SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 136
Baixar para ler offline
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   1



       DAMPAK PROGRAM DANA BERGULIR BRR NAD–NIAS MELALUI
         KOPERASI DAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO TERHADAP
          PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT PENERIMA
                    MANFAAT DI PROVINSI ACEH


                                           M. Haykal


Abstract: The objective of this research is to identify factors explaining an increase in
beneficiaries’ income as an impact of revolving fund program of Badan Rehabilitasi and
Rekontruksi (BRR) of Aceh and Nias through micro-finance enterprises and cooperatives in
Aceh Province. Data utilized in this study were collected from various sources ranging
from direct interview with related respondents and agencies to detailed analysis on
financial reports of cooperative and micro-finance enterprises. Descriptive and linear
regression method are carried out to quantify the impact of the BRR’s revolving fund on
beneficiaries’ income. Besides, the statistical technique is designated as a tool to elaborate
how dependent and independent variables interacts one another. The distribution of
revolving fund has a positive impact upon beneficiaries’ income. The magnitude of impact
of BRR’s revolving fund on beneficiaries’ average income is considerably higher than that
before fund distributed. By undertaking a paired test, there existed a 82.09 percent value of
correlation. Partial correlation test also showed that positive impact occurred after
beneficiaries utilized the fund to support their economic activities. Since the revolving fund
has a key role in helping the people to improve their welfare, local government is
encouraged to deliver continuously the fund to the poor as a measure to boost their
incomes. However, fund receivers must have been equipped with sufficient managerial
skills to make use of the fund efficiently and effectively.

Keywords: income education, age, and working hours




____________________________________________________________________
              M. Haykal, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh




STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
2       Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




PENDAHULUAN
         Dampak bencana gempa dan tsunami telah membawa sebagian besar masyarakat
Provinsi Aceh (NAD) dan Kepuluan Nias Sumatera Utara kehilangan mata pecaharian.
Kondisi ini tidak dapat segera dipulihkan. Demikian juga sarana dan prasarana ekonomi
menjadi rusak atau bahkan hilang sama sekali. Dampak terparah dirasakan oleh para
nelayan dan sektor perikanan. Oleh karena itu, program bantuan sosial kepada masyarakat
pada dasarnya merupakan amanah untuk menanggulangi kondisi dari kenyataan yang
disebutkan di atas, sekaligus sesuai dengan amanah “Blue Print” Pembangunan Masyarakat
NAD dan Nias, yang harus dilakukan oleh BRR–Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
         Badan ini dibentuk dengan Keppres No 63 Tahun 2005 dan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2005 yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan kembali Aceh
dan Nias pasca Gempa Bumi dan Tsunami 26 Desember 2004, dan Gempa 28 Maret 2005
yang melanda Aceh dan Nias. Bidang Ekonomi dan Usaha BRR mempunyai kegiatan
dalam bidang pemulihan aset produktif dan microfinance, sistem pendukung usaha dan
microfinance, pengembangan usaha rumah tangga dan kelompok usaha, dan kegiatan
lainnya dalam mendukung pemulihan ekonomi Aceh dan Nias pasca bencana.
         Data memperlihatkan bahwa betapa besarnya kerusakan akibat gempa bumi dan
tsunami, antara lain 130.000 jiwa meninggal dunia, 37.000 jiwa hilang, 500.000
kehilangan tempat tinggal, sekitar 100.000 usaha kecil dan menengah kehilangan mata
pencahariannya, diperkirakan lebih dari USD 2,1 miliar sektor produktif mengalami
kerusakan, 5 persen proyeksi penurunan ekonomi Aceh, 20 persen proyeksi penurunan
ekonomi di Nias, 32 persen pendapatan perkapita menurun, 5.176 UMKM rusak/hancur,
7.529 warung usaha rusak/hancur, 1.191 restoran rusak/hancur, 25 unit bank umum
rusak/hancur, 4 unit BPR rusak/hancur, 20 Lembaga Keuangan Mikro rusak/hancur, dan
195 pasar rusak/hancur (BRR Renstra 2005-2009).
         Program pemberdayaan ekonomi dan pengembangan usaha telah banyak
dilakukan oleh BRR, antara lain melalui Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dengan
sistem dana bantuan (revolving fund) yang disalurkan melalui BRR Satker Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah kepada Koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro dalam rangka
pemberdayaan usaha kecil dan menengah. Secara umum program dana bantuan bertujuan
untuk (1) meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan, (2) meningkatkan volume usaha
koperasi dan UKM, (3) meningkatkan penyerapan tenaga kerja, (4) meningkatkan
semangat berkoperasi, (5) meningkatkan pendapatan anggota dan (6) membangkitkan etos
kerja. Program dana bantuan yang dikembangkan BRR NAD–Nias sampai saat ada
beberapa sumber, pada Tahun Anggaran 2005/2006-Luncuran dan 2006 BRR Satker
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah telah membina sebanyak 146 LKM dengan jumlah
dana yang telah disalurkan mencapai Rp 124,009,279,000,- miliar yang masing-masing
LKM menerima dana berkisar antara Rp 410 juta sampai dengan Rp 2,03 miliar. Dari 146
LKM yang telah dibina sebagian besar bantuan dana bantuan disalurkan kewilayah yang
mengalami musibah Tsunami.
         Program dana bantuan yang diamati dan dibahas dalam tulisan ini adalah program
dana bantuan yang bersumber dari BRR NAD–Nias. Program dana bantuan ini diatur
dalam beberapa petunjuk teknis yang berkaitan dengan dana bantuan untuk pengembangan
usaha koperasi dan lembaga keuangan mikro. Berbagai permasalahan muncul dalam
program ini, seperti tidak tepat sasaran penentuan LKM dan koperasi pengelola, penerima
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   3



manfaat, rendahnya kualitas SDM pengelola dana, tidak tersedianya laporan keuangan
(sesuai yang diharapkan), bahkan sebagian dari dana tersebut diselewengkan oleh pengurus
koperasi. Efektifitas dari program ini sangat diragukan, hal ini dapat dilihat dari sebagian
besar dari LKM belum transparan dan akuntabel, dan jeleknya persepsi masyarakat
terhadap koperasi (Hasil Evaluasi Dewan Pengawas BRR NAD–Nias tahun 2008).
Kenyataan yang didapat tersebut mengundang banyak pertanyaan diantaranya
kemungkinan program tersebut kurang tepat sasaran, atau tidak adanya kelanjutan dari
program tersebut. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada Dampak Program Dana
bantuan BRR NAD–Nias Melalui Koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro Terhadap
Peningkatan Pendapatan Masyarakat Penerima Manfaat di Provinsi Aceh Darussalam.


TINJAUAN PUSTAKA
Pendapatan
       Data mengenai pendapatan yang diperoleh rumahtangga sangat sulit diperoleh,
sehingga biasanya data pendapatan didekati melalui data pengeluaran rumahtangga. Suatu
rumahtangga yang pengeluaran per kapitanya di bawah garis kemiskinan maka
dikatagorikan miskin (berpendapatan rendah). Penentuan yang digunakan BPS ini
berdasarkan pada standar kecukupan pangan setara 2100 kilo kalori per kapita per hari
(Widya Karya Pangan dan Gizi, 1978), ditambah dengan kebutuhan minimum bukan
makanan (nonmakanan). Komponen kebutuhan nonmakanan antara lain kebutuhan
perumahan (sewa rumah, pemeliharaan rumah, bahan bakar, penerangan, air, fasilitas
jamban, perlengkapan mandi), sandang (pakaian dan alas kaki), pendidikan (seperti iuran
SPP dan BP3, buku pelajaran, alat tulis), kesehatan (berobat sendiri, berobat ke Puskesmas,
berobat ke dokter/mantri kesehatan), transportasi/ongkos angkutan, rekreasi, kasur, bantal,
sapu, pisau, kompor, periuk, pajak bumi bangunan, dan kebutuhan dasar nonmakanan
lainnya (BPS:2000).

Tingkat Pendidikan
        Data yang ada membuktikan bahwa pendidikan memang memiliki pengaruh yang
positif terhadap promosi pertumbuhan ekonomi. Tersedianya tenaga kerja terampil dan
terdidik sebagai syarat penting berlangsungnya pembangunan ekonomi secara
berkesinambungan tidak perlu diragukan lagi. Adanya korelasi positif antara tingkat
pendidikan seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya seumur hidup. Mereka yang
berpendidikan sekolah menengah keatas mempunyai penghasilan 300-800 persen lebih
tinggi daripada pekerja yang hanya berpendidikan sekolah dasar atau dibawahnya (Todaro
dan Smith, 2003:458).

Jam Kerja
       Berdasarkan Konsep Ketenagakerjaan (The Labour Force Concept) ILO seseorang
dapat digolongkan sebagai pekerja penuh atau setengah penganggur berdasarkan jam
kerjanya. Mereka yang bekerja 35 jam per minggu keatas digolongkan sebagai pekerja
penuh, sedangkan yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu dikatagorikan sebagai
setengah penganggur (BPS, 2004).




STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
4       Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




Usia Pekerja
       Penelitian Arya dan Antara (1993) menyatakan bahwa usia berpengaruh terhadap
produktivitas tenaga kerja dan dalam batas-batas tertentu, semakin bertambah usia
seseorang, semakin produktif tenaga kerja yang dimiliki (dalam Diliana, 2005).Lebih lanjut
Becker (1993) menguraikan bahwa produktivitas marjinal dari mereka yang menerima
tambahan pendidikan (pelatihan kerja, sekolah, dan tambahan pengetahuan lainnya) juga
tergantung pada faktor usia. Tingkat pendapatan akan lebih banyak meningkat pada
golongan usia muda daripada usia tua. Selama masa pelatihan pendapatan yang diterima
akan lebih rendah daripada marjinal produk dan sesudah masa pelatihan.

Hipotesis
       Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan dan hasil penelitian sebelumnya dapat
diajukan hipotesis pada penelitian ini adalah :
    1. Program dana bantuan BRR NAD – Nias berdampak positif dan signifikan terhadap
       peningkatan pendapatan masyarakat penerima manfaat di Provinsi Aceh.
    2. Faktor–faktor pendidikan, jam kerja, umur dapat menjelaskan peningkatan
       pendapatan masyarakat penerima manfaat sebelum program. Jumlah dana, jam
       kerja, pendidikan, jumlah dana bantuan, umur dan menerima dana dari sumber lain
       selain BRR dapat menjelaskan pendapatan penerima manfaat setelah program dana
       bantuan BRR NAD–Nias di Provinsi Aceh.


METODE PENELITIAN
Ruang Lingkup Penelitian
       Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan
memilih sebanyak 11 kabupaten dari 23 kabupaten yang mendapat bantuan progaram dana
bantuan. Penelitian ini dilakukan pada koperasi dan LKM binaan BRR NAD-Nias tahun
anggaran 2005 dan 2006 di 11 Kabupaten/Kota dalam wilayah NAD.

Teknik Penarikan Sampel
       Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat penerima program bantuan dana
bantuan BRR NAD - Nias Tahun Anggaran 2005 dan Tahun Anggaran 2006. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan cara two stage cluster random sampling, yaitu
pengambilan sampel yang dilakukan secara bertahap berdasarkan wilayah yang menjadi
objek penelitian ini.
       Sesuai dengan masalah yang ingin dibahas dan mengingat keterbatasan waktu,
tenaga dan biaya, maka pemilihan responden untuk menjadi responden dari populasi yang
ada ditentukan secara two stage cluster random sampling. Nazir (2003: 315)
mengemukakan bahwa dalam two cluster random sampling tidak semua unit elimenter
dalam Primary Sampling Unit (PSU) digunakan. Akan tetapi ditarik lagi sample dari tiap-
tiap PSU dengan sampling fraction yang berimbang dengan jumlah anggota atau unit
elimenter dalam tiap PSU. Pengambilan sampel dengan metode ini dianggap cukup untuk
mewakili populasi yang akan diteliti.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   5



Teknik Pengumpulan Data
       Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data Primer diperoleh dari wawancara dengan penerima manfaat. Sedangkan data sekunder
diperoleh melalui laporan keuangan koperasi/LKM, data pendukung lainnya dari BRR
Satker Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan Laporan Dewan Pengawas BRR NAD-
Nias.

Model Analisis
       Dalam menganalisa dampak Program Dana bantuan BRR NAD–Nias melalui
Koperasi dan LKM data yang telah terkumpul, terlebih dahulu ditabulasi dan kemudian
diolah dengan menggunakan rumusan secara deskriptif melalui analisa cross tab, uji beda
dua rata-rata dan uji statistik secara parsial melalui linear by linerar association dan
pearson’s R. Sementara untuk mengetahui besarnya kemampuan variabel bebas dalam
menjelaskan pendapatan usaha kepala keluarga penerima manfaat sebagai variabel
dependen (Y) dihitung dengan model regresi linear berganda, yaitu sebagai berikut :

Yi = f (dana bantuan, jamkerja, dik, FB, umur, dummy)
Ln Yi = β0+β1 Lndana + β2 Lnjamkerja + β3 Lndik + β4 LnFB + β5 Lnumur +β6Lndummy+
         εi

Dimana :
      Y             : Pendapatan usaha KK Penerima Manfaat sebelum dan sesudah (Rp.)
      dana          : jumlah dana bantuan yang diterima terakhir (Rp)
      jamkerja      : Jam Kerja (jam)
      dik           : Lama Pendidikan Penerima Manfaat (tahun)
      FB            : Frekuensi dana bantuan diterima (kali)
      umur          : Umur Penerima Manfaat (tahun)
      Dummy         : Variabel dummy yang menerima dana bantuan lainnya (NGO, Pemda,
                      dll = 1 ; tidak menerima bantuan lainnya = 0)
               β0 : Konstanta
        β1, β2, β3 …. β n. : Koefisien regresi
        εi          : Faktor pengganggu (Error term).
        Yi          : 1,2,3
                   1 = Pendapatan KK sebelum program
                   2 = Pendapatan KK sesudah program
                   3 = Pendapatan sesudah dikurangi pendapatan sebelum program

Definisi Operasional Variabel
        Adapun variabel yang digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini
diartikan sebagai berikut:
1. Program Dana bantuan adalah bantuan penguatan masyarakat ekonomi lemah dalam
    bentuk uang atau barang yang disalurkan melalui koperasi/LKM kepada masyarakat
    untuk peningkatan pendapatan masyarakat desa terutama masyarakat miskin, dengan
    sumber dana dari BRR NAD–Nias, yang diukur dengan satuan rupiah.




STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
6       Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




2. Frekuensi Dana bantuan Diterima adalah banyaknya dana tersebut mampu di gulirkan
    kepada masyarakat penerima manfaat, yang diukur dengan frekuensi penerimaan.
3. Umur Penerima Manfaat adalah usia penerima maanfaat pada saat menerima dana
    bantuan untuk menjalankan kegiatan ekonomi keluarga, yang diukur dalam tahunan.
4. Pendapatan usaha kepala keluarga adalah besarnya penghasilan yang diterima oleh
    kepala kelaurga dari usaha utama yang mereka kerjakan dan usaha ini pernah diberikan
    modal usaha oleh BRR NAD–Nias melalui lembaga keuangan mikro atau koperasi,
    yang diukur dalam satuan rupiah.
5. Jam Kerja adalah jumlah waktu yang dialokasikan untuk melakukan kegiatan ekonomi
    produktif, dalam hal ini adalah waktu yang dihabiskan untuk mengelola usaha yang
    pernah mendapatkan modal usaha dari BRR NAD–Nias melalui LKM/koperasi, yang
    diukur dalam satuan jam.
6. Lama pendidikan penerima manfaat adalah jenjang pendidikan yang ditempuh oleh
    penerima manfaat sebelum menerima dana bantuan BRR NAD–Nias, yang diukur
    dalam tahunan.
7. Frekuensi penerimaan dana bantuan dari BRR NAD–Nias adalah banyaknya kucuran
    dana bantuan yang diterima oleh koperasi/LKM setiap tahunnya, yang diukur dalam
    satuan.
8. Perkembangan Penerima Manfaat adalah selisih penerima manfaat sebelum dengan
    setelah penerimaan dana bantuan.
9. Pendapatan Selisih adalah Pendapatan setelah program dikurangi dengan pendapatan
    sebelum program yang diukur dalam satuan rupiah.
10. Menerima Bantuan Lainnya (Dummy) adalah bantuan yang diterima selain dari BRR
    NAD–Nias baik dari NGO maupun dari pemerintah.


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pendapatan
        Rata-rata pendapatan usaha penerima manfaat (laki-laki dan perempuan) sebelum
menerima bantuan adalah Rp 2.275.863. Diantara mereka ada yang berpendapatan hanya
Rp 200.000, sebaliknya disisi lain ada pula yang berpenghasilan hingga Rp 20 juta. Jika
dikelompokkan menurut jenis kelamin, pendapatan usaha penerima manfaat pada kelompok
perempuan rata-rata sebesar Rp 1.829.592 per bulan. Sedangkan kelompok laki-laki
memperoleh pendapatan lebih besar, yaitu Rp 2.459.622. Setelah penerima manfaat
memperoleh bantuan BRR NAD-Nias yang jumlahnya bervariasi, pada umumnya mereka
memperoleh pendapatan yang lebih banyak sekitar Rp 625.000. Pendapatan penerima
manfaat kelompok perempuan rata-rata meningkat menjadi Rp 2.466.327 dan kelompok
laki-laki menjadi Rp 3.086.134.
        Pendapatan penerima manfaat pada umumnya meningkat setelah menerima bantuan.
Peningkatan pendapatan terjadi pada penerima manfaat kelompok umur 60 tahun keatas.
Kemudian pada kelompok umur setingkat di bawahnya (meningkat Rp 800 ribu), dan
berturut-turut hingga kelompok umur 30-39 tahun (naik Rp 162 ribu).
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   7



   Tabel 1: Rata-rata Pendapatan Usaha Penerima Manfaat Sebelum dan Sesudah
                Menerima Bantuan BRR Menurut Kelompok Umur
  kelompok                             Jenis kelamin         Total
                   Periode
    umur                         Laki-laki       Perempuan
     < 30         sebelum          1.613.333         362.500  1.350.000
                  sesudah            793.333         462.500    723.684
    30-39         sebelum          1.153.276       1.150.000  1.152.317
                  sesudah          1.319.655       1.300.000  1.313.902
    40-49         sebelum          1.815.957       1.710.000  1.784.328
                  sesudah          2.240.000       2.150.500  2.213.284
    50-59         sebelum          2.730.769       2.460.000  2.613.043
                  sesudah          3.653.846       3.099.000  3.412.609
    >= 60         sebelum          7.613.333       5.200.000  7.211.111
                  sesudah          9.766.667       7.500.000  9.388.889
                  sebelum          2.459.622       1.829.592  2.275.863
    Total
                  sesudah          2.936.555       2.325.510  2.758.333
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian (diolah)

Jam Kerja
        Penerima manfaat laki-laki umumnya bekerja lebih lama daripada penerima manfaat
perempuan, masing-masing tercatat 8,22 jam dan 7,88 jam per hari. Hal ini terjadi bisa
terjadi akibat peran ganda perempuan, yaitu disamping bekerja mencari pendapatan di luar
rumah, ia juga harus melakukan kegiatan wilayah domestik untuk mengurus keluarganya.

Lama Pendidikan Penerima Manfaat
        Lama pendidikan penerima manfaat rata-rata 9,49 tahun, berarti mereka telah lulus
sekolah lanjutan tingkat pertama (SMP) atau telah lulus pendidikan dasar 9 tahun. Antara
laki-laki dan perempuan hampir sama masing-masing 9,38 tahun dan 9,76 tahun. Jika
seorang penerima manfaat hanya menamatkan sekolah dasar, rata-rata pendapatan yang ia
peroleh setelah menerima bantuan sebesar Rp 2,057 juta. Jika ia menamatkan SMA,
pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 3,2 juta. Andaikan ia menamatkan pendidikan
hingga perguruan tinggi, ia dapat menghasilkan pendapatan Rp 5,2 juta setelah menerima
program bantuan.




STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
8       Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




   Tabel 2: Rata-rata Pendapatan Usaha Penerima Manfaat Sebelum dan Sesudah
               Menerima Bantuan BRR Menurut Tingkat Pendidikan
                                   Pendapatan Rata-Rata
      Pendidikan             Sebelum                Sesudah        Total
                      Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan
    SD                2.079.865     845.000 2.270.270 1.270.000   1.616.284
    SMP               1.976.857 1.405.000 2.505.714 1.802.500     1.922.518
    SMA               2.244.643 2.080.000 3.244.643 3.080.000     2.662.322
    Sarjana           4.405.263 3.588.889 5.510.526 4.588.889     4.523.392
    Total             2.676.657 1.979.722 3.382.788 2.685.347     2.681.129
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian (diolah)

Analisis Regresi
        Jika dilihat dari nilai koefisien determinasi, maka sekitar 74,7 persen variasi dari
pendapatan penerima manfaat sesudah mendapatkan bantuan dapat dijelaskan oleh model
ini. Sedangkan sekitar 25 persen lainnya dipengaruhi oleh variabel lain. Jika dilihat secara
parsial setiap variabel bebas, hasil pengujian menunjukkan bahwa setiap variabel yang
diduga mempengaruhi pendapatan penerima manfaat setelah memperoleh bantuan. Semua
variabel tersebut dengan nyata mampu menjelaskan terhadap pendapatan penerima manfaat
(Tabel 4.2). Variabel jumlah dana yang diterima misalnya, variabel ini paling besar
pengaruhnya terhadap pendapatan sesudah menerima bantuan. Hal ini juga diperkuat oleh
uji hubungan dan kekuatan hubungan itu. Lebih jauh secara teoritis, jika modal yang
digunakan besar, semakin besar pula omset dan keuntungan yang diperoleh.
        Pada bahasan sebelumnya diketahui bahwa model regresi tersebut signifikan,
pengujian dilanjutkan dengan uji masing-masing parameter dengan menggunakan statistik
uji Wald yang mengikuti sebaran χ2(0,05;1), atau pada bagian coefficients dalam regresi. Nilai
t hitung dapat dilihat pada kolom nilai t (Tabel 4.12 di bawah ini dan signifikansinya pada
kolom Sig.). Jika suatu variabel mempunyai nilai Sig.<0,05, berarti dapat disimpulkan
bahwa variabel tersebut mempengaruhi pendapatan. Penghitungan yang menghasilkan nilai
t besar akan menunjukkan bahwa variabel tersebut sangat signifikan mempengaruhi
pendapatan. Nilai statistik uji Wald berlawanan dengan nilai signifikansinya (Sig.), semakin
besar nilai semakin kecil nilai Sig. dan artinya semakin signifikan mempengaruhi
pendapatan.
        Pada model pendapatan penerima manfaat sebelum menerima bantuan, semua
variabel bebas, kecuali variabel dummy secara signifikan mempengaruhi pendapatan.
Berturut-turut variabel pendidikan mempunyai signifikansi paling kuat, diikuti variabel jam
kerja, dan umur. Namun demikian ternyata variabel jam kerja mempunyai pengaruh sedikit
lebih besar daripada variabel pendidikan. Ini terlihat dari nilai β yang tercatat 0,352
sedangkan β pendidikan 0,351.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   9



   Tabel 3: Hasil Regresi Parsial Model Pendapatan Penerima Manfaat Sebelum
                                  Menerima Bantuan
                           Unstandardized
                                               Standardized
                             Coefficients
         Variable                              Coefficients  t          Sig.
                                        Std.
                             β                     Beta
                                       Error
  (Constant)                7.447        0.644              11.558        0.000
  Lndik                     0.677        0.133        0.351  5.092        0.000
  lnjamkerja                1.393        0.294        0.352  4.740        0.000
  Lnumur                    0.658        0.253        0.200  2.598        0.010
  Dummy                     0.020        0.082        0.011  0.239        0.811
                             2
  R = 814                  R = 0,656                           F = 107,243
  A          Dependent Variabel: lnYseb
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah)

      Parameter β pada model pendapatan penerima manfaat sesudah menerima bantuan
untuk semua variabel signifikan termasuk dummy variable/penerimaan bantuan dari pihak
lain. Pada model ini ternyata variabel jumlah dana bantuan yang diterima penerima manfaat
mempunyai pengaruh paling besar dan paling kuat dibandingkan dengan variabel lainnya.
Dengan β=0,329 menunjukkan bahwa pendapatan akan naik 33 persen dari peningkatan
jumlah dana bantuan. Variabel berikut ini adalah jam kerja, pendidikan, umur, frekuensi
bantuan, serta variabel penerimaan bantuan dari pihak lain yang merupakan variabel
dummy.

     Tabel 4: Hasil Regresi Parsial Model Pendapatan Penerima Manfaat Sesudah
                                  Menerima Bantuan
                        Unstandardized         Standardized
       Model              Coefficients         Coefficients   t         Sig.
                         β        Std. Error       Beta
 (Constant)               5.741        0.742                 7.738        0.000
 lndanaX                  0.317        0.060          0.329  5.241        0.000
 lnjamkerja               0.708        0.204          0.226  3.471        0.001
 Lndik                    0.340        0.095          0.223  3.566        0.000
 lnFB                     0.383        0.145          0.126  2.645        0.009
 Dummy                   -0.181        0.056         -0.132 -3.247        0.001
 Lnumur                   0.535        0.179          0.206  2.986        0.003
 R = 0,870                  R2 = 0,747                             F = 82,859
        Dependent Variabel:
 A      lnYsdh
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah)

Pengujian Asumsi Regresi
       Multikolinearitas adalah hubungan yang sempurna antara beberapa atau semua
variabel bebas (X) dalam model regresi yang digunakan. Jika terjadi multikolinearitas yang



STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
10      Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




serius di dalam model maka pengaruh masing-masing variabel bebas (X) terhadap variabel
tidak bebas (Y) tidak dapat dipisahkan, sehingga estimasi yang diperoleh akan menyimpang
(bias). Adapun cara untuk melihat ada atau tidaknya multikolinearitas dalam model adalah
dengan cara membandingkan nilai koefisien korelasi antara sesama variabel-variabel bebas
(r) dengan nilai koefisien korelasi antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas (R).
Apabila nilai R memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai r maka dengan tegas dapat
disimpulkan bahwa multikolinearitas yang terdapat dalam model dinyatakan sebagai
masalah yang serius, tetapi apabila R memiliki nilai yang lebih besar dari nilai r maka
dengan tegas dapat disimpulkan bahwa multikolinearitas tidak terdapat dalam model.
        Dari hasil regresi dapat dijelaskan bahwa r parsial baik sebelum maupun sesudah
program dana bantuan sesama masing-masing variabel bebasnya ternyata lebih kecil
dibandingkan dengan R (0,814: sebelum program), R (0,870: setelah program). Begitu juga
halnya untuk model selisih dimana nilai R lebih besar dari r dimana nilai R mencapai 0,617
pada estimasi model regresi yang diperoleh. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat hubungan sempurna antar variabel bebas (multikolinearitas) pada ketiga
model yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji gejala multikolinearitas terhadap
modal selisih juga memperlihatkan terbebas model ini terbebas dari gejala multikolinearitas
karena r lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai R.
        Asumsi heteroskedastisitas berkaitan dengan varian variabel pengganggu, yaitu
menguji kekonstanan varian variabel pengganggu. Evaluasi terhadap keberadaan
heteroskedastisitas dilakukan melalui analisis pada gambar scatterplot. Dari ketiga gambar
(lampiran 3), terlihat bahwa sebelum, sesudah dan model selisih sesudah dengan sebelum
dana bantuan scatterplot tidak berpola, sehingga disimpulkan tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model. Pengujian model regresi terhadap gejala autokorelasi
dilakukan dengan menggunakan Uji Durbin-Watson (D-W test). Untuk autokorelasi,
Disturbance terms atau variabel pengganggu yang terbentuk dalam model diasumsikan
tidak mempunyai hubungan serial yang tinggi atau berbahaya, tingginya hubungan ini
dievaluasi melalui koefesien Durbin Watson (DW) yang dihasilkan oleh model, bila
besarnya berada diantara dU dan 4-dU dinyatakan tidak terjadi pelanggaran autokorelasi.
Berdasarkan hasil regresi diperoleh besarnya koefesien DW masing-masing adalah 1,886
(model sebelum program), 1,917 (model setelah program) dan 1,799 (model selisih setelah
dikurangi sebelum). Pada gambar dibawah ditunjukan koefesien tersebut berada di daerah
tidak terjadi autokorelasi atau tidak terjadi pelanggaran.
        Sedangkan untuk mengevaluasi hubungan antar variabel bebas, bila diketahui
memiliki hubungan kuat dinyatakan terjadi multikolinieritas. Kuatnya hubungan tersebut
dilihat dari nilai koefesien Variance Inflation Factor (VIF), hasil pengujian menemukan
nilai VIF masing-masing variabel bebas untuk model sebelum program berkisar antara
sebesar 1,065 sampai dengan 2,830, untuk nilai VIF setelah program dari yang terendah
sampai yang tertinggi adalah 1,086 sampai dengan 3,122 dan untuk model selisih nilai VIF
berkisar antara 1,043 sampai dengan 1,789. Karena masing-masing variabel bebas VIFnya
tidak lebih dari 10 maka dapat dikatakan tidak terjadi pelanggaran multikolinieritas, dengan
kata lain model regresi linier berganda terbebas dari asumsi klasik dan dapat digunakan
dalam model.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   11



KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Penerima manfaat laki-laki umumnya bekerja lebih lama daripada penerima manfaat
    perempuan. Pendapatan responden lebih tinggi setelah menerima program dana
    bantuan dibandingkan dengan sebelum menerima dana bantuan walaupun penggunaan
    jam kerjanya sama.
2. Hasil survei menunjukkan bahwa lamanya pendidikan mempunyai pengaruh pada
    pendapatan yang diperoleh. Sesudah responden menerima bantuan, pendapatan yang
    diperoleh lebih besar dari sebelumnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
    penerima manfaat, pendapatan yang diperoleh semakin besar.
3. Besarnya pengaruh dana bantuan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat
    penerima manfaat dapat dilihat dari tingkat pendapatan rata-rata responden setelah
    program lebih besar dibandingkan sebelum program dana bantuan dijalankan, nilai uji
    statistik linear by linear association jauh lebih besar setelah program dibandingkan
    sebelum program dan nilai uji beda dua rata-rata yang membuktikan bahwa adanya
    dampak yang singnifikan antara pendapatan sebelum dengan sesudah program dengan
    nilai Thitung lebih besar dari Ttabel dengan korelasi mencapai 82,09 persen.
4. Pengujian parameter menggunakan statistik uji Wald/nilai t hitung menunjukkan
    bahwa program dana bantuan BRR NAD–Nias berpengaruh nyata dan signifikan
    terhadap peningkatan pendapatan masyarakat penerima manfaat, kecuali variabel
    dummy yang tidak signifikan.

Saran
        Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat disarankan kebijakan yang perlu
dilakukan sebagai berikut:
1. Diharapkan kepada pemerintah daerah melalui instansi terkait agar meningkatkan
     kegiatannya dalam upaya mencerdaskan masyarakat terutama di sektor pendidikan dan
     pelatihan. Khusus untuk masyarakat dengan latar belakang ekonomi lemah ini
     diperlukan perhatian khusus dengan membina secara bertahap dan berkelanjutan dalam
     bentuk pendampingan, pelatihan manajemen/perencanaan termasuk teknik
     pembukuan/akuntansi sederhana untuk memastikan mereka dapat melakukan kegiatan
     ekonomi secara optimal.
2. Diharapkan kepada lembaga keuangan mikro untuk dapat meningkatkan pelayanan
     secara prima kepada masyarakat melalui perbaikan mekanisme administrif yang cepat,
     tepat dan efektif dengan tidak mengabaikan prinsip kehati-hatian agar tidak terjebak
     dalam kridit macet pasca penyaluran dana.
3. Diharapkan kepada dinas terkait dan koperasi/LKM untuk memperbaiki moral hazard,
     khusus untuk masyarakat penerima manfaat supaya memanfaatkan dana bantuan BRR
     NAD–Nias dalam bentuk modal usaha secara benar dan bertanggung jawab agar dana
     tersebut terus bergulir ditengah-tengah masyarakat dalam upaya peningkatan
     pendapatan masyarakat Aceh.
4. Diharapkan kepada koperasi/LKM untuk menjalin kerjasama baik dengan bank umum
     maupun LKM lainnya yang telah berpengalaman dan berhasil dalam pengelolaan dana
     bantuan. Bentuk kerjasama diutamakan dalam hal magang staff dan bidang lainnya




STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
12      Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




     dalam upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Mikro
     pengelola dana bantuan BRR NAD – Nias.


DAFTAR PUSTAKA

Agresti, Alan. 1990. Catagorical Data Analysis. Canada: John Wiley & Sons.
Ananta, Aris. 1988. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Demografi
        Universitas Indonesia.
Angkat, Marine Sohadi. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran
        Makanan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003. (Tesis). Banda Aceh:
        Universitas Syiah Kuala.
Ackley, Gardener. 1986. Teori Ekonomi Makro. Terjemahan Paul Sihotang. Jakarta:
        Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.
Akhirmen. 1993. Pengaruh Karakteristik Terhadap Pendapatan Pedagang Kecil Sektor
        Informal di Pasar Raya Kotamadya Padang (Laporan Penelitian). Padang: Institut
        Keguruan dan Ilmu Pendidikan Padang.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. Metodologi dan Profil Kemiskinan 2004. Jakarta: BPS.
_______. 2004. Aceh Dalam Angka 2004. Banda Aceh: BAPPEDA dan BPS Provinsi
        NAD.
_______. 2004. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2004. Jakarta: BPS.
_______. 2005. Press Release: Rumahtangga Penerima Kompensasi BBM. Banda Aceh:
        BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
_______. 2005. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000-
        2004. Banda Aceh: BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
_______. 2005. 60 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: BPS.
_______. 2005. Penduduk dan Kependudukan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Hasil
        SPAN 2005. Jakarta: BPS.
Becker, G.S. 1993. Human Capital A Theoretical and Empirical Analysis with Special
        Reference to Education. Chicago: The University of Chicago Press.
DeWeever, Avis Jones. 2002. Marriage Promotion and Low-Income Communities: An
        Examination of Real Needs and Real Solutions. The Institute for Women’s Policy
        Research (IWPR). http://www.iwpr.org
Diliana, Fransiska Bonita. 2005. Perbandingan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
        Pendapatan Rumah Tangga di Kabupaten Klaten dan Kabupaten Magelang Tahun
        2003. Jakarta: STIS.
Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori
        Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: LP3ES.
Dornbush, R. dan S. Fisher. 1984. Ekonomi Makro. Terjemahan. Jakarta: Erlangga.
Fein, David J. 2004. Married and Poor: Basic Characteristics of Economically
        Disadvantaged Couples in the U.S. Abt Associates. Virginia: MDRC.
Fisher, Gordon M. 1994. From Hunter to Orshansky: An Overview of (Unofficial) Poverty
        Lines in the United States from 1904 to 1965. Washington D.C.: Census Bureau's
        Poverty Measurement.
Friendly. M. 1995. Catagorical Data, Part 6: Logistic Regression.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   13



Harun, Tommy. 1997. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pekerja:
       Kasus Pekerja Migran di Indonesia (Analisis Data Sakerti 1993. (Tesis). Jakarta:
       Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Howell, David C. 2001. Advance Statistical Method.
Johnston, Richard A. and Dean W. Wichern. 1992. Applied Multivariate Statistical
       Analysis. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs.
Lanjouw, Jean Olson. 1995. Demystifying Poverty Lines.
Mankiw, Gregory. 2002. Pengantar Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Michaud, Pierre-Carl and Arthur van Soest. 2004. Health and Wealth of Elderly Couples:
       Causality Tests Using Dynamic Panel Data Models. Bonn: Tilburg University and
       IZA (The Institute of the Study of Labor) Bonn.
Mukhyi, Mohammad A. 2002. Analisis Faktor Penentu Tingkat Gaji di Jakarta. Jurnal
       Ilmiah Ekonomi dan Bisnis 3. No. 7: 108-111.
Nachrowi, Nachrowi Djalal dan Hardius Usman. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri.
       Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.
Neter, John, William Waserman, Michael H. Kutner. 1985. Applied Linear Regression
       Model. Boston: Irwin Richard D. Inc.
Santoso, Singgih. 2001. SPSS versi 10: Mengolah Data Statistik Secara Profesional.
       Jakarta: Elex Media Komputindo.
Simon, Steve. 2005. Using SPSS to Develop a Logistic Regression Model. Children’s
       Mercy.
Subramanian dan Kawachi. 2004. Income Inequality and Health: What Have We Learned
       So Far? The Department of Society, Human Development, and Health, Harvard
       School of Public Health, Boston, MA.
Tjiptoherijanto, Prijono dan Soesetyo. 1996. Sumber Daya Manusia Dalam Pembangunan
       Nasional. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Todaro, Michael P, Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. (Jilid
       1 dan 2, Terjemahan Haris Munandar). Jakarta: Erlangga.
Winkelried, Diego. 2005. Income Distribution and the Size of Informal Sector. Cambridge:
       St. John’s College and University of Cambridge.
World Bank Institute. 2002. Dasar-dasar Analisis Kemiskinan. (Terjemahan Ali Said dan
       Aryago Mulia). Jakarta: Institut Bank Dunia.
Wuensch,      Karl     L.    2004.     Binary    Logistic   Regression     with   SPSS.
       http://www2.gasou.edu/edufound.




STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
14      Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




            THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL CULTURE ON
                        EPEROLEHAN DESIGN


                               Nor Hadza binti Nor Yadzid


Abstract: To cultivate a knowledge-rich society in Malaysia and take the country into the
Information Age, the Malaysian Government embarked upon the Multimedia Super
Corridor (MSC) initiative in 1996 and Malaysian government has initiated Electronic
Government with a primary aim of to create a virtually paperless administration, with an
eye towards the widespread use of electronic and multimedia networks in the Government.
The electronic procurement system, better known as ePerolehan or eProcument by
Malaysian government is a focus of this study to represent one of MIS used by the
government. ePerolehan streamlines government procurement activities that hopes to
improves the quality of service it provides. ePerolehan converts traditional manual
procurement processes in the Government to electronic procurement on the Internet. Close
co-operation with the users lead to good systems analysis and design allowing software
developers to gain an understanding of the user requirements. However an organizational
culture that bounding an organization and in this case the Malaysian government might
also have an implication in understanding the users requirement and thus the designing of
the required system. Therefore the objective of this study is to describe the relationship
between organizational culture of Malaysian government agencies and the design of
ePerolehan system in order for the system to run successfully in meeting its objectives and
at the same time are able to meet the needs of all users.

KeyWords: management information system, electronic procurement, organizational
          culture, culture dimension




____________________________________________________________________
   Nor Hadza binti Nor Yadzid, Master of Accountancy Graduate School of Business,
                      National University of Malaysia, Malaysia
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   15



INTRODUCTION
Technology has created new information alternatives that may influence the way
information system users make decisions. Accounting information systems (AIS) provide
input for decision making. Technology has availed many new information alternatives such
as a presentation features that could change the way decisions are made. An access to a
database of basic transaction information makes it possible to acquire detailed accounting
data and aggregate it differently for each decision situation. A good system can provide
flexible, interactive user interfaces that immediately respond to a myriad of information
requests. Management information system (MIS) is part of AIS and it is a subset of the
overall internal controls of a business covering the application of people, documents,
technologies, and procedures by management accountants to solve business problems such
as costing a product, service or a business-wide strategy. Management information systems
are distinct from regular information systems in that they are used to analyze other
information systems applied in accounting and operational activities in the organization to
support of human decision making.
        By referring to Malaysian perspective, in order to cultivate a knowledge-rich society
in Malaysia and take the country into the Information Age, the Malaysian Government
embarked upon the Multimedia Super Corridor (MSC) initiative in 1996 and set up the
Multimedia Development Corporation (MDC) to oversee its development. The MDC aims
to be a "one-stop super shop" focused on publicizing the advantages of the MSC
worldwide, regulating laws and policies related to the development of the MSC, and
overseeing the overall development of the MSC infrastructure. The MSC comprises seven
flagship applications, designed to facilitate the development of the country towards
becoming a key player in the Information Age.
        The Current waves of E-Government are rising through public organizations and
public administration across the world. More and more governments are using ICT
especially Internet or web-based network, to provide services between government
agencies and citizens, businesses, employees and other non-governmental agencies
(Zaharah, 2007; Ndou, 2004; Donnelly & McGruirk, 2003; Fang, 2002). The Malaysian
government has envisioned a technologically advanced society and implicitly, a
technologically enabled government through its Vision 2020 (Hazman et al.., 2006;
Maniam, 2005). The move towards a digital government is progressing slowly along the
government-to-government (G2G) route and also along the government-to-citizen (G2C)
and government-to-business (G2B) path.
        Malaysian government has initiated Electronic Government with a primary aim of
to create a virtually paperless administration, with an eye towards the widespread use of
electronic and multimedia networks in the Government. Programmes under this initiative
include Project Monitoring System, Human Resource Management Information System,
Generic Office Environment, Electronic Procurement, E-Services, E-Government and E-
Syariah. Electronic and multimedia infrastructure will eventually encompass all levels of
government, and it doing so, information flows and processes related to government affairs
will be made faster and more efficient.
        The electronic procurement system, better known as ePerolehan by Malaysian
government is a focus of this study to represent one of MIS in Malaysia. ePerolehan
streamlines government procurement activities that hopes to improves the quality of service



STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
16      Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




it provides. ePerolehan converts traditional manual procurement processes in the
Government to electronic procurement on the Internet. Through ePerolehan suppliers may
present their products on the World Wide Web, receive, manage and process purchase
orders and receive payment from government agencies via the Internet. The supplier's
product catalogue is converted into the form of an electronic catalogue or eCatalogue,
which can be viewed from any desktop with a web browser. Besides that, supplier is able to
submit quotations, obtain tender document, submit tender bid and also to register or renew
their registration with the Ministry of Finance through the internet via ePerolehan.
Suppliers are also able to submit application, check application status and pay registration
fees easily through ePerolehan.
         With a high competition in the private and public sector, organizations are
demanded to provide a greater efficiency, quality and more flexibility of services. This
condition imposes additional demands on the organization’s information processing
capabilities. In trying to achieve these strategic objectives, organizations adopt more
sophisticated and comprehensive management information systems (MISs) (Choe, 1996;
Ghorab, 1997). These provide top managers with a comprehensive and broad range of
information about multiple dimensions of the firm’s operations (Choe, 1996, 2004),
facilitating decision-making and performance achievement (Kaplan & Norton, 1996; Kim
& Lee, 1986). Government as an organizations would have different organizational culture
that will affect the designing of ePerolehan that later will help them to achieve their
strategic performance successfully.
          Malaysian government has developed its own MIS and by developing a tailor made
information system, it is belief may increase the functionalities to meet specific user
requirements. The success of a tailor made MIS depends very much on the co-operation
between the users and the developers. Close co-operation with the users lead to good
systems analysis and design allowing software developers to gain an understanding of the
user requirements. However an organizational culture that bounding an organization and in
this case the Malaysian government might also have an implication in understanding the
users requirement and thus the designing of the required system.
         Culture refers to an organization's values, beliefs, and behaviors. In general, it is
concerned with beliefs and values on the basis of which people interpret experiences and
behave, individually and in groups. Firms with strong cultures achieve higher results
because employees sustain focus on the way of doing things. Culture is shaped by corporate
vision, shared values, beliefs, assumptions, past experience, learning, leadership and
communication.
         Organizational culture on the other hand is an idea in the field of organizational
studies and management which describes the psychology, attitudes, experiences, beliefs and
values (personal and cultural values) of an organization. It has been defined as "the specific
collection of values and norms that are shared by people and groups in an organization and
that control the way they interact with each other and with stakeholders outside the
organization. This definition continues to explain organizational values also known as
beliefs and ideas about what kinds of goals members of an organization should pursue and
ideas about the appropriate kinds or standards of behavior organizational members should
use to achieve these goals. From organizational values develop organizational norms,
guidelines or expectations that prescribe appropriate kinds of behavior by employees in
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   17



particular situations and control the behavior of organizational members towards one
another.
        Organizational culture is also commonly held in the mind framework of
organizational members. This framework contains basic assumptions and values. These
basic assumptions and values are taught to new members as the way to perceive, think, feel,
behave, and expect others to behave in the organization. Edgar Schein (1999) says that
organizational culture is developed over time as people in the organization learn to deal
successfully with problems of external adaptation and internal integration. It becomes the
common language and the common background. So culture arises out of what has been
successful for the organization. Culture starts with leadership, is reinforced with the
accumulated learning of the organizational members, and is a powerful (albeit often
implicit) set of forces that determine human behavior. An organization’s culture goes
deeper than the words used in its mission statement. Culture is the web of tacit
understandings, boundaries, common language, and shared expectations maintained over
time by the members.
        These have arises to a questions of:
    • Is there any relationship between organizational culture with the design of
        ePerolehan?
    • Does organizational culture of Malaysian government agencies would have an
        influence of on the design of it ePerolehan?
    • What are the areas of organizational culture that have an influence on ePerolehan
        design?

        Therefore the objective of this study is to describe the relationship between
organizational culture of Malaysian government agencies and the design of ePerolehan in
order for the system to run successfully in meeting its objectives and at the same time are
able to meet the needs of all users namely government agencies and suppliers.


LITERATURE REVIEW
Management Information System and Culture
Adapting an organization’s management systems, structure, and culture to rapidly changing
requirements of the external environment is becoming more and more critical for
organizations bound to the economy. This criticality is even more pronounced when the
organization uses the Internet for interaction with its members and customers. MIS must be
implemented to meet only the most important requirements plus those of the rest needed to
ensure the coherence of the system containing the most important requirements C. McPhee
(2002), F. Moisiadis (1998), B. Nuseibeh (2000).

ePerolehan System
Malaysian government has created Electronic procurement (ePerolehan) and was developed
by commerce dot com. It is a system which enables suppliers to sell goods and services to
Government agencies through the Internet. Suppliers may advertise their goods, present
their pricing, process orders and deliveries, and make collections. The entire process is




STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
18      Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




done electronically, through the Internet, from the desktop. Malaysian Electronic
procurement has four modules namely supplier registration (SR) module direct purchase
module, quotation module tender module and Central Contract (CC) module.
        Potential supplier need to register their company and product or services offered
under the supplier registration (SR) module. This module was first launched in 2000 and
serves as a single point of registration for Government Suppliers. All approvals for the
applications remain with the Ministry of Finance. Services available in the Supplier
Registration module includes new registration, renewal, application for additional category,
application for Bumiputera status and facility to update supplier profile. Direct purchase
was launched in 2002 and this module is for procurements not exceeding RM100,000 in
value. It begins with sourcing from selected suppliers and proceeds into the order
fulfillment stage once all terms are agreed. A quotation module is for any purchase with a
total value between RM100,000 to RM 200,000. Through the quotation process, an
invitation is sent out to a minimum of 5 suppliers who are required to respond through the
ePerolehan system within a specified time frame. Upon evaluation, one supplier will be
awarded. A tender module was launched in 2003. This module was designed for both
closed and open tenders for any purchase with a total value above RM200,000. The
processes involved in tenders are requisition approval, formation of committees,
specification preparation, tender notice, issuance of tender document, tender submission,
evaluation decision and award, contract preparation and signing and order fulfillment.
Central Contract (CC) module was launched in 2000 and it is a procurement mode used
across ministries for specific products contracted to selected suppliers.

Organizational Culture Dimension
The theoretical basis drawn of developing this research is organizational culture theory and
a framework by Detert et al.(2000). Detert et al. derived the dimensions of culture in their
framework from a content analysis of synthesis of what have repeatedly emerged as the
components of culture in other organizational culture research (Detert et al., 2000). One of
their goals was to provide a basis upon which future theoretical and empirical work on
organizational culture could be conducted. This framework supports assessment of
dimensions of organizational culture and the practices or artifacts that arise out of those
dimensions. It focuses on organizational culture as a system of shared values that define
what is important and that guide organizational members’ attitudes and behaviors. The
eight dimensions of culture included in Detert et al.’s theoretical framework can be used to
identify behaviors related to cultural values that underlie system design in order to inform
theory about the way these cultural dimensions influence the MIS design used by
Malaysian government agencies. The term organization here refers to Malaysian
government agencies.

Orientation to change (stability vs. change)
Some organizations are change oriented and are characterized by a focus on continuous
improvement (S.J. Fox-Wolfgramm et al., 1998). Change is often more widely accepted in
these firms because organizational members are accustomed to change and view it as
positive (S.L. Brown et al., 1997) Others are more stability oriented. Change often requires
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   19



organizational members to understand a new way of performing processes, as well as how
and why their processes have changed ( R. Jamieson and M. Handzic, 2003).

Control, coordination, and responsibility (concentrated vs. autonomous decision making)
Organizations vary in the degree to which the structure of decision making is concentrated
or shared. Where decision making is fairly concentrated, the rules of a few guide the
behavior and actions of the majority, and decisions making is centralized (P.D. Reynolds,
1986). In organizations where it is shared, organizational members are encouraged to be
autonomous in their decision making (J. Pfeffer, 1998). An overriding norm in many
organizations is silo behavior where individual divisions, units, or functional areas operate
as silos or independent agents within the organization (B. Caldwell &T. Stein,1998; T.H.
Davenport,1994; M.C. Jones,2001).

Orientation to collaboration (isolation vs. collaboration)
Perceptions about the relative value of working alone or collaboratively are motivated by
underlying beliefs about how work is best accomplished (Detert et al., 2000). A culture that
values individual efforts more than collaborative ones places more value on individual
autonomy and believes that collaboration is inefficient (C. O’Dell & C.J. Grayson,1998).
On the other hand, organizations that believe collaboration is more efficient and effective
than individual effort encourage teamwork and organize tasks around groups of people (
P.D. Reynolds, 1986).

Orientation and focus (internal vs. external)
Orientation and focus addresses the relationship between a firm and its environment. This
includes ideas about the extent to which the firm is focused on its internal or external
environment (P.D. Reynolds, 1986). For example, many firms assume that the key to
organizational success is to focus on the processes and people within the organization,
whereas others focus primarily on external constituents.




STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
20           Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




A summary of these four dimensions is provided in Table 1.

                            Table 1: Dimension of Organizational Culture
Organizational
Culture Dimension        Detert et al.                         Literature

Orientation to change    An extent to which organizations      Some organizations are change oriented and are
                         have a propensity to maintain a       characterized by a focus on continuous
(stability               stable level of performance that is   improvement and some are stable oriented (S.J.
 vs.                     good enough or a propensity to        Fox-Wolfgramm et al., 1998).
 change)                 seek to always do better through
                         innovation and change


Control, coordination,   An extent to which organizations      Where decision making is fairly concentrated, the
and                      have decision making structures       rules of a few guide the behavior and actions of the
responsibility           centered around a few vs. decision    majority, and decisions making is centralized (P.D.
                         making structures centered around     Reynolds, 1986).
(concentrated            dissemination of decision making
                         responsibilities throughout the       In organizations where it is shared, organizational
vs.                      organization.                         members are encouraged to be autonomous in their
                                                               decision making (J. Pfeffer, 1998).
autonomous decision
making)

Orientation to           An extent to which organizations      A culture that values individual efforts more than
collaboration            encourage collaboration among         collaborative ones places more value on individual
                         individuals and across tasks or       autonomy and believes that collaboration is
(isolation               encourage individual efforts over     inefficient (C. O’Dell and C.J. Grayson,1998).
vs.                      team-based efforts.
collaboration)                                                 Organizations that believe collaboration is more
                                                               efficient and effective than individual effort
                                                               encourage teamwork and organize tasks around
                                                               groups of people ( P.D. Reynolds, 1986).


Orientation to work      An extent to which organizational     A culture that values individual efforts more than
                         improvements are driven by a          collaborative ones places more value on individual
(process                 focus    on     internal  process     autonomy and believes that collaboration is
vs.                      improvements or by external           inefficient (C. O’Dell & C.J. Grayson,1998).
results)                 stakeholder desires.
                                                               Organizations that believe collaboration is more
                                                               efficient and effective than individual effort
                                                               encourage teamwork and organize tasks around
                                                               groups of people (P.D. Reynolds, 1986).



CONCEPTUAL FRAMEWORK
Using Detert et al.’s four dimensions of culture as a theoretical lens, an investigation on
how these dimensions influence ePerolehan design can be made. The conceptual
framework is provided in Figure 1.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   21




     Orientation to
     change

      Orientation to
      collaboration
                                                                            ePerolehan

      Control,
      coordination and
      responsibility
      Orientation and
      focus


                               Figure 1: Conceptual Framework


CONCLUSION

Organizational culture is a commonly held –in-the-mind framework of organizational
members and organizational culture is developed over time as people in the organization
learn to deal successfully with problems of external adaptation and internal integration.
When e-Perolehan was introduced and implemented with the entire process of purchasing is
done electronically through the internet, the success of the four modules namely supplier
registration (SR) module direct purchase module, quotation module tender module and
Central Contract (CC) module is still in question. A study on whether organizational
culture would influence the designing of ePerolehan would help managers in facilitating
them making a decision as managers ultimately responsible for strategy management and
organizational performance. This study will also help to provide some clarification on the
relationship between organizational culture and e-Perolehan design by using the four
dimension of organizational culture by Detert et al.(2000).



REFERENCES
B. Caldwell, T. Stein, Beyond ERP :New IT agenda, A second wave of ERP activity
      promises to increase efficiency and transform ways of doing business,
      InformationWeek 30 (1998 November) 34–35.

B. Nuseibeh, S. Easterbrook, Requirements Engineering: A Roadmap, in: A. Finkelstein
     (Ed.), The Future of Software Engineering 2000, ACM, Limerick, Ireland, 2000.




STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
22      Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




C. McPhee, A. Eberlein, Requirements engineering for time-tomarket projects, in:
    Proceedings of the Ninth Annual IEEE International Conference and Workshop on
    the Engineering of Computer- Based Systems (ECBS 2002), Lund, Sweden, 8–11
    April 2002.

Choe, J. M. (1996). The relationships among performance of accounting information
      systems, influence factors and evolution level of information systems. Journal of
      Management Information Systems, 215–239.

D. Leonard, S. Sensiper, The role of tacit knowledge in group innovation, California
     Management Review 40 (3) (1998) 112– 132.

E.W. Stein, B. Vandenbosch, Organizational learning during advanced systems
     development: opportunities and obstacles, Journal of Management Information
     Systems 13 (2) (1996) 115– 136.

F. Moisiadis, A framework for prioritizing use cases, in: Proceedings of the Conference on
     Advanced Information Systems Engineering, CAiSE98, Pisa, Italy, 8–9 June 1998.

Ghorab, K. E. (1997). The impact of technology acceptance considerations on system
     usage, and adopted level of technological sophistication: An empirical investigation.
     International Journal of Information Management, 17(4), 249–259.

Issues of Accounting Information System in year 2000, Y. Chuck and Pak K. Auyeung
J. Pfeffer, Seven practices of successful organizations, California Management Review 40
       (2) (1998) 96 – 124 (Winter).

J.R. Detert, R.G. Schroeder, J.J. Mauriel, A framework for linking culture and
     improvement initiatives in organizations, Academy of Management Review 25 (4)
     (2000) 850– 863.

J.R. Hackman, R. Wageman, Total quality management: empirical, conceptual, and
      practical issues, Administrative Science Quarterly 40 (1995) 309– 342.

J.V. Saraph, P.G. Benson, R.G. Schroeder, An instrument for measuring the critical factors
      of quality management, Decision Sciences 20 (1989) 810–829.

Kaplan, R. S., & Norton, D. S. (1996). Using the scorecard as a strategic management
      system. Harvard Business Review, 75–85

Kim, E., & Lee, J. (1986). An exploratory contingency model of user participation and MIS
      use. Information & Management, 11, 87–97.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   23



M.C. Jones, The role of organizational knowledge sharing in ERP implementation, Final
     Report to the National Science Foundation Grant SES 0001C.


O’Dell, C.J. Grayson, If only we knew what we know: identification and transfer of internal
     best practices, California Management Review 40 (3) (1998) 154– 174.998, 2001.

P.D. Reynolds, Organizational culture as related to industry, position, and performance: a
      preliminary report, Journal of Management Studies 23 (1986) 414– 437.

R. Jamieson, M. Handzic, A framework for security, control, and assurance of knowledge
      management systems, in: C.W. Holsapple (Ed.), Handbook on Knowledge
      Management: Knowledge Matters, Springer-Verlag, New York, 2003, pp. 477– 505.

R.E. Quinn, J. Rohrbaugh, A spatial model of effectiveness criteria: towards a competing
      values approach to organizational analysis, Management Science 29 (1983) 363–377.

S.J. Fox-Wolfgramm, K.B. Boal, J.G. Hunt, Organizational adaptation to institutional
      change: a comparative study of first order change in prospector and defender banks,
      Administrative systems. Information & Management, 41, 669–684.

Schein, E. (1999). The corporate culture survival guide. San Francisco: Jossey Bass.
      Science Quarterly 43 (19 8) 87– 126.

.T. Kayworth, D. Leidner, Organizational culture as a knowledge resource, in: C.W.
      Holsapple (Ed.), Handbook on Knowledge Management: Knowledge Matters,
      Springer-Verlag, New York, 2003, pp. 235– 252.

T.H. Davenport, Saving IT’s soul: human-centered information management, Harvard
     Business Review (1994 March–April) 119– 131.




STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
24       Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




     Abstrak: ANALISIS TERHADAP PERATAAN LABA: STUDY EMPIRIS PADA
                 EMITEN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA


                                          Nuraini A
                                         Rahmayana


Abstract: Earnings smoothing is the way management used to reduce fluctuations in
reported earnings to match the desired target both artificial and real. The practice of income
smoothing is considered as a common action undertaken by management to achieve certain
purposes, but the practice of income smoothing can lead to disclosure in financial
statements to be inadequate. As a result the financial statements do not reflect the real
situation. This study aims to examine and analyze the factors that influence the practice of
income smoothing that is a bonus plan, operating leverage, and earnings per share both
together and partial. The study was a descriptive analytical study on the issuer which is
manufacturing in Indonesia Stock Exchange (BEI) in 2006-2008. Data collection is by way
of field research and library research with the sampling technique of purposive sampling
method. Analysis of data for testing hypotheses using logistic regression analysis with the
help of the program Statistical Package for Social Science (SPSS). The results showed that
13 companies were identified to income smoothing of the total sample of 35 companies.
The test results showed that the bonus plan hypothesis, operating leverage, and earnings per
share is jointly significant effect on income smoothing. Partially, only the bonus plan
affects income smoothing, while operating leverage and earnings per share did not affect
income smoothing.


Keywords: bonus plan, operating leverage, earning per share, earnings smoothing




____________________________________________________________________
               Nuraini A, Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   25




PENDAHULUAN
        Laporan keuangan merupakan sarana utama untuk memperoleh informasi keuangan
yang dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil
keputusan ekonomi. Salah satu informasi yang sangat penting untuk pengambilan
keputusan adalah laba. Pentingnya informasi laba ini disadari oleh manajemen sehingga
manajemen cenderung melakukan praktik perataan laba. Pengumuman laba perusahaan
merupakan informasi penting yang mencerminkan nilai perusahaan di pasar (Mawarti,
2007). Dari deskriptif tersebut, penulis berasumsi bahwa tidak menutup kemungkinan
terdapat indikasi perataan laba pada beberapa perusahaan-perusahaaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
        Fenomena menunjukkan bahwa laporan laba rugi dari PT Citra Tubindo Tbk dan PT
Kalbe Farma Tbk terindentifikasi adanya perataan laba yang dilakukan oleh pihak
manajemen, hal dapat dilihat dari besarnya laba yang relatif stabil dari tahun ke tahun yaitu
Rp. 23.305.359, Rp. 23.404.730 untuk tahun 2006 dan 2007 sementara PT.Kalbe Farma
Rp. 706.822.146.190 dan Rp. 705.694.196.679. Informasi laba sering menjadi perhatian
investor tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba
tersebut. Kecenderungan sering memperhatikan laba inilah yang disadari oleh manajemen,
dan mendorong manajer untuk melakukan manajemen atas laba (earning management) atau
manipulasi laba (earning manipulation). Salah satu hipotesis yang dapat menjelaskan
manajemen laba adalah earning smoothing hypothesis atau income smoothing hypothesis
(Beattie et al, 1994) dalam Masodah (2007).
        Isu perataan laba telah banyak dibicarakan baik dalam teori maupun dalam
penelitian beberapa dekade ini. Subekti (2005) mengatakan bahwa perataan laba
merupakan perilaku yang rasional yang didasarkan atas asumsi dalam positive accounting
theory, dimana manajemen merupakan individual yang rasional yang memperhatikan
kepentingan dirinya dan melakukan kebijakan tertentu untuk memaksimumkan
kepentingannya. Sedangkan menurut Belkaouli (2002:232) perataan laba didorong oleh
keinginan untuk mempertinggi keandalan prediksi yang didasarkan pada laba dan untuk
mengurangi risiko yang mengitari angka-angka akuntansi. Heyworth (1953) dalam
Mursalim (2005), menyatakan bahwa motivasi yang mendorong dilakukannya income
smoothing adalah untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan dengan pihak luar
perusahaan seperti: investor, kreditur, dan pemerintah serta meratakan siklus bisnis melalui
proses psikologis. Gordon (1964) dalam Mursalim (2005) mengemukakan beberapa hal
berkaitan dengan perataan laba, yang pada prinsipnya bahwa manajemen melakukan
perataan laba dengan cara memilih metode akuntansi untuk memaksimumkan kepuasan dan
kemakmurannya.
        Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh
Masodah (2007) dan Chandra & Irawati (2005) yang menguji tentang isu perataan laba
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, maka
penulis termotivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Pengaruh Bonus
Plan, Operating Leverage, dan Earning per Share terhadap Perataan Laba pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.




STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
26      Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




Tujuan dan Kegunaan Penelitian
       Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah bonus plan,
operating leverage, dan earning per share berpengaruh terhadap perataan laba. Sedangkan
kegunaannya adalah:
1. Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh bonus plan, operating leverage, dan
   earning per share terhadap perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur.
2. Bagi investor dapat memberikan informasi tambahan mengenai praktik perataan laba
   sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi.
3. Memberikan referensi tambahan terhadap penelitian di bidang perataan laba bagi
   penelitian selanjutnya dan referensi guna meningkatkan pengetahuan mahasiswa
   akuntansi.

Study Sebelumnya dan Hipotesis Penelitian
        Perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk
mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi risiko pasar atas
saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga saham perusahaan
(Assih dan Gudono, 2000). Perusahaan melakukan perataan laba dengan harapan dapat
menghindari reaksi pasar yang terlalu besar pada saat perusahaan mengumumkan informasi
laba. Hal ini dikarenakan dengan tingkat variabilitas yang kecil pada laba yang diumumkan,
maka pelaku pasar dapat melakukan prediksi atas laba perusahaan mendatang dengan lebih
baik, dan perusahaan dapat mengurangi reaksi pasar yang besar pada saat laba di umumkan.
Bieldman dalam Belkaouli (2000:56) menyatakan bahwa perataan laba didefinisikan
sebagai upaya yang sengaja dilakukan untuk memperkecil fluktuasi pada tingkat laba yang
dianggap normal bagi perusahaan.
        Adapun tujuan perataan laba menurut Foster (1986) dalam Suwito dan Herawaty
(2005) adalah sebagai berikut:
    a. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar, bahwa perusahaan tersebut
        memiliki risiko yang rendah.
    b. Memberikan informasi yang releven dalam melakukan prediksi terhadap laba di
        masa mendatang.
    c. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.
    d. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen.
    e. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.

       Subekti (2005) mengatakan bahwa perataan laba merupakan perilaku yang rasional
yang didasarkan atas asumsi dalam positive accounting theory, dimana manajemen
merupakan individual yang rasional yang memperhatikan kepentingan dirinya dan
melakukan kebijakan tertentu untuk memaksimumkan kepentingannya. Perusahaan yang
melakukan praktik perataan laba dapat diketahui dari nilai indeks perataan laba, yaitu nilai
perbandingan perubahan laba dengan nilai perbandingan perubahan penjualan. Perusahaan
yang melakukan prektik perataan laba memiliki indeks perataan laba lebih dari satu.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   27



Hubungan Bonus Plan dengan Perataan laba
        Bonus plan adalah salah satu faktor yang memotivasi manajemen untuk mengatur
laba agar dapat membuat perencanaan bonus yang akan diterima dimasa yang akan datang,
karena semakin meningkat laba yang akan dihasilkan perusahaan semakin meningkat bonus
yang akan diterima. Manajer pada perusahaan dengan bonus plan cenderung menggunakan
metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini.
        Keberadaan rencana kompensasi (compensation plan) merupakan faktor yang
memotivasi manajemen untuk meratakan laba (Healy:1985). kompensasi manajemen
didesain dengan menggunakan laba sebagai dasar pembagian bonus maka manajemen
cenderung memilih prosedur akuntansi yang menstabilkan bonus atau kompensasi yang
diterimanya. Penelitian lainnya yang terkait dengan motivasi bonus menyatakan bahwa
manajer berusaha memanipulasi laba untuk memaksimalkan nilai sekarang dari
pembayaran bonus (Holhausen, 1995) dalam Astuti (2007).
        Penelitian yang dilakukan oleh Jin dan Machfoedz(1998) keberadaan perencanaan
bonus di sektor industri merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong praktik
perataan laba. Earning menjadi hal utama dalam kaitannya dengan bonus untuk manajer.
Angka laba memiliki kandungan informasi yang bermanfaat bagi pasar yang terlihat dari
hubungan antara unexpected earning dengan abnormal return pada sekitar tanggal
pengumuman informasi laba perusahaan (Masodah :2007). Berdasarkan kajian teoritis dan
penelitian sebelumnya maka hipotesis I yang diajukan adalah :
        H1: Bonus Plan berpengaaruh terhadap perataan laba.

Hubungan Operating Leverage dengan Perataan Laba
       Operating Leverage adalah suatu indikator perubahan laba bersih yang diakibatkan
oleh besarnya volume penjualan (Suwito dan herawati :2005). Ashari et al, (1994) dalam
Suwito dan Herawati (2005) berhasil membuktikan bahwa Operating Leverage merupakan
salah satu pendorong terjadinya perataan laba. Zuhroh (1996) meneliti faktor-faktor yang
dapat dikaitkan dengan terjadinya praktik perataan laba dengan kesimpulan bahwa hanya
operating Leverage perusahaan saja yang memiliki pengaruh terhadap praktik perataan laba
yang dilakukan perusahaan di Indonesia. Hasil penelitian Chandra dan Irawati (2005)
menunjukkan bahwa operating leverage berpengaruh terhadap perataan laba perusahaan
manufaktur pada masa sebelum krisis moneter tahun 1992-1996, sedangkan pada masa
krisis moneter variabel operating leverage tidak berpengaruh terhadap perataan laba
perusahaan manufaktur pada masa krisis moneter tahun 1998-2000. sehingga hipotesis 2
yang diajukan adalah :
       H2 : Operating Leverage berpengaruh terhadap perataan laba.

Hubungan Earning per Share dengan Perataan Laba
        Earning Per Share (EPS) merupakan salah satu informasi akuntansi yang
memberikan analisis rasio keuntungan bersih per lembar saham yang mampu dihasilkan
oleh perusahaan. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih per lembar saham
merupakan indikator fundamental keuangan perusahaan yang sering dipakai sebagai acuan
untuk mengambil keputusan investasi dalam saham. Salah satu pusat perhatian pemodal
adalah laba per lembar saham (Earning per Share/EPS) dalam melakukan analisis. Karena
itu kita perlu memahami bagimana Earning per Share diperoleh dan menunjukkan apa



STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
28      Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




angka tersebut (Husnan, 2005:328). Bagi investor, informasi EPS merupakan informasi
yang dianggap paling mendasar dan berguna karena biasanya menggambarkan prospek
earning perusahaan dimasa depan (Tandelilin, 2001:233). Dalam hal ini manajer akan
berusaha untuk memperlihatkan laporan keuangan dengan kinerja yang stabil untuk
mencerminkan earning per share yang akan diperoleh oleh investor. Biasanya sebelum
melakukan investasi investor akan melihat kemampuan laba serta earning per share yang
tinggi pada perusahaan yang akan diinvestasinya. Oleh sebab itu adanya hubungan antara
laba dengan earning per share. Sehingga hipotesis yang diajukan adalah:
        H3 : Earning Per Share berpengaruh terhadap perataan laba.


METODE PENELITIAN
Sampel dan Data Penelitian
       Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode tahun 2006-2008. Pemilihan sampel dilakukan dengan
menggunakan purposive sampling dengan kriteria sampel sebagai berikut:
1. Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan lengkap dan telah diaudit dengan tahun
    berakhir per buku 31 Desember.
2. Perusahaan memperoleh laba berturut-turut untuk melihat praktik perataan laba.
3. Perusahaan yang menjadi sampel diasumsikan menerapkan program bonus plan atau
    compensation plan.

       Berdasarkan kriteria di atas maka jumlah sampel yang yang menjadi unit analisis
sebesar 35 perusahaan.

Analisis Data
        Model analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi logistik
(logistic regretion). Regresi logistik digunakan karena variabel dependennya metric dan
variabel independennya merupakan kombinasi antara metric dan nonmetric. Regresi
logistik dapat digunakan tanpa memenuhi asumsi multivariat normalitas (Hair, 2006:19).
Persamaan logistik regresi yang digunakan adalah :

       Ln PL/1-PL = a + b1(BP) + b2(OL) + b3(EPS) + e

       Adapun kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut :
1. Jika nilai Wald dengan tingkat signifikansi 5% (P value < 0,05), maka artinya bonus
   plan, operating leverage, dan earning per share secara parsial mempunyai pengaruh
   yang signifikan terhadap perataan laba.
2. Jika nilai Wald dengan tingkat signifikansi 5% (P value > 0,05), maka artinya bonus
   plan, operating leverage, dan earning per share secara parsial tidak mempunyai
   pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......                 29




       Definisi Variabel Penelitian
               Definisi dan operasional variabel secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai
       berikut:

                                Tabel 1: Definisi dan Operasional Variabel
        Variabel                          Definisi                                     Indikator
       Dependen (Y)        Usaha manajemen untuk mengurangi               Indek perataan laba
       Perataan Laba       variabilitas laba selama satu atau beberapa        CV ∆I
                           periode tertentu sehingga laba tidak terlalu   =
                           berfluktuasi (Harahap:2007).                       CV ∆S
                                                                               Dimana: CV ∆I atau CV ∆S
                                                                                   ∑(∆xi − ∆x ) 2
                                                                               =                  : ∆x
                                                                                      n −1

        Independen(X)      Bonus plan adalah salah satu faktor yang       Laba bersih setelah pajak
Bonus Plan(X1)             memotivasi manajemen untuk mengatur
                           laba agar dapat membuat perencanaan
                           bonus yang akan diterima dimasa yang akan
                           datang, karena semakin meningkat laba
                           yang akan dihasilkan perusahaan semakin
                           meningkat bonus yang akan
                           diterima.Variabel ini diproksikan pada
                           jumlah angka laba bersih setelah pajak
                           (Masodah :2007)
       Operating           Operating Leverage merupakan rasio antara
       Leverage (X2)       total biaya depresiasi dan amortisasi dibagi        Total Biaya Depresiasi dan Amortisasi
                           dengan total biaya yang meliputi biaya                           Total Biaya
                           harga pokok penjualan, biaya penjualan,
                           dan biaya administrasi dan umum (Suwito
                           dan Herawati :2005).


       Earning per Share    Earning per Share merupakan laba per               Laba bersih
       (X3)                 saham yang diperoleh dengan membagi
                            laba yang telah dikurangi dividen saham       Jumlah Saham Beredar
                            preferen dengan jumlah tertimbang saham
                            beredar (Irwansyah dan Puji Lestari: 2007)

       Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
              Perataan laba diukur menggunakan indeks eckel. Perhitungan tersebut dimaksudkan
       untuk menemukan kategori suatu perusahaan melakukan tindakan perataan laba atau tidak
       melakukan perataan laba. Perusahaan dikategorikan melakukan tindakan perataan laba
       apabila memperoleh CV S lebih besar dari CV I, sedangkan perusahaan yang
       memperoleh CV S lebih kecil dari CV I maka perusahaan di kategorikan sebagai
       perusahaan yang tidak melakukan tindakan perataan laba. Berdasarkan hasil analisis data
       terdapat 13 perusahaan yang melakukan perataan laba, dan 22 perusahaan yang tidak
       melakukan perataan laba.




       STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
30      Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




       Hasil pengujian regresi logistik dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:

                     Tabel 2: Hasil Pengujian Regresi Logistik
           Nama Variabel                  B           S.E       Wald       Sig.
  Bonus Plan                                .398        .119    11.193          .001
  Operating Leverage                        .001        .004      .156          .692
  Earning per Share                         .000        .000      .009          .925
  Konstanta (a)                          10.663        3.052    12.205          .000
                 2
  Cox & Snell – R = .125             a. Predictors: (constant):
  Nagelkerke – R2 = .171               Bonus Plan, Operating Leverage, dan Earning
  Chi Square     = 20.033              per Share.
  Sig.          = .010               b. Dependent variabel:
                                            Perataan laba

        Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa Bonus plan berpengaruh terhadap
indek manajemen laba pada tingkat signifikasi 0,001 dengan koefisien regressi sebesar
0,398. Semakin besar bonus plan akan meningkatkan indeks perataan laba. Setiap kenaikan
1% bonus plan akan menaikkan indeks perataan laba sebesar 39.8%. sementara operating
leverage dan Earning per share tidak berpengaruh terhadap indek manajemen laba.
Sehingga hasil penelitian ini menerima H1 dan Menolak H2 dan H3.
        Bonus merupakan dorongan bagi manajer perusahaan dalam melaporkan laba yang
diperolehnya sesuai dengan target bonus yang akan diperoleh (Mardiah:2003). Parameter-
parameter dari bonus plan disetting sesuai dengan bonus yang diberikan dalam beberapa
tahun dan jika bonus diberikan dalam jumlah maksimum adalah sesuai dengan fungsi linear
positif dari earning yang dilaporkan. Hal ini mengasumsikan bahwa kompensasi manajer
berdasarkan bonus plan meningkat seiring dengan peningkatan earning (Alfiana, 2006).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998),
yang menunjukan bahwa Bonus plan berpengaruh terhadap perataan laba.

Kesimpulan
        Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh bonus plan, operating
leverage, dan earning per share terhadap perataan laba pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa:
1. Bonus plan berpengaruh positif terhadap tindakan perataan laba. Hal ini menunjukkan
    bahwa semakin besar tingkat bonus plan akan meningkatkan perataan laba. Dengan
    demikian, apabila perusahaan memiliki nilai bonus plan yang besar, maka nilai perataan
    laba juga semakin besar.
2. Operating leverage dan earning per share secara parsial tidak berpengaruh terhadap
    perataan laba.

Keterbatasan dan saran Penelitian
      Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan antara lain:
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   31



1. Penggunaan model Indeks Eckel (1981) yang mungkin berpengaruh terhadap
   kesimpulan penelitian. Dalam metode ini kesederhanaan kriteria dan proses klasifikasi
   sampel menjadi perata dan bukan perata dapat mengaburkan sisi metodologi penelitian
   yang berkaitan dengan isu perataan laba, seperti tidak adanya tingkat batasan
   maksimum dan minimum rasio CV s dan CV I yang akan dibandingkan untuk
   mengklasifikasi sampel.
2. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling, akibatnya hasil
   penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan secara luas untuk setiap perusahaan yang
   terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3. Dalam penelitian ini mengasumsikan bahwa semua sampel menerapkan atau melakukan
   program bonus plan/compensation plan, oleh karena itu diharapkan untuk penelitian
   selanjutnya dapat memeriksa apakah perusahaan yang menjadi sampel benar-benar
   menerapkan program bonus/compensation plan yang dapat dilihat dari annual report
   nya.
       Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, dapat dikemukakan saran-saran
sebagai berikut:
1. Bagi Investor
   Sebaiknya lebih teliti dalam menilai laporan keuangan perusahaan khususnya yang
   berkaitan dengan informasi laba untuk menilai kinerja perusahaan, karena praktik
   perataan laba ini telah dilakukan oleh beberapa perusahaan di Indonesia.
2. Untuk Penelitian Selanjutnya
       Dapat menggunakan metode lain selain indeks Eckel, seperti model Michelson
       (1995) dalam mengklasifikasikan perusahaan yang melakukan perataan laba dengan
       perusahaan yang tidak melakukan perataan laba. Jika penggunaan indeks Eckel tetap
       dipertahankan, hendaknya penelitian selanjutnya menggunakan angka laba selain
       laba bersih setelah pajak, seperti laba operasi dan laba sebelum pajak. Agar dapat
       diperoleh perbandingan dalam setiap angka laba tersebut untuk menambah
       informasi dalam mengambil kesimpulan.
       Sebaiknya penelitian selanjutnya dapat menambah variabel lain yang berhubungan
       dengan perataan laba seperti harga saham, net profit margin, dan rasio profitabilitas
       mengingat variabilitas perataan laba yang dapat dijelaskan oleh bonus plan,
       operating leverage dan earning per share sangat rendah.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdullah, Syukriy dan Abdul Halim (2000), Perataan Laba oleh Perusahaan Manufaktur di
       Indonesia: Analisis Hubungan Rasio-rasio Keuangan yang digunakan Investor,
       Jurnal telaah Bisnis, Vol 1, No.2.
Achmad, Komarudin, Imam Subekti dan Sari Atmini (2007), Investigasi Motivasi dan
       Strategi Manajemen Laba pada Perusahaan Publik di Indonesia, Simposium
       nasional Akuntansi X, Makassar.
Alfiana, Yeni (2006) Creative Accounting ditinjau dari Teori Akuntansi Positif dan Teori
       Keagenan. Mandiri, Vol.9, No,1.




STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
32      Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




Apristyana, Liza (2007), Pengaruh Total Aktiva, ROI, ROE, dan Leverage Operasi
        terhadap Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI. Tesis
        Universitas Airlangga.
Arfan, Muhammad (2006) Pengaruh Arus Kas Bebas, Set Kesempatan Investasi, dan
        Financial Leverage terhadap Manajemen Laba (Studi pada Emiten Manufaktur di
        BEJ). Disertasi, Universitas Padjajaran, bandung.
Astuti, Dewi Saptantinah Puji (2007), Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi
        Manajemen Laba di Seputar Right Issue, jurnal Universitas Slamet Riyadi
        Surakarta.
Assih, P. & M. Gudono (2000), Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar
        Atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di BEJ. Jurnal Riset
        Akuntansi Indonesia, Vol.3, No.1.
Atmini, Sari (2000) Standar Akuntansi yang Memberi Peluang bagi Manajemen untuk
        Melakukan Praktik Perataan Laba. MANDIRI, vol.1, No.8.
Belkaouli, Ahmed Riahi (2001) Teori Akuntansi, Edisi pertama, Buku 2. Terjemahan
        Marwata, dkk. Jakarta: Salemba Empat.
_____ (2002) Teori Akuntansi, Jilid 2. Terjemahan Herman Wibowo dan Marianus Sinaga.
        Jakarta: Salemba Empat.
Chandra, Siuliany dan Irine Irawati (2005), Analisis Perbandingan Pengaruh Ukuran
        Perusahaan, Profitabilitas, Leverage Operasi terhadap Indeks Perataan Laba. Skripsi
        Universitas Kristen Petra.
Garrison, Ray H dan Eric W.Noreen (2000), Jilid 1. Terjemahan A.Totok
        Budisantoso,SE,Akt. Jakarta: Salemba Empat.
         (2001), Jilid 2. Terjemahan A.Totok Budisantoso,SE,Akt. Jakarta: Salemba Empat.
Hair, Joseph F, et al. (2006) Multivariate Data Analysis, Sixth Edition. New Jersey:
     Prentice-Hall International, Inc.

Harahap, Sofyan Safri (2007) Teori Akuntansi, Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo
        Persada.
Hendriksen, Heldon S (1999) Teori Akuntansi, edisi Keempat, Jakarta: Erlangga.
Hidayati, Siti Munfiah dan Zulaikha (2003), Analisis Perilaku Earning
        management:Motivasi Minimalisasi Income Tax, Simposium Nasional Akuntansi
        VI, Surabaya.
Ikatan Akuntan Indonesia (2007) Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat.
Irwansyah dan Puji Lestari (2007), Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik
        Perataan Laba, Jurnal Ekonomi, Bisnis, dan Akuntansi, Vol 9, No.2.
Jin, Liauw She dan Mas’ud Machfoedz (1998), Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik
        Perataan Laba pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset
        Akuntansi Indonesia, Vol 1, No.2.
Kuncoro, Mudrajad (2007) Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi Untuk bisnis dan
      Ekonomi, Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Kustiani, deasy dan Erni Ekawati (2006), Analisis Perataan Laba dan faktor-faktor yang
        Mempengaruhi, jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   33



Mawarti, Yuliana (2007) Pengaruh Income Smoothing (Perataan Laba) terhadap Earning
       Response (Reaksi Pasar) pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta(BEJ).
       Skripsi, Universitas Negeri Semarang.
Masodah (2007) Praktik Perataan Laba Sektor Industri Perbankan dan Lembaga Keuangan
       Lainnya dan Faktor yang Mempengaruhinya. Procceeding PESAT Auditorium
       Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus.
Mursalim (2005) Income Smoothing dan Motivasi Investor: Studi Empiris pada Investor di
       BEJ. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo.
Rivard, Richard. J., Eugene B dan Gay B.H. Morris (2003) Income Smoothing Behaviour of
       V.S Banks Under Revised International.
Subekti, Imam (2005) Asosiasi Antara Praktik Perataan Laba dan Reaksi Pasar Modal di
       Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo.
Suwito, Edy dan Arleen Herawaty (2005) Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan
       terhadap Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan oleh Perusahaan yang Terdaftar
       di Bursa efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo.
Tandelilin, Eduardus (2001) Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi 1.
       Yogyakarta: BPFE.
Yusuf, M. dan Soraya (2004), “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba
       Perusahaan Asing dan Non Asing Di Indonesia”, JAAI, Vol 8, No.1
Zuhroh, Diana (1997), ”Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Tindakan Perataan Laba
       pada Perusahaan Go Public di Indonesia, Tesis, Program Pasca Sarjana Fakultas
       Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.




STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
34      Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010




       KOMITMEN PEKERJA DITINJAU DARI KUALITAS HUBUNGAN
     ATASAN-BAWAHAN DAN PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN
      KARIR KARYAWAN INDUSTRI KERAJINAN ENCENG GONDOK,
              MUARA BATU, KABUPATEN ACEH UTARA


                                          Hafnidar


Abstract: The unemployment and poverty rate in Indonesia is higher and higher from year
to year. The causal factor is because lack of Human Resources in their commitment on
working. According to Tosi and friends (1990), the employees’ commitment on their work is
related to the quality between underling and higher authority and so does perception of the
employees themselves on career development. After a long conflict and tsunami raised
Aceh couple years ago, the industrial of Enceng Gondok in Gampong Mane, Muara Batu is
one of potential job demand on career development and skilled occupation for the
communities. This research is purposed on knowing the relationship between employees’
commitment with the quality between underling and higher authority and perception on
career development to the Engceng Gondok Industrial employees in Muara Batu sub-
district, North Aceh. The research is performed on workers of Enceng Gondok industrial in
Muara Batu sub-District of North Aceh. The Likerty Model Scale is used as data collecting
method that is commitment scale, quality scale on relationship quality between underling
and higher authority and perception on career development. The additional data is earned
by using qualitative research method by using filling analysis in indicative principle. Data
analysis by using regression analysis for double predictor. The result is: 1) there is a
positive relationship between a commitment and a perception on career development to
Enceng Gondok Industrial workers at Gampong Mane Tunong, Muara Batu sub-District of
North Aceh. 2) There is a positive relationship between a commitment and relationship
quality on underling and higher authority to Enceng Gondok Industrial workers in
Gampong Mane Tunong, Muara Batu sub-District of North Aceh.

Key words: commitment, relationship quality between underling and higher authority




____________________________________________________________________
               Hafnidar, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh


PENDAHULUAN
      Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampoeng Mane Tunong Kecamatan Muara
Batu Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Industri kecil menengah yang sedang
berkembang di Kabupaten Aceh Utara. Karyawan Industri ini diberi ketrampilan mengolah
tumbuhan Enceng Gondok menjadi perabotan rumah tangga yang menarik dan unik.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......   35



Konsumen perabotan produksi Industri Kerajinan Enceng Gondok ini sebagian besar
masyarakat menengah ke atas, perkantoran dan hotel, bahkan banyak yang diekspor ke luar
negeri. Industri Kerajinan Enceng Gondok ini memiliki harapan besar untuk terus
berkembang, namun demikian Industri sering mengalami masalah dalam hal komitmen
pekerja terhadap pekerjaan dan organisasi kerjanya. Karyawan mudah sekali meninggalkan
pekerjaan untuk beberpa waktu dengan berbagai alasan. Padahal disisi lain tidak mudah
bagi Industri untuk mendapatkan karyawan yang telah terlatih dan berpengalaman.
Akibatnya Industri harus mengeluarkan banyak cost untuk rekuritment dan pelatihan. Tosi
dkk (1990) mengatakan bahwa komitmen pekerja terhadap suatu pekerjaan ada
hubungannya dengan kualitas hubungan atasan-bawahan serta persepsi pekerja itu sendiri
terhadap pengembangan karir. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara komitmen pekerja dengan kualitas hubungan atasan-bawahan dan persepsi
terhadap pengembangan karir pada pengrajin enceng gondok di Kecamatan Muara Batu.


METODOLOGI
Subjek Penelitian
        Populasi dalam penelitian ini adalah Karyawan pada Industri Kerajinan Enceng
Gondok di Gampoeng Mane Tunong Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara. Populasi
penelitian berjumlah 42 orang. Dikarenakan populasi penelitian jumlahnya terbatas, maka
sample penelitian adalah semua individu yang ada dalam populasi penelitian yang disebut
dengan Subjek penelitian.

Teknik Pengumpulan Data
        Pengumpulan data dengan menggunakan Skala atau Angket dengan model self
report yaitu metode yang berdasarkan pada laporan tentang diri sendiri. Penyusunan alat
ukur dimulai dari pemilihan aspek, indikator dan definisi yang tepat, kemudian dibuat suatu
definisi operasional untuk mendapatkan penjelasan yang tepat dari variabel-variabel yang
akan diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tiga Skala atau Angket
dengan tambahan satu identitas diri pada awal pemberian Skala atau Angket. Ketiga
Skala/Angket sebagai alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala/Angket
Komitmen Pekerja; Skala/Angket Kualitas Hubungan Atasan – Bawahan; Skala/Angket
Persepsi Pekerja Terhadap Pengembangan Karir. Skala/Angket ini disusun dalam bentuk
Skala Likert yang terdiri dari pertanyaan yang diikuti oleh beberapa pilihan jawaban
responden dengan menghilangkan alternative jawaban R (Ragu-ragu). Setiap aitem
Skala/angket merupakan pertanyaan atau pernyataan yang bersifat favorable (mendukung)
dan unfavorable (tidak mendukung). Pertanyaan atau pernyataan tersebut memiliki empat
kemungkinan jawaban berdasarkan pertimbangan subjektif responden. Empat kemungkinan
jawaban tersebut adalah SS (Sangat sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat
Tidak Sesuai). Masing-masing aitem memiliki skor dengan rentang satu sampai empat.
Semakin tinggi skor yang didapat, maka semakin tinggi pula komitmen; kualitas hubungan;
dan persepsi terhadap pengembangan karir yan dimiliki oleh responden.
        Ketiga skala/angket di atas sebelum digunakan dalam penelitian dilakukan uji coba
untuk mengukur seberapa cermat alat ukur tersebut melakukan fungsi ukurnya (uji
validitas), mengetahui keterandalannya (uji realibilitas). Uji coba untuk mengukur kualitas



STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010
No. 2-mei-2010

Mais conteúdo relacionado

Semelhante a No. 2-mei-2010

Buku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdf
Buku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdfBuku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdf
Buku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdfFajar Baskoro
 
Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...
Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...
Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...Fajar Baskoro
 
1 month ago
1 month ago1 month ago
1 month agosyaifin
 
Kelompok Usaha Bersama (Kube) Fakir Miskin
Kelompok Usaha Bersama (Kube) Fakir MiskinKelompok Usaha Bersama (Kube) Fakir Miskin
Kelompok Usaha Bersama (Kube) Fakir Miskinkhoiril anwar
 
Optimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptx
Optimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptxOptimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptx
Optimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptxSyarwaniMuhammad1
 
Panduan Teknis Bungkesmas
Panduan Teknis BungkesmasPanduan Teknis Bungkesmas
Panduan Teknis Bungkesmasbungkesmas
 
Kasus aplikasi kesehatan jamkesda kudus
Kasus aplikasi kesehatan jamkesda kudusKasus aplikasi kesehatan jamkesda kudus
Kasus aplikasi kesehatan jamkesda kudusSutopo Patriajati
 
2.keberkesanan program pemp
2.keberkesanan program pemp2.keberkesanan program pemp
2.keberkesanan program pempdara aisyah
 
Prog Taskin Ziswaf Tbn
Prog Taskin Ziswaf TbnProg Taskin Ziswaf Tbn
Prog Taskin Ziswaf Tbntbnservice
 
Siska yulia defitri &amp; martalena
Siska yulia defitri &amp; martalenaSiska yulia defitri &amp; martalena
Siska yulia defitri &amp; martalenaAktfe Ummy
 
LAPORAN PROFIL 2021.docx
LAPORAN PROFIL 2021.docxLAPORAN PROFIL 2021.docx
LAPORAN PROFIL 2021.docxAriRoscita
 
1.0 Kebijakan PKH 2017.pptx
1.0 Kebijakan PKH 2017.pptx1.0 Kebijakan PKH 2017.pptx
1.0 Kebijakan PKH 2017.pptxEndrikGdhe1
 
Makalah akuntansi sektor publik (studi kasus laporan keuangan yayasan) jianta...
Makalah akuntansi sektor publik (studi kasus laporan keuangan yayasan) jianta...Makalah akuntansi sektor publik (studi kasus laporan keuangan yayasan) jianta...
Makalah akuntansi sektor publik (studi kasus laporan keuangan yayasan) jianta...Jiantari Marthen
 
1.PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN ok.docx
1.PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN ok.docx1.PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN ok.docx
1.PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN ok.docxshotgun blues
 
Pengetahuan dan Kebijakan PKH
Pengetahuan dan Kebijakan PKH Pengetahuan dan Kebijakan PKH
Pengetahuan dan Kebijakan PKH regifebri
 
Buku saku-bok-edit-15-feb1
Buku saku-bok-edit-15-feb1Buku saku-bok-edit-15-feb1
Buku saku-bok-edit-15-feb1DR Irene
 

Semelhante a No. 2-mei-2010 (20)

Buku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdf
Buku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdfBuku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdf
Buku-Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).pdf
 
Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...
Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...
Ringkasan_Pemetaan Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMK...
 
1 month ago
1 month ago1 month ago
1 month ago
 
Kelompok Usaha Bersama (Kube) Fakir Miskin
Kelompok Usaha Bersama (Kube) Fakir MiskinKelompok Usaha Bersama (Kube) Fakir Miskin
Kelompok Usaha Bersama (Kube) Fakir Miskin
 
Makalah kesejahteraan petani
Makalah kesejahteraan petaniMakalah kesejahteraan petani
Makalah kesejahteraan petani
 
Makalah kesejahteraan petani
Makalah kesejahteraan petaniMakalah kesejahteraan petani
Makalah kesejahteraan petani
 
Optimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptx
Optimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptxOptimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptx
Optimalisasi Pendayagunaan Dana ZIS untuk Kemaslahatan Umat.pptx
 
Panduan Teknis Bungkesmas
Panduan Teknis BungkesmasPanduan Teknis Bungkesmas
Panduan Teknis Bungkesmas
 
Kasus aplikasi kesehatan jamkesda kudus
Kasus aplikasi kesehatan jamkesda kudusKasus aplikasi kesehatan jamkesda kudus
Kasus aplikasi kesehatan jamkesda kudus
 
2.keberkesanan program pemp
2.keberkesanan program pemp2.keberkesanan program pemp
2.keberkesanan program pemp
 
Prog Taskin Ziswaf Tbn
Prog Taskin Ziswaf TbnProg Taskin Ziswaf Tbn
Prog Taskin Ziswaf Tbn
 
Siska yulia defitri &amp; martalena
Siska yulia defitri &amp; martalenaSiska yulia defitri &amp; martalena
Siska yulia defitri &amp; martalena
 
LAPORAN PROFIL 2021.docx
LAPORAN PROFIL 2021.docxLAPORAN PROFIL 2021.docx
LAPORAN PROFIL 2021.docx
 
1.0 Kebijakan PKH 2017.pptx
1.0 Kebijakan PKH 2017.pptx1.0 Kebijakan PKH 2017.pptx
1.0 Kebijakan PKH 2017.pptx
 
Reversing the Resource Curse Indonesia
Reversing the Resource Curse IndonesiaReversing the Resource Curse Indonesia
Reversing the Resource Curse Indonesia
 
Juknis bok tahun 2012
Juknis bok tahun 2012Juknis bok tahun 2012
Juknis bok tahun 2012
 
Makalah akuntansi sektor publik (studi kasus laporan keuangan yayasan) jianta...
Makalah akuntansi sektor publik (studi kasus laporan keuangan yayasan) jianta...Makalah akuntansi sektor publik (studi kasus laporan keuangan yayasan) jianta...
Makalah akuntansi sektor publik (studi kasus laporan keuangan yayasan) jianta...
 
1.PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN ok.docx
1.PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN ok.docx1.PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN ok.docx
1.PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN ok.docx
 
Pengetahuan dan Kebijakan PKH
Pengetahuan dan Kebijakan PKH Pengetahuan dan Kebijakan PKH
Pengetahuan dan Kebijakan PKH
 
Buku saku-bok-edit-15-feb1
Buku saku-bok-edit-15-feb1Buku saku-bok-edit-15-feb1
Buku saku-bok-edit-15-feb1
 

No. 2-mei-2010

  • 1. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 1 DAMPAK PROGRAM DANA BERGULIR BRR NAD–NIAS MELALUI KOPERASI DAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT PENERIMA MANFAAT DI PROVINSI ACEH M. Haykal Abstract: The objective of this research is to identify factors explaining an increase in beneficiaries’ income as an impact of revolving fund program of Badan Rehabilitasi and Rekontruksi (BRR) of Aceh and Nias through micro-finance enterprises and cooperatives in Aceh Province. Data utilized in this study were collected from various sources ranging from direct interview with related respondents and agencies to detailed analysis on financial reports of cooperative and micro-finance enterprises. Descriptive and linear regression method are carried out to quantify the impact of the BRR’s revolving fund on beneficiaries’ income. Besides, the statistical technique is designated as a tool to elaborate how dependent and independent variables interacts one another. The distribution of revolving fund has a positive impact upon beneficiaries’ income. The magnitude of impact of BRR’s revolving fund on beneficiaries’ average income is considerably higher than that before fund distributed. By undertaking a paired test, there existed a 82.09 percent value of correlation. Partial correlation test also showed that positive impact occurred after beneficiaries utilized the fund to support their economic activities. Since the revolving fund has a key role in helping the people to improve their welfare, local government is encouraged to deliver continuously the fund to the poor as a measure to boost their incomes. However, fund receivers must have been equipped with sufficient managerial skills to make use of the fund efficiently and effectively. Keywords: income education, age, and working hours ____________________________________________________________________ M. Haykal, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 2. 2 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 PENDAHULUAN Dampak bencana gempa dan tsunami telah membawa sebagian besar masyarakat Provinsi Aceh (NAD) dan Kepuluan Nias Sumatera Utara kehilangan mata pecaharian. Kondisi ini tidak dapat segera dipulihkan. Demikian juga sarana dan prasarana ekonomi menjadi rusak atau bahkan hilang sama sekali. Dampak terparah dirasakan oleh para nelayan dan sektor perikanan. Oleh karena itu, program bantuan sosial kepada masyarakat pada dasarnya merupakan amanah untuk menanggulangi kondisi dari kenyataan yang disebutkan di atas, sekaligus sesuai dengan amanah “Blue Print” Pembangunan Masyarakat NAD dan Nias, yang harus dilakukan oleh BRR–Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Badan ini dibentuk dengan Keppres No 63 Tahun 2005 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2005 yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan kembali Aceh dan Nias pasca Gempa Bumi dan Tsunami 26 Desember 2004, dan Gempa 28 Maret 2005 yang melanda Aceh dan Nias. Bidang Ekonomi dan Usaha BRR mempunyai kegiatan dalam bidang pemulihan aset produktif dan microfinance, sistem pendukung usaha dan microfinance, pengembangan usaha rumah tangga dan kelompok usaha, dan kegiatan lainnya dalam mendukung pemulihan ekonomi Aceh dan Nias pasca bencana. Data memperlihatkan bahwa betapa besarnya kerusakan akibat gempa bumi dan tsunami, antara lain 130.000 jiwa meninggal dunia, 37.000 jiwa hilang, 500.000 kehilangan tempat tinggal, sekitar 100.000 usaha kecil dan menengah kehilangan mata pencahariannya, diperkirakan lebih dari USD 2,1 miliar sektor produktif mengalami kerusakan, 5 persen proyeksi penurunan ekonomi Aceh, 20 persen proyeksi penurunan ekonomi di Nias, 32 persen pendapatan perkapita menurun, 5.176 UMKM rusak/hancur, 7.529 warung usaha rusak/hancur, 1.191 restoran rusak/hancur, 25 unit bank umum rusak/hancur, 4 unit BPR rusak/hancur, 20 Lembaga Keuangan Mikro rusak/hancur, dan 195 pasar rusak/hancur (BRR Renstra 2005-2009). Program pemberdayaan ekonomi dan pengembangan usaha telah banyak dilakukan oleh BRR, antara lain melalui Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dengan sistem dana bantuan (revolving fund) yang disalurkan melalui BRR Satker Koperasi dan Usaha Kecil Menengah kepada Koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro dalam rangka pemberdayaan usaha kecil dan menengah. Secara umum program dana bantuan bertujuan untuk (1) meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan, (2) meningkatkan volume usaha koperasi dan UKM, (3) meningkatkan penyerapan tenaga kerja, (4) meningkatkan semangat berkoperasi, (5) meningkatkan pendapatan anggota dan (6) membangkitkan etos kerja. Program dana bantuan yang dikembangkan BRR NAD–Nias sampai saat ada beberapa sumber, pada Tahun Anggaran 2005/2006-Luncuran dan 2006 BRR Satker Koperasi dan Usaha Kecil Menengah telah membina sebanyak 146 LKM dengan jumlah dana yang telah disalurkan mencapai Rp 124,009,279,000,- miliar yang masing-masing LKM menerima dana berkisar antara Rp 410 juta sampai dengan Rp 2,03 miliar. Dari 146 LKM yang telah dibina sebagian besar bantuan dana bantuan disalurkan kewilayah yang mengalami musibah Tsunami. Program dana bantuan yang diamati dan dibahas dalam tulisan ini adalah program dana bantuan yang bersumber dari BRR NAD–Nias. Program dana bantuan ini diatur dalam beberapa petunjuk teknis yang berkaitan dengan dana bantuan untuk pengembangan usaha koperasi dan lembaga keuangan mikro. Berbagai permasalahan muncul dalam program ini, seperti tidak tepat sasaran penentuan LKM dan koperasi pengelola, penerima
  • 3. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 3 manfaat, rendahnya kualitas SDM pengelola dana, tidak tersedianya laporan keuangan (sesuai yang diharapkan), bahkan sebagian dari dana tersebut diselewengkan oleh pengurus koperasi. Efektifitas dari program ini sangat diragukan, hal ini dapat dilihat dari sebagian besar dari LKM belum transparan dan akuntabel, dan jeleknya persepsi masyarakat terhadap koperasi (Hasil Evaluasi Dewan Pengawas BRR NAD–Nias tahun 2008). Kenyataan yang didapat tersebut mengundang banyak pertanyaan diantaranya kemungkinan program tersebut kurang tepat sasaran, atau tidak adanya kelanjutan dari program tersebut. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada Dampak Program Dana bantuan BRR NAD–Nias Melalui Koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro Terhadap Peningkatan Pendapatan Masyarakat Penerima Manfaat di Provinsi Aceh Darussalam. TINJAUAN PUSTAKA Pendapatan Data mengenai pendapatan yang diperoleh rumahtangga sangat sulit diperoleh, sehingga biasanya data pendapatan didekati melalui data pengeluaran rumahtangga. Suatu rumahtangga yang pengeluaran per kapitanya di bawah garis kemiskinan maka dikatagorikan miskin (berpendapatan rendah). Penentuan yang digunakan BPS ini berdasarkan pada standar kecukupan pangan setara 2100 kilo kalori per kapita per hari (Widya Karya Pangan dan Gizi, 1978), ditambah dengan kebutuhan minimum bukan makanan (nonmakanan). Komponen kebutuhan nonmakanan antara lain kebutuhan perumahan (sewa rumah, pemeliharaan rumah, bahan bakar, penerangan, air, fasilitas jamban, perlengkapan mandi), sandang (pakaian dan alas kaki), pendidikan (seperti iuran SPP dan BP3, buku pelajaran, alat tulis), kesehatan (berobat sendiri, berobat ke Puskesmas, berobat ke dokter/mantri kesehatan), transportasi/ongkos angkutan, rekreasi, kasur, bantal, sapu, pisau, kompor, periuk, pajak bumi bangunan, dan kebutuhan dasar nonmakanan lainnya (BPS:2000). Tingkat Pendidikan Data yang ada membuktikan bahwa pendidikan memang memiliki pengaruh yang positif terhadap promosi pertumbuhan ekonomi. Tersedianya tenaga kerja terampil dan terdidik sebagai syarat penting berlangsungnya pembangunan ekonomi secara berkesinambungan tidak perlu diragukan lagi. Adanya korelasi positif antara tingkat pendidikan seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya seumur hidup. Mereka yang berpendidikan sekolah menengah keatas mempunyai penghasilan 300-800 persen lebih tinggi daripada pekerja yang hanya berpendidikan sekolah dasar atau dibawahnya (Todaro dan Smith, 2003:458). Jam Kerja Berdasarkan Konsep Ketenagakerjaan (The Labour Force Concept) ILO seseorang dapat digolongkan sebagai pekerja penuh atau setengah penganggur berdasarkan jam kerjanya. Mereka yang bekerja 35 jam per minggu keatas digolongkan sebagai pekerja penuh, sedangkan yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu dikatagorikan sebagai setengah penganggur (BPS, 2004). STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 4. 4 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 Usia Pekerja Penelitian Arya dan Antara (1993) menyatakan bahwa usia berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja dan dalam batas-batas tertentu, semakin bertambah usia seseorang, semakin produktif tenaga kerja yang dimiliki (dalam Diliana, 2005).Lebih lanjut Becker (1993) menguraikan bahwa produktivitas marjinal dari mereka yang menerima tambahan pendidikan (pelatihan kerja, sekolah, dan tambahan pengetahuan lainnya) juga tergantung pada faktor usia. Tingkat pendapatan akan lebih banyak meningkat pada golongan usia muda daripada usia tua. Selama masa pelatihan pendapatan yang diterima akan lebih rendah daripada marjinal produk dan sesudah masa pelatihan. Hipotesis Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan dan hasil penelitian sebelumnya dapat diajukan hipotesis pada penelitian ini adalah : 1. Program dana bantuan BRR NAD – Nias berdampak positif dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat penerima manfaat di Provinsi Aceh. 2. Faktor–faktor pendidikan, jam kerja, umur dapat menjelaskan peningkatan pendapatan masyarakat penerima manfaat sebelum program. Jumlah dana, jam kerja, pendidikan, jumlah dana bantuan, umur dan menerima dana dari sumber lain selain BRR dapat menjelaskan pendapatan penerima manfaat setelah program dana bantuan BRR NAD–Nias di Provinsi Aceh. METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan memilih sebanyak 11 kabupaten dari 23 kabupaten yang mendapat bantuan progaram dana bantuan. Penelitian ini dilakukan pada koperasi dan LKM binaan BRR NAD-Nias tahun anggaran 2005 dan 2006 di 11 Kabupaten/Kota dalam wilayah NAD. Teknik Penarikan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat penerima program bantuan dana bantuan BRR NAD - Nias Tahun Anggaran 2005 dan Tahun Anggaran 2006. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara two stage cluster random sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara bertahap berdasarkan wilayah yang menjadi objek penelitian ini. Sesuai dengan masalah yang ingin dibahas dan mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, maka pemilihan responden untuk menjadi responden dari populasi yang ada ditentukan secara two stage cluster random sampling. Nazir (2003: 315) mengemukakan bahwa dalam two cluster random sampling tidak semua unit elimenter dalam Primary Sampling Unit (PSU) digunakan. Akan tetapi ditarik lagi sample dari tiap- tiap PSU dengan sampling fraction yang berimbang dengan jumlah anggota atau unit elimenter dalam tiap PSU. Pengambilan sampel dengan metode ini dianggap cukup untuk mewakili populasi yang akan diteliti.
  • 5. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 5 Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh dari wawancara dengan penerima manfaat. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui laporan keuangan koperasi/LKM, data pendukung lainnya dari BRR Satker Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan Laporan Dewan Pengawas BRR NAD- Nias. Model Analisis Dalam menganalisa dampak Program Dana bantuan BRR NAD–Nias melalui Koperasi dan LKM data yang telah terkumpul, terlebih dahulu ditabulasi dan kemudian diolah dengan menggunakan rumusan secara deskriptif melalui analisa cross tab, uji beda dua rata-rata dan uji statistik secara parsial melalui linear by linerar association dan pearson’s R. Sementara untuk mengetahui besarnya kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan pendapatan usaha kepala keluarga penerima manfaat sebagai variabel dependen (Y) dihitung dengan model regresi linear berganda, yaitu sebagai berikut : Yi = f (dana bantuan, jamkerja, dik, FB, umur, dummy) Ln Yi = β0+β1 Lndana + β2 Lnjamkerja + β3 Lndik + β4 LnFB + β5 Lnumur +β6Lndummy+ εi Dimana : Y : Pendapatan usaha KK Penerima Manfaat sebelum dan sesudah (Rp.) dana : jumlah dana bantuan yang diterima terakhir (Rp) jamkerja : Jam Kerja (jam) dik : Lama Pendidikan Penerima Manfaat (tahun) FB : Frekuensi dana bantuan diterima (kali) umur : Umur Penerima Manfaat (tahun) Dummy : Variabel dummy yang menerima dana bantuan lainnya (NGO, Pemda, dll = 1 ; tidak menerima bantuan lainnya = 0) β0 : Konstanta β1, β2, β3 …. β n. : Koefisien regresi εi : Faktor pengganggu (Error term). Yi : 1,2,3 1 = Pendapatan KK sebelum program 2 = Pendapatan KK sesudah program 3 = Pendapatan sesudah dikurangi pendapatan sebelum program Definisi Operasional Variabel Adapun variabel yang digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini diartikan sebagai berikut: 1. Program Dana bantuan adalah bantuan penguatan masyarakat ekonomi lemah dalam bentuk uang atau barang yang disalurkan melalui koperasi/LKM kepada masyarakat untuk peningkatan pendapatan masyarakat desa terutama masyarakat miskin, dengan sumber dana dari BRR NAD–Nias, yang diukur dengan satuan rupiah. STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 6. 6 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 2. Frekuensi Dana bantuan Diterima adalah banyaknya dana tersebut mampu di gulirkan kepada masyarakat penerima manfaat, yang diukur dengan frekuensi penerimaan. 3. Umur Penerima Manfaat adalah usia penerima maanfaat pada saat menerima dana bantuan untuk menjalankan kegiatan ekonomi keluarga, yang diukur dalam tahunan. 4. Pendapatan usaha kepala keluarga adalah besarnya penghasilan yang diterima oleh kepala kelaurga dari usaha utama yang mereka kerjakan dan usaha ini pernah diberikan modal usaha oleh BRR NAD–Nias melalui lembaga keuangan mikro atau koperasi, yang diukur dalam satuan rupiah. 5. Jam Kerja adalah jumlah waktu yang dialokasikan untuk melakukan kegiatan ekonomi produktif, dalam hal ini adalah waktu yang dihabiskan untuk mengelola usaha yang pernah mendapatkan modal usaha dari BRR NAD–Nias melalui LKM/koperasi, yang diukur dalam satuan jam. 6. Lama pendidikan penerima manfaat adalah jenjang pendidikan yang ditempuh oleh penerima manfaat sebelum menerima dana bantuan BRR NAD–Nias, yang diukur dalam tahunan. 7. Frekuensi penerimaan dana bantuan dari BRR NAD–Nias adalah banyaknya kucuran dana bantuan yang diterima oleh koperasi/LKM setiap tahunnya, yang diukur dalam satuan. 8. Perkembangan Penerima Manfaat adalah selisih penerima manfaat sebelum dengan setelah penerimaan dana bantuan. 9. Pendapatan Selisih adalah Pendapatan setelah program dikurangi dengan pendapatan sebelum program yang diukur dalam satuan rupiah. 10. Menerima Bantuan Lainnya (Dummy) adalah bantuan yang diterima selain dari BRR NAD–Nias baik dari NGO maupun dari pemerintah. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pendapatan Rata-rata pendapatan usaha penerima manfaat (laki-laki dan perempuan) sebelum menerima bantuan adalah Rp 2.275.863. Diantara mereka ada yang berpendapatan hanya Rp 200.000, sebaliknya disisi lain ada pula yang berpenghasilan hingga Rp 20 juta. Jika dikelompokkan menurut jenis kelamin, pendapatan usaha penerima manfaat pada kelompok perempuan rata-rata sebesar Rp 1.829.592 per bulan. Sedangkan kelompok laki-laki memperoleh pendapatan lebih besar, yaitu Rp 2.459.622. Setelah penerima manfaat memperoleh bantuan BRR NAD-Nias yang jumlahnya bervariasi, pada umumnya mereka memperoleh pendapatan yang lebih banyak sekitar Rp 625.000. Pendapatan penerima manfaat kelompok perempuan rata-rata meningkat menjadi Rp 2.466.327 dan kelompok laki-laki menjadi Rp 3.086.134. Pendapatan penerima manfaat pada umumnya meningkat setelah menerima bantuan. Peningkatan pendapatan terjadi pada penerima manfaat kelompok umur 60 tahun keatas. Kemudian pada kelompok umur setingkat di bawahnya (meningkat Rp 800 ribu), dan berturut-turut hingga kelompok umur 30-39 tahun (naik Rp 162 ribu).
  • 7. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 7 Tabel 1: Rata-rata Pendapatan Usaha Penerima Manfaat Sebelum dan Sesudah Menerima Bantuan BRR Menurut Kelompok Umur kelompok Jenis kelamin Total Periode umur Laki-laki Perempuan < 30 sebelum 1.613.333 362.500 1.350.000 sesudah 793.333 462.500 723.684 30-39 sebelum 1.153.276 1.150.000 1.152.317 sesudah 1.319.655 1.300.000 1.313.902 40-49 sebelum 1.815.957 1.710.000 1.784.328 sesudah 2.240.000 2.150.500 2.213.284 50-59 sebelum 2.730.769 2.460.000 2.613.043 sesudah 3.653.846 3.099.000 3.412.609 >= 60 sebelum 7.613.333 5.200.000 7.211.111 sesudah 9.766.667 7.500.000 9.388.889 sebelum 2.459.622 1.829.592 2.275.863 Total sesudah 2.936.555 2.325.510 2.758.333 Sumber: Data Primer Hasil Penelitian (diolah) Jam Kerja Penerima manfaat laki-laki umumnya bekerja lebih lama daripada penerima manfaat perempuan, masing-masing tercatat 8,22 jam dan 7,88 jam per hari. Hal ini terjadi bisa terjadi akibat peran ganda perempuan, yaitu disamping bekerja mencari pendapatan di luar rumah, ia juga harus melakukan kegiatan wilayah domestik untuk mengurus keluarganya. Lama Pendidikan Penerima Manfaat Lama pendidikan penerima manfaat rata-rata 9,49 tahun, berarti mereka telah lulus sekolah lanjutan tingkat pertama (SMP) atau telah lulus pendidikan dasar 9 tahun. Antara laki-laki dan perempuan hampir sama masing-masing 9,38 tahun dan 9,76 tahun. Jika seorang penerima manfaat hanya menamatkan sekolah dasar, rata-rata pendapatan yang ia peroleh setelah menerima bantuan sebesar Rp 2,057 juta. Jika ia menamatkan SMA, pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 3,2 juta. Andaikan ia menamatkan pendidikan hingga perguruan tinggi, ia dapat menghasilkan pendapatan Rp 5,2 juta setelah menerima program bantuan. STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 8. 8 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 Tabel 2: Rata-rata Pendapatan Usaha Penerima Manfaat Sebelum dan Sesudah Menerima Bantuan BRR Menurut Tingkat Pendidikan Pendapatan Rata-Rata Pendidikan Sebelum Sesudah Total Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan SD 2.079.865 845.000 2.270.270 1.270.000 1.616.284 SMP 1.976.857 1.405.000 2.505.714 1.802.500 1.922.518 SMA 2.244.643 2.080.000 3.244.643 3.080.000 2.662.322 Sarjana 4.405.263 3.588.889 5.510.526 4.588.889 4.523.392 Total 2.676.657 1.979.722 3.382.788 2.685.347 2.681.129 Sumber: Data Primer Hasil Penelitian (diolah) Analisis Regresi Jika dilihat dari nilai koefisien determinasi, maka sekitar 74,7 persen variasi dari pendapatan penerima manfaat sesudah mendapatkan bantuan dapat dijelaskan oleh model ini. Sedangkan sekitar 25 persen lainnya dipengaruhi oleh variabel lain. Jika dilihat secara parsial setiap variabel bebas, hasil pengujian menunjukkan bahwa setiap variabel yang diduga mempengaruhi pendapatan penerima manfaat setelah memperoleh bantuan. Semua variabel tersebut dengan nyata mampu menjelaskan terhadap pendapatan penerima manfaat (Tabel 4.2). Variabel jumlah dana yang diterima misalnya, variabel ini paling besar pengaruhnya terhadap pendapatan sesudah menerima bantuan. Hal ini juga diperkuat oleh uji hubungan dan kekuatan hubungan itu. Lebih jauh secara teoritis, jika modal yang digunakan besar, semakin besar pula omset dan keuntungan yang diperoleh. Pada bahasan sebelumnya diketahui bahwa model regresi tersebut signifikan, pengujian dilanjutkan dengan uji masing-masing parameter dengan menggunakan statistik uji Wald yang mengikuti sebaran χ2(0,05;1), atau pada bagian coefficients dalam regresi. Nilai t hitung dapat dilihat pada kolom nilai t (Tabel 4.12 di bawah ini dan signifikansinya pada kolom Sig.). Jika suatu variabel mempunyai nilai Sig.<0,05, berarti dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut mempengaruhi pendapatan. Penghitungan yang menghasilkan nilai t besar akan menunjukkan bahwa variabel tersebut sangat signifikan mempengaruhi pendapatan. Nilai statistik uji Wald berlawanan dengan nilai signifikansinya (Sig.), semakin besar nilai semakin kecil nilai Sig. dan artinya semakin signifikan mempengaruhi pendapatan. Pada model pendapatan penerima manfaat sebelum menerima bantuan, semua variabel bebas, kecuali variabel dummy secara signifikan mempengaruhi pendapatan. Berturut-turut variabel pendidikan mempunyai signifikansi paling kuat, diikuti variabel jam kerja, dan umur. Namun demikian ternyata variabel jam kerja mempunyai pengaruh sedikit lebih besar daripada variabel pendidikan. Ini terlihat dari nilai β yang tercatat 0,352 sedangkan β pendidikan 0,351.
  • 9. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 9 Tabel 3: Hasil Regresi Parsial Model Pendapatan Penerima Manfaat Sebelum Menerima Bantuan Unstandardized Standardized Coefficients Variable Coefficients t Sig. Std. β Beta Error (Constant) 7.447 0.644 11.558 0.000 Lndik 0.677 0.133 0.351 5.092 0.000 lnjamkerja 1.393 0.294 0.352 4.740 0.000 Lnumur 0.658 0.253 0.200 2.598 0.010 Dummy 0.020 0.082 0.011 0.239 0.811 2 R = 814 R = 0,656 F = 107,243 A Dependent Variabel: lnYseb Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah) Parameter β pada model pendapatan penerima manfaat sesudah menerima bantuan untuk semua variabel signifikan termasuk dummy variable/penerimaan bantuan dari pihak lain. Pada model ini ternyata variabel jumlah dana bantuan yang diterima penerima manfaat mempunyai pengaruh paling besar dan paling kuat dibandingkan dengan variabel lainnya. Dengan β=0,329 menunjukkan bahwa pendapatan akan naik 33 persen dari peningkatan jumlah dana bantuan. Variabel berikut ini adalah jam kerja, pendidikan, umur, frekuensi bantuan, serta variabel penerimaan bantuan dari pihak lain yang merupakan variabel dummy. Tabel 4: Hasil Regresi Parsial Model Pendapatan Penerima Manfaat Sesudah Menerima Bantuan Unstandardized Standardized Model Coefficients Coefficients t Sig. β Std. Error Beta (Constant) 5.741 0.742 7.738 0.000 lndanaX 0.317 0.060 0.329 5.241 0.000 lnjamkerja 0.708 0.204 0.226 3.471 0.001 Lndik 0.340 0.095 0.223 3.566 0.000 lnFB 0.383 0.145 0.126 2.645 0.009 Dummy -0.181 0.056 -0.132 -3.247 0.001 Lnumur 0.535 0.179 0.206 2.986 0.003 R = 0,870 R2 = 0,747 F = 82,859 Dependent Variabel: A lnYsdh Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah) Pengujian Asumsi Regresi Multikolinearitas adalah hubungan yang sempurna antara beberapa atau semua variabel bebas (X) dalam model regresi yang digunakan. Jika terjadi multikolinearitas yang STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 10. 10 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 serius di dalam model maka pengaruh masing-masing variabel bebas (X) terhadap variabel tidak bebas (Y) tidak dapat dipisahkan, sehingga estimasi yang diperoleh akan menyimpang (bias). Adapun cara untuk melihat ada atau tidaknya multikolinearitas dalam model adalah dengan cara membandingkan nilai koefisien korelasi antara sesama variabel-variabel bebas (r) dengan nilai koefisien korelasi antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas (R). Apabila nilai R memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai r maka dengan tegas dapat disimpulkan bahwa multikolinearitas yang terdapat dalam model dinyatakan sebagai masalah yang serius, tetapi apabila R memiliki nilai yang lebih besar dari nilai r maka dengan tegas dapat disimpulkan bahwa multikolinearitas tidak terdapat dalam model. Dari hasil regresi dapat dijelaskan bahwa r parsial baik sebelum maupun sesudah program dana bantuan sesama masing-masing variabel bebasnya ternyata lebih kecil dibandingkan dengan R (0,814: sebelum program), R (0,870: setelah program). Begitu juga halnya untuk model selisih dimana nilai R lebih besar dari r dimana nilai R mencapai 0,617 pada estimasi model regresi yang diperoleh. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan sempurna antar variabel bebas (multikolinearitas) pada ketiga model yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji gejala multikolinearitas terhadap modal selisih juga memperlihatkan terbebas model ini terbebas dari gejala multikolinearitas karena r lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai R. Asumsi heteroskedastisitas berkaitan dengan varian variabel pengganggu, yaitu menguji kekonstanan varian variabel pengganggu. Evaluasi terhadap keberadaan heteroskedastisitas dilakukan melalui analisis pada gambar scatterplot. Dari ketiga gambar (lampiran 3), terlihat bahwa sebelum, sesudah dan model selisih sesudah dengan sebelum dana bantuan scatterplot tidak berpola, sehingga disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model. Pengujian model regresi terhadap gejala autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Uji Durbin-Watson (D-W test). Untuk autokorelasi, Disturbance terms atau variabel pengganggu yang terbentuk dalam model diasumsikan tidak mempunyai hubungan serial yang tinggi atau berbahaya, tingginya hubungan ini dievaluasi melalui koefesien Durbin Watson (DW) yang dihasilkan oleh model, bila besarnya berada diantara dU dan 4-dU dinyatakan tidak terjadi pelanggaran autokorelasi. Berdasarkan hasil regresi diperoleh besarnya koefesien DW masing-masing adalah 1,886 (model sebelum program), 1,917 (model setelah program) dan 1,799 (model selisih setelah dikurangi sebelum). Pada gambar dibawah ditunjukan koefesien tersebut berada di daerah tidak terjadi autokorelasi atau tidak terjadi pelanggaran. Sedangkan untuk mengevaluasi hubungan antar variabel bebas, bila diketahui memiliki hubungan kuat dinyatakan terjadi multikolinieritas. Kuatnya hubungan tersebut dilihat dari nilai koefesien Variance Inflation Factor (VIF), hasil pengujian menemukan nilai VIF masing-masing variabel bebas untuk model sebelum program berkisar antara sebesar 1,065 sampai dengan 2,830, untuk nilai VIF setelah program dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah 1,086 sampai dengan 3,122 dan untuk model selisih nilai VIF berkisar antara 1,043 sampai dengan 1,789. Karena masing-masing variabel bebas VIFnya tidak lebih dari 10 maka dapat dikatakan tidak terjadi pelanggaran multikolinieritas, dengan kata lain model regresi linier berganda terbebas dari asumsi klasik dan dapat digunakan dalam model.
  • 11. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 11 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Penerima manfaat laki-laki umumnya bekerja lebih lama daripada penerima manfaat perempuan. Pendapatan responden lebih tinggi setelah menerima program dana bantuan dibandingkan dengan sebelum menerima dana bantuan walaupun penggunaan jam kerjanya sama. 2. Hasil survei menunjukkan bahwa lamanya pendidikan mempunyai pengaruh pada pendapatan yang diperoleh. Sesudah responden menerima bantuan, pendapatan yang diperoleh lebih besar dari sebelumnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang penerima manfaat, pendapatan yang diperoleh semakin besar. 3. Besarnya pengaruh dana bantuan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat penerima manfaat dapat dilihat dari tingkat pendapatan rata-rata responden setelah program lebih besar dibandingkan sebelum program dana bantuan dijalankan, nilai uji statistik linear by linear association jauh lebih besar setelah program dibandingkan sebelum program dan nilai uji beda dua rata-rata yang membuktikan bahwa adanya dampak yang singnifikan antara pendapatan sebelum dengan sesudah program dengan nilai Thitung lebih besar dari Ttabel dengan korelasi mencapai 82,09 persen. 4. Pengujian parameter menggunakan statistik uji Wald/nilai t hitung menunjukkan bahwa program dana bantuan BRR NAD–Nias berpengaruh nyata dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat penerima manfaat, kecuali variabel dummy yang tidak signifikan. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat disarankan kebijakan yang perlu dilakukan sebagai berikut: 1. Diharapkan kepada pemerintah daerah melalui instansi terkait agar meningkatkan kegiatannya dalam upaya mencerdaskan masyarakat terutama di sektor pendidikan dan pelatihan. Khusus untuk masyarakat dengan latar belakang ekonomi lemah ini diperlukan perhatian khusus dengan membina secara bertahap dan berkelanjutan dalam bentuk pendampingan, pelatihan manajemen/perencanaan termasuk teknik pembukuan/akuntansi sederhana untuk memastikan mereka dapat melakukan kegiatan ekonomi secara optimal. 2. Diharapkan kepada lembaga keuangan mikro untuk dapat meningkatkan pelayanan secara prima kepada masyarakat melalui perbaikan mekanisme administrif yang cepat, tepat dan efektif dengan tidak mengabaikan prinsip kehati-hatian agar tidak terjebak dalam kridit macet pasca penyaluran dana. 3. Diharapkan kepada dinas terkait dan koperasi/LKM untuk memperbaiki moral hazard, khusus untuk masyarakat penerima manfaat supaya memanfaatkan dana bantuan BRR NAD–Nias dalam bentuk modal usaha secara benar dan bertanggung jawab agar dana tersebut terus bergulir ditengah-tengah masyarakat dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat Aceh. 4. Diharapkan kepada koperasi/LKM untuk menjalin kerjasama baik dengan bank umum maupun LKM lainnya yang telah berpengalaman dan berhasil dalam pengelolaan dana bantuan. Bentuk kerjasama diutamakan dalam hal magang staff dan bidang lainnya STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 12. 12 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 dalam upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Mikro pengelola dana bantuan BRR NAD – Nias. DAFTAR PUSTAKA Agresti, Alan. 1990. Catagorical Data Analysis. Canada: John Wiley & Sons. Ananta, Aris. 1988. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Demografi Universitas Indonesia. Angkat, Marine Sohadi. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Makanan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003. (Tesis). Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala. Ackley, Gardener. 1986. Teori Ekonomi Makro. Terjemahan Paul Sihotang. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. Akhirmen. 1993. Pengaruh Karakteristik Terhadap Pendapatan Pedagang Kecil Sektor Informal di Pasar Raya Kotamadya Padang (Laporan Penelitian). Padang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Padang. Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. Metodologi dan Profil Kemiskinan 2004. Jakarta: BPS. _______. 2004. Aceh Dalam Angka 2004. Banda Aceh: BAPPEDA dan BPS Provinsi NAD. _______. 2004. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2004. Jakarta: BPS. _______. 2005. Press Release: Rumahtangga Penerima Kompensasi BBM. Banda Aceh: BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. _______. 2005. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000- 2004. Banda Aceh: BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. _______. 2005. 60 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: BPS. _______. 2005. Penduduk dan Kependudukan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Hasil SPAN 2005. Jakarta: BPS. Becker, G.S. 1993. Human Capital A Theoretical and Empirical Analysis with Special Reference to Education. Chicago: The University of Chicago Press. DeWeever, Avis Jones. 2002. Marriage Promotion and Low-Income Communities: An Examination of Real Needs and Real Solutions. The Institute for Women’s Policy Research (IWPR). http://www.iwpr.org Diliana, Fransiska Bonita. 2005. Perbandingan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Rumah Tangga di Kabupaten Klaten dan Kabupaten Magelang Tahun 2003. Jakarta: STIS. Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: LP3ES. Dornbush, R. dan S. Fisher. 1984. Ekonomi Makro. Terjemahan. Jakarta: Erlangga. Fein, David J. 2004. Married and Poor: Basic Characteristics of Economically Disadvantaged Couples in the U.S. Abt Associates. Virginia: MDRC. Fisher, Gordon M. 1994. From Hunter to Orshansky: An Overview of (Unofficial) Poverty Lines in the United States from 1904 to 1965. Washington D.C.: Census Bureau's Poverty Measurement. Friendly. M. 1995. Catagorical Data, Part 6: Logistic Regression.
  • 13. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 13 Harun, Tommy. 1997. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pekerja: Kasus Pekerja Migran di Indonesia (Analisis Data Sakerti 1993. (Tesis). Jakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Howell, David C. 2001. Advance Statistical Method. Johnston, Richard A. and Dean W. Wichern. 1992. Applied Multivariate Statistical Analysis. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs. Lanjouw, Jean Olson. 1995. Demystifying Poverty Lines. Mankiw, Gregory. 2002. Pengantar Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Michaud, Pierre-Carl and Arthur van Soest. 2004. Health and Wealth of Elderly Couples: Causality Tests Using Dynamic Panel Data Models. Bonn: Tilburg University and IZA (The Institute of the Study of Labor) Bonn. Mukhyi, Mohammad A. 2002. Analisis Faktor Penentu Tingkat Gaji di Jakarta. Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis 3. No. 7: 108-111. Nachrowi, Nachrowi Djalal dan Hardius Usman. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa. Neter, John, William Waserman, Michael H. Kutner. 1985. Applied Linear Regression Model. Boston: Irwin Richard D. Inc. Santoso, Singgih. 2001. SPSS versi 10: Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: Elex Media Komputindo. Simon, Steve. 2005. Using SPSS to Develop a Logistic Regression Model. Children’s Mercy. Subramanian dan Kawachi. 2004. Income Inequality and Health: What Have We Learned So Far? The Department of Society, Human Development, and Health, Harvard School of Public Health, Boston, MA. Tjiptoherijanto, Prijono dan Soesetyo. 1996. Sumber Daya Manusia Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. Todaro, Michael P, Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. (Jilid 1 dan 2, Terjemahan Haris Munandar). Jakarta: Erlangga. Winkelried, Diego. 2005. Income Distribution and the Size of Informal Sector. Cambridge: St. John’s College and University of Cambridge. World Bank Institute. 2002. Dasar-dasar Analisis Kemiskinan. (Terjemahan Ali Said dan Aryago Mulia). Jakarta: Institut Bank Dunia. Wuensch, Karl L. 2004. Binary Logistic Regression with SPSS. http://www2.gasou.edu/edufound. STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 14. 14 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL CULTURE ON EPEROLEHAN DESIGN Nor Hadza binti Nor Yadzid Abstract: To cultivate a knowledge-rich society in Malaysia and take the country into the Information Age, the Malaysian Government embarked upon the Multimedia Super Corridor (MSC) initiative in 1996 and Malaysian government has initiated Electronic Government with a primary aim of to create a virtually paperless administration, with an eye towards the widespread use of electronic and multimedia networks in the Government. The electronic procurement system, better known as ePerolehan or eProcument by Malaysian government is a focus of this study to represent one of MIS used by the government. ePerolehan streamlines government procurement activities that hopes to improves the quality of service it provides. ePerolehan converts traditional manual procurement processes in the Government to electronic procurement on the Internet. Close co-operation with the users lead to good systems analysis and design allowing software developers to gain an understanding of the user requirements. However an organizational culture that bounding an organization and in this case the Malaysian government might also have an implication in understanding the users requirement and thus the designing of the required system. Therefore the objective of this study is to describe the relationship between organizational culture of Malaysian government agencies and the design of ePerolehan system in order for the system to run successfully in meeting its objectives and at the same time are able to meet the needs of all users. KeyWords: management information system, electronic procurement, organizational culture, culture dimension ____________________________________________________________________ Nor Hadza binti Nor Yadzid, Master of Accountancy Graduate School of Business, National University of Malaysia, Malaysia
  • 15. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 15 INTRODUCTION Technology has created new information alternatives that may influence the way information system users make decisions. Accounting information systems (AIS) provide input for decision making. Technology has availed many new information alternatives such as a presentation features that could change the way decisions are made. An access to a database of basic transaction information makes it possible to acquire detailed accounting data and aggregate it differently for each decision situation. A good system can provide flexible, interactive user interfaces that immediately respond to a myriad of information requests. Management information system (MIS) is part of AIS and it is a subset of the overall internal controls of a business covering the application of people, documents, technologies, and procedures by management accountants to solve business problems such as costing a product, service or a business-wide strategy. Management information systems are distinct from regular information systems in that they are used to analyze other information systems applied in accounting and operational activities in the organization to support of human decision making. By referring to Malaysian perspective, in order to cultivate a knowledge-rich society in Malaysia and take the country into the Information Age, the Malaysian Government embarked upon the Multimedia Super Corridor (MSC) initiative in 1996 and set up the Multimedia Development Corporation (MDC) to oversee its development. The MDC aims to be a "one-stop super shop" focused on publicizing the advantages of the MSC worldwide, regulating laws and policies related to the development of the MSC, and overseeing the overall development of the MSC infrastructure. The MSC comprises seven flagship applications, designed to facilitate the development of the country towards becoming a key player in the Information Age. The Current waves of E-Government are rising through public organizations and public administration across the world. More and more governments are using ICT especially Internet or web-based network, to provide services between government agencies and citizens, businesses, employees and other non-governmental agencies (Zaharah, 2007; Ndou, 2004; Donnelly & McGruirk, 2003; Fang, 2002). The Malaysian government has envisioned a technologically advanced society and implicitly, a technologically enabled government through its Vision 2020 (Hazman et al.., 2006; Maniam, 2005). The move towards a digital government is progressing slowly along the government-to-government (G2G) route and also along the government-to-citizen (G2C) and government-to-business (G2B) path. Malaysian government has initiated Electronic Government with a primary aim of to create a virtually paperless administration, with an eye towards the widespread use of electronic and multimedia networks in the Government. Programmes under this initiative include Project Monitoring System, Human Resource Management Information System, Generic Office Environment, Electronic Procurement, E-Services, E-Government and E- Syariah. Electronic and multimedia infrastructure will eventually encompass all levels of government, and it doing so, information flows and processes related to government affairs will be made faster and more efficient. The electronic procurement system, better known as ePerolehan by Malaysian government is a focus of this study to represent one of MIS in Malaysia. ePerolehan streamlines government procurement activities that hopes to improves the quality of service STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 16. 16 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 it provides. ePerolehan converts traditional manual procurement processes in the Government to electronic procurement on the Internet. Through ePerolehan suppliers may present their products on the World Wide Web, receive, manage and process purchase orders and receive payment from government agencies via the Internet. The supplier's product catalogue is converted into the form of an electronic catalogue or eCatalogue, which can be viewed from any desktop with a web browser. Besides that, supplier is able to submit quotations, obtain tender document, submit tender bid and also to register or renew their registration with the Ministry of Finance through the internet via ePerolehan. Suppliers are also able to submit application, check application status and pay registration fees easily through ePerolehan. With a high competition in the private and public sector, organizations are demanded to provide a greater efficiency, quality and more flexibility of services. This condition imposes additional demands on the organization’s information processing capabilities. In trying to achieve these strategic objectives, organizations adopt more sophisticated and comprehensive management information systems (MISs) (Choe, 1996; Ghorab, 1997). These provide top managers with a comprehensive and broad range of information about multiple dimensions of the firm’s operations (Choe, 1996, 2004), facilitating decision-making and performance achievement (Kaplan & Norton, 1996; Kim & Lee, 1986). Government as an organizations would have different organizational culture that will affect the designing of ePerolehan that later will help them to achieve their strategic performance successfully. Malaysian government has developed its own MIS and by developing a tailor made information system, it is belief may increase the functionalities to meet specific user requirements. The success of a tailor made MIS depends very much on the co-operation between the users and the developers. Close co-operation with the users lead to good systems analysis and design allowing software developers to gain an understanding of the user requirements. However an organizational culture that bounding an organization and in this case the Malaysian government might also have an implication in understanding the users requirement and thus the designing of the required system. Culture refers to an organization's values, beliefs, and behaviors. In general, it is concerned with beliefs and values on the basis of which people interpret experiences and behave, individually and in groups. Firms with strong cultures achieve higher results because employees sustain focus on the way of doing things. Culture is shaped by corporate vision, shared values, beliefs, assumptions, past experience, learning, leadership and communication. Organizational culture on the other hand is an idea in the field of organizational studies and management which describes the psychology, attitudes, experiences, beliefs and values (personal and cultural values) of an organization. It has been defined as "the specific collection of values and norms that are shared by people and groups in an organization and that control the way they interact with each other and with stakeholders outside the organization. This definition continues to explain organizational values also known as beliefs and ideas about what kinds of goals members of an organization should pursue and ideas about the appropriate kinds or standards of behavior organizational members should use to achieve these goals. From organizational values develop organizational norms, guidelines or expectations that prescribe appropriate kinds of behavior by employees in
  • 17. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 17 particular situations and control the behavior of organizational members towards one another. Organizational culture is also commonly held in the mind framework of organizational members. This framework contains basic assumptions and values. These basic assumptions and values are taught to new members as the way to perceive, think, feel, behave, and expect others to behave in the organization. Edgar Schein (1999) says that organizational culture is developed over time as people in the organization learn to deal successfully with problems of external adaptation and internal integration. It becomes the common language and the common background. So culture arises out of what has been successful for the organization. Culture starts with leadership, is reinforced with the accumulated learning of the organizational members, and is a powerful (albeit often implicit) set of forces that determine human behavior. An organization’s culture goes deeper than the words used in its mission statement. Culture is the web of tacit understandings, boundaries, common language, and shared expectations maintained over time by the members. These have arises to a questions of: • Is there any relationship between organizational culture with the design of ePerolehan? • Does organizational culture of Malaysian government agencies would have an influence of on the design of it ePerolehan? • What are the areas of organizational culture that have an influence on ePerolehan design? Therefore the objective of this study is to describe the relationship between organizational culture of Malaysian government agencies and the design of ePerolehan in order for the system to run successfully in meeting its objectives and at the same time are able to meet the needs of all users namely government agencies and suppliers. LITERATURE REVIEW Management Information System and Culture Adapting an organization’s management systems, structure, and culture to rapidly changing requirements of the external environment is becoming more and more critical for organizations bound to the economy. This criticality is even more pronounced when the organization uses the Internet for interaction with its members and customers. MIS must be implemented to meet only the most important requirements plus those of the rest needed to ensure the coherence of the system containing the most important requirements C. McPhee (2002), F. Moisiadis (1998), B. Nuseibeh (2000). ePerolehan System Malaysian government has created Electronic procurement (ePerolehan) and was developed by commerce dot com. It is a system which enables suppliers to sell goods and services to Government agencies through the Internet. Suppliers may advertise their goods, present their pricing, process orders and deliveries, and make collections. The entire process is STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 18. 18 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 done electronically, through the Internet, from the desktop. Malaysian Electronic procurement has four modules namely supplier registration (SR) module direct purchase module, quotation module tender module and Central Contract (CC) module. Potential supplier need to register their company and product or services offered under the supplier registration (SR) module. This module was first launched in 2000 and serves as a single point of registration for Government Suppliers. All approvals for the applications remain with the Ministry of Finance. Services available in the Supplier Registration module includes new registration, renewal, application for additional category, application for Bumiputera status and facility to update supplier profile. Direct purchase was launched in 2002 and this module is for procurements not exceeding RM100,000 in value. It begins with sourcing from selected suppliers and proceeds into the order fulfillment stage once all terms are agreed. A quotation module is for any purchase with a total value between RM100,000 to RM 200,000. Through the quotation process, an invitation is sent out to a minimum of 5 suppliers who are required to respond through the ePerolehan system within a specified time frame. Upon evaluation, one supplier will be awarded. A tender module was launched in 2003. This module was designed for both closed and open tenders for any purchase with a total value above RM200,000. The processes involved in tenders are requisition approval, formation of committees, specification preparation, tender notice, issuance of tender document, tender submission, evaluation decision and award, contract preparation and signing and order fulfillment. Central Contract (CC) module was launched in 2000 and it is a procurement mode used across ministries for specific products contracted to selected suppliers. Organizational Culture Dimension The theoretical basis drawn of developing this research is organizational culture theory and a framework by Detert et al.(2000). Detert et al. derived the dimensions of culture in their framework from a content analysis of synthesis of what have repeatedly emerged as the components of culture in other organizational culture research (Detert et al., 2000). One of their goals was to provide a basis upon which future theoretical and empirical work on organizational culture could be conducted. This framework supports assessment of dimensions of organizational culture and the practices or artifacts that arise out of those dimensions. It focuses on organizational culture as a system of shared values that define what is important and that guide organizational members’ attitudes and behaviors. The eight dimensions of culture included in Detert et al.’s theoretical framework can be used to identify behaviors related to cultural values that underlie system design in order to inform theory about the way these cultural dimensions influence the MIS design used by Malaysian government agencies. The term organization here refers to Malaysian government agencies. Orientation to change (stability vs. change) Some organizations are change oriented and are characterized by a focus on continuous improvement (S.J. Fox-Wolfgramm et al., 1998). Change is often more widely accepted in these firms because organizational members are accustomed to change and view it as positive (S.L. Brown et al., 1997) Others are more stability oriented. Change often requires
  • 19. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 19 organizational members to understand a new way of performing processes, as well as how and why their processes have changed ( R. Jamieson and M. Handzic, 2003). Control, coordination, and responsibility (concentrated vs. autonomous decision making) Organizations vary in the degree to which the structure of decision making is concentrated or shared. Where decision making is fairly concentrated, the rules of a few guide the behavior and actions of the majority, and decisions making is centralized (P.D. Reynolds, 1986). In organizations where it is shared, organizational members are encouraged to be autonomous in their decision making (J. Pfeffer, 1998). An overriding norm in many organizations is silo behavior where individual divisions, units, or functional areas operate as silos or independent agents within the organization (B. Caldwell &T. Stein,1998; T.H. Davenport,1994; M.C. Jones,2001). Orientation to collaboration (isolation vs. collaboration) Perceptions about the relative value of working alone or collaboratively are motivated by underlying beliefs about how work is best accomplished (Detert et al., 2000). A culture that values individual efforts more than collaborative ones places more value on individual autonomy and believes that collaboration is inefficient (C. O’Dell & C.J. Grayson,1998). On the other hand, organizations that believe collaboration is more efficient and effective than individual effort encourage teamwork and organize tasks around groups of people ( P.D. Reynolds, 1986). Orientation and focus (internal vs. external) Orientation and focus addresses the relationship between a firm and its environment. This includes ideas about the extent to which the firm is focused on its internal or external environment (P.D. Reynolds, 1986). For example, many firms assume that the key to organizational success is to focus on the processes and people within the organization, whereas others focus primarily on external constituents. STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 20. 20 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 A summary of these four dimensions is provided in Table 1. Table 1: Dimension of Organizational Culture Organizational Culture Dimension Detert et al. Literature Orientation to change An extent to which organizations Some organizations are change oriented and are have a propensity to maintain a characterized by a focus on continuous (stability stable level of performance that is improvement and some are stable oriented (S.J. vs. good enough or a propensity to Fox-Wolfgramm et al., 1998). change) seek to always do better through innovation and change Control, coordination, An extent to which organizations Where decision making is fairly concentrated, the and have decision making structures rules of a few guide the behavior and actions of the responsibility centered around a few vs. decision majority, and decisions making is centralized (P.D. making structures centered around Reynolds, 1986). (concentrated dissemination of decision making responsibilities throughout the In organizations where it is shared, organizational vs. organization. members are encouraged to be autonomous in their decision making (J. Pfeffer, 1998). autonomous decision making) Orientation to An extent to which organizations A culture that values individual efforts more than collaboration encourage collaboration among collaborative ones places more value on individual individuals and across tasks or autonomy and believes that collaboration is (isolation encourage individual efforts over inefficient (C. O’Dell and C.J. Grayson,1998). vs. team-based efforts. collaboration) Organizations that believe collaboration is more efficient and effective than individual effort encourage teamwork and organize tasks around groups of people ( P.D. Reynolds, 1986). Orientation to work An extent to which organizational A culture that values individual efforts more than improvements are driven by a collaborative ones places more value on individual (process focus on internal process autonomy and believes that collaboration is vs. improvements or by external inefficient (C. O’Dell & C.J. Grayson,1998). results) stakeholder desires. Organizations that believe collaboration is more efficient and effective than individual effort encourage teamwork and organize tasks around groups of people (P.D. Reynolds, 1986). CONCEPTUAL FRAMEWORK Using Detert et al.’s four dimensions of culture as a theoretical lens, an investigation on how these dimensions influence ePerolehan design can be made. The conceptual framework is provided in Figure 1.
  • 21. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 21 Orientation to change Orientation to collaboration ePerolehan Control, coordination and responsibility Orientation and focus Figure 1: Conceptual Framework CONCLUSION Organizational culture is a commonly held –in-the-mind framework of organizational members and organizational culture is developed over time as people in the organization learn to deal successfully with problems of external adaptation and internal integration. When e-Perolehan was introduced and implemented with the entire process of purchasing is done electronically through the internet, the success of the four modules namely supplier registration (SR) module direct purchase module, quotation module tender module and Central Contract (CC) module is still in question. A study on whether organizational culture would influence the designing of ePerolehan would help managers in facilitating them making a decision as managers ultimately responsible for strategy management and organizational performance. This study will also help to provide some clarification on the relationship between organizational culture and e-Perolehan design by using the four dimension of organizational culture by Detert et al.(2000). REFERENCES B. Caldwell, T. Stein, Beyond ERP :New IT agenda, A second wave of ERP activity promises to increase efficiency and transform ways of doing business, InformationWeek 30 (1998 November) 34–35. B. Nuseibeh, S. Easterbrook, Requirements Engineering: A Roadmap, in: A. Finkelstein (Ed.), The Future of Software Engineering 2000, ACM, Limerick, Ireland, 2000. STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 22. 22 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 C. McPhee, A. Eberlein, Requirements engineering for time-tomarket projects, in: Proceedings of the Ninth Annual IEEE International Conference and Workshop on the Engineering of Computer- Based Systems (ECBS 2002), Lund, Sweden, 8–11 April 2002. Choe, J. M. (1996). The relationships among performance of accounting information systems, influence factors and evolution level of information systems. Journal of Management Information Systems, 215–239. D. Leonard, S. Sensiper, The role of tacit knowledge in group innovation, California Management Review 40 (3) (1998) 112– 132. E.W. Stein, B. Vandenbosch, Organizational learning during advanced systems development: opportunities and obstacles, Journal of Management Information Systems 13 (2) (1996) 115– 136. F. Moisiadis, A framework for prioritizing use cases, in: Proceedings of the Conference on Advanced Information Systems Engineering, CAiSE98, Pisa, Italy, 8–9 June 1998. Ghorab, K. E. (1997). The impact of technology acceptance considerations on system usage, and adopted level of technological sophistication: An empirical investigation. International Journal of Information Management, 17(4), 249–259. Issues of Accounting Information System in year 2000, Y. Chuck and Pak K. Auyeung J. Pfeffer, Seven practices of successful organizations, California Management Review 40 (2) (1998) 96 – 124 (Winter). J.R. Detert, R.G. Schroeder, J.J. Mauriel, A framework for linking culture and improvement initiatives in organizations, Academy of Management Review 25 (4) (2000) 850– 863. J.R. Hackman, R. Wageman, Total quality management: empirical, conceptual, and practical issues, Administrative Science Quarterly 40 (1995) 309– 342. J.V. Saraph, P.G. Benson, R.G. Schroeder, An instrument for measuring the critical factors of quality management, Decision Sciences 20 (1989) 810–829. Kaplan, R. S., & Norton, D. S. (1996). Using the scorecard as a strategic management system. Harvard Business Review, 75–85 Kim, E., & Lee, J. (1986). An exploratory contingency model of user participation and MIS use. Information & Management, 11, 87–97.
  • 23. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 23 M.C. Jones, The role of organizational knowledge sharing in ERP implementation, Final Report to the National Science Foundation Grant SES 0001C. O’Dell, C.J. Grayson, If only we knew what we know: identification and transfer of internal best practices, California Management Review 40 (3) (1998) 154– 174.998, 2001. P.D. Reynolds, Organizational culture as related to industry, position, and performance: a preliminary report, Journal of Management Studies 23 (1986) 414– 437. R. Jamieson, M. Handzic, A framework for security, control, and assurance of knowledge management systems, in: C.W. Holsapple (Ed.), Handbook on Knowledge Management: Knowledge Matters, Springer-Verlag, New York, 2003, pp. 477– 505. R.E. Quinn, J. Rohrbaugh, A spatial model of effectiveness criteria: towards a competing values approach to organizational analysis, Management Science 29 (1983) 363–377. S.J. Fox-Wolfgramm, K.B. Boal, J.G. Hunt, Organizational adaptation to institutional change: a comparative study of first order change in prospector and defender banks, Administrative systems. Information & Management, 41, 669–684. Schein, E. (1999). The corporate culture survival guide. San Francisco: Jossey Bass. Science Quarterly 43 (19 8) 87– 126. .T. Kayworth, D. Leidner, Organizational culture as a knowledge resource, in: C.W. Holsapple (Ed.), Handbook on Knowledge Management: Knowledge Matters, Springer-Verlag, New York, 2003, pp. 235– 252. T.H. Davenport, Saving IT’s soul: human-centered information management, Harvard Business Review (1994 March–April) 119– 131. STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 24. 24 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 Abstrak: ANALISIS TERHADAP PERATAAN LABA: STUDY EMPIRIS PADA EMITEN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA Nuraini A Rahmayana Abstract: Earnings smoothing is the way management used to reduce fluctuations in reported earnings to match the desired target both artificial and real. The practice of income smoothing is considered as a common action undertaken by management to achieve certain purposes, but the practice of income smoothing can lead to disclosure in financial statements to be inadequate. As a result the financial statements do not reflect the real situation. This study aims to examine and analyze the factors that influence the practice of income smoothing that is a bonus plan, operating leverage, and earnings per share both together and partial. The study was a descriptive analytical study on the issuer which is manufacturing in Indonesia Stock Exchange (BEI) in 2006-2008. Data collection is by way of field research and library research with the sampling technique of purposive sampling method. Analysis of data for testing hypotheses using logistic regression analysis with the help of the program Statistical Package for Social Science (SPSS). The results showed that 13 companies were identified to income smoothing of the total sample of 35 companies. The test results showed that the bonus plan hypothesis, operating leverage, and earnings per share is jointly significant effect on income smoothing. Partially, only the bonus plan affects income smoothing, while operating leverage and earnings per share did not affect income smoothing. Keywords: bonus plan, operating leverage, earning per share, earnings smoothing ____________________________________________________________________ Nuraini A, Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
  • 25. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 25 PENDAHULUAN Laporan keuangan merupakan sarana utama untuk memperoleh informasi keuangan yang dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan ekonomi. Salah satu informasi yang sangat penting untuk pengambilan keputusan adalah laba. Pentingnya informasi laba ini disadari oleh manajemen sehingga manajemen cenderung melakukan praktik perataan laba. Pengumuman laba perusahaan merupakan informasi penting yang mencerminkan nilai perusahaan di pasar (Mawarti, 2007). Dari deskriptif tersebut, penulis berasumsi bahwa tidak menutup kemungkinan terdapat indikasi perataan laba pada beberapa perusahaan-perusahaaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Fenomena menunjukkan bahwa laporan laba rugi dari PT Citra Tubindo Tbk dan PT Kalbe Farma Tbk terindentifikasi adanya perataan laba yang dilakukan oleh pihak manajemen, hal dapat dilihat dari besarnya laba yang relatif stabil dari tahun ke tahun yaitu Rp. 23.305.359, Rp. 23.404.730 untuk tahun 2006 dan 2007 sementara PT.Kalbe Farma Rp. 706.822.146.190 dan Rp. 705.694.196.679. Informasi laba sering menjadi perhatian investor tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut. Kecenderungan sering memperhatikan laba inilah yang disadari oleh manajemen, dan mendorong manajer untuk melakukan manajemen atas laba (earning management) atau manipulasi laba (earning manipulation). Salah satu hipotesis yang dapat menjelaskan manajemen laba adalah earning smoothing hypothesis atau income smoothing hypothesis (Beattie et al, 1994) dalam Masodah (2007). Isu perataan laba telah banyak dibicarakan baik dalam teori maupun dalam penelitian beberapa dekade ini. Subekti (2005) mengatakan bahwa perataan laba merupakan perilaku yang rasional yang didasarkan atas asumsi dalam positive accounting theory, dimana manajemen merupakan individual yang rasional yang memperhatikan kepentingan dirinya dan melakukan kebijakan tertentu untuk memaksimumkan kepentingannya. Sedangkan menurut Belkaouli (2002:232) perataan laba didorong oleh keinginan untuk mempertinggi keandalan prediksi yang didasarkan pada laba dan untuk mengurangi risiko yang mengitari angka-angka akuntansi. Heyworth (1953) dalam Mursalim (2005), menyatakan bahwa motivasi yang mendorong dilakukannya income smoothing adalah untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan dengan pihak luar perusahaan seperti: investor, kreditur, dan pemerintah serta meratakan siklus bisnis melalui proses psikologis. Gordon (1964) dalam Mursalim (2005) mengemukakan beberapa hal berkaitan dengan perataan laba, yang pada prinsipnya bahwa manajemen melakukan perataan laba dengan cara memilih metode akuntansi untuk memaksimumkan kepuasan dan kemakmurannya. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Masodah (2007) dan Chandra & Irawati (2005) yang menguji tentang isu perataan laba pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Pengaruh Bonus Plan, Operating Leverage, dan Earning per Share terhadap Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 26. 26 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah bonus plan, operating leverage, dan earning per share berpengaruh terhadap perataan laba. Sedangkan kegunaannya adalah: 1. Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh bonus plan, operating leverage, dan earning per share terhadap perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur. 2. Bagi investor dapat memberikan informasi tambahan mengenai praktik perataan laba sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi. 3. Memberikan referensi tambahan terhadap penelitian di bidang perataan laba bagi penelitian selanjutnya dan referensi guna meningkatkan pengetahuan mahasiswa akuntansi. Study Sebelumnya dan Hipotesis Penelitian Perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi risiko pasar atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga saham perusahaan (Assih dan Gudono, 2000). Perusahaan melakukan perataan laba dengan harapan dapat menghindari reaksi pasar yang terlalu besar pada saat perusahaan mengumumkan informasi laba. Hal ini dikarenakan dengan tingkat variabilitas yang kecil pada laba yang diumumkan, maka pelaku pasar dapat melakukan prediksi atas laba perusahaan mendatang dengan lebih baik, dan perusahaan dapat mengurangi reaksi pasar yang besar pada saat laba di umumkan. Bieldman dalam Belkaouli (2000:56) menyatakan bahwa perataan laba didefinisikan sebagai upaya yang sengaja dilakukan untuk memperkecil fluktuasi pada tingkat laba yang dianggap normal bagi perusahaan. Adapun tujuan perataan laba menurut Foster (1986) dalam Suwito dan Herawaty (2005) adalah sebagai berikut: a. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar, bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah. b. Memberikan informasi yang releven dalam melakukan prediksi terhadap laba di masa mendatang. c. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis. d. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen. e. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen. Subekti (2005) mengatakan bahwa perataan laba merupakan perilaku yang rasional yang didasarkan atas asumsi dalam positive accounting theory, dimana manajemen merupakan individual yang rasional yang memperhatikan kepentingan dirinya dan melakukan kebijakan tertentu untuk memaksimumkan kepentingannya. Perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dapat diketahui dari nilai indeks perataan laba, yaitu nilai perbandingan perubahan laba dengan nilai perbandingan perubahan penjualan. Perusahaan yang melakukan prektik perataan laba memiliki indeks perataan laba lebih dari satu.
  • 27. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 27 Hubungan Bonus Plan dengan Perataan laba Bonus plan adalah salah satu faktor yang memotivasi manajemen untuk mengatur laba agar dapat membuat perencanaan bonus yang akan diterima dimasa yang akan datang, karena semakin meningkat laba yang akan dihasilkan perusahaan semakin meningkat bonus yang akan diterima. Manajer pada perusahaan dengan bonus plan cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini. Keberadaan rencana kompensasi (compensation plan) merupakan faktor yang memotivasi manajemen untuk meratakan laba (Healy:1985). kompensasi manajemen didesain dengan menggunakan laba sebagai dasar pembagian bonus maka manajemen cenderung memilih prosedur akuntansi yang menstabilkan bonus atau kompensasi yang diterimanya. Penelitian lainnya yang terkait dengan motivasi bonus menyatakan bahwa manajer berusaha memanipulasi laba untuk memaksimalkan nilai sekarang dari pembayaran bonus (Holhausen, 1995) dalam Astuti (2007). Penelitian yang dilakukan oleh Jin dan Machfoedz(1998) keberadaan perencanaan bonus di sektor industri merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong praktik perataan laba. Earning menjadi hal utama dalam kaitannya dengan bonus untuk manajer. Angka laba memiliki kandungan informasi yang bermanfaat bagi pasar yang terlihat dari hubungan antara unexpected earning dengan abnormal return pada sekitar tanggal pengumuman informasi laba perusahaan (Masodah :2007). Berdasarkan kajian teoritis dan penelitian sebelumnya maka hipotesis I yang diajukan adalah : H1: Bonus Plan berpengaaruh terhadap perataan laba. Hubungan Operating Leverage dengan Perataan Laba Operating Leverage adalah suatu indikator perubahan laba bersih yang diakibatkan oleh besarnya volume penjualan (Suwito dan herawati :2005). Ashari et al, (1994) dalam Suwito dan Herawati (2005) berhasil membuktikan bahwa Operating Leverage merupakan salah satu pendorong terjadinya perataan laba. Zuhroh (1996) meneliti faktor-faktor yang dapat dikaitkan dengan terjadinya praktik perataan laba dengan kesimpulan bahwa hanya operating Leverage perusahaan saja yang memiliki pengaruh terhadap praktik perataan laba yang dilakukan perusahaan di Indonesia. Hasil penelitian Chandra dan Irawati (2005) menunjukkan bahwa operating leverage berpengaruh terhadap perataan laba perusahaan manufaktur pada masa sebelum krisis moneter tahun 1992-1996, sedangkan pada masa krisis moneter variabel operating leverage tidak berpengaruh terhadap perataan laba perusahaan manufaktur pada masa krisis moneter tahun 1998-2000. sehingga hipotesis 2 yang diajukan adalah : H2 : Operating Leverage berpengaruh terhadap perataan laba. Hubungan Earning per Share dengan Perataan Laba Earning Per Share (EPS) merupakan salah satu informasi akuntansi yang memberikan analisis rasio keuntungan bersih per lembar saham yang mampu dihasilkan oleh perusahaan. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih per lembar saham merupakan indikator fundamental keuangan perusahaan yang sering dipakai sebagai acuan untuk mengambil keputusan investasi dalam saham. Salah satu pusat perhatian pemodal adalah laba per lembar saham (Earning per Share/EPS) dalam melakukan analisis. Karena itu kita perlu memahami bagimana Earning per Share diperoleh dan menunjukkan apa STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 28. 28 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 angka tersebut (Husnan, 2005:328). Bagi investor, informasi EPS merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan berguna karena biasanya menggambarkan prospek earning perusahaan dimasa depan (Tandelilin, 2001:233). Dalam hal ini manajer akan berusaha untuk memperlihatkan laporan keuangan dengan kinerja yang stabil untuk mencerminkan earning per share yang akan diperoleh oleh investor. Biasanya sebelum melakukan investasi investor akan melihat kemampuan laba serta earning per share yang tinggi pada perusahaan yang akan diinvestasinya. Oleh sebab itu adanya hubungan antara laba dengan earning per share. Sehingga hipotesis yang diajukan adalah: H3 : Earning Per Share berpengaruh terhadap perataan laba. METODE PENELITIAN Sampel dan Data Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling dengan kriteria sampel sebagai berikut: 1. Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan lengkap dan telah diaudit dengan tahun berakhir per buku 31 Desember. 2. Perusahaan memperoleh laba berturut-turut untuk melihat praktik perataan laba. 3. Perusahaan yang menjadi sampel diasumsikan menerapkan program bonus plan atau compensation plan. Berdasarkan kriteria di atas maka jumlah sampel yang yang menjadi unit analisis sebesar 35 perusahaan. Analisis Data Model analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi logistik (logistic regretion). Regresi logistik digunakan karena variabel dependennya metric dan variabel independennya merupakan kombinasi antara metric dan nonmetric. Regresi logistik dapat digunakan tanpa memenuhi asumsi multivariat normalitas (Hair, 2006:19). Persamaan logistik regresi yang digunakan adalah : Ln PL/1-PL = a + b1(BP) + b2(OL) + b3(EPS) + e Adapun kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut : 1. Jika nilai Wald dengan tingkat signifikansi 5% (P value < 0,05), maka artinya bonus plan, operating leverage, dan earning per share secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba. 2. Jika nilai Wald dengan tingkat signifikansi 5% (P value > 0,05), maka artinya bonus plan, operating leverage, dan earning per share secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba.
  • 29. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 29 Definisi Variabel Penelitian Definisi dan operasional variabel secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1: Definisi dan Operasional Variabel Variabel Definisi Indikator Dependen (Y) Usaha manajemen untuk mengurangi Indek perataan laba Perataan Laba variabilitas laba selama satu atau beberapa CV ∆I periode tertentu sehingga laba tidak terlalu = berfluktuasi (Harahap:2007). CV ∆S Dimana: CV ∆I atau CV ∆S ∑(∆xi − ∆x ) 2 = : ∆x n −1 Independen(X) Bonus plan adalah salah satu faktor yang Laba bersih setelah pajak Bonus Plan(X1) memotivasi manajemen untuk mengatur laba agar dapat membuat perencanaan bonus yang akan diterima dimasa yang akan datang, karena semakin meningkat laba yang akan dihasilkan perusahaan semakin meningkat bonus yang akan diterima.Variabel ini diproksikan pada jumlah angka laba bersih setelah pajak (Masodah :2007) Operating Operating Leverage merupakan rasio antara Leverage (X2) total biaya depresiasi dan amortisasi dibagi Total Biaya Depresiasi dan Amortisasi dengan total biaya yang meliputi biaya Total Biaya harga pokok penjualan, biaya penjualan, dan biaya administrasi dan umum (Suwito dan Herawati :2005). Earning per Share Earning per Share merupakan laba per Laba bersih (X3) saham yang diperoleh dengan membagi laba yang telah dikurangi dividen saham Jumlah Saham Beredar preferen dengan jumlah tertimbang saham beredar (Irwansyah dan Puji Lestari: 2007) Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan Perataan laba diukur menggunakan indeks eckel. Perhitungan tersebut dimaksudkan untuk menemukan kategori suatu perusahaan melakukan tindakan perataan laba atau tidak melakukan perataan laba. Perusahaan dikategorikan melakukan tindakan perataan laba apabila memperoleh CV S lebih besar dari CV I, sedangkan perusahaan yang memperoleh CV S lebih kecil dari CV I maka perusahaan di kategorikan sebagai perusahaan yang tidak melakukan tindakan perataan laba. Berdasarkan hasil analisis data terdapat 13 perusahaan yang melakukan perataan laba, dan 22 perusahaan yang tidak melakukan perataan laba. STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 30. 30 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 Hasil pengujian regresi logistik dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2: Hasil Pengujian Regresi Logistik Nama Variabel B S.E Wald Sig. Bonus Plan .398 .119 11.193 .001 Operating Leverage .001 .004 .156 .692 Earning per Share .000 .000 .009 .925 Konstanta (a) 10.663 3.052 12.205 .000 2 Cox & Snell – R = .125 a. Predictors: (constant): Nagelkerke – R2 = .171 Bonus Plan, Operating Leverage, dan Earning Chi Square = 20.033 per Share. Sig. = .010 b. Dependent variabel: Perataan laba Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa Bonus plan berpengaruh terhadap indek manajemen laba pada tingkat signifikasi 0,001 dengan koefisien regressi sebesar 0,398. Semakin besar bonus plan akan meningkatkan indeks perataan laba. Setiap kenaikan 1% bonus plan akan menaikkan indeks perataan laba sebesar 39.8%. sementara operating leverage dan Earning per share tidak berpengaruh terhadap indek manajemen laba. Sehingga hasil penelitian ini menerima H1 dan Menolak H2 dan H3. Bonus merupakan dorongan bagi manajer perusahaan dalam melaporkan laba yang diperolehnya sesuai dengan target bonus yang akan diperoleh (Mardiah:2003). Parameter- parameter dari bonus plan disetting sesuai dengan bonus yang diberikan dalam beberapa tahun dan jika bonus diberikan dalam jumlah maksimum adalah sesuai dengan fungsi linear positif dari earning yang dilaporkan. Hal ini mengasumsikan bahwa kompensasi manajer berdasarkan bonus plan meningkat seiring dengan peningkatan earning (Alfiana, 2006). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998), yang menunjukan bahwa Bonus plan berpengaruh terhadap perataan laba. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh bonus plan, operating leverage, dan earning per share terhadap perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa: 1. Bonus plan berpengaruh positif terhadap tindakan perataan laba. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar tingkat bonus plan akan meningkatkan perataan laba. Dengan demikian, apabila perusahaan memiliki nilai bonus plan yang besar, maka nilai perataan laba juga semakin besar. 2. Operating leverage dan earning per share secara parsial tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Keterbatasan dan saran Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan antara lain:
  • 31. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 31 1. Penggunaan model Indeks Eckel (1981) yang mungkin berpengaruh terhadap kesimpulan penelitian. Dalam metode ini kesederhanaan kriteria dan proses klasifikasi sampel menjadi perata dan bukan perata dapat mengaburkan sisi metodologi penelitian yang berkaitan dengan isu perataan laba, seperti tidak adanya tingkat batasan maksimum dan minimum rasio CV s dan CV I yang akan dibandingkan untuk mengklasifikasi sampel. 2. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling, akibatnya hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan secara luas untuk setiap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Dalam penelitian ini mengasumsikan bahwa semua sampel menerapkan atau melakukan program bonus plan/compensation plan, oleh karena itu diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat memeriksa apakah perusahaan yang menjadi sampel benar-benar menerapkan program bonus/compensation plan yang dapat dilihat dari annual report nya. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi Investor Sebaiknya lebih teliti dalam menilai laporan keuangan perusahaan khususnya yang berkaitan dengan informasi laba untuk menilai kinerja perusahaan, karena praktik perataan laba ini telah dilakukan oleh beberapa perusahaan di Indonesia. 2. Untuk Penelitian Selanjutnya Dapat menggunakan metode lain selain indeks Eckel, seperti model Michelson (1995) dalam mengklasifikasikan perusahaan yang melakukan perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan perataan laba. Jika penggunaan indeks Eckel tetap dipertahankan, hendaknya penelitian selanjutnya menggunakan angka laba selain laba bersih setelah pajak, seperti laba operasi dan laba sebelum pajak. Agar dapat diperoleh perbandingan dalam setiap angka laba tersebut untuk menambah informasi dalam mengambil kesimpulan. Sebaiknya penelitian selanjutnya dapat menambah variabel lain yang berhubungan dengan perataan laba seperti harga saham, net profit margin, dan rasio profitabilitas mengingat variabilitas perataan laba yang dapat dijelaskan oleh bonus plan, operating leverage dan earning per share sangat rendah. DAFTAR KEPUSTAKAAN Abdullah, Syukriy dan Abdul Halim (2000), Perataan Laba oleh Perusahaan Manufaktur di Indonesia: Analisis Hubungan Rasio-rasio Keuangan yang digunakan Investor, Jurnal telaah Bisnis, Vol 1, No.2. Achmad, Komarudin, Imam Subekti dan Sari Atmini (2007), Investigasi Motivasi dan Strategi Manajemen Laba pada Perusahaan Publik di Indonesia, Simposium nasional Akuntansi X, Makassar. Alfiana, Yeni (2006) Creative Accounting ditinjau dari Teori Akuntansi Positif dan Teori Keagenan. Mandiri, Vol.9, No,1. STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 32. 32 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 Apristyana, Liza (2007), Pengaruh Total Aktiva, ROI, ROE, dan Leverage Operasi terhadap Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI. Tesis Universitas Airlangga. Arfan, Muhammad (2006) Pengaruh Arus Kas Bebas, Set Kesempatan Investasi, dan Financial Leverage terhadap Manajemen Laba (Studi pada Emiten Manufaktur di BEJ). Disertasi, Universitas Padjajaran, bandung. Astuti, Dewi Saptantinah Puji (2007), Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Manajemen Laba di Seputar Right Issue, jurnal Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Assih, P. & M. Gudono (2000), Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar Atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di BEJ. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.3, No.1. Atmini, Sari (2000) Standar Akuntansi yang Memberi Peluang bagi Manajemen untuk Melakukan Praktik Perataan Laba. MANDIRI, vol.1, No.8. Belkaouli, Ahmed Riahi (2001) Teori Akuntansi, Edisi pertama, Buku 2. Terjemahan Marwata, dkk. Jakarta: Salemba Empat. _____ (2002) Teori Akuntansi, Jilid 2. Terjemahan Herman Wibowo dan Marianus Sinaga. Jakarta: Salemba Empat. Chandra, Siuliany dan Irine Irawati (2005), Analisis Perbandingan Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage Operasi terhadap Indeks Perataan Laba. Skripsi Universitas Kristen Petra. Garrison, Ray H dan Eric W.Noreen (2000), Jilid 1. Terjemahan A.Totok Budisantoso,SE,Akt. Jakarta: Salemba Empat. (2001), Jilid 2. Terjemahan A.Totok Budisantoso,SE,Akt. Jakarta: Salemba Empat. Hair, Joseph F, et al. (2006) Multivariate Data Analysis, Sixth Edition. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Harahap, Sofyan Safri (2007) Teori Akuntansi, Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hendriksen, Heldon S (1999) Teori Akuntansi, edisi Keempat, Jakarta: Erlangga. Hidayati, Siti Munfiah dan Zulaikha (2003), Analisis Perilaku Earning management:Motivasi Minimalisasi Income Tax, Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya. Ikatan Akuntan Indonesia (2007) Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat. Irwansyah dan Puji Lestari (2007), Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba, Jurnal Ekonomi, Bisnis, dan Akuntansi, Vol 9, No.2. Jin, Liauw She dan Mas’ud Machfoedz (1998), Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol 1, No.2. Kuncoro, Mudrajad (2007) Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi Untuk bisnis dan Ekonomi, Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Kustiani, deasy dan Erni Ekawati (2006), Analisis Perataan Laba dan faktor-faktor yang Mempengaruhi, jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan.
  • 33. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 33 Mawarti, Yuliana (2007) Pengaruh Income Smoothing (Perataan Laba) terhadap Earning Response (Reaksi Pasar) pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta(BEJ). Skripsi, Universitas Negeri Semarang. Masodah (2007) Praktik Perataan Laba Sektor Industri Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya dan Faktor yang Mempengaruhinya. Procceeding PESAT Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus. Mursalim (2005) Income Smoothing dan Motivasi Investor: Studi Empiris pada Investor di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo. Rivard, Richard. J., Eugene B dan Gay B.H. Morris (2003) Income Smoothing Behaviour of V.S Banks Under Revised International. Subekti, Imam (2005) Asosiasi Antara Praktik Perataan Laba dan Reaksi Pasar Modal di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo. Suwito, Edy dan Arleen Herawaty (2005) Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo. Tandelilin, Eduardus (2001) Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi 1. Yogyakarta: BPFE. Yusuf, M. dan Soraya (2004), “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba Perusahaan Asing dan Non Asing Di Indonesia”, JAAI, Vol 8, No.1 Zuhroh, Diana (1997), ”Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Tindakan Perataan Laba pada Perusahaan Go Public di Indonesia, Tesis, Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
  • 34. 34 Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010 KOMITMEN PEKERJA DITINJAU DARI KUALITAS HUBUNGAN ATASAN-BAWAHAN DAN PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR KARYAWAN INDUSTRI KERAJINAN ENCENG GONDOK, MUARA BATU, KABUPATEN ACEH UTARA Hafnidar Abstract: The unemployment and poverty rate in Indonesia is higher and higher from year to year. The causal factor is because lack of Human Resources in their commitment on working. According to Tosi and friends (1990), the employees’ commitment on their work is related to the quality between underling and higher authority and so does perception of the employees themselves on career development. After a long conflict and tsunami raised Aceh couple years ago, the industrial of Enceng Gondok in Gampong Mane, Muara Batu is one of potential job demand on career development and skilled occupation for the communities. This research is purposed on knowing the relationship between employees’ commitment with the quality between underling and higher authority and perception on career development to the Engceng Gondok Industrial employees in Muara Batu sub- district, North Aceh. The research is performed on workers of Enceng Gondok industrial in Muara Batu sub-District of North Aceh. The Likerty Model Scale is used as data collecting method that is commitment scale, quality scale on relationship quality between underling and higher authority and perception on career development. The additional data is earned by using qualitative research method by using filling analysis in indicative principle. Data analysis by using regression analysis for double predictor. The result is: 1) there is a positive relationship between a commitment and a perception on career development to Enceng Gondok Industrial workers at Gampong Mane Tunong, Muara Batu sub-District of North Aceh. 2) There is a positive relationship between a commitment and relationship quality on underling and higher authority to Enceng Gondok Industrial workers in Gampong Mane Tunong, Muara Batu sub-District of North Aceh. Key words: commitment, relationship quality between underling and higher authority ____________________________________________________________________ Hafnidar, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh PENDAHULUAN Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampoeng Mane Tunong Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Industri kecil menengah yang sedang berkembang di Kabupaten Aceh Utara. Karyawan Industri ini diberi ketrampilan mengolah tumbuhan Enceng Gondok menjadi perabotan rumah tangga yang menarik dan unik.
  • 35. Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan...... 35 Konsumen perabotan produksi Industri Kerajinan Enceng Gondok ini sebagian besar masyarakat menengah ke atas, perkantoran dan hotel, bahkan banyak yang diekspor ke luar negeri. Industri Kerajinan Enceng Gondok ini memiliki harapan besar untuk terus berkembang, namun demikian Industri sering mengalami masalah dalam hal komitmen pekerja terhadap pekerjaan dan organisasi kerjanya. Karyawan mudah sekali meninggalkan pekerjaan untuk beberpa waktu dengan berbagai alasan. Padahal disisi lain tidak mudah bagi Industri untuk mendapatkan karyawan yang telah terlatih dan berpengalaman. Akibatnya Industri harus mengeluarkan banyak cost untuk rekuritment dan pelatihan. Tosi dkk (1990) mengatakan bahwa komitmen pekerja terhadap suatu pekerjaan ada hubungannya dengan kualitas hubungan atasan-bawahan serta persepsi pekerja itu sendiri terhadap pengembangan karir. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komitmen pekerja dengan kualitas hubungan atasan-bawahan dan persepsi terhadap pengembangan karir pada pengrajin enceng gondok di Kecamatan Muara Batu. METODOLOGI Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah Karyawan pada Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampoeng Mane Tunong Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara. Populasi penelitian berjumlah 42 orang. Dikarenakan populasi penelitian jumlahnya terbatas, maka sample penelitian adalah semua individu yang ada dalam populasi penelitian yang disebut dengan Subjek penelitian. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dengan menggunakan Skala atau Angket dengan model self report yaitu metode yang berdasarkan pada laporan tentang diri sendiri. Penyusunan alat ukur dimulai dari pemilihan aspek, indikator dan definisi yang tepat, kemudian dibuat suatu definisi operasional untuk mendapatkan penjelasan yang tepat dari variabel-variabel yang akan diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tiga Skala atau Angket dengan tambahan satu identitas diri pada awal pemberian Skala atau Angket. Ketiga Skala/Angket sebagai alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala/Angket Komitmen Pekerja; Skala/Angket Kualitas Hubungan Atasan – Bawahan; Skala/Angket Persepsi Pekerja Terhadap Pengembangan Karir. Skala/Angket ini disusun dalam bentuk Skala Likert yang terdiri dari pertanyaan yang diikuti oleh beberapa pilihan jawaban responden dengan menghilangkan alternative jawaban R (Ragu-ragu). Setiap aitem Skala/angket merupakan pertanyaan atau pernyataan yang bersifat favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). Pertanyaan atau pernyataan tersebut memiliki empat kemungkinan jawaban berdasarkan pertimbangan subjektif responden. Empat kemungkinan jawaban tersebut adalah SS (Sangat sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Masing-masing aitem memiliki skor dengan rentang satu sampai empat. Semakin tinggi skor yang didapat, maka semakin tinggi pula komitmen; kualitas hubungan; dan persepsi terhadap pengembangan karir yan dimiliki oleh responden. Ketiga skala/angket di atas sebelum digunakan dalam penelitian dilakukan uji coba untuk mengukur seberapa cermat alat ukur tersebut melakukan fungsi ukurnya (uji validitas), mengetahui keterandalannya (uji realibilitas). Uji coba untuk mengukur kualitas STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)