[Ringkasan]
1) Dokumen tersebut membahas tentang halusinasi sebagai salah satu gangguan persepsi yang sering dialami pasien dengan gangguan jiwa.
2) Beberapa penyebab halusinasi dijelaskan seperti isolasi sosial, faktor psikologis, biologis, dan sosial budaya.
3) Gejala dan tanda klinis halusinasi mencakup perubahan perilaku dan respon sensori seperti bicara sendiri dan menanggapi stimulus imajiner.
1. BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi (Kaplan dan
Sadock, 2007). Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau
mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk
kalimat yang agak sempurna.
Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang
dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara
halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara
keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak.
Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar
tubuhnya.
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal, juga
pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus yang
diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai realita
dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus.
Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan.
Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan dan pengecapan (Lewis, 2007).
2. BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. HALUSINASI
1. Konsep dasar
a. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan persepsi sensori seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penciman. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak
ada. Selain itu perubahan persepsi sensori halusinasi biasa juga diartikan sebagai persepsi
sensori tentang suatu obyek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya
rangsangan dari luar meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan atau pengecapan) (Nita Fitria, 2009).
b. Rentang respon
Respon adaptif respon mal adaptif
Pikiran logis pikiran kadang gangguan pikiran
Menyimpang / waham
Persepsi akurat ilusi halusinasi
Emosi konsisten reaksi emosi kesulitan untuk
berlebihan/ memproses
berkurang emosi
Perilaku sesuai perilaku ganjil ketidakteraturan
Hubungan menarik diri isolasi sosial
Sosial
3. c. Penyebab
Salah satu penyebab dari perubahan sensori halusinasi yaitu isolasi sosial
berupa menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
(Rawlins,1993).
Tanda dan Gejala :
1) Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2) Menghindar dari orang lain (menyendiri).
3) Komunikasi kurang/ tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/ perawat.
4) Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
5) Berdiam diri di kamar / klien kurang mobilitas.
6) Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap.
7) Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
Menurut Stuart and Sudeen (2007) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
1) Faktor predisposisi
a) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian berikut :
(1) Penelitian pencitraan otak yang sudah menunjukkan keterlibatan otak yang luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
(2) Beberapa zat-zat kimia dengan perilaku psikotik. Neurotransmiter yang
berlebihan dan masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
(3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia yang kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem).
4. b) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap/keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
c) Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realitas seperti :
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan
yang terisolasi disertai stres.
2) Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stresor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kekambuhan.
d. Jenis –jenis halusinasi
Halusinasi terdiri dari tujuh jenis :
1) Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi.
Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahkan klien disuruh untuk
melakukan sesuatu yang kadang dapat membahayakan.
2) Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun,
bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
3) Penghidung
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan
yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau demensia.
5. 4) Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin, atau feses.
5) Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6) Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di arteri atau vena, pencernaan makanan
atau pembentukkan urine.
7) Kinestetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
e. Tanda dan gejala
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003),
seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang
khas yaitu:
1) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3) Gerakan mata abnormal.
4) Respon verbal yang lambat.
5) Diam.
6) Bertindak seolah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
7) Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
8) Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9) Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
10) Mungkin klien kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi
dengan realitas.
11) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari
pada menolaknya.
12) Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
13) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
6. 14) Berkeringat banyak.
15) Tremor.
16) Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
17) Perilaku menyerang teror seperti panik.
18) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
19) Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
20) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
21) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
f. Fase-fase halusinasi
Tahapan halusinasi, karakteristik dan prilaku yang ditampilkan
Tahap karakteristik Prilaku klien
Tahap I: Mengalami ansietas, Tersenyum, tertawa
kesepian,rasa bersalah sendiri.
Memberi rasa
dan ketakutan. Menggerakan bibir
nyaman.
Mencoba berfokus pada tanpa suara.
pikiran yang dapat Pergerakan mata cepat.
menghilangkan ansietas. Respon verbal yang
Tingkat ansietas
Pikiran dan pengalaman lambat.
sedang.
sensori masih ada dalam Diam dan
kontrol kesadaran non berkonsentrasi
psikotik.
Secara umum
halusinasi
merupakan suatu
kesenangan
Tahap II: Pengalaman sensori Terjadi peningkatan
Menyalahkan menakutkan. denyut jantung,
Merasa dilecehkan oleh pernapasan dan tekanan
Tingkat pengalaman sensori darah.
kecemasan berat. tersebut. Perhatian dengan
Mulai merasa kehilangan lingkungan berkurang.
7. Secara umum control. Konsentrasi terhadap
halusinasi Menarik diri dari orang pengalaman sensorinya.
menyebabkan lain. Non psikotik Kehilangan kemampuan
rasa antipasti membedakan halusinasi
dengan realitas.
Tahap III : Klien menyerah dan Perintah halusinasi
Mengontrol menerima pengalaman ditaati.
sensorinya (halusinasi). Sulit berhubungan
Tingkat Isi halusinasi menjadi dengan orang lain.
kecemasan berat. atraktif. Perhatian terhadap
Kesepian bila pengalaman lingkungan berkurang,
Pengalaman sensori berakhir psikotik, hanya beberapa detik.
halusinasi tidak Tidak mampu
dapat ditolak lagi mengikuti perintah dari
perawat, tampak tremor
dan berkeringat.
Tahap IV: Prilaku panik .
Klien sudah Resiko tinggi
dikuasai oleh mencederai.
halusinasi Agitasi atau kataton.
Klien panic Tidak mampu berespon
terhadap lingkungan.
(Rasmus, 2001 : 24-25)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentu bagi tahap berikutnya
(Rohman,2009:24).
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir
pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa faktor
antara lain:
1) Identitas
8. Yang perlu dkaji yaitu : nama , umur, jenis kelamin,agama, suku,
status,pendidikan,pekerjaan dan alamat
2) Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi dibawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak
mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang
dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan.
3) Factor presdiposisi
a) Faktor perkembangan terlambat
(1) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
(2) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
(3) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
b) Faktor komunikasi dalam keluarga
(1) Komunikasi peran ganda.
(2) Tidak ada komunikasi
(3) Tidak ada kehangatan.
(4) Komunikasi dengan emosi berlebihan.
(5) Komunikasi tertutup.
(6) Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas
dan komplik orang tua.
c) Factor sosial budaya
Isolasi sosial pada usia lanjut, cacat/sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu
tinggi.
d) Factor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi,
harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan
koping destruktif.
e) Factor biologis
Factor biologis adanya kejadian terhadap fisik,berupa : atrofi otak, pembesaran
ventrikel, perubahan besar dalan bentuk sel korteks dan limbik.
f) Faktor genetik
9. Telah diketahui bahwa genetik skizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu.
Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan
ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia
adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 5
dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar
50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara Dizygote peluangnya
sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
maka akan berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang
tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %
4) Faktor presipitasi
a) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b) Mekanisme penghataran listrik di saraf terganggu (mekanisme penerimaan
abnormal).
c) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya.
5) Mekanisme koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi meliputi :
a) Regresi, menjadi malas beraktivitas sehari-hari
b) Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
c) Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus eksternal.
d) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
6) Perilaku
Respon prilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa
tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata
dengan yang tidak nyata. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung
pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan
perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar
10. mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan
meliputi :
a) Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan
suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien,
jika halusinasi visual, bau apa yang tercium, jika halusinasi penghidu, rasa apa yang
dikecap, jika halusinasi pengecapan, dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika
halusinasi perabaan.
b) Waktu dan frekuensi
Waktu dan frekuensi dapat dikaji dengan menanyakan klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu atau sebulan pengalaman halusinasi
itu muncul. Informasi-informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus
halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami
halusinasi.
c) Situasi pencetus halusinasi
Perawat mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu
perawat juga biasa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya
halusinasi untuk memvalidasi pernyatan klien.
d) Respon klien
Respon klien dikaji untuk menentukan sejauhmana halusinasi telah mempengaruhi
klien. Dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman
halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya ataukah
sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
7) Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah),
berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
8) Status mental
Pengkajian pada status mental meliputi :
a) Penampilan : tidak rapi, tidak serasi, dan cara berpakaian.
11. b) Pembicaraan : terorganisir atau berbelit-belit
c) Aktivitas motorik : meningkat atau menurun
d) Alam perasaan : suasana hati dan emosi
e) Afek : sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen.
f) Interaksi selama wawancara : respon verbal dan non verbal.
g) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan
informasi.
h) Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
dipengaruhi proses pikir.
i) Isi pikir : berisikan kenyakinan berdasarkan penilaian realitas.
j) Tingkat kesadaran : orientasi waktu, tempat dan orang.
k) Memori :
(1) Memori jangka panjang : mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.
(2) Memori jangka pendek : mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada
saat dikaji.
9) Kemampuan konsentrasi dan berhitung : kemampuan menyelesaikan tugas dan
berhitung sederhana.
2. Pohon masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
(akibat)
Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
(Masalah utama)
Isolasi sosial : menarik diri
(penyebab)
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
12. 3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperwatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respon klien
baik aktual maupun potensial (Rohman,2009). Menurut Keliat,2006, klien yang
mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga dapat membahayakan
orang lain serta dengan melihat dari pohon masalah maka muncul tiga diagnosa pada kllien
halusinasi yaitu :
1) Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi pendengaran.
2) Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
3) Isolasi diri : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
4. Intervensi
1) Resiko mencederai diri sendiri ,orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi pendengaran
TUM : Tidak terjadi tindakan kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri , orang lain
dan lingkungan
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi :
a) Setelah 1x pertemuan klien dapat menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat
: ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, menjawab salam mau duduk dengan
perawat.
b) Klien dapat mengungkapkan perasaanya dan keadaan saat ini secara verbal.
Intervensi dan Rasional :
a) Bina hubungan saling percaya :
(1) Salam terapeutik
(2) Perkenalkan diri
(3) Ciptakan lingkungan yang tenang
(4) Buat kontrak yang jelas
13. (5) Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali pertemuan
R/ Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat-
klien.
b) Dorong dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya.
R/ Ungkapan perasaanklien kepada perawat sebagai bukti bahwa klien mulai percaya
kepada perawat.
c) Dengarkan ungkapan klien dengan empati.
R/ Rasa empati akan meningkatkan hubungan saling percaya.
TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata setelah 3x pertemuan
dengan menceritakan hal-hal yang nyata.
b) Klien dapat menyebutkan situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan
halusinasi : sifat, isi, waktu, frekuensi halusinasi setelah 3x pertemuan.
Intervensi dan Rasional
a) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap :
5 menit setiap 1 jam
10 menit setiap 1jam
15 menit setiap 1 jam
R/ Mengurangi waktu kosong bagi klien sehingga dapat mengurangi frekuensi
halusinasi
b) Observasi tingkah laku verbal yang berhubungan dengan halusinasi : bicara sendiri.
R/ Halusinasi harus dikenal terlebih dahulu oleh perawat agar intervensinya efektif.
c) Gambarkan tingkah laku halusinasi pada klien “apa yang terdengar/terlihat”
R/ Klien mungkin tidak mampu untuk mengungkapkan persepsinya maka perawat
dapat memfasilitasi klien untuk mengungkapkan secara terbuka
d) Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien , tetapi bukan bagi perawat
(tidak membenarkan dan tidak menyangkal)
R/ Meningkatkan orientasi realita klien dan rasa percaya klien.
e) Bersama klien mengidentifikasi situasi-situasi yang dapat menimbulkan dan yang
tidak menimbulkan halusinasi : sifat, isi, waktu, frekuensi halusinasi.
14. R/ Peran serta aktif klien sangat menetukan efektifitas tindakan keperawatan yang
dilakukan.
f) Bersama klien menentukan factor pencetus halusinasi “apa yang terjadi sebelum dan
sesudah halusinasi”
R/ Membantu klien untuk mengontrol halusinasinya bila factor pencetusnya telah
diketahui.
g) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaanya ketika halusinasi.
R/Upaya untuk memutuskan halusinasi perlu dilakukan oleh klien sendiri agar
halusinasi tidak berlanjut.
TUK 3 : klien dapat mengontrol halusinasi.
Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang bisa dilakukan bila sedang halusinasi
setehah 3x pertemuan.
b) Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara memutus halusinasi.
c) Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengontrol halusinasi.
Intervensi dan Rasional
a) Identifikasi bersama klien tindakan apa yang dilakukan bila sedang halusinasi.
R/ Tindakan yang bisa dilakukan klien merupakkan upaya mengatasi halusinasi.
b) Beri pujian terhadap ungkapan klien tentang tindakannya
R/ Penguatan akan meningkatkan harga diri.
c) Diskusikan cara memutus halusinasi.
R/ Meminimalkan resiko kekerasan.
d) Dorong klien untuk menyebutkan kembali cara memutus halusinasi.
R/ Merupakan suatu tanda konsentrasi pikir dapat difokuskan.
e) Beri pujian atas upaya klien.
R/ Meningkatkan motivasi dan harga diri klien.
f) Dorong klien untuk memilih tindakan yang akan dilakukan.
R/ Memberi kesempatan pada klien untuk memutuskan tindakan akan meningkatkan
harga diri klien.
g) Dorong klien untuk mengikuti TAK.
R/ Membantu melupakan halusinasi dan meningkatkan harga diri.
h) Beri pujian bila dapat melakukannya.
15. R/ Memotivasi klien mengulang hal positif.
TUK 4 : Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
a) Setelah 3x pertemuan klien dapat menyebutkan manfaat minum obat, kerugian ,
nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping.
Intervensi dan Rasional
a) Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengotrol halusinasi.
R/ Meningkatkan pengetahuan dan memotivasi klien untuk minum obat secara
teratur.
b) Bantu klien untuk memastikan klien telah minum obat secara teratur untuk
mengontrol halusinasi.
R/ Memastikan bahwa klien minum obat teratur.
c) Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
R/ Meningkatkan rasa percaya diri.
TUK 5 : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
a) Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Intervensi danRasional
a) Dorong klien untuk memberitahu keluarga ketika halusinasi timbul.
R/ sebagai upaya latihan klien sebelum berada di rumah
b) Lakukan kunjungan rumah (home visite) kenalkan keluarga pada halusinasi klien.
Bantu dalam memutuskan tindakan untuk mengontrol halusinasi klien,ajarkan cara
merawat klien di rumah, informasikan cara memodifikasi lingkungan agar
mendukung realitas dan dorong keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan, obat
dalam mengontrol halusinasi.
R/ Keluarga yang mampu merawat klien dengan halusinasi paling efektif
mendukung kesembuhan klien dengan masalah halusinasi.
5. Evaluasi
16. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan pada saat setiap selesai melakukan
tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau submatif yang dilaukan dengan
membandingkan respon klien dengan tujuan yang telah ditentukan. Pada kasus nyata
evaluasi yang dilakukan ialah evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika klien menunjukkan
kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi dengan cara yang efektif yang dipilihnya.
Klien juga diharapkan sudah mampu dalam melaksanakan program pengobatan
berkelanjutan mengingat sifat penyakitnya yang kronis.
Evaluasi asuhan keperawatan berhasil jika keluarga klien juga menunjukkan
kemampuan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk klien mengatasi masalah
gangguan jiwanya. Kemampuan merawat di rumah dan menciptakan lingkungan kondusif
bagi klien di rumah menjadi ukuran keberhasilan asuhan keperawatan, di samping
pemahaman keluarga untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai jika muncul gejala-
gejala relaps (Akemat , 2002).
17. BAB III
TINJAUAN KASUS
RUANG RAWAT : PURI MITRA TANGGAL DIRAWAT : 19 NOV 2011
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn.N.H (L/P) Tanggal Pengkajian : 22 nov 2011
Umur : 46 Tahun RM No : 003324
Informan : Pasien dan Rekam medik
II. ALASAN MASUK
Pasien masuk ± 10 hari yang lalu,ngamuk dan ngomel-ngomel,mengejar-ngejar ayahnya dengan
membawa palu,obeng,dan lain-lain.membanting-banting barang(piring,gelas,dll)pasien ngamuk
dengan alasan ada yang mengintip serta banyak yang membenci dia.
III. KELUHAN UTAMA
Klien mendengar bisikan yang menyuruhnya menbanting-banting barang.
IV. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,sempat berobat tetapi tidak berhasil karena
pasien tidak rutin minum obat.
Masalah keperawatan : Regimen terapi inefektif
2. Tidak ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Pasien pernah menikah dan memiliki seorang anak tetapi bercerai.semenjak bercerai
pasien stress dan jarang berinteraksi dengan orang lain dan menyendiri.
18.
19. Masalah keperawatan :
koping individu inefektif
menarik diri
V. FISIK
1. Tanda vital : TD: 120/80 MMHG N : 88x/.menit S :
2. Ukur : TB :
3. Keluhan Fisik :klien tidak memiliki keluhan fisik
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram : pasien anak kedua dari 5 bersaudara,sudah menikah dan memiliki satu
anak dan bercerai .
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
2. Konsep diri :
Ketika ditanya bagian tentang bagian tubuh yang disukai klien dapat
menjawab kalau ia menyukai rambutnya dan tidak menyukai giginya,tetapi
ketika ditanya tentang identitas sampai dengan harga diri rendah klien
menjawab ngelantur dan tidak sesuai dengan pertanyaan
Masalah kepereawatan : gangguan komunikasi verbal
3. Hubungan social :
Ketika ditanya orang yang berarti bagi klien,klien mengatakan tidak ada
orang yang berarti dalam hidupnya.klien selalu mengikuti kegiatan kerja
bakti dimasyarakat dan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
4. Spiritual :
Klien beragama islam dan sebelum dibawah ke RSJ menur,klien
melaksanakan ibadah sholat tetapi setelah masuk RSJ klien tidak pernah
melaksanakan sholat
Masalah keperawatan : distres spritual.
20. VII. STATUS MENTHAL
1. Penampilan :
Pakaian tampak kusut,beruban,wajah lebih tua dari umur
Masalah keperawatan : defisit perawatan diri
2. Pembicaraan
Pasien selalu menjawab pertanyaan dan ada kontak mata
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3. Aktivitas motorik :
Klien terlihat biasa saja tidak tampak lesu tegang ataupun gelisah
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
4. Alam perasaan :
Ketika ditanya sesuatu yang tidak lucu,klien selalu tertawa.
Maslah keperawatan : gangguan alam perasaan
5. Afek :
Wajah klien tampak senang ketika bercerita deengan perawat
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
6. Interaksi selama wawancara
Saat diawancara klien cukup kooperatif dan ada kontak mata walaupun kadang
ngelantur dalam pembicaraan
7. Persepsi
Klien mengatakan mendengar yang menyuruh untuk membanting barang
Masalah keperawatan : halusinasi keperawatan
21. 8. Proses pikir
pembicaraan klien kadang ngelantur,berbelit-belit dan tidak sampai pada tujuan
Masalah keperawatan : gangguan proses piker
9. Isi piker
Saat ditanya klien menjawab dengan baik walaupun kadang ngelantur dan klien tidak
mengalami kepercayaan yang salah,klien percaya pada kebesaran allah yang
mengatur seluruh kehidupan didunia
Maslah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
10. Tingkat kesadaran
Ketika ditanya klien mengalami disorientasi tempat,klien dapat mmembedakan siang
dan malam tetapi tidak tahu dimana dia berada
masalah keperawatan : perubahan proses pikir
11. Memori
klien tidak tahu kenapa dia dibawah ke RSJ
Masalah keperawatan : gangguan daya ingat
12. Tingkat konsentrasi dan berhitungan
Daya hitung klien masih baik klien dapat berhitung sederhana misalnya disuruh
menghitung satu sampai sepuluh klien dapat melakukannya.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
13. Kemampuan penilaian
Ketika disuruh memilih antara makan dulu baru minum obat atau minum obat dulu
baru makan,dan klien menjawab makan dulu baru minum obat.
masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan .
14. Daya tilik diri
Klien mengatakan bahwa ia tidak sakit
Maslah keperawwatan : prerubahan proses pikir
VIII. KEBUTUHAN PULANG
1. Kemampuan klien memenuhi/menyediakan kebutuhan :
Klien dapat makan sendiri, porsi makan dihabiskan dan setelah makan klien menaruh
sendiri tempat makanya dan jika air habis klien dapat mengambil sendiri di dapur.
2. Kegiatan hidup sehari-hari :
a. Perawatan diri :
22. Klien mampu mandi,ganti pakaian dan BAB atau BAK sendiri
masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
b. Nutrisi
Klien mengatakan puas dengan makanan di RSJ Menur dengan
frekuensi makan 3x sehari dengan selingan snake 1x sehari dengan
nafsu makannya meningkat,dan pasien juga tidak mempunyai diet
khusus.
c. Tidur
Pada saat tidur, klien terlihat gelisah dan sulit untuk memulai tidur.
Masalah keperawatan: perubahan pola istirahat tidur
3. Klien memiliki system pendukung
Klien memiliki orang-orang yang mendukungnya,keluarganya.
Maslah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
IX. MEKANISME KOPING
Adaptif
1. Olahraga
Maladaptif
1. Reaksi lambat / berlebihan
2. Bekerja berlebihan
3. Mencederai diri
X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Masalah dengan dukungan kelompok : keluarga pernah menjenguk klien
Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik : klien mengatakan seriing mengikuti
kegiatan dilingkungannya seperti kerja bakti
Masalah dengan pendidikan, spesifik : klien lulusan SMA
Masalah dengan perumahan, spesifik : klien tinggal dengan orang tuannya
Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik : jika klien sakit selalu dibawah kerumah
sakit
Masalah Keperawatan :tidak ada masalah keperawatan
XI. PENGETAHUAN TENTANG
Klien tidak mengetahui tentang penyakit jiwa dan obat-obatan
Maslah keperawatan : kurang pengetahuan
23. XII. DATA LAIN-LAIN
Hasil laboratorium tanggal 20 November 2011
Mode Male
Billirubin direck 0, 18 mg/dl < 0, 25
Billirubin total 0, 51 mg/dl 0, 2 – 1, 0
Gamma ST 31 v/L L : 11 -50 P : 7 - 32
SGOT 18 v/L L < 37 P : < 51
SGPT 17 v/L L < 40 P : < 31
Faal Ginjal
BON 9, 8 mg/dl L/P : 75 - 115
Creatinin 0, 8 mg/dl L/P : < 140
Asam Urat 50 mg/dl L/P : 62
Gula Darah
Gula Puasa 125 mg/dl L/P : 72.115
Gula 2 jam PP 130 mg/dl L/P : < 140
Lemak
Kolesterol 123 mg/dl L/P : < 200
Trighthida 112 mg/dl L/P : <100
HDL 87 mg/dl L/P : > 35
LDL 64 mg/dl L/P : < 150
XIII. ASPEK MEDIK
Diagnosa Medik : Skizofrenia
Terapi Medik : Ins. Lodomer 1 ampul IM
Cp2 0 – 0 – 100 mg.
XIV. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
Regimen terapi inefektif
Koping individu inefekktif
Menarik diri
Harga diri rendah
Defisit perawatan diri
24. Gangguan komunikasi verbal
Halusinasi
Disorientasi waktu dan tempat
Gangguan alam perasaan
Gangguan proses pikir
Gangguan daya ingat
Kurang pengetahuan tentang halusinasi
Gangguan daya tilik diri
Gangguan istirahat tidur
Ketidakefektifan regimen terapiutik
Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa, obat – obatan dan koping individu tidak
efektif
Distres spiritual
25. XV. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko tinggi mencederai diri , orang lain dan lingkungan berhubungan dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi social :
menarik diri
Prioritas diagnosa keperawatan :
Resiko tinggi mencederai diri b/d gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran