Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Adopsi Teknologi Informasi Bidang Kesehatan
1. Adopsi dan Adaptasi Teknologi Informasi Bidang Kesehatan
Nurindah Laili Maghfirati, Mahasiswa PascaSarjana FKM UI
1. Kondisi Adopsi dan Adaptasi Teknologi Informasi Bidang Kesehatan di
Indonesia Beserta Evidencenya
Untuk menilai sejauh mana kondisi adopsi dan adaptasi teknologi informasi bidang
kesehatan, kita perlu memperhatikan di beberapa aspek:
-
Penyebarluasan informasi kesehatan
Adopsi teknologi kesehatan di bidang kesehatan dalam menyebarluaskan informasi
bisa dikatakan cukup baik, dengan adanya regulasi atau Peraturan Presiden No. 72
mengenai Sistem Kesehatan Nasional yang mana menyebutkan bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi informasi kesehatan dihasilkan dari penelitian dan
pengembangan kesehatan yang diselenggarakan oleh pusat penelitian dan
pengembangan milik masyarakat, baik swasta maupun pemerintah. Upaya-upaya
dilakukan untuk mengembangkan sumber daya kesehatan dan pengembangannya
termasuk dengan adopsi dan adaptasi teknologi informasi kesehatan. Contoh:
Informasi riset secara berkala oleh pemerintah seperti Riskesdas dapat kita akses
melalui situs litbangkes. Dengan mengaksesnya kita dapat mengambil informasi data
kesehatan masyarakat Indonesia baik nasional maupun tingkat provinsi. Penyebaran
informasi kesehatan ini diatur oleh pemerintah dengan memanfaatkan teknologi yang
didukung oleh organisasi profesi, jaringan informasi dan dokumentasi bidang
kesehatan.
-
Pelayanan Kesehatan
Dalam melakukan pelayanan kesehatan yang cepat, tepat, dan, efisien, dan
meminimalkan kesalahan dalam pendokumentasian, beberapa rumah sakit telah
memanfaatkan teknologi, contohnya dalam hal registrasi pasien, dokumentasi pasien
rawat jalan, rawat inap. Seringkali kita masih menemui ada yang melakukan
dokumentasi secara tertulis, meskipun sudah menggunakan sistem informasi yang
terintegrasi. Kendalanya adalah dana dan infrrastruktur dimana program tersebut
terhubung secara lokal yang hanya dapat diakses di beberapa perangkat di rumah sakit
dan petugas kesehatan tertentu yang dapat mengaksesnya. Sistem Informasi di
beberapa rumah sakit di Indonesia menggunakan komputerisasi data dengan jaringan
local, dimana data pasien hanya dapat diakses di rumah sakit tersebut. Sedangkan di
beberapa negara berkembang sudah menggunakan e-health terintegrasi dalam
mengimplementasikan teknologi informasi ke pelayanan kesehatan. Meskipun ehealth di luar negri setingkat lebih maju karena dengan e-health, pelayanan kesehatan
dapat didapatkan di berbagai daerah di suatu negara dengan mengakses data rekam
medis dan transaksi, tetapi perlu melihat aspek lainnya, antara lain yaitu infrasturuktur
suatu daerah dan juga kerahasiaan data peserta.
2. -
SIKDA menuju SIKNAS
Sejak dekade ke delapan puluh Kementrian Kesehatan telah memanfaatkan teknologi
sistem informasi untuk mengelola data kesehatan hanya berada di lingkup pusat.
Kemudian diberlakukannya sistem informasi kesehatan daerah yang bertujuan untuk
memudahkan dalam mengambil keputusan dan tanggap dalam memberikan intervensi
kesehatan dimana menghubungkan tiap tiap puskesmas, rumah sakit, di kabupaten/
daerah. Sayangnya tidak ada standar untuk mengkomunikasikan data tiap provinsi
untuk menuju ke pusat. Dengan pengalaman dan pembelajaran tersebut, di buatlah
suatu standar untuk mengkomunikasikan data tiap puskesmas, kabupaten, provinsi
hingga tingkat pusat dengan SIKDA Generik sehingga diharapkan dengan SIKDA
generik ini dapat membangun sistem informasi nasional yang mapan. Meskipun pada
kenyataannya, SIKDA generik ini belum berjalan dengan baik dikarenakan
keterbatasan dana serta infrastruktur tiap daerah, terutama untuk daerah-daerah
perbatasan.
2. Aspek Pembelajaran (Lesson Learned) dari beberapa sistem informasi
kesehatan di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia
-
Inovasi e-health
e-Health merupakan aplikasi berbasis TIK yang berkaitan dengan industri pelayanan
kesehatan serta bertujuan untuk meningkatkan akses, efisiensi, efektivitas, serta
kualitas proses medis. Karena proses medis ini selain melibatkan organisasi pelayanan
medis di rumah sakit, klinik, puskesmas, praktisi medis baik dokter maupun terapis,
laboratorium, apotek, asuransi juga melibatkan pasien sebagai konsumen. Beberapa
negara berkembang sudah mengaplikasikan inovasi e-health ini dalam pembangunan
kesehatan di negaranya. Berikut beberapa negara yang telah mengimplementasikan ehealth:
1. Bangladesh yang telah membuat data center di kementrian kesehatan sebagai
pooling data dari berbagai fasilitas kesehatan yang ada, menggunakan OpenMRS
di rumah sakit, pencatatan sipil dan vital statistik secara elektronik (CRVS) yang
dikombinasikan dengan National Unique ID. Untuk sistem pelaporan DHIS2
digunakan dari level pusat dampai daerah. Sama dengan negara-negara
berkembang lainnya, Bangladesh masih kekurangan infrastruktur, kapasitas SDM
yang masih lemah.
2. Kamboja. Kamboja termasuk baru dalam memeulai eHealth. Country’s HIS
Strategic plan untuk tahun 2008-2015 sedang dalam proses pelaksanaan. Beberapa
aktivitas penguatan sistem informasi antara lain penggunaan sistem berbasis
elektronik (medical records, PMTCT, MDSR and health coverage database) serta
membangun national unique ID dan CRVS yang dilakukan oleh Kementrian
Dalam Negri Kamboja
3. 3. Laos. Dengan jumlah penduduk 6.5 juta jiwa, Laos menerapkan DHIS2 dengan
web based reporting sistem. Kementrian Dalam Negri telah bekerja keras dalam
membangun CRVS dimana beberapa propinsi menggunakan model family folder.
Tergolong baru, Laos menghadai beberapa kendala seperti kurangnya sumber
daya manusia, tatakleola, kerogranisasian dan manajemen eHealth yang masih
lemah, ditambah dengan permasalahan ketersediaan sarana pelayanan kesehatan
yang berkualitas dan pembiayaan kesehatan.
4. Malaysia. Jumlah populasi 28 juta jiwa, Malaysia terdiri dari 60% pelayanan
kesehatan pemerintah dan 40% swasta. Malaysia memiliki blue print health
management information systems (HMIS) sejak tahun 1995/1996. Saat ini telah
masuk pada penggunaan lifetime health records (LHR) yang didukung oleh
national unique ID yang dipelihara oleh Kementrian Dalam Negri. Dalam bentuk
fisik national ID malaysia menggunakan kartu dengan chip memory didalamnya
sehingga dapat mengintegrasikan kebutuhan ID, kesehatan, surat izin mengemudi
yang dapat diakses menggunakan card reader khusus. Interoperabilitas merupakan
kunci penting dalam LHR. Malaysia telah membuat health data dictionary khusus
(MyHDD)untuk mengarah pada elektronic health records. Interoperabilitas dapat
dibuktikan dalam kegiatan Connecthaton dan kerjasama dengan pihak ketiga
(vendor) yang menekankan penggunaan MyHDD.
5. Nepal. Jumlah penduduk sebanyak 26.4 juta jiwa dengan kondisi geografis yang
bergunung-gunung membuat Nepal mengimplementasikan Telemedicine untuk 30
districts yang susah diakases. Beberapa kegiatan kecil lain termasuk membuat
mHealth untuk program kesehatan ibu dan anak, surveilans dan CRVS.
6. Bhutan. Memiliki populasi 700.000 jiwa, Bhutan mengembangkan national HMIS
untuk monitoring penyakit dan surveilans. Beberapa inovasi dilakukan terkait
supply chain management untuk cakupan nasional, telemedicine dengan
menekankan telekonsultasi pada 14 area pilot dan electronic data transfer dari
medical devices. Sistem informasi rumah sakit baru tahap awal implementasi,
terutama di rumah sakit nasional.
7. Vietnam. Vietnam baru bergerak dalam mendesain eHealth nasional. Saat ini
masih pada tahap advokasi pemerintah pusat untuk mendapatkan komitmen
nasional, dukungan finansial, pengembangan infrastruktur dan penggunaan
standar data melalui National Medical Database. Prioritas Vietnam sekarang
adalah pembuatan eHealth strategy, adopsi standard, legal framework dan health
data center.
8. Thailand. Thailand telah masuk pada tahapan interoperabilitas dengan mengacu
pada beberapa standard seperti SNOMED-CT, HL7 Clinical Document
Architecture (CDA) dan beberapa standar yang dikembangkan secara mandiri
(National drug standard). CRVS telah berjalan baik di Thailand yang telah
dibangun sejak tahun 60an dimulai dari National Unique ID. Sekarang prioritas
Thailand adalah memperkuat kapasitas SDM dengan memasukkan pendidikan
formal biomedical and health informatics program (Diploma dan MSc) serta
program sertifikasi untuk CIO.
4. 9. Filipina. Beberapa inovasi di Filipina menekankan pada komite standar data
kesehatan. Filipina juga sudah membangun Health Data Dictionary. Secara
nasional beberapa registrasi penyakit telah dilakukan antara lain penyakit kronis,
registrasi kecelakaan dan registrasi kecacatan.
10. Indonesia. Indonesia dengan SIKNAS mengintegrasikan SIK Puskesmas, daerah/
provinsi terpusat sehingga data kesehatan dapat diakses dengan mudah dan
laporan kesehatan terpusat. Meskipun masih banyak sistem pelayanan kesehatan
di beberapa Puskesmas dan Rumah sakit dikelola dengan sistem offline,
diharapkan kemudian data pasien dapat diakses secara online antar rumah sakit,
puskesmas, dan tempat pelayanan kesehatan lainnya guna pengambilan kebijakan
yang tepat, cepat dan akurat khususnya dalam hal rujukan pasien.
Dari salah satu model sistem informasi teknologi diatas, dapat kita ambil aspek
pembelajaran, antara lain:
-
Sistem informasi berbasis teknologi sesuai standar sehingga diharapkan komunikasi
dapat berjalan dengan lancar dan minim kesalahan.
-
Pelaksanaan sistem informasi berbasis teknologi harus dapat diterima oleh pasien,
keluarga dan petugas kesehatan. Dalam hal ini dibutuhkan adanya sumber daya
kesehatan yang mampu mengoperasikan dan memberikan informasi yang jelas kepada
pasien dan keluarga.
-
Sesuai dengan tujuan layanan kesehatan dimana pengambilan keputusan dapat
dilakukan dengan cepat, tepat, dan akurat sehingga pasien dapat diberikan intervensi
dengan segera.
-
Berdasarkan bukti. Sistem informasi manajemen di negara maju dan beberapa negara
berkembang dapat menjadi rujukan untuk mengambil kebijakan kesehatan dalam
penerapan teknologi informasi kesehatan.
-
Manajemen risiko. Perlu memperhatikan aspek-aspek yang menjadi risiko atau
kendala dalam pelaksanaan manajemen sistem informasi.
3. Model teknologi yang dapat digunakan/ direkomendasikan untuk dapat
membantu kinerja BPJS dalam pngelolaan data dan informasi kesehatan.
Teknologi informasi merupakan tulang punggung dalam mensukseskan BPJS guna
membantu kinerja BPJS mengingat jumlah penduduk yang banyak akan ter-cover
dalam program ini. Sistem informasi BPJS yang terintegrasi dan terpusat melalui
sistem online akan lebih memudahkan kinerja dan meminimalisir adanya kecurangankecurangan yang meliputi dobel data ataupun transaksi yang tidak semestinya. Selain
5. itu, beberapa model teknologi juga dapat dgunakan yaitu dengan
mengintegrasikannya bersamaan e-ktp, dimana peserta BPJS adalah penduduk
Indonesia yang tercatat, sedangkan untuk anak dibawah 17 tahun akan di-cover oleh
kepesertaan orang tua sehingga diharapkan BPJS dapat dimanfaatkan masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ketika berada di luar daerah tempat
tinggalnya.
Referensi:
_______. (2013) SIKDA Generik. http: //sikda.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 6
November 2013 pukul 07.58
_______. (2012). Wujudkan layanan e-health di Indonesia.
http://www.bppt.go.id/index.php/home/63-kebijakan-teknologi/1258-bit-akanselenggarakan-workshop-technopreneurship. diakses pada tanggal 6 November 2013
pukul 09.03
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_perpres/PERPRES%20No.%2072%20Tahun
%202012%20ttg%20Sistem%20Kesehatan%20Nasional.pdf
http://kebijakankesehatan.net/.