anak pertamanya, setelah tiga hari tiga malam mengalami kesulitan persalinan. Awalnya dia dibantu oleh dukun beranak setempat, namun kemudian bidan di desa harus dipanggil untuk menolong. Untung kali ini nyawanya tertolong. Karena tidak ada sekolah menengah di desa ini, setiap anak perempuan langsung menikah setelah lulus sekolah dasar. Kehamilan di usia muda tidak dapat dihindari, ini berarti kemungkinan angka kematian akan semakin tinggi. Bagaimana Nurhayati dan anak-anak perempuan muda lainnya bisa diberdayakan untuk mendapatkan kontrol atas badan dan hidup mereka? Laporan Lokasi, Alas Kokon, Madura 2.3. Mutu Layanan – Pandangan Pelaksana Layananan Pandangan Guru Sekolah Dasar Di tujuh lokasi, para peneliti menemui dan mewawancarai guru di sekolah dasar negeri. Di Paminggir, penjaga malam menggantikan posisi guru yang sering absen. Guru di sekolah dasar di daerah pedesaan menyatakan bahwa mereka tidak bisa memberikan pendidikan yang bermutu. Sekolah hanya memiliki dua atau tiga ruang kelas untuk dipakai oleh enam kelas. Gedung sekolah dalam kondisi buruk, namun laporan ke Departemen Pendidikan tidak membawa hasil apapun. Sekolah pedesaan di Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 9
  • 24. daerah terpencil, seperti Paminggir dan Bajo Pulau, sulit mempertahankan guru karena kurangnya layanan yang mendasar seperti air bersih dan sanitasi. Para guru mengatakan bahwa anak-anak cenderung putus sekolah dan bekerja, begitu mereka mendapat Suara Masyarakat Miskin keterampilan dasar baca tulis dan berhitung. Orang tua tidak melihat keuntungan dari pendidikan lebih lanjut bagi anak-anak mereka. Kadang sekolah menyediakan insentif, seperti biaya untuk transportasi atau seragam bekas untuk mendorong anak-anak dari keluarga miskin agar tetap datang ke sekolah. Pandangan guru sekolah dasar di perkotaan jauh lebih baik. Mereka percaya bisa memberikan layanan yang baik untuk murid dari keluarga miskin, sesuai dengan biaya yang mereka keluarkan. Mereka menceritakan bahwa banyak murid miskin di sekolah mereka, dan sekolah memberikan beasiswa serta menggalang dana untuk membayar seragam, alat tulis, dan kegiatan ekstra kurikuler untuk murid miskin. Di Antasari dan Jatibaru, mereka mengatakan bahwa para orang tua mengetahui mutu sekolah dan upayanya mendukung masyarakat miskin. Guru di dua sekolah dasar di perkotaan mengatakan untuk murid miskin yang tidak memiliki buku pelajaran, menyarankan sekolah agar meminjamkan buku kepada murid miskin. Penilaian para pendidik dan orang tua kadang jauh berbeda. Kepala sekolah dasar di Soklat memuji mutu pendidikan di sekolahnya “200 persen.” Dia menjelaskan bahwa pengelola sekolah sering berinteraksi dengan para orang tua, menjaga transparansi dana, dan mengijinkan orang tua miskin membayar uang sekolah dengan mencicil. Orang tua murid yang miskin tidak setuju, dan mengeluh bahwa ijazah lulus sekolah ditahan serta informasi tentang pencabutan uang sekolah tidak pernah dipublikasikan. Pandangan Guru Sekolah Menengah Peneliti mewawancarai guru-guru sekolah menengah negeri di Soklat, Jawa Barat dan Antasari Kalimantan Selatan. Di Paminggir, kepala desa menjadi guru sukarela, menggantikan guru pegawai negeri yang absen. Guru di Soklat berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat sepenuhnya gratis. Sekolahpun menyadari kemampuan ekonomi orang tua murid, untuk itu sekolah mengijinkan mereka membayar uang pendaftaran/biaya gedung dengan cara mencicil. Menurutnya, masalah biaya pendidikan terlalu dibesarkan: “Jika saja mereka mengurangi satu batang rokok sehari, kemungkinan dapat menyimpan uang untuk membayar biaya pendidikan sebesar Rp.15.000 perbulan.” Kepala sekolah Madrasah Tsanawiyah, sekolah percontohan di Antasari, mengatakan dana pemerintah cukup untuk menutup semua biaya keperluan sekolah termasuk materi pelajaran lain dan ekstrakurikuler bagi murid yang dikategorikan miskin. Orang tua miskin memberi nilai tinggi untuk mutu sekolah yang besar ini, yang memiliki tujuh dari delapan kelas untuk setiap jenjang kelas, dengan total 23 ruang kelas. Sekolah ini dibiayai oleh Departemen Agama. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 10
  • 25. 2.4. Hasil Pengamatan dan Kesimpulan Sekolah Dasar – Kualitas Pelayanan Suara Masyarakat Miskin Hanya sekolah dasar negeri yang diamati Sekolah di pedesaan dinilai dalam kondisi buruk, sehingga mutu layanan secara signifikan lebih rendah daripada sekolah di perkotaan. Walaupun semua sekolah dasar dirancang untuk Kelas 1 sampai dengan 6, sekolah di pedesaan hanya memiliki dua atau tiga ruang kelas, sehingga beberapa kelas harus dikelompokkan bersama. Tidak satupun sekolah dasar pedesaan yang memiliki air bersih. Separuh sekolah tidak memiliki fasilitas sanitasi. Fasilitas sanitasi di sekolah lain tidak dapat digunakan. Tidak satu sekolahpun memiliki sambungan listrik atau perpustakaan. Tiga sekolah memiliki atap yang rusak. Tingkat kehadiran dalam satu hari pengamatan di empat sekolah pedesaan berkisar antara 28 hingga 92 persen. Ruang kelas berdebu dan kotor, dengan lantai rusak, namun ada cukup banyak kursi, ventilasi, dan cahaya matahari. Papan tulis merupakan satu-satunya perangkat mengajar di ruang kelas. Tidak ada hasil karya murid yang dipajang di dinding. Sering kali, murid ditinggalkan sendirian di ruang kelas tanpa guru. Tingkat disiplin rendah. Guru tidak tinggal di desa melainkan datang dan pergi dari daerah perkotaan, dan sering terlambat atau tidak hadir. Alasan mereka: kurangnya air bersih dan layanan sanitasi (Bajo Pulau, Paminggir, Alas Kokon), lihat juga Kotak 3. Pada murid di kelas yang diamati hanya kurang dari seperempat yang memiliki buku pelajaran dan alat tulis; pengajar menunjukkan kemampuan mengajukan pertanyaan yang terbatas dan tidak melakukan interaksi dengan murid-murid, selain itu, tidak ada murid yang bertanya di kelas manapun. Para guru menunjukkan tidak ada bias jender dalam menghadapi murid-murid, dan menggunakan bahasa campuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah. Kotak 3: Tidak ada air bersih sama dengan tidak ada guru sekolah dan petugas kesehatan Pak Sahrul, penjaga sekolah/guru pengganti sekolah dasar negeri di Paminggir mengatakan guru negeri sering kali absen. Lihat hasil wawancara “Saya masuk kelas dan mengajar apa saja yang saya bisa ketika guru yang resmi tidak hadir,” tukasnya. “ Ini lebih baik daripada membiarkan murid-murid membuang waktu mereka.” Sahrul mengatakan guru tinggal di kota, jauh dari desa, walaupun mereka ada penginapan gratis. Paminggir tidak memiliki persediaan air bersih dan setiap orang harus menggunakan air sungai untuk segala keperluan – masak, minum, cuci, mandi, demikian juga buang air besar. Guru PNS dari kota tidak terbiasa dengan hal tersebut. Mereka kembali ke kota untuk mencuci dan sering terlambat memberitahukan kapan bekerja kembali. Laporan lokasi, Paminggir, Kalimantan Selatan Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 11
  • 26. Kotak 4, menggambarkan mengapa murid dan orang tua tidak menghargai pendidikan sekolah dasar yang disediakan di pedesaan di NTB. Kotak 4: 92 Terdaftar tapi hanya 29 yang hadir Tison berhenti dari sekolah dasar saat kelas lima untuk membantu keluarganya dengan bekerja sebagai operator kapal feri. Sekarang dia men- Suara Masyarakat Miskin dapat sekitar Rp.100.000 sebulan, dan memberikan sebagian besar pendapatannya kepada ayahnya. Saat ditanya mengapa dia lebih menyukai bekerja daripada tetap berada di sekolah, Tison mengatakan, dia sudah belajar membaca, menulis dan berhitung dan tidak mempelajari banyak hal lainnya. Guru datang dari daratan, tiba terlambat pada pukul 9 dan menyuruh anak-anak pulang pada pukul 11. Sekolah bubar pada pukul 11. Kelas 2, 3, 4 dan 5, 6 digabung menjadi satu. Akibatnya, mereka susah diatur dan terlalu banyak jumlahnya untuk dikendalikan. Sekeliling sekolah tampak suram: tidak ada fasilitas air atau sanitasi, tidak cukup kursi, dan atap bocor. Bukan itu saja, Tison bosan. Di pulau ini, anak lelaki umumnya berhenti sekolah antara kelas tiga dan lima, selebihnya anak perempuan yang terdaftar di sekolah. Pada hari para peneliti mengunjungi sekolah, hanya 29 dari 92 anak yang hadir. Laporan Lokasi, Bajo Pulau, NTB Sekolah Dasar Perkotaan: Sebaliknya, sekolah di perkotaan secara signifikan lebih baik daripada rekan mereka di pedesaan dalam hal fasilitas, dan proses mengajar. Ilustrasi 1 : Perbedaan Perkotaan/Pedesaan: Keadaannyai baik di sekolah dasar negeri perkotaan, seperti yang di- tunjukkan oleh kelas di Soklat, Jawa Barat (kiri) dan di Simokerto, Jawa Timur (kanan), sekolah ini memiliki perpus- takaan. Empat sekolah dasar perkotaan (SDN) semuanya memiliki air bersih yang dapat diandalkan. Fasilitas sanitasi, meskipun ada dan berfungsi, sangatlah minim, dengan hanya satu atau dua WC untuk digunakan hingga 200 anak. Seluruh sekolah memiliki sambungan listrik dan ruang kelas yang cukup, namun hanya dua yang memiliki perpustakaan dan lapangan olah raga. Dua sekolah memberikan kelas komputer. Ruangan kelas yang diamati dalam keadaan bersih, memiliki ventilasi yang bagus, dan dalam kondisi yang baik. Terdapat pelbagai perangkat ruang kelas seperti papan tulis dan peta dinding, dan perangkat ini digunakan, kursi dan meja tersedia cukup untuk murid dan guru. Tingkat kehadiran murid pada hari pengamatan tinggi, 87-100 persen di dua lokasi, secara signifikan anak perempuan lebih sedikit daripada anak laki-laki. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 12
  • 27. Kurang dari seperempat murid pada kelas-kelas yang diamati memiliki buku pelajaran, buku catatan dan bahan pelajaran tertulis. Satu pengecualian untuk SDN Murungsari 2 di Antasari, Kalimantan Selatan, yang lebih dari tiga perempat muridnya memiliki dan menggunakan alat-alat belajar. Suara Masyarakat Miskin Guru hadir di setiap kelas, mereka memiliki persiapan yang baik dan terampil dalam menyampaikan pelajaran dan menarik perhatian murid. Akan tetapi, murid yang berani bertanya hanya terdapat di dua sekolah. Bahasa pengantar adalah bahasa daerah dikombinasikan dengan Bahasa Indonesia. Mereka juga melakukan langkah-langkah untuk memastikan pemahaman murid, tidak menunjukkan adanya bias jender. Di samping itu, guru mampu mengelola kelas dengan baik. Sekolah Menengah: Pengamatan Secara umum, fasilitas yang tersedia dan proses pendidikan sekolah-sekolah menengah negeri mutunya jauh lebih baik daripada di sekolah dasar negeri. Pilihan sekolah menengah tersedia dan diamati di seluruh empat lokasi perkotaan, namun hanya satu terdapat di lokasi pedesaan (SMP Negeri di Soklat, Simokerto, Jatibaru, Paminggir, dan Madrasah Tsanawiyah Negeri Model di Antasari). Gedung sekolah merupakan bangunan permanen; ruang kelas berada dalam keadaan bagus, sirkulasi udara baik, dan cukup terang dengan sinar matahari. Seluruh sekolah di perkotaan memiliki sambungan listrik dan persediaan air bersih. Sekolah di pedesaan terpencil Paminggir memiliki air sungai yang dipompa ke sekolah dan listrik yang diperoleh dengan menggunakan generator. Dua dari lima sekolah terlihat memiliki perpustakaan. Ilustrasi 2 : Ruang kelas di sekolah dasar negeri di pede- Di tiga sekolah, dua WC digunakan untuk 200-300 anak sehingga saan Bajo Pulau yang hancur karena badai dan banjir keduanya cepat rusak. Di dua sekolah lainnya, enam sampai delapan WC terpelihara dengan baik. WC murid terpisah dengan WC guru bagi guru-guru. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 13
  • 28. Sekolah menengah memiliki 6-23 ruang kelas di lokasi yang berbeda. Kecuali di Jatibaru (Bima), mereka memiliki kelas yang bersih dan dalam keadaan baik. Pada hari pengamatan, kelas memiliki tingkat kehadiran di atas 92% di seluruh sekolah. Suara Masyarakat Miskin Kehadiran anak perempuan secara signifikan lebih banyak hadir daripada anak laki-laki (lihat Tabel 2, di bawah). Alasannya tidak jelas dan perlu pengamatan lebih jauh dari pihak yang Ilustrasi 3 : Keadaan kelas di pedesaan yang tidak kondusif berwenang. untuk belajar. Pada sekolah dasar negeri di Alas Kokon, kelas 2, 3, dan 4 digabung dalam satu ruang. Anak-anak menghibur diri mereka sendiri – kadang-kadang mereka bertengkar – karena tidak ada guru. Ilustrasi 4 : Sekolah menengah negeri di perkotaan, Subang, Jawa Barat Tabel 2. Pengamatan sekolah menengah di lokasi berbeda Tingkat kehadiran di kelas yang diamati Perempuan Laki-laki Paminggir (Kalimantan Selatan) 23 15 Antasari (Kalimantan Selatan) 29 11 Jatibaru (NTB) 21 16 Simokerto (Jawa Timur) 35 8 Soklat (Jawa Barat) 21 23 Lebih dari tiga perempat murid memiliki buku catatan, pena atau pensil, kurang dari seperempat yang memiliki buku paket. Guru kelas memiliki persiapan mengajar yang baik. Di dua lokasi, guru mengajar hanya dalam Bahasa Indonesia. Di lokasi lain mengajar hanya dalam Bahasa Indonesia dan bahasa daerah Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 14
  • 29. Kesimpulan 1. Mutu layanan pendidikan dasar di daerah pedesaan yang diamati sangat buruk. Kondisi infrastruktur sekolah tidak menunjang kegiatan untuk belajar. Suara Masyarakat Miskin 2. Menyediakan insentif untuk rumah tangga miskin agar melanjutkan pendidikan anak perempuan mereka ke tingkat sekolah menengah, atau memudahkan anak perempuan melanjutkan ke sekolah menengah, merupakan investasi penting untuk menunda kehamilan dini dan memberi mereka kesempatan yang lebih baik untuk menentukan kehidupan mereka, serta meningkatkan pembangunan sumber daya manusia di Indonesia. 3. Ketidakhadiran guru merupakan masalah utama di daerah pedesaan yang kekurangan air bersih dan sanitasi. Ini merupakan salah satu sebab guru dari daerah perkotaan tidak bersedia tinggal di desa. Bila mereka tidak hadir, anak-anak dibiarkan keluar sekolah, tinggal di dalam kelas tanpa guru, atau diajar oleh guru pengganti yang tidak terlatih dengan metode mengajar yang sangat buruk, dan tingkat pengetahuan yang tidak lebih dari lulusan sekolah menengah. 4. Kurangnya sarana air bersih dan fasilitas sanitasi di sekolah dasar di pedesaan juga menyebabkan upaya mengajarkan kebersihan di tingkat dasar menjadi sesuatu tidak mungkin. Anak-anak yang diamati memiliki kebersihan yang rendah. 5. Sekolah dasar negeri di perkotaan lebih baik daripada sekolah dasar di pedesaan dalam hal infrastruktur, kecuali untuk sanitasi. Sekolah dasar di perkotaan memiliki guru dengan keterampilan mengajar yang cukup memuaskan. Kebanyakan murid kekurangan buku pelajaran. 6. Mutu infrastruktur dan pendidikan, sebagaimana mutu pengajaran pada sekolah menengah, jauh lebih baik dibandingkan pada sekolah dasar. Namun hal ini memberi sedikit perbedaan bagi masyarakat miskin, karena menurut penelitian, anak dari keluarga miskin jarang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari sekolah dasar. 7. Dari seluruh sekolah yang diamati, SDN Murung Sari 2 dan Madrasah Tsanawiyah Negeri Model Sungai Malang, keduanya di Antasari, tampaknya lebih menonjol dibanding sekolah lain, diikuti oleh SMP di Paminggir. Yang menarik adalah sekolah tersebut ternyata memungut biaya paling rendah dan memberikan kesempatan beasiswa kepada murid dari keluarga miskin. Ketiga sekolah ini berada di Kalimantan Selatan. Orang tua sangat puas dengan sekolah tersebut, kemungkinan karena pemerintah setempat memiliki dedikasi yang lebih besar dalam mendanai pendidikan bermutu bagi masyarakat miskin dibanding pemerintah dari daerah lainnya. Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 15
  • 30. 3. Layanan Kesehatan: Pra-persalinan, Persalinan, dan Layanan untuk Bayi Suara Masyarakat Miskin Tersedianya berbagai jenis layanan publik serta persepsi tentang nilai dan mutu layanan tersebut merupakan faktor penentu apakah rakyat akan memilih terhadap kesehatan atau tidak. Biasanya, perempuan memilih berdasarkan penyedia layanan tersebut, sementara pilihan laki-laki menentukan pilihan bereka berdasarkan besarnya-kecilnya biaya (rata-rata Rp.10.000,-). Setiap pilihan sangat rasional, berdasarkan pertimbangan keuntungan dan biaya sejauh dijangkau oleh masyarakat miskin. Kebijakan untuk meningkatkan layanan kesehatan kepada rakyat hanya dapat efektif jika pembuat kebijakan semacam itu mampu memahami cara berpikir dan hal-hal yang melandasi pengambilan keputusan mereka. Selama tahun 1990-an, bidan di desa yang sudah terlatih diperkenalkan di seluruh Indonesia sebagai upaya untuk menurunkan tingkat kematian ibu yang tinggi. Satu dekade kemudian, bidan di desa tampaknya tidak mengubah kecenderungan masyarakat miskin untuk memilih menggunakan jasa dukun beranak yang juga memberikan layanan pra-persalinan dan persalinan. 3.1. Layanan Pra-persalinan: Pilihan berbeda untuk lokasi geografis yang berbeda Sekitar 65 persen dari seluruh masyarakat miskin yang diteliti menggunakan penyedia layanan kesehatan rakyat seperti bidan di desa, Puskesmas atau Puskesmas pembantu (Pustu), sementara 35 persen sisanya menggunakan dukun beranak tradisional yang dikenal dengan pelbagai macam sebutan seperti dukun bayi, dukun beranak, sando, paraji, bidan kampung (lihat gambar 2). Dukun beranak merupakan pilihan paling populer di seluruh lokasi di luar Jawa. Di Jawa, baik pedesaan maupun perkotaan, bidan desa atau Puskesmas/Pustu merupakan pilihan yang lebih disukai, kecuali di desa Alas Kokon di Madura. Pada umumnya, perempuan hamil atau anggota keluarga perempuan yang lebih tua memilih penyedia layanan kesehatan pra-persalinan. Jumlah biaya yang dikeluarkan dan perbandingan biaya kedua layanan ini dapat dilihat pada diagram di bawah ini (lihat Lampiran 3, Tabel 3.3). Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia 16