SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 22
MISI DA’WAH DAN PERUBAHAN SOSIAL

                                       Oleh : Idrus Abidin, Lc., MA.
                                     Sumber : idrusabidin.blogspot.com

PENDAHULUAN

          Istilah da’wah telah menjadi lazim di tengah komunitas Muslim, sebagaimana istilah
missionaris merupakan istilah baku bagi upaya penyampaian misi keagamaan dalam agama
Kristen katolik dan protestan di Indonesia. Dalam kamus bahasa inggris, istilah missionaris
dimaknai dengan dua makna ; (1) sejumlah orang yang dikirim oleh komunitas keagamaan untuk
melakukan propaganda agama, (2) suatu organisasi agama atau lembaga keagamaan yang
memfokuskan aktivitas utamanya pada konversi agama.1 Kedua makna di atas jelaslah tidak
bermakna dan tidak menunjukkan aktifitas agama tertentu. Hanya saja,dalam Islam istilah
tersebut tidaklah digunakan mengingat bahwa Islam sendiri memiliki istilah khas dalam upaya
yang sama,yaitu ; da’wah.

          Dalam diskursus keIslaman, da’wah selama ini terkesan kompensional dengan hanya
mengadalkan ceramah lisan di atas mimbar dengan retotika yang memukau dan pegajian lepas
dalam bentuk kajian keIslaman. Padahal, pembentukan masyarakat Islam yang hendak dibangun
tidaklah bisa terwujud tanpa adanya peran kemasyaraktan da’i yang bersifat langsung dan
berpihak kepada objek da’wah. Karenanya, da’wah perlu diorientasikan kepada dua arus utama.
Pertama, da’wah yang bersifat kompensional dengan mengandalkan basis keilmuan yang
memadai dan yang kedua, da’wah yang mampu meningkatkan pemenuhan kebutuhan
masyarakat yang sangat mendasar, seperti peningkatan ekonomi keluarga dan advokasi terhadap
hak-hak mendasar masyarakat yang belum diterima selama ini. Dalam kategori ini, hadirnya
da’wah bisa dianggap penyelesaian yang memang sangat membantu masyarakat untuk keluar
dari problema yang di hadapi. Makala ini berusaha memotret bagaimana konsep da’wah yang
dapat memberikan efek social terhadap social serta langkah yang telah ditempuh oleh masyarakat
Indonesia dalam mewujudkan metodologi da’wah tersebut di atas. Sehingga diharapkan dapat
menegaskan kembali komitmen kita dalam mencari berbagai inovasi-inovasi yang dapat
menjangkau semua objek da’wah. Studi ini berusaha menelusuri penelitian yang dikembangkan



1
    John M Echol dan Hassan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, ( Jakarta : PT Gramedia), cet.24, th.1997, hal.383
oleh beberapa ahli terkait peranan da’wah lisan dan da’wah sosial yang nampaknya belakangan
ini mulai melembaga sebagai institusi yang independen.




PERAN MISSIONARIS (DA’I) DALAM PANDANGAN ANTROPOLOG.

          Sebelum mendeskripsikan lebih jauh tentang peran da’i dalam masyarakat, pertama-tama
kajian akan diarahkan kepada perdebatan yang muncul seputar pandangan antropolog terhadap
upaya da’i dalam rangka memperkenalkan nilai-nilai Islam yang berujung pada perubahan gaya
hidup dan budaya masyarakat tertentu. Menurut Erni Budiwanti, sebelum tahun 1960, beberapa
antropolog yang mengikuti faham fungsionalisme sangat menentang dan bahkan sangat
memusuhi para missionaris atau da’i. Karena aktivitas mereka dianggap merusak budaya asli
masyarakat tertentu yang dijadikan objek da’wah.2 Memang jika kita memperhatikan secara
seksama, upaya dai untuk memperkenalkan Islam di tengah masyarakat memang berpotensi
mempengaruhi, merubah dan mengganti dengan sempurna kepercayaan, norma-norma lokal, dan
nilai-nilai budaya lokal yang telah diwariskan turun temurun oleh masyarakat setempat, dengan
nilai yang sama sekali berbeda dengan budaya asli masyarakat tradisional sebelumnya. Kegiatan
demikian dianggap oleh antropolog sebagai aktivitas yang melanggar hak asasi. Karena
membatasi kebebasan penduduk asli untuk mengakses budayanya sendiri dan mempertahankan
kearifan lokal yang mereka bangun sebelumnya. Memang dalam ilmu sosilogi perubahann sosial
sering dianggap sebngai aspek khusus dari aspek sosial, karena perubahan sosial merupakan
gejala yang bertentangan dengan tatanan sosial.3

          Setelah tahun 1960, sikap antipati antropolog pengikut faham fungsionalisme mulai
berkurang. Bahkan sikap demikian mulai mendapatkan penentangan dari sejumlah antropolog
lain. Stipe, sebagaimana dikutip oleh Budiyanti, pada tahun 1980 berpendapat bahwa sikap
antropolog yang memusuhi misi keagamaan dilandasi oleh pemikiran fungsionalisme. Dalam
pandangan aliran fungsionalisme, masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang berusaha selalu
mempertahankan keharmoniannya dan keseimbangan sosial yang terbagun di dalamnya. Semua
elemen yang berfungsi dalam suatu system kemasyarakatakan dan kebudayaan saling terhubung,

2
     Erni Budiyanti, Misi dakwah dan transformasi sosial : Studi Kasus di Bayan, Lombok Barat, dalam Jurnal
    Masyarakat dan Budaya, (Puslitbang Kemasyarakatan dan Kebudayaan – LIPI), Vol.II, No.1, th.1998, hal.43.
3
    Mahmuddin dan Try Hadiyanto sasongko, Analisis Sosial, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia), th.2006, hal.5
mempengaruhi, dan karenanya saling bergantung satu sama lain untuk menciptakan harmoni.
Semua elemen ini bekerja dan berfungsi secara integral dalam rangka menciptakan dan
mempertahankan keseimbangan dan harmoni sosial yang telah ada.

          Asumsi di atas inilah yang menjadi landasan pengikut fungsionalisme dalam
anggapannya bahwa setiap unsur yang berubah dalam masyarakat dapat mengancam hormani
yang telah terbagun antara elemen dalam mempertahankan hormoni sosial. Dengan demikian,
perubahan dianggap mengancam stabilitas hubungan masing-masing elemen yang telah
terintegrasi dalam keseimbangannya. Namun asumsi ini, bagi Abu Riho, dianggap telah
mengabaikan perubahan itu sendiri. Dan untuk memahami perubahan yang terjadi, terlebih
dahulu kita harus mengetahui masyarkat dalam kondisinya yang serba statis. Sikap ini
berimplikasi pada upaya untuk melihat perubahan pada aspek struktur semata dan bukan pada
proses yang terjadi di masyarakat.4




MISI KEAGAMAAN DALAM ISLAM.

          Kegiatan pengembangan da’wah dalam Islam diibaratkan seperti mata rantai yang terus
terhubung hingga akhir zaman. Masing-masing periode dalam Islam dianggap kelanjutan dari
peride sebelumnya. Yang mana, masing-masing periode diharapkan dapat mentransmikian Islam
sebagaimana yang pernah ada di zaman awal yang dida’wahkan oleh Rasulullah saw. Dalam
mata rantai ini, Rasulullah saw sebagai pembawa missi pertama.5 Setelah Rasul, muncullah
sahabat, tabi’in, ulama, dan ummat secara umum untuk mengemban misi da’wah pada masa dan
tempat mereka berada. Kelanjutan misi keagamaan dalam Islam yang diibaratkan sebagai mata
rantai ini mendapatkan legalitas dari al-qur’an yang pada intinya menjelaskan bahwa Allah
sendiri menjaga keaslian al-qur’an hingga akhir zaman.

          Mata rantai yang berkesinambungan secara simbolik juga bermakna bahwa setiap
Muslim memliki tanggun jawab untuk melanjutkan praktek-praktek keIslaman di mana pun dan
kapan pun mereka berada. Da’wah tidaklah dimaskdukan untuk merubah mereka-mereka yang
telah memiliki indentitas keagaamaan tertentu agar mereka masuk Islam. Tetapi da’wah dalam
4
     Abu Ridho, Problematika Da’wah : Problem visi dan Implementasinya, dalam Adi Sasono dkk, “Solusi Islam
    atas Problematika Ummat, (Jakarta : Gema Insani Press), th.1998, hal.221.
5
     Abdul Karim Zaidan, Ushul al-Da’wah, ( Baerut : Maktabah al-Risalah), cet.3, th.1988, hal.307
terminologi ini diharapakan dapat memperkuat integritas keislaman para penganut agama Islam
itu sendiri. Dalam bahasa lain, da’wah merupakan upaya konsolidasi ke dalam yang nantinya
dapat memperbaiki kualitas kehidupan keberagamaan ummat Islam sendiri. Pada intinya, da’wah
mengajak ummat Islam untuk menganut Islam secara menyeluruh dan memerintahkan ummat
untuk memerangai kemungkaran dan saling mengingatkan untuk menegakkan kebaikan dan
keadilan.

          Pada perkembangan sekarang, da’wah menjadi kegiatan yang terorganisir dengan
melibatkan tenaga-tenga propesional yang dirintis oleh seorang ahli agama yang disebut kiyai di
Jawa, ajengan di Jawa Barat dan Tuan Guru di Lombok. Secara umum mereka disebut sebagai
ulama. Dalam Islam, ulama merupakan mata rantai penyebar agama Islam yang dianggap
sebagai pewaris nabi.




PENGERTIAN DA’WAH

        Dakwah secara etimologis dapat diartikan mengajak, menyeru, dan memanggil.6
Sedangkan, bila diartikan dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi dakwah dapat diartikan
sebagai berikut : “Mendorong (memotivasi) untuk berbuat baik, mengikuti petunjuk (Allah),
menyuruh orang mengerjakan kebaikan, melarang mengerjakan kejelekan, agar dia bahagia di
dunia dan akhirat”. (Syaikh Ali Mahfudh, Hidayah al-Mursyidin). Dakwah berasal dari bahasa
arab yang berarti mengundang, mengajak dan mendorong. Konotasi yang lazim adalah mengajak
dan mendorong sasaran untuk melakukan kebaikan dan menjauhi kejelekan atau "amar ma'ruf
nahi munkar". Dakwah berarti juga mengajak sasaran menuju jalan Allah, yakni agama Islam.

        Ada berbagai macam rumusan mengenai pengertian dakwah. Syeh Ali Mahfudz
misalnya, mendefinisikan dakwah sebagai usaha memotivisir orang-orang agar tetap
menjalankan kebajikan dan memerintahkan mereka untuk berbuat ma’ruf serta melarang
mereka berbuat mungkar, agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia akherat. 7 Senada
dengan Syeh Ali Mahfudz, Profesor Thoha Yahya Umar mengartikan dakwah adalah
6
    Ibrahim Mustafa dkk, al-Mu’jam al-Wasith, (Turki : al-Maktabah al-Islamiyah), vol.1, cet.3, tth, hal.286
7
    M. Masyhur Amin, Metoda Da’wah Islam Dan Beberapa Keputusan Pemerintah Tentang Aktivitas
    Keagamaan, (Yogyakarta : Sumbangsih), th.1980.
mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah
Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akherat. Menggunakan
rumusan lain, Syeh Bahi al-Khuly berpendapat bahwa dakwah adalah memindahkan umat
dari satu situasi ke situasi yang lain yang lebih baik. Sedang secara operasional Adnan
Harahap memberikan pengertian dakwah adalah suatu usaha merubah sikap dan tingkah laku
orang dengan jalan menyampaikan informasi tentang ajaran Islam, dan menciptakan kondisi
serta situasi yang diharapkan dapat mempengaruhi sasaran dakwah, sehingga terjadi
perubahan ke arah sikap dan tingkah laku positif menurut norma-norma agama.8

     Secara umum, makna pokok yang menjadi simpul dari pengertian dakwah yang
berbeda-beda itu terletak pada tiga hal :

     1. Amar ma’ruf nahi mungkar. Seluruh kegiatan dakwah pada dasarnya bertujuan
         untuk merealisasikan kebaikan (al-khoir) dan mengeliminasi segala hal yang
         menyebabkan orang semakin jauh dari jalan Tuhan Allah SWT.
     2. Ishlah. Makna ishlah dari dakwah ini nampak kuat pada upaya dakwah untuk
         meningkatkan kualitas kebaikan dan menurunkan kadar keburukan di dalam
         masyarakat. Dalam makna ini dakwah dipahami sebagai segala upaya yang
         bertujuan untuk merubah kondisi negatif ke kondisi yang positif atau untuk
         memperbaharui dalam makna meningkatkan kondisi yang positif ke kondisi yang
         lebih positif lagi.
     3. Dengan demikian dakwah pada dasarnya adalah bersifat taghyir (pengubah) dari
         realitas sosial yang tidak/belum ilahiyah menjadi berkondisi atau berwatak
         ilahiyah9.

     Menurut Amrullah Ahmad eksistensi dakwah Islam selain berperan sebagai pengubah
terhadap realitas sosial yang ada kepada realitas sosial yang baru, juga sesungguhnya
dipengaruhi oleh perubahan sosio-kultural yang terjadi. Dengan demikian dakwah perlu


8
              Adnan Harahap, Dakwah Dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Sumbangsih), th.1980.
              hal.25
9
               Nasruddin Harahap dkk., Dakwah Pembangunan, (Yogyakarta : DPD Golkar DIY), th.1992.
mengenal dan memahami perubahan-perubahan itu, sehingga metode dan materi dakwah
dapat diselaraskan dengan suasana dan keadaan masyarakat yang berubah.10

      Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa da’wah pada dasarnya merupakan
suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan disengaja oleh pelaku dakwah (da’i) untuk
memberikan motivasi kepada individu atau kelompok (sasaran dakwah) untuk mencapai tujuan
di atas yaitu, bahagia di dunia dan akhirat. Jadi bisa diperhatikan bahwa materi dakwah selalu
bepijak pada 2 hal:
     1. Dakwah yang berorientasi keakhiratan.
     2. Ajakan untuk meningkatkan perihal keduniawian
Manusia pada umumnya ingin memenuhi kebutuhan yang bersifat keduniaan sebagai berikut :
     a. Kebutuhan fisik
     b. Kebutuhan keamanan
     c. Kebutuhan sosial
     d. Kebutuhan penghargaan, dan
     e. Kebutuhan aktualisasi diri

      Menurut Al-qur'an, dalam melakukan dakwah harus berdasarkan prinsip bahwa manusia
yang dihadapi (mad'uw) adalah makhluk yang terdiri dari unsur jasmani, akal dan jiwa dengan
demikian mereka harus dipandang dan diperlakukan dengan keseluruhan unsur-unsur tersebut
secara simultan dan serentak. Pembangunan di Indonesia yang fokus pada pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi, cenderung mengalienasikan aspek spiritual. Hal ini mengacu pada
pembentukan nilai dan norma ekonomis. Dan akan menimbulkan gerakan ekonomi yang berjalan
bebas (tanpa spiritualitas dan melahirkan sikap kompetitif) yang bila tidak didukung oleh aspek
spritual, akan cenderung ke arah individualisme, materialisme, dan konsumerisme.

      Pengembangan dakwah yang efektif harus mengacu pada peningkatan kualitas keislaman
dan juga kualitas kehidupan masyarakatnya, dalam hal ini dari aspek ekonominya. Karena
dakwah tidak hanya memasyarakatkan hal-hal yang religius Islami, namun juga menumbuhkan
etos kerja. Inilah yang sebenarnya diharapkan oleh dakwah bil hal yang sering disebutkan oleh
10
                Amrullah Ahmad Ed., Dakwah Islam Dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta : PLP2M),
               th.1985.
para mubalig. Dakwah bil hal ini tidak meninggalkan maqâl (ucapan lisan dan tulisan),
melainkan lebih ditekankan pada sikap, perilaku, dan kegiatan-kegiatan nyata yang secara
interaktif mendekatkan masyarakat pada kebutuhannya, yang secara langsung atau tidak
langsung dapat mempengaruhi peningkatan keberagamaan.

     Pola pengembangan dakwah seperti ini, merupakan alih teknologi sosial yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia sebagai imbangan alih teknologi meteriil yang tidak akan
berhenti dengan segala dampaknya. Keseimbangan antara dua teknologi itu setidaknya akan
menjanjikan ketentraman hati serta gejolak sosial, yang terkadang berakibat terhadap meluasnya
kesenjangan sosial dan stress di kalangan masyarakat awam. Keseimbangan yang dimaksud akan
mengacu ke arah tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat. Melihat kepada kebutuhan-
kebutuhan di atas, perlu diperhatikan pemilahan sasaran dakwah secara jeli agar tujuan dakwah
dapat mencapai hasil yang maksimal. Selain itu, bila dakwah berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan kelompok, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang partisipatif.
Dengan pendekatan ini, kebutuhan digali oleh motivator dakwah (kader) bersama-sama dengan
kelompok sasaran yang akan diberdayakan. Pemecahan masalah direncanakan dan dilaksanakan
oleh kader bersama dengan kelompok sasaran.Dengan demikian, perencanaan tidak dilakukan
secara top down tetapi botom up. Dakwah jenis inilah yang dapat dikatakan dakwah yang
memberdayakan masyarakat atau disebut juga Dakwah bil hal. Banyak yang menyebut bahwa
dakwah bil hal, merupakan koreksi dari dakwah yang telah ada selama ini yang lebih banyak
terfokus pada dakwah mimbar yang monoton, sementara dana dan daya habis tanpa adanya suatu
perubahan yang berarti. Akan lebih baik, jika ada keseimbangan diantara keduanya. Sehingga
pada akhirnya ada semacam perubahan yang berarti dalam masyarakat.11

     Kegiatan dakwah Islamiah itu sendiri tidak dapat lepas dari lima unsur yang harus berjalan
serasi dan seimbang. Karena pada dasarnya kegiatan dakwah merupakan proses interaksi antara
pelaku dakwah (da’i) dan sasaran dakwah (masyarakat) dengan strata sosialnya yang
berkembang. Antara sasaran dakwah dan si pelaku dakwah keduanya saling mempengaruhi,
dimana mereka sama menuntut porsi materi, media, dan metode tertentu.

11
              Adnan Harahap, Dakwah Dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Sumbangsih), th.1980.
              hal.43.
Strategi dakwah akan berhasil jika kelima unsur tersebut berjalan dengan seimbang. Ini
berarti, kegiatan dakwah bukan bukan sekedar memberikan pengajian di atas mimbar di hadapan
masyarakat yang luas serta heterogen. Namun lebih dari itu, dakwah menuntut tumbuhnya suatu
kesadaran bagi masyarakat yang mendengarkan dakwah tersebut agar pada gilirannya mampu
melakukan perubahan positif dari pengamalan dan wawasan agamanya. Kita tidak bisa
mengukur keberhasilan sebuah kegiatan dakwah dari banyaknya jumlah pengunjung yang
melimpah pada suatu forum pengajian dan hebatnya mubalig yang lucu, dan kocak. Sementara
biaya     yang   keluar    relatif   banyak   tanpa   diimbangi    dengan    evaluasi   dari     massa
pengunjungnya.Pengembangan dakwah Islamiah merupakan proses interaksi dari serangkaian
kegiatan terencana yang mengarah pada peningkatan kualitas keberagamaan umat Islam.
Kualitas itu meliputi pemahaman ajaran Islam secara utuh dan tuntas, wawasan keberagamaan,
penghayatan, dan pengamalannya. Sebagai suatu proses maka tuntutan dasarnya adalah
perubahan sikap dan perilaku yang diorientasikan pada sumber nilai yang Islami.12

        Efektifitas dakwah mempunyai dua strategi yang saling mempengaruhi keberhasilannya.
Pertama, peningkatan kualitas keberagamaan. Kedua, dengan mendorong terjadinya perubahan
sosial. Ini berarti memerlukan pendekatan partisipatif di samping pendekatan kebutuhan.
Dakwah bukan lagi menggunakan pendekatan yang hanya direncanakan secara sepihak oleh
pelaku dakwah dan bukan pula hanya pendekatan tradisional, yang mengutamakan besarnya
massa.Pendekatan partisipatif menghendaki sasaran dakwah dilibatkan dalam perencanaan
dakwah, bahkan dalam penggalian permasalahan dan kebutuhan. Disinilah akan tumbuh dimensi
ide dan gagasan baru, di mana para da’i berperan sebagai pemandu dialog-dialog keberagamaan
yang mincul dalam mencari alternatif pemecahan masalah.

        Dakwah Islamiah dituntut untuk bisa meletakkan Islam pada posisi pendamai dan pemberi
makna terhadap konflik dalam kehidupan manusia, akibat globalisasi di segala bidang. Dengan
demikian, ajaran Islam menjadi alternatif bagi upaya mencari solusi pengembangan sumber daya
manusia seutuhnya. Dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat ada dua hal
yang dapat dilakukan. Pertama, memberi motivasi kepada kaum Muslimin yang mampu untuk

12
                  Amrullah Ahmad Ed., Dakwah Islam Dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta : PLP2M),
                 th.1985.
menumbuhkan solidaritas soial. Kedua, yang paling mendasar dan mendesak adalah dakwah
dalam bentuk aksi-aksi nyata dan program-program yang langsung menyentuh kebutuhan.

     Dakwah dalam bentuk ini sebenarnya sudah banyak dilaksanakan oleh kelompok-
kelompok Islam, namun masih masih sporadis dan tidak dilembagakan, sehingga menimbulkan
efek kurang baik, misalnya, dalam mengumpulkan dan membagikan zakat. Akibatnya fakir
miskin yang menerima zakat cenderung menjadi thama’ (tergantung). Dalam rangka
memberdayakan masyarakat Indonesia, dalam hal ini yang masih hidup di bawah garis
kemiskinan. Kita tidak dapat hanya memberi saja (zakat). Namun, juga diberikan semacam
modal, pengetahuan serta skill yang cukup agar mereka dapat mulai memberdayakan diri.

     Jika kita melihat lembaga-lembaga sosial yang ada maka ditemukan ada 3 macam:
1. Lembaga yang bersifat karikatif, dalam bentuk bantuan, jasa atau barang.
2. Lembaga yang bersifat pengembangan swadaya masyarakat yang dibantu.
3. Lembaga yang berbicara tentang konsep, ideology atau strategi alternatif pembangunan.
  Walaupun yang diugkapkan ini berelevansi lebih ke global, tetapi pemkiran yang ia
  kemukakan dapat juga diterapkan di Indonesia.
     Dakwah dapat juga dalam bentuk pengembangan masyarakat. Diantara keduanya terdapat
persamaan yang cukup mendasar. Karena pengembangan atau pemberdayaan masyarakat
merupakan proses dari serangkaian kegiatan yang mengarah pada peningkatan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat. Kesamaan antara keduanya yaitu bahwa dakwah dan pengembangan
masyarakat sama-sama ingin mencapai kesejahteraan serta sama-sama meningkatkan kesadaran
berperilaku dari yang tidak baik kepada perilaku baik.
     Hasil dari usaha dakwah bil hal ini juga memiliki implikasi atau pengaruh terhadap
pengembangan masyarakat, yaitu :
1. Masyarakat yang menjadi sasaran dakwah, pendapatannya bertambah untuk membeiayai
   pendidikan, atau memperbaiki kesehatan;
2. Dapat menarik partisipasi masyarakat dalam pembangunan, karena masyarakat tersebut
   terlibat dari tahap perencenaan sampai pelaksanaan dakwah bil hal;
3. Dapat mengembangkan swadaya masyarakat dan dalam proses jangka panjang dapat
   menumbuhkan kemandirian;
4. Dapat mengembangkan kepemimpinan daerah setempat, dan terkelolanya sumber daya yang
       ada. Karena kelompok sasaran tidak hanya menjadi objek tetapi juga menjadi subjek
       kegiatan;
5. Terjadinya proses belajar-mengajar antar sesama warga yang terlibat dalam kegiatan. Sebab
       kegiatan direncanakan dan dilakukan secara bersama hal ini menyebabkan adanya sumbang
       saran secara timbal balik.
         Melihat sasaran dakwah yang begitu luas, yang meliputi segenap lapisan masyarakat maka
untuk lebih dapat menjalankan dakwah secara lebih menyebar, penggunaan media serta
kecanggihan teknologi merupakan suatu hal yang wajib. Karena kita tentunya tidak ingin
dikatakan ketinggalan jaman. Dakwah secara konvensional harus mulai melakukan strategi-
startegi yang sesuai kemajuan teknologi agar penampilan dari dakwah itu sendiri mendapat
tempat di hati kelompok sasaran dakwah.

         Tradisi baru LSM Muslim dalam bentuk bank syari’ah dan organisasi penggalangan SIZ
yang digagas dan dibangun oleh oleh kalangan intelektual Muslim telah meretas sebuah rumusan
baru da’wah Islam di Indonesia. Jika diletakkan dalam perkembangan gerakan Islam di
Indonesia, lembaga-lembaga tersebut semakin memperkaya organisasi-organisasi dan gerakan-
gerakan Islam. Dan jika diletakkan dalam konteks da’wah dan permberdayaan masyarakat,
lembaga-lemnbaga tersebut telah membumikan konsep da’wah bi al-hal yang selama ini
mencari-cari bentuk penerapan.13

DA’WAH TRANSFORMATIF

       Da’wah dengan mengandalkan dua tipe tersebut merupakan da’wah yang transformatif.
Yaitu da’wah yang tidak menjadikan aspek verbal sebagai sayap utama dalam penyampaian
materi-materi keislaman terhadap objek da’wah, tetapi berusaha mengadakan internalisasi nila-
nilai Islam ke dalam ruang lingkup masyarakat secara nyata. Baik yang bersifat pendampingan,
seperti desa binaan, maupun advokasi terhadap hak-hak masyarakat untuk mendapatkan akses
ekonomi yang lebih baik. Jika ini dilakukan dengan baik, da’wah tidak hanya dikenal mampu
memberdayakan tingakat relijiusitas masyarakat, tetapi juga dapat menegaskan kemapanan sosial
mereka yang pada gilirannya akan melahirkan perubahan sosial.
13
      Arief Subhan, Da’wah dan pemberdayaan masyarakat, dalam Kusmana (Ed), Bunga Rampai Islam dan
     Kesejahteraan sosial, (Jakarta : IAIN Indonesian Sosial Equity Project), cet.1, th.2006, hal.26-27.
Setidaknya ada lima (5) indikator yang mesti melekat dalam dakwah transformatif dalam
pandangan Khamami Zada :

   1. Dari aspek materi dakwah; ada perubahan yang berarti; dari materi ubudiyah ke materi
      sosial. Dalam kerangka ini, seorang da’i diharapkan mampu mengambangkan materi-
      materi da’wahnya hingga mencakup isu-isu sosial yang berkembang dan dibutuhkan
      oleh masyarakat. Sebagai contoh, materi-materi seperti korupsi, kemiskinan, dan
      penindasan layak untuk disosialisaikan lebih jauh kepada mereka. Seorang juru da’wah
      tidak lagi terlalu terpokus pada upaya mendiskreditkan agama lain jika terjadi
      permalasahan dalam masyarakat. Tetapi berusaha mengambil langkah nyata yang bisa
      mengangkat citra masyarakat Muslim menjadi lebih baik dan lebih beriorientasi ke
      depan.
   2. Dari aspek metodologi terjadi perubahan; dari model monolog ke dialog. Dalam hal ini,
      metodologi penyampaian juru da’wah tidak lagi bertumpu pada podium dengan retorika
      yang menarik serta pendengar yang hanya bisa menilai baik buruknya tampilan sang
      da’i. Tetapi, dalam bentuk da’wah seperti ini, keterlibatan masyarakat dalam
      mengungakap permasalahan menjadi menonjol. Karena da’i tidak lagi monolog dalam
      penyampaiannya tetapi telah beralih kepada proses dialog yang memperlihatkan
      keakraban masyarakat dengan juru da’wahnya. Jika kita menela’ah da’wah Rasulullah
      saw, tampak bahwa perubahan sosial yang terjadi dengan da’wahnya lebih disebabkan
      oleh tampilnya Rasul dalam lingkup kemasyarakatan lebih luas. Terhitung dalam
      sepekan, da’wah Rasulullah yang bersifat formal hanya ditemukan ketika hari jum’at
      dalam khotbahnya saja. Selebihnya mengarah kepada dialog maupun pertanya yang
      timbul akibat adanya permasalahan yang dihadapai oleh masyarakat.
   3. Menggunakan institusi yang bisa diajak bersama dalam aksi. Selama ini, da’wah lebih
      banyak dilakukan secara personal sehingga efek sosial yang ditimbulkan cendrung
      minimal. Walaupun memang tidak dipungkiri bahwa juru da’wah personal juga berasal
      dari intitusi pendidikan tertentu. Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
      personalitas mereka lebih menonjol dibanding kehadirannya dalam institusi da’wah
      tertentu. Institusi sebagai basis gerakan diharapakan dapat memberikan legitimasi yang
      lebih kuat kepada juru da’wah. Jaringan dan sumber daya tidak hanya milik sendiri,
melainkan juga ada pada orang lain, karena itu, institusi menjadi sesuatu yang penting
        untuk menjadi basis dari gerakan sosial. Itu sebabnya, agar para juru dakwah lebih
        mudah melakukan pendampingan masyarakat, mereka perlu menggunakan institusi yang
        kuat.
     4. Ada wujud keberpihakan pada mustad’afin. Rasa empati sosial merupakan prasyarat bagi
        juru dakwah yang menggunakan pendekatan transformatif. Dengan empati ini, juru
        da’wah tampil dibaris depan untuk merencanakan berbagai upaya yang bisa bernilai
        ekonomis bagi masyarakatnya. Kehadiran BMT yang kita saksikan saat ini dapat
        dimanfatkan secara maksimal sehingga usaha-usaha yang dilakukan masyarakat dapat
        terbantu denga suntikan modal yang difasilatasi oleh sang da’i.

     5. para juru dakwah melakukan advokasi dan pengorganisasian masyarakat terhadap suatu
        kasus yang terjadi di daerahnya agar nasib para petani, nelayan, buruh, dan kaum
        tertindas lainnya didampingi. Inilah puncak dari para juru dakwah yang menggunakan
        pendekatan transformatif. Hasil akhir dari dakwah transformatif adalah mencetak para
        juru dakwah yang mampu melakukan pendampingan terhadap problem-problem sosial
        yang dihadapi masyaraat.14




EFEK PERUBAHAN SOSIAL DA’WAH

        Perubahan sosial menurut Henry Pratt dan Fairchild, sebagaimana dikutip oleh Simuh15,
adalah sebuah variasi aatu modifikasi dalam beberapa aspek baik mengenai proses, pola dan
bentuk soisal. Terdapat tiga pendekatan terhadap perubahan sosial kumulatif, yaitu : (1)
Pendekatan yang memandang pola-pola yang bisa digeneralisir dalam hal bagaiman semua aspek
perubahan terjadi.(2) Pendekatan yang mencari penjelasan terhadap semua pola komulasi yang
didasrkan poada teori evolusi. (3)pendektan yang berpendapat bahwa tidak ada evolusi tunggal
bagi semua perubahan dalam sejarah manusia.16
14
     Khamami Zada, Da’wah Transformatif : Mengantar da’i sebagai pendamping masyarakat, (Jakarta : PP
   Lakpesdam NU), cet.1, th.2006, hal.
15
    Simuh, Islam Tradisonal dan Perubahan Sosial, dalam Islam dan Hegemoni Sosial, Drs Khaeroni dkk (ed),
   (Jakarta : Media Cita), Cet.1, th.2001, hal.5.
16
    Edgar Borgotta & Marie L. Borgotta (ed), Ensklopedia Of Sociology, ( New York : Macmillan Publishing
   Company ), th1992.
Terjadinya perubahan sosial biasanya melalui peroses, Pertama : upaya masyarakat untuk
mengkuti perubahan yang pada pase awal dianggap sebagai penyimpangan. Kedua : penyedian
saluran yang mendukung terjadinya perubahan soisal dalam masyakat yang terwujud pada
lembaga-lembaga, baik lembaga ekonomi, da’wah ataupun lembaga pendidikan. Ketiga :
terjadinya reorganisasi sosial. Yakni adanya pelemahan terhadap unsur tradisi lama yang
kemudian digantikan oleh tradisi baru sesuia dengan system yang dipersiapkan.17

MODEL PERUBAHAN

       Ada dua pilihan metode untuk melahirkan sebuah kondisi baru sebagai sebuah terapi bagi
kondisi yang hendak di perbaiki tadi, pertama dengan cara evolusi dan kedua dengan cara
revolusi18


1. Model Evolusi
           Cara evolusi merupakan cara yang paling mudah di lakukan, aman bagi jalannya sistem
       yang sedang berlaku tapi dari sisi waktu tempuh akan banyak menghabiskan hitungan yang
       tidak sedikit. Proses perubahan seperti ini juga cenderung hanya “melingkar” di tingkat elit
       saja dan sedikit sekali mengakomodasikan input dari grass root yang muncul ke permukaan
       sebagai reaksi atas berbagai kebijakan elit yang selama ini berkuasa. Konsekunsi logis dari
       perubahan model ini akan menempatkan rezim yang sedang asyik berada dalam tampuk
       kekuasaanya dengan leluasa memilih agenda-agenda perubahan yang ada berdasarkan
       “aman atau tidak” bagi kekuasaannya.19
           Perkembangan masyarakat secara umum sebagaimana digambarkan oleh teori evolusi
       seperti berikut: (1) bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah layaknya garis lurus.
       Dalam hal ini, masyarakt dipandang bergerak dari bentuk primitif menuju bentuk modern.
       Ringkasnya, bentuk dunia ke depan dapat diprediksi bahwa dalam beberapa waktu ke depan
       kemajua pasti akan diperoleh, (2) teori evolusi membaurkan antara pandangan subjektifnya
       tentang nilai dan tujuan akhir perubahan sosial. Perbuahan menuju masyrakat moderen

17
    Muhammad Tholhah Hasan, Islam dalam Persfektif Sosio Kultural, (Jakarta : Lantabora Press), cet.3, th.2005,
   hal.16.
18
   Nana Sudiana, Islam dan perubahan sosial politik, (http://nsudiana.wordpress.com/2007/12/24/Islam-dan-
   perubahan-sosial-politik/. Diakses pada hari senen tanggal 20 juli 2009.

19
     Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia), cet.1, th.2001, hal.198.
adalah perkembangan yang tidak bisa dihindari dalam teori ini. Karenanya semua kebaikan
     seperti kemajuan dan kemanusiaan dan modernitas dianggap sebagai hasil dari
     perkembangan masyarakat yang selalu dicita-citakan.20
         Tidaklah mengherankan model ini kurang populer, apalagi di negara-negara Dunia
     Ketiga yang perubahan politiknya secara umum masih cukup eksplosif. Tidak perlu tokoh
     yang cukup kharismatik atau terkenal dalam model ini, karena sepenuhnya kewenangan
     hendak kemana arah perubahan yang terjadi terletak di tangan penguasa sendiri. Elit
     penguasa serta pihak-pihak tertentu saja yang bisa terlibat dalam merumuskan berbagai
     persoalan yang ada, yang tentu saja sangat bias kepentingan. Figur-figur di luar lingkaran
     kekuasaan hanya memberikan respons-respons minimal sebatas masukan atau paling
     maksimal adalah melakukan pressure, itu pun jika ada ruang kebebasan yang cukup untuk
     melakukan hal itu.
2. Model Revolusi
          Revolusi merupakan upaya perubahan ide-ide secara mendasar yang disertai dengan
     perubahan struktur-struktur social.21 Cara ini dipandang cukup popular mengignat kalangan
     gerakan social atau gerakan pembebesan terkadang memilih cara-cara seperti ini. Jika dilihat
     dari aspek waktu yang dibutuhkan, tampak memang bahwa revolusi adalah metode tercepat.
     Sekaki pun korban yang dibutuhkan juga banyak karena perubahan yang demikian ekstrim
     mensyaratkan terjadinya perubahan struktur social secara mendasar. Padahal struktur social
     yang terbentuk adalah merupakan bagian dari proses panjang yang melibatkan partisipasi
     beragam kepentingan dan tujuan. Maka tidaklah nengherankan jika antropolog aliran
     fungsionalisme tidak mendukung terjadinya revolusi social sebagimana disinggung pada
     bagian awal makalah ini. Cara ini, jika berhasil memang dengan cepat dapat diukur tingkat
     keberhasilannya. Karena memang pola yang digulirkan adalah mengikuti alur yang serba
     instant. Perubahan dengan model rovolusi ini biasanya menjadikan politik sebagai medium
     utama dan kekuasaan sebagai target akhirnya.
          Pemikiran tentang revolusi sendiri memiliki banyak varian pengertian dan pada
     umumnya berangkat dari sebuah proses kegelisahan, kecemasan serta ketidakpastian akan
     kondisi yang sedang terjadi. Saat kita membicarakan tentang perubahan sosial secara

20
    Suwarsono dan Alvin Y. So, Perubahan Sosial dan Pembangunan, (Jakarta :PT Pusataka LP3ES), cet.3, th.2000,
   hal.10.
21
    Haque, Ziaul, Wahyu dan Revolusi, (Yogyakrta : LKiS), cet.1, th.2000, hal.17
revolutif, maka kita hampir tidak akan bisa memisahkan diri dari kaitannya dengan masalah
        politik di sebuah negara. Sebelum sebuah revolusi sosial terjadi, biasanya terjadi suatu
        proses alienasi kekuasaan. Alienasi ini terjadi karena kekuasaan yang ada semakin
        meninggalkan kepentingan-kepentingan rakyat dan justeru seolah menjadi bagian lain dari
        pranata yang ada.22
            Revolusi sosial yang terjadi di Barat kondisinya berbeda dengan apa yang terjadi di
        Timur. Barat cenderung menunjukkan nilai-nilai perubahan itu berawal dari terancamnya
        nilai-nilai kebebasan individu atau kelompok oleh sebuah sistem yang dominan dan atau
        sedang berkuasa. Sedangkan revolusi di dunia Timur justru berawal dari adanya sistem atau
        kekuatan dominan yang berlaku sewenang–wenang dengan mengabaikan kepentingan
        mayoritas yang ada. Kondisi obyektif golongan mayoritas yang sedang berada di bawah
        pengaruh kekuatan dominan ini sama sekali tidak memiliki political bargaining yang cukup
        sehingga hanya jadi obyek eksploitasi tirani minoritas yang sedang berkuasa. Selain kondisi
        ini, Timur juga memiliki “nilai tambah” yang lain dalam sisi sumber energi yang
        menumbuhkan kekuatan untuk bergerak dan melakukan perlawanan di kalangan mereka,
        yakni agama. Dunia Timur, sebagai dunia yang secara historis tidak bisa dilepaskan dengan
        pertumbuhan serta perkembangan agama-agama besar dunia, memiliki energi dan semangat
        yang cukup kuat untuk tetap bertahan dan kemudian bangkit melawan kekuatan yang
        mendominasinya, apalagi kekuatan itu merupakan kekuatan asing yang memiliki perbedaan
        yang tegas dari sisi nilai-nilai agama.
3. Model Reformasi
            Kedua pilihan tadi pada dasarnya tidak akan terlepas dari sejumlah kelebihan dan
        kekurangan, paling tidak masih ada cara Ketiga yang ternyata banyak negara
        menggunakannya untuk merombak sistem yang sedang berjalan. Cara ini pun sebenarnya
        bukan cara yang bersih dari bakal adanya korban yang jatuh tapi, dalam beberapa hal cara
        ini merupakan cara kompromis antara penguasa dengan rakyatnya. Cara ini kalau bisa
        berjalan dengan baik akan menjembatani kehawatiran-kehawatiran yang muncul berkaitan
        dengan prediksi akan adanya korban yang ada. Dalam konteks Indonesia, pilihan terhadap

22
     Nana Sudiana, Islam dan perubahan sosial politik, (http://nsudiana.wordpress.com/2007/12/24/Islam-
     dan-perubahan-sosial-politik/. Diakses pada hari senen tanggal 20 juli 2009.
cara ini bisa kita saksikan dalam rentang perjalanan sejarah bangsa ini saat mengambil
        middle way sebagai sebuah pilihan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
        Konsep jalan tengah ini ter-representasikan saaat TNI meluncurkan sebuah paradigma baru
        dalam menata dirinya dengan wujud Dwi Fungsi ABRI, ternyata cara seperti ini pula yang
        pada akhirnya–dengan kesadaran atau terpaksa–banyak mengilhami kalangan terbesar
        bangsa ini dalam mereformasi dirinya pada peristiwa puncak reformasi di bulan Mei 1998
        sebagai sebuah momentum perubahan besar bangsa.
           Islam tidaklah mementingkan perubahan yang mana dari ketiga bentuk di atas yang
hendak diterapkan. Dalam Islam, faktor yang terpenting adalah bagaimana sebuah perubahan
terjadi dan berjalan dalam koridor keislaman yang seharusnya. Namum demikian, jika kita
berkca kepada kenyataan bahwa para nabi dating dengan konsep wahyu tentang realitas, maka
dipastikan bahwa perubahan yang mereka usung bersifat revolusioner. 23 Sebagai contoh,
pertentangan antara Nabi Muhammad saw. dengan kaum Quraysy Jahiliyyah, memiliki dua
aspek yang berhubungan erat yaitu aspek keagamaan dan aspek sosial. Aspek keagamaan
bermuara pada kepercayaan tentang Tuhan dengan keharusan meninggalkan ritual sesembahan
masing-masing qabilah untuk kemudian beralih menyembah Allah yang Esa. Ditambah lagi
dengan kepercayaan tentang alam akhirat yang menjadi tempat pertanggungjawaban perbuatan
manusia yang belum pernah didengar oleh orang Quraisy dari nenek moyangnya. Ternyata,
aspek keagamaan yang dianut oleh suku-suku Jahiliyyah ini sekaligus menjadi sebuah ikatan
sosial yang mepersatukan anggota-anggota dari masing-masing suku. Sehingga, menganut ajaran
Islam berarti dianggap keluar dari ikatan kesukuan yang telah ada dan mengubah tatanan
kekuasaan pada masyarakat Jahiliyyah. Dengan demikian, tampak bahwa da’wah nabi
Muhammad, jka dilihat dari paket perubahan yang ditawarkan dan penolakan kaum Quraisy,
merupakan da’wah denga semangat revolusi yang dikemudian hari terbukti merombak tatanan
jahiliah yang berjouis dan anti terhadap kaum proletar.24

           Ada beragam penelitian kualitatif yang dikembangkan dalam rangka menunjukkan
peranan da’wah dalam perubahan sosial masyarakat. Erni budiyandti misalnya, berupaya
23
     Haque, Ziaul, Wahyu dan Revolusi, (Yogyakrta : LKiS), cet.1, th.2000, hal.
24
      Sulhani Hermawan, Masyarakat Jahiliyah : Studi Historis Tenang Karakter Egaliter Hukum Islam,
     http://74.125.153.132/search?
     q=cache:_tEhfyVFANMJ:www.ditpertais.net/annualconference/ancon06/makalah/Makalah%2520Sulhani
     %2520Hermawan.doc+islam+dan+perubahan+sosial&cd=51&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a. Diakses
     pada hari senen tanggal 20 juli 2009.
memformulasikan aktifitas da’wah yang dilakukan oleh Tuan Guru di Lombok Barat. Dalam
penelitian tersebut, Bayan diperkenalkan sebagai basis Waktu Telu yang lambat laun meredup
tradisi keberagamaannya akibat pengaruh da’wah yang dilakukan oleh Waktu Lima. Waktu Telu
di sini adalah sebuah keyakinan masyarakat Islam yang dipengaruhi elemen-elemen lokal
setempat. Semenatara Waktu Lima adalah kumpulan orang Muslim yang menjadikan Islam
ortodoks sebagai panduan keberagamaannya. Da’wah yang dikembangkan oleh Tuan Guru,
berdasarkan penelitian Erni, berkisar pada beberapa aspek, berupa da’wah di masjid, seperti
khutbah, pengajian biasa, pendirian madarasah dll25

           Kedatangan Islam ke Lombok berwal pada abad ke-13 setelah kejatuhan kerajaan Hindu
Majapahit. Dengan silih bergantinya penguasa yang berpengaruh di Lombok dengan pengaruh
agama yang dibawah masing-masing, pada akhirnya masyarakat Sasak terpolarisasi menjadi dua
kelompok : Islam sasak Waktu Telu dan Waktu Limo. Setelah era wali dari Jawa, khusunya abad
ke-19 perkembagan da’wah di Lombok dipelopori oleh Tuan Guru. Tuan Guru merupakan
pemimpin setempat yang kharismatik. Pengaruh mereka telah lama meluas sebelum Belanda
menjajah Lombok. Pengaruh Tuan Guru makin meluas setelah mereka pergi haji ke Makkah.
Setelah menunaikan haji, beberapa orang tidak langsung pulang ke tanah air, tetapi mereka
melanjutkan pendidikan di Makkah dan sekitarnya untuk beberapa tahun. Setelah mereka
kembali ke Lombok, banyak anggota masyarakat yang berusaha berguru kepada mereka tentang
peraktek keislaman. Murid-murid mereka makin hari makin bertambah sehingga rumah tempat
tinggal Tuan Guru tidak lagi memadai untuk menampung para pelajar tersebut. Sehingga
munculllah ide pendirian pondok pesantren di sekitar rumah. Lambat laun sekolah rumah
tersebut berubah menjadi sekolah formal layaknya SD, SMP dan SMA.26

           Adapun strategi pengembangan da’wah yang dilakukan oleh Tuan Guru di antaranya
adalah penggunanaan kekuatan ghaib yang berbau mistis. Hal ini mirip dengan strategi
pengembangan da’wah yang dilakukan oleh para wali di Jawa sebelumnya. Beberapa Tuan Guru
dikenal di Lombok pernah memperagakan tehnik ini dalam berda’wah. Tuan Guru Mutawalli,
pimpinan pondok pesantren Darul Yatama Wa al-Masakin, pada tahun 1960 pernah menanpilkan
kekuatan ghoibnya, setelah sebelumnya mempelajari tokoh karismatik dan dianggap memiliki

25
     Erni Budiwanti, Islam Sasak : Wetu Telu Versus Waktu Lima, (Yogyakarta : LKiS), Cet.1, th.2000
26
     Erni Budiwanti, Misi dakwah dan transformasi sosial : Studi Kasus di Bayan, Lombok Barat, dalam Jurnal
     Masyarakat dan Budaya, (Puslitbang Kemasyarakatan dan Kebudayaan – LIPI), Vol.II, No.1, th.1998, hal.43.
kekuatan ghaib yang sangat dikagumi oleh penganut Waktu Telu. Namun memasuki abad 20,
strategi demikian tidak lagi dipergunakan oleh Tuan Guru. Tetapi, Budiwanti melihat strategi
yang dikembangkan kemudian adalah kerjasama dengan penguasa lokal maupun lembaga swasta
dan luar negeri untuk membantu misi da’wahnya. Selain itu, desa tertinggal dijadikan sebagai
penyebaran misi da’wah oleh Tuan Guru tertentu dengan berusaha memperhatiakan aspek sosial
kemasyarakatan. Sebagai hasil kerjasma dengan pemerintah, Tuan Guru mendapatkan bantuan
dari Depsos untuk membiayai program pelatihan da’i yang dibekali dengan keterampilan seperti
pertukangan, pertanian, reparasi mesin, perbengkelan dan tehnik listrik. Selain itu, mereka juga
dibekali ilmu psikologi dan komunikasi. Di Bayan misalnya, para dai terlibat dalam mengatasi
masalah sanitasi, program KB dan program pendirian toilet umum bagi masyarakat.

        Sementara itu, dalam konteks lebih luas, da’wah yang dipelopori oleh ulama Indonesia
yang berusaha membentuk jaringan dengan intelektual timur tengah pada abad 17-18 dikupas
denga seksama oleh Azyumardi Azra. Tokoh seperti Nuruddin al-Raniri, Abdul Ra’uf al-Sinkili
dan Muhammad Yusuf al-Makassari ditelaah dengan seksama sehingga akar pembaharuan
pendidikan Islam pada zaman modern terlihat dengan sangat jelas berdasarkan penelusuran
geneologi keilmuan ulama Indonesia tersebut.27

        Jika kita melihat penomena pasca terjadinya reformasi di Indonesia, munculnya perhatian
lembaga-lembaga keagamaan yang berusaha merokonstruksi ekonomi kaum lemah dengan
sistem ekonomi syari’ah semakin menjamur. Zakat merupakan salah satu instrumen yang
menjadi agenda dalam hal ini. Sirojuddin Abbas berusaha melihat bagaimana eksperimen
lembaga-lembaga zakat di Indonesia dalam mengumpulkan dan menyalurkan dana sosial kepada
masyarakat. Dalam penelitiannya, Sirojuddin mencatat bahwa pada tahun 2003 telah terbentuk
satu BAZIZ tingkat nasional, 24 tingkat propensi, 277 tingakat kabupaten, 3160 tingkat
kecamatan dan 38.117 tingkat kelurahan. Ini belum termasuk lembaga-lembaga serupa yang
berbasis LSM, Masjid, dan pesantren. Gejala ini memberikan indikasi bahwa masyarakat Muslim
Indonesia telah memberikan kepercayaan terhadap sistem kesejahteraan sosial yang ada dalam
tradisi Islam.28

27
    Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVIII & XVIII, (Jakarta :
   Prenada Media), edisi Revisi, th.2004.
28
    Sirojuddin Abbas, Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Investasi Sosial, dalam arief Subhan dan Yusuf
   Kilun (ed) “Islam yang Berpihak :filantropi Islam dan Kesejahteraan Sosial”, (Jakarta : Da’wah Press), th.2007,
   hal.22 (catatan kaki).
Contoh kasus yang diangkat Sirojuddin adalah Yayasan Dana Sosial al-Falah (YDSF)
Surabaya. Lembaga ini menerapkan cara yang unik dalam menjaring dana dari masyarakat.
Dengan pro aktif mereka menghubungi para calon investor melalui surat penawaran bantuan
penghitungan dan pengumpulan dana zakat atau dengan mendatangi perkantoran untuk
prersentasi di hadapan para calon donor. Selanjutnya, lembaga ini mengembangkan sistem basis
data sebagai wujud pertanggungjawaban dan pemutakhiran informasi yang dilakukan. Dengan
ini, YDSF berhasil mengembangkan jumalah muzakkinya dari tahun ke tahun. Cara ini
kemudian dikembangkan oleh LSM Muslim lainnya. Bahkan dalam tataran yang lebih massif,
cara demikian dilakukan oleh Dompet Dhuafa Republika. Dengan jangkauan pemberitaan yang
digarap oleh Republika, DD dengan mudah melaporkan perkembangan dana yang terkumpul,
setelah sbelumnya meliput da’erah miskin yang sedang dibiayai. Selain itu, kerjasama yang
dilakukan dengan sejumlah stasiun telepisi nasional telah memperluas cakupan muzakki yang
bisa dijaring oleh DD. Pada tahun 2004 saja, DD mampu mengumpulkan dana lebih dari Rp 20
milyar.29




KESIMPULAN

            Berdasrkan paparan di atas maka bisa kita disimpulkan bahwa da’wah sebagai sebuah
upaya untuk menawarkan Islam sebagai alternatif bagi kehidupan masyarakat memiliki kekuatan
yang mampu merubah kondisi yang sebelumnya statis dengan ketidakberdayaan sebagai cirinya
menjadi masyarakat yang memilki orientasi ke depan. Peranan da’i yang mulai meleburkan diri
dengan beragam permasalahan masyarakat lemah dapat menjadi solusi yang diharapakan.
Apalaai dengan wujudnya lembaga-lembga keislaman yang memberikan konstribusi signifikan
pada pembelaan kaum marjinal dengan mempbilisasi zakat dari perkotaan menuju kantong-
kantong kemiskinan. Apa yang terjadi dibayan, sekalipun yang menjadi sasarannya adalah
kelompok keberagamaan yang berciri khas sinkretisme, bisa menjadi bukti bahwa da’wah
dengan segala keruwetannya mampu mendatangkan perubahan positif bagi objek da’wah itu
sendiri.


29
      Sirojuddin Abbas, Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Investasi Sosial, dalam arief Subhan dan Yusuf
     Kilun (ed) “Islam yang Berpihak :filantropi Islam dan Kesejahteraan Sosial”, (Jakarta : Da’wah Press), th.2007,
     hal.17-18.
DAFTAR PUSTAKA




John M Echol dan Hassan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, ( Jakarta : PT Gramedia), cet.24,
      th.1997.

Erni Budiyanti, Misi dakwah dan transformasi sosial : Studi Kasus di Bayan, Lombok Barat,
      dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya, (Puslitbang Kemasyarakatan dan Kebudayaan –
      LIPI), Vol.II, No.1, th.1998.

Mahmuddin dan Try Hadiyanto sasongko, Analisis Sosial, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia),
     th.2006.

Abu Ridho, Problematika Da’wah : Problem visi dan Implementasinya, dalam Adi Sasono dkk,
      “Solusi Islam atas Problematika Ummat, (Jakarta : Gema Insani Press), th.1998.

Abdul Karim Zaidan, Ushul al-Da’wah, ( Baerut : Maktabah al-Risalah), cet.3, th.1988.

Ibrahim Mustafa dkk, al-Mu’jam al-Wasith, (Turki : al-Maktabah al-Islamiyah), vol.1, cet.3,
       tth. .
M Kholis Hamdi, Da’wah dan permberdayaan masyarakat, http://pmii-ciputat.or.id/Islam-a-
       keagamaan/157-dakwah-dan-pemberdayaan.html (diakses pada hari senen tanggal 20 juli
       2009.)

Arief Subhan, Da’wah dan pemberdayaan masyarakat, dalam Kusmana (Ed), Bunga Rampai
       Islam dan Kesejahteraan sosial, (Jakarta : IAIN Indonesian Sosial Equity Project), cet.1,
       th.2006.

Khamami Zada, Da’wah Transformatif : Mengantar da’i sebagai pendamping masyarakat,
     (Jakarta : PP Lakpesdam NU), cet.1, th.2006.

Simuh, Islam Tradisonal dan Perubahan Sosial, dalam Islam dan Hegemoni Sosial, Drs
      Khaeroni dkk (ed), (Jakarta : Media Cita), Cet.1, th.2001.

Edgar Borgotta & Marie L. Borgotta (ed), Ensklopedia Of Sociology, ( New York : Macmillan
      Publishing Company ), th1992.

Muhammad Tholhah Hasan, Islam dalam Persfektif Sosio Kultural, (Jakarta : Lantabora Press),
     cet.3, th.2005.

Nana Sudiana, Islam dan perubahan sosial politik,
      (http://nsudiana.wordpress.com/2007/12/24/Islam-dan-perubahan-sosial-politik/.
Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia), cet.1, th.2001.
Suwarsono dan Alvin Y. So, Perubahan Sosial dan Pembangunan, (Jakarta :PT Pusataka
       LP3ES), cet.3, th.2000.

Haque, Ziaul, Wahyu dan Revolusi, (Yogyakrta : LKiS), cet.1, th.2000.

Erni Budiwanti, Islam Sasak : Wetu Telu Versus Waktu Lima, (Yogyakarta : LKiS), Cet.1,
       th.2000

Budiwanti, Misi dakwah dan transformasi sosial : Studi Kasus di Bayan, Lombok Barat, dalam
      Jurnal Masyarakat dan Budaya, (Puslitbang Kemasyarakatan dan Kebudayaan – LIPI),
      Vol.II, No.1, th.1998.

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVIII &
     XVIII, (Jakarta : Prenada Media), Edisi Revisi, th.2004.

Sirojuddin Abbas, Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Investasi Sosial, dalam arief
       Subhan dan Yusuf Kilun (ed) “Islam yang Berpihak :filantropi Islam dan Kesejahteraan
       Sosial”, (Jakarta : Da’wah Press), th.2007.

Amrullah Ahmad Ed., Dakwah Islam Dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta : PLP2M),
      th.1985.


M. Masyhur Amin, Metoda Da’wah Islam Dan Beberapa Keputusan Pemerintah Tentang
     Aktivitas Keagamaan, (Yogyakarta : Sumbangsih), th.1980.


Adnan Harahap, Dakwah Dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Sumbangsih), th.1980.


M Kholis Hamdi, Da’wah dan permberdayaan masyarakat, http://pmii-ciputat.or.id/Islam-a-
       keagamaan/157-dakwah-dan-pemberdayaan.html

Nana Sudiana, Islam dan perubahan sosial politik, (http://nsudiana.wordpress.com /
       2007/12/24/Islam-dan-perubahan-sosial-politik/

Sulhani Hermawan, Masyarakat Jahiliyah : Studi Historis Tenang Karakter Egaliter Hukum
       Islam, http://74.125.153.132/search?
       q=cache:_tEhfyVFANMJ:www.ditpertais.net/annualconference/ancon06/makalah/Makal
       ah%2520Sulhani
       %2520Hermawan.doc+islam+dan+perubahan+sosial&cd=51&hl=id&ct=clnk&gl=id&cli
       ent=firefox-a.
DAKWAHEFEKSOS

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Perubahan sosial budaya
Perubahan sosial budayaPerubahan sosial budaya
Perubahan sosial budayaDwi Halimasari
 
Sosiologi - Jenis dan Upaya Menanggulangi Perubahan Sosial
Sosiologi - Jenis dan Upaya Menanggulangi Perubahan SosialSosiologi - Jenis dan Upaya Menanggulangi Perubahan Sosial
Sosiologi - Jenis dan Upaya Menanggulangi Perubahan SosialRania Afifa Dewi
 
Ppt perubahan sosial kelompok 3
Ppt perubahan sosial kelompok 3Ppt perubahan sosial kelompok 3
Ppt perubahan sosial kelompok 3Salma Van Licht
 
Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)
Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)
Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)Attar Firdaus
 
Perubahan sosial-dan-teori-modernisasi
Perubahan sosial-dan-teori-modernisasiPerubahan sosial-dan-teori-modernisasi
Perubahan sosial-dan-teori-modernisasiYeni Thanpha Choga
 
Perubahan sosial dan dinamika pemerintahan
Perubahan sosial dan dinamika pemerintahanPerubahan sosial dan dinamika pemerintahan
Perubahan sosial dan dinamika pemerintahanCanang Bagus
 
MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL “BUDAYA KONSUMERISME YANG TERJADI DI MASYARAKAT A...
MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL “BUDAYA KONSUMERISME YANG TERJADI DI MASYARAKAT A...MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL “BUDAYA KONSUMERISME YANG TERJADI DI MASYARAKAT A...
MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL “BUDAYA KONSUMERISME YANG TERJADI DI MASYARAKAT A...Aulia Hamunta
 
perubahan dinamika sosial dan budaya (sosiologi)
perubahan dinamika sosial dan budaya (sosiologi)perubahan dinamika sosial dan budaya (sosiologi)
perubahan dinamika sosial dan budaya (sosiologi)Mega Natasha
 
Sosiologi jenis norma sosial
Sosiologi jenis norma sosialSosiologi jenis norma sosial
Sosiologi jenis norma sosialAyu Aliyatun
 
pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara
pancasila sebagai ideologi bangsa dan negarapancasila sebagai ideologi bangsa dan negara
pancasila sebagai ideologi bangsa dan negaraDuanty's
 
Perubahan sosial-Bentuk bentuk perubahan sosial
Perubahan sosial-Bentuk bentuk perubahan sosialPerubahan sosial-Bentuk bentuk perubahan sosial
Perubahan sosial-Bentuk bentuk perubahan sosialBayu Pangestu
 

Mais procurados (17)

Perubahan sosial budaya
Perubahan sosial budayaPerubahan sosial budaya
Perubahan sosial budaya
 
Sosiologi - Jenis dan Upaya Menanggulangi Perubahan Sosial
Sosiologi - Jenis dan Upaya Menanggulangi Perubahan SosialSosiologi - Jenis dan Upaya Menanggulangi Perubahan Sosial
Sosiologi - Jenis dan Upaya Menanggulangi Perubahan Sosial
 
Ppt perubahan sosial kelompok 3
Ppt perubahan sosial kelompok 3Ppt perubahan sosial kelompok 3
Ppt perubahan sosial kelompok 3
 
1. perubahan sosial
1. perubahan sosial1. perubahan sosial
1. perubahan sosial
 
Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)
Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)
Tugas kelompok sosiologi (perubahan sosial)
 
Perubahan sosial-dan-teori-modernisasi
Perubahan sosial-dan-teori-modernisasiPerubahan sosial-dan-teori-modernisasi
Perubahan sosial-dan-teori-modernisasi
 
Perubahan sosial dan dinamika pemerintahan
Perubahan sosial dan dinamika pemerintahanPerubahan sosial dan dinamika pemerintahan
Perubahan sosial dan dinamika pemerintahan
 
Makalah perubahan sosial
Makalah perubahan sosialMakalah perubahan sosial
Makalah perubahan sosial
 
Dinamika sosial
Dinamika sosial Dinamika sosial
Dinamika sosial
 
Makalah perubahan sosial yogyakarta
Makalah perubahan sosial yogyakartaMakalah perubahan sosial yogyakarta
Makalah perubahan sosial yogyakarta
 
MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL “BUDAYA KONSUMERISME YANG TERJADI DI MASYARAKAT A...
MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL “BUDAYA KONSUMERISME YANG TERJADI DI MASYARAKAT A...MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL “BUDAYA KONSUMERISME YANG TERJADI DI MASYARAKAT A...
MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL “BUDAYA KONSUMERISME YANG TERJADI DI MASYARAKAT A...
 
Makalah perubahan sosial di ambon
Makalah perubahan sosial di  ambonMakalah perubahan sosial di  ambon
Makalah perubahan sosial di ambon
 
perubahan dinamika sosial dan budaya (sosiologi)
perubahan dinamika sosial dan budaya (sosiologi)perubahan dinamika sosial dan budaya (sosiologi)
perubahan dinamika sosial dan budaya (sosiologi)
 
Perubahan Sosial
Perubahan SosialPerubahan Sosial
Perubahan Sosial
 
Sosiologi jenis norma sosial
Sosiologi jenis norma sosialSosiologi jenis norma sosial
Sosiologi jenis norma sosial
 
pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara
pancasila sebagai ideologi bangsa dan negarapancasila sebagai ideologi bangsa dan negara
pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara
 
Perubahan sosial-Bentuk bentuk perubahan sosial
Perubahan sosial-Bentuk bentuk perubahan sosialPerubahan sosial-Bentuk bentuk perubahan sosial
Perubahan sosial-Bentuk bentuk perubahan sosial
 

Destaque

Syarifudin, sosiologi dakwah
Syarifudin, sosiologi dakwahSyarifudin, sosiologi dakwah
Syarifudin, sosiologi dakwahSyarifudin Amq
 
Sosiologi dakwah mochammad dawud
Sosiologi dakwah   mochammad dawudSosiologi dakwah   mochammad dawud
Sosiologi dakwah mochammad dawudMochammad Dawud
 
Refleksi wawasan nusantara sebagai geopolitik indonesia di kalangan pemuda
Refleksi wawasan nusantara sebagai geopolitik indonesia di kalangan pemudaRefleksi wawasan nusantara sebagai geopolitik indonesia di kalangan pemuda
Refleksi wawasan nusantara sebagai geopolitik indonesia di kalangan pemudaGiffari Muslih
 
Tinjauan sosiologi dakwah
Tinjauan sosiologi dakwahTinjauan sosiologi dakwah
Tinjauan sosiologi dakwahmoehnash
 
Teori dan filsafat politik pemerintahan
Teori dan filsafat politik pemerintahanTeori dan filsafat politik pemerintahan
Teori dan filsafat politik pemerintahanBKPP kabupaten Bandung
 
Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)
Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)
Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)Denny Kodrat
 
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Septian Muna Barakati
 
Psikologi dakwah
Psikologi dakwahPsikologi dakwah
Psikologi dakwahAli Fikri
 
Dalil Hambatan Dakwah
Dalil Hambatan DakwahDalil Hambatan Dakwah
Dalil Hambatan DakwahDidik Eko II
 
Persiapan da’i era kini
Persiapan da’i era kiniPersiapan da’i era kini
Persiapan da’i era kiniAbdul Ghani
 
Syarifudin, map theory dakwah dan komunikasi
Syarifudin, map theory dakwah dan komunikasiSyarifudin, map theory dakwah dan komunikasi
Syarifudin, map theory dakwah dan komunikasiSyarifudin Amq
 
Fungsi sosioliogi dalam perencanaan sosial
Fungsi sosioliogi dalam perencanaan sosialFungsi sosioliogi dalam perencanaan sosial
Fungsi sosioliogi dalam perencanaan sosialSky Patronus
 

Destaque (20)

Syarifudin, sosiologi dakwah
Syarifudin, sosiologi dakwahSyarifudin, sosiologi dakwah
Syarifudin, sosiologi dakwah
 
Sosiologi dakwah mochammad dawud
Sosiologi dakwah   mochammad dawudSosiologi dakwah   mochammad dawud
Sosiologi dakwah mochammad dawud
 
Refleksi wawasan nusantara sebagai geopolitik indonesia di kalangan pemuda
Refleksi wawasan nusantara sebagai geopolitik indonesia di kalangan pemudaRefleksi wawasan nusantara sebagai geopolitik indonesia di kalangan pemuda
Refleksi wawasan nusantara sebagai geopolitik indonesia di kalangan pemuda
 
Falsafah pelayanan publik
Falsafah pelayanan publikFalsafah pelayanan publik
Falsafah pelayanan publik
 
Tinjauan sosiologi dakwah
Tinjauan sosiologi dakwahTinjauan sosiologi dakwah
Tinjauan sosiologi dakwah
 
Teori perubahan sosial
Teori perubahan sosialTeori perubahan sosial
Teori perubahan sosial
 
Perubahan sosial
Perubahan sosialPerubahan sosial
Perubahan sosial
 
Teori dan filsafat politik pemerintahan
Teori dan filsafat politik pemerintahanTeori dan filsafat politik pemerintahan
Teori dan filsafat politik pemerintahan
 
Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)
Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)
Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)
 
Pendekatan Dakwah
Pendekatan DakwahPendekatan Dakwah
Pendekatan Dakwah
 
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
 
Psikologi dakwah
Psikologi dakwahPsikologi dakwah
Psikologi dakwah
 
Deteksi Dini Bencana Sosial
Deteksi Dini Bencana SosialDeteksi Dini Bencana Sosial
Deteksi Dini Bencana Sosial
 
Dalil Hambatan Dakwah
Dalil Hambatan DakwahDalil Hambatan Dakwah
Dalil Hambatan Dakwah
 
Persiapan da’i era kini
Persiapan da’i era kiniPersiapan da’i era kini
Persiapan da’i era kini
 
Syarifudin, map theory dakwah dan komunikasi
Syarifudin, map theory dakwah dan komunikasiSyarifudin, map theory dakwah dan komunikasi
Syarifudin, map theory dakwah dan komunikasi
 
Fungsi sosioliogi dalam perencanaan sosial
Fungsi sosioliogi dalam perencanaan sosialFungsi sosioliogi dalam perencanaan sosial
Fungsi sosioliogi dalam perencanaan sosial
 
Dakwah tanpa kekerasan
Dakwah tanpa kekerasanDakwah tanpa kekerasan
Dakwah tanpa kekerasan
 
Perubahan sosial
Perubahan sosialPerubahan sosial
Perubahan sosial
 
Profesionalkah anda
Profesionalkah andaProfesionalkah anda
Profesionalkah anda
 

Semelhante a DAKWAHEFEKSOS

Agama dan masyarakat
Agama dan masyarakatAgama dan masyarakat
Agama dan masyarakatnaufalando
 
Modul dan kurikulum pendidikan dakwah nu
Modul dan kurikulum pendidikan dakwah nuModul dan kurikulum pendidikan dakwah nu
Modul dan kurikulum pendidikan dakwah nuAhmad Rouf
 
Pluralisme menuju masyarakat majmuk
Pluralisme menuju masyarakat majmukPluralisme menuju masyarakat majmuk
Pluralisme menuju masyarakat majmukIndraGunawan335
 
Fungsi agama dan kepercayaan bagi individu
Fungsi agama dan kepercayaan bagi individuFungsi agama dan kepercayaan bagi individu
Fungsi agama dan kepercayaan bagi individuVJ Asenk
 
UTS_PENDIDIKAN AGAMA_HENDRO GUNAWAN_200401072103_IT-301.pdf
UTS_PENDIDIKAN AGAMA_HENDRO GUNAWAN_200401072103_IT-301.pdfUTS_PENDIDIKAN AGAMA_HENDRO GUNAWAN_200401072103_IT-301.pdf
UTS_PENDIDIKAN AGAMA_HENDRO GUNAWAN_200401072103_IT-301.pdfHendroGunawan8
 
Dakwah, nur habibullah norman kardi, stai an nadwah kuala tungkal
Dakwah, nur habibullah norman kardi, stai an nadwah kuala tungkalDakwah, nur habibullah norman kardi, stai an nadwah kuala tungkal
Dakwah, nur habibullah norman kardi, stai an nadwah kuala tungkalnur habibullah norman kardi
 
Etika SosialdalamInteraksiLintas Agama
Etika SosialdalamInteraksiLintas AgamaEtika SosialdalamInteraksiLintas Agama
Etika SosialdalamInteraksiLintas AgamaKuliahMandiri.org
 
Konsep Agama di Indonesia
Konsep Agama di IndonesiaKonsep Agama di Indonesia
Konsep Agama di Indonesiapjj_kemenkes
 
Isu isu seputar radikalisme (makalah)
Isu isu seputar radikalisme (makalah)Isu isu seputar radikalisme (makalah)
Isu isu seputar radikalisme (makalah)Erta Erta
 
Corak penafsiran al qur
Corak penafsiran al qurCorak penafsiran al qur
Corak penafsiran al qurAna Laku
 
Metodologi Studi Islam - Materi IAIN Tulungagung (Mr. Khutbuddin Aibak,M. HI)
Metodologi Studi Islam - Materi IAIN Tulungagung (Mr. Khutbuddin Aibak,M. HI)Metodologi Studi Islam - Materi IAIN Tulungagung (Mr. Khutbuddin Aibak,M. HI)
Metodologi Studi Islam - Materi IAIN Tulungagung (Mr. Khutbuddin Aibak,M. HI)Asma'ul Khusna
 
093 05toleransiagama
093 05toleransiagama093 05toleransiagama
093 05toleransiagamaadindanurina
 

Semelhante a DAKWAHEFEKSOS (20)

Kyai dan perubahan_sosial
Kyai dan perubahan_sosialKyai dan perubahan_sosial
Kyai dan perubahan_sosial
 
Revisi pid klmpk 1
Revisi pid klmpk 1Revisi pid klmpk 1
Revisi pid klmpk 1
 
Agama dan masyarakat
Agama dan masyarakatAgama dan masyarakat
Agama dan masyarakat
 
Modul dan kurikulum pendidikan dakwah nu
Modul dan kurikulum pendidikan dakwah nuModul dan kurikulum pendidikan dakwah nu
Modul dan kurikulum pendidikan dakwah nu
 
Pluralisme menuju masyarakat majmuk
Pluralisme menuju masyarakat majmukPluralisme menuju masyarakat majmuk
Pluralisme menuju masyarakat majmuk
 
Fungsi agama dan kepercayaan bagi individu
Fungsi agama dan kepercayaan bagi individuFungsi agama dan kepercayaan bagi individu
Fungsi agama dan kepercayaan bagi individu
 
UTS_PENDIDIKAN AGAMA_HENDRO GUNAWAN_200401072103_IT-301.pdf
UTS_PENDIDIKAN AGAMA_HENDRO GUNAWAN_200401072103_IT-301.pdfUTS_PENDIDIKAN AGAMA_HENDRO GUNAWAN_200401072103_IT-301.pdf
UTS_PENDIDIKAN AGAMA_HENDRO GUNAWAN_200401072103_IT-301.pdf
 
PLURALISME AGAMA.pptx
 PLURALISME AGAMA.pptx PLURALISME AGAMA.pptx
PLURALISME AGAMA.pptx
 
1111111111
11111111111111111111
1111111111
 
Dakwah, nur habibullah norman kardi, stai an nadwah kuala tungkal
Dakwah, nur habibullah norman kardi, stai an nadwah kuala tungkalDakwah, nur habibullah norman kardi, stai an nadwah kuala tungkal
Dakwah, nur habibullah norman kardi, stai an nadwah kuala tungkal
 
9414 26510-1-pb
9414 26510-1-pb9414 26510-1-pb
9414 26510-1-pb
 
Etika SosialdalamInteraksiLintas Agama
Etika SosialdalamInteraksiLintas AgamaEtika SosialdalamInteraksiLintas Agama
Etika SosialdalamInteraksiLintas Agama
 
Konsep Agama di Indonesia
Konsep Agama di IndonesiaKonsep Agama di Indonesia
Konsep Agama di Indonesia
 
Buku pesantren
Buku pesantrenBuku pesantren
Buku pesantren
 
Isu isu seputar radikalisme (makalah)
Isu isu seputar radikalisme (makalah)Isu isu seputar radikalisme (makalah)
Isu isu seputar radikalisme (makalah)
 
Corak penafsiran al qur
Corak penafsiran al qurCorak penafsiran al qur
Corak penafsiran al qur
 
Revisi pid klmpk 3
Revisi pid klmpk 3Revisi pid klmpk 3
Revisi pid klmpk 3
 
Buletin Al-Khoirot Edisi 3 Agustus 2007
Buletin Al-Khoirot  Edisi 3 Agustus 2007Buletin Al-Khoirot  Edisi 3 Agustus 2007
Buletin Al-Khoirot Edisi 3 Agustus 2007
 
Metodologi Studi Islam - Materi IAIN Tulungagung (Mr. Khutbuddin Aibak,M. HI)
Metodologi Studi Islam - Materi IAIN Tulungagung (Mr. Khutbuddin Aibak,M. HI)Metodologi Studi Islam - Materi IAIN Tulungagung (Mr. Khutbuddin Aibak,M. HI)
Metodologi Studi Islam - Materi IAIN Tulungagung (Mr. Khutbuddin Aibak,M. HI)
 
093 05toleransiagama
093 05toleransiagama093 05toleransiagama
093 05toleransiagama
 

Mais de Idrus Abidin

Rasionalitas al Qur’an dalam Dunia Debat
Rasionalitas al Qur’an dalam Dunia DebatRasionalitas al Qur’an dalam Dunia Debat
Rasionalitas al Qur’an dalam Dunia DebatIdrus Abidin
 
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.Idrus Abidin
 
Bahaya Dosa dan Maksiat.
Bahaya Dosa dan Maksiat.Bahaya Dosa dan Maksiat.
Bahaya Dosa dan Maksiat.Idrus Abidin
 
LGBT dalam Perbincangan Ulama Mazhab
LGBT dalam Perbincangan Ulama MazhabLGBT dalam Perbincangan Ulama Mazhab
LGBT dalam Perbincangan Ulama MazhabIdrus Abidin
 
Hakikat kemerdekaan menurut islam
Hakikat kemerdekaan menurut islam Hakikat kemerdekaan menurut islam
Hakikat kemerdekaan menurut islam Idrus Abidin
 
Tafsir Surat al-Maidah ayat 51
Tafsir Surat al-Maidah ayat 51Tafsir Surat al-Maidah ayat 51
Tafsir Surat al-Maidah ayat 51Idrus Abidin
 
Tafsir Surah al-Qori'ah
Tafsir Surah al-Qori'ahTafsir Surah al-Qori'ah
Tafsir Surah al-Qori'ahIdrus Abidin
 
Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)
Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)
Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)Idrus Abidin
 
Tafsir Surat an-Naas
Tafsir Surat an-NaasTafsir Surat an-Naas
Tafsir Surat an-NaasIdrus Abidin
 
Tafsir Surah al-Maun
Tafsir Surah al-MaunTafsir Surah al-Maun
Tafsir Surah al-MaunIdrus Abidin
 
Tafsir Surat al A'laa
Tafsir Surat al A'laaTafsir Surat al A'laa
Tafsir Surat al A'laaIdrus Abidin
 
Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun)
Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun) Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun)
Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun) Idrus Abidin
 
Urgensi Ilmu dalam Islam
Urgensi Ilmu dalam IslamUrgensi Ilmu dalam Islam
Urgensi Ilmu dalam IslamIdrus Abidin
 
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.Idrus Abidin
 
Keberanian dalam Islam
Keberanian dalam IslamKeberanian dalam Islam
Keberanian dalam IslamIdrus Abidin
 
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia ModernMakna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia ModernIdrus Abidin
 
Semangat Mengamalkan Amalan Sunnah
Semangat Mengamalkan Amalan SunnahSemangat Mengamalkan Amalan Sunnah
Semangat Mengamalkan Amalan SunnahIdrus Abidin
 
Keistimewaan al-Qur'an
Keistimewaan al-Qur'anKeistimewaan al-Qur'an
Keistimewaan al-Qur'anIdrus Abidin
 

Mais de Idrus Abidin (20)

Rasionalitas al Qur’an dalam Dunia Debat
Rasionalitas al Qur’an dalam Dunia DebatRasionalitas al Qur’an dalam Dunia Debat
Rasionalitas al Qur’an dalam Dunia Debat
 
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.
VISI MISI ISLAM : TITIK KESEIMBANGAN DUNIA DAN AKHIRAT.
 
Bahaya Dosa dan Maksiat.
Bahaya Dosa dan Maksiat.Bahaya Dosa dan Maksiat.
Bahaya Dosa dan Maksiat.
 
LGBT dalam Perbincangan Ulama Mazhab
LGBT dalam Perbincangan Ulama MazhabLGBT dalam Perbincangan Ulama Mazhab
LGBT dalam Perbincangan Ulama Mazhab
 
Hakikat kemerdekaan menurut islam
Hakikat kemerdekaan menurut islam Hakikat kemerdekaan menurut islam
Hakikat kemerdekaan menurut islam
 
Tafsir Surat al-Maidah ayat 51
Tafsir Surat al-Maidah ayat 51Tafsir Surat al-Maidah ayat 51
Tafsir Surat al-Maidah ayat 51
 
Tafsir Surah al-Qori'ah
Tafsir Surah al-Qori'ahTafsir Surah al-Qori'ah
Tafsir Surah al-Qori'ah
 
Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)
Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)
Tingkatan Kaum Beriman (Tafsir Surah Fathir 32)
 
Tafsir Surat an-Naas
Tafsir Surat an-NaasTafsir Surat an-Naas
Tafsir Surat an-Naas
 
Tafsir Ayat Puasa
Tafsir Ayat PuasaTafsir Ayat Puasa
Tafsir Ayat Puasa
 
Tafsir Surah al-Maun
Tafsir Surah al-MaunTafsir Surah al-Maun
Tafsir Surah al-Maun
 
Tafsir Surat al A'laa
Tafsir Surat al A'laaTafsir Surat al A'laa
Tafsir Surat al A'laa
 
Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun)
Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun) Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun)
Keseimbangan dalam Hidup Muslim (Tawazun)
 
Urgensi Ilmu dalam Islam
Urgensi Ilmu dalam IslamUrgensi Ilmu dalam Islam
Urgensi Ilmu dalam Islam
 
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
Keistimewaan Risalah Rasulullah Saw.
 
Keberanian dalam Islam
Keberanian dalam IslamKeberanian dalam Islam
Keberanian dalam Islam
 
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia ModernMakna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
Makna Hijrah dan Fungsinya dalam Dunia Modern
 
Semangat Mengamalkan Amalan Sunnah
Semangat Mengamalkan Amalan SunnahSemangat Mengamalkan Amalan Sunnah
Semangat Mengamalkan Amalan Sunnah
 
Tujuan al-Qur'an
Tujuan al-Qur'anTujuan al-Qur'an
Tujuan al-Qur'an
 
Keistimewaan al-Qur'an
Keistimewaan al-Qur'anKeistimewaan al-Qur'an
Keistimewaan al-Qur'an
 

Último

Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024
Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024
Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024milliantefraim
 
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdfBuku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdfsrengseng1c
 
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .Ustadz Habib
 
Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)
Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)
Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)ErnestBeardly1
 
Ternyata Ada KUASA Dibalik UCAPAN SYUKUR
Ternyata Ada KUASA Dibalik UCAPAN SYUKURTernyata Ada KUASA Dibalik UCAPAN SYUKUR
Ternyata Ada KUASA Dibalik UCAPAN SYUKURSmpPGRI6AminJaya
 
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syaratIhsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syaratpuji239858
 
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHWJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHRobert Siby
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfDianNovitaMariaBanun1
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRobert Siby
 
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaRobert Siby
 
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURANAYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURANBudiSetiawan246494
 
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.KennayaWjaya
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSRobert Siby
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6Adam Hiola
 

Último (14)

Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024
Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024
Panduan Liturgi untuk sekolah minggu 2024
 
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdfBuku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
Buku Panduan Baca Tulis Al-Quran dan Praktik Ibadah.pdf
 
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
Asmak Sunge Rajeh WA +62 819 3171 8989 .
 
Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)
Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)
Pelajaran Masa Lalu (Sekolah Sabat Dewasa, 10 Mac 2024)
 
Ternyata Ada KUASA Dibalik UCAPAN SYUKUR
Ternyata Ada KUASA Dibalik UCAPAN SYUKURTernyata Ada KUASA Dibalik UCAPAN SYUKUR
Ternyata Ada KUASA Dibalik UCAPAN SYUKUR
 
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syaratIhsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
Ihsanul amal, beramal dalam Islam ada 2 syarat
 
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHWJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
 
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
 
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURANAYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
 
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
Teks Doa Untuk Rosario Peristiwa Terang.
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 6
 

DAKWAHEFEKSOS

  • 1. MISI DA’WAH DAN PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Idrus Abidin, Lc., MA. Sumber : idrusabidin.blogspot.com PENDAHULUAN Istilah da’wah telah menjadi lazim di tengah komunitas Muslim, sebagaimana istilah missionaris merupakan istilah baku bagi upaya penyampaian misi keagamaan dalam agama Kristen katolik dan protestan di Indonesia. Dalam kamus bahasa inggris, istilah missionaris dimaknai dengan dua makna ; (1) sejumlah orang yang dikirim oleh komunitas keagamaan untuk melakukan propaganda agama, (2) suatu organisasi agama atau lembaga keagamaan yang memfokuskan aktivitas utamanya pada konversi agama.1 Kedua makna di atas jelaslah tidak bermakna dan tidak menunjukkan aktifitas agama tertentu. Hanya saja,dalam Islam istilah tersebut tidaklah digunakan mengingat bahwa Islam sendiri memiliki istilah khas dalam upaya yang sama,yaitu ; da’wah. Dalam diskursus keIslaman, da’wah selama ini terkesan kompensional dengan hanya mengadalkan ceramah lisan di atas mimbar dengan retotika yang memukau dan pegajian lepas dalam bentuk kajian keIslaman. Padahal, pembentukan masyarakat Islam yang hendak dibangun tidaklah bisa terwujud tanpa adanya peran kemasyaraktan da’i yang bersifat langsung dan berpihak kepada objek da’wah. Karenanya, da’wah perlu diorientasikan kepada dua arus utama. Pertama, da’wah yang bersifat kompensional dengan mengandalkan basis keilmuan yang memadai dan yang kedua, da’wah yang mampu meningkatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang sangat mendasar, seperti peningkatan ekonomi keluarga dan advokasi terhadap hak-hak mendasar masyarakat yang belum diterima selama ini. Dalam kategori ini, hadirnya da’wah bisa dianggap penyelesaian yang memang sangat membantu masyarakat untuk keluar dari problema yang di hadapi. Makala ini berusaha memotret bagaimana konsep da’wah yang dapat memberikan efek social terhadap social serta langkah yang telah ditempuh oleh masyarakat Indonesia dalam mewujudkan metodologi da’wah tersebut di atas. Sehingga diharapkan dapat menegaskan kembali komitmen kita dalam mencari berbagai inovasi-inovasi yang dapat menjangkau semua objek da’wah. Studi ini berusaha menelusuri penelitian yang dikembangkan 1 John M Echol dan Hassan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, ( Jakarta : PT Gramedia), cet.24, th.1997, hal.383
  • 2. oleh beberapa ahli terkait peranan da’wah lisan dan da’wah sosial yang nampaknya belakangan ini mulai melembaga sebagai institusi yang independen. PERAN MISSIONARIS (DA’I) DALAM PANDANGAN ANTROPOLOG. Sebelum mendeskripsikan lebih jauh tentang peran da’i dalam masyarakat, pertama-tama kajian akan diarahkan kepada perdebatan yang muncul seputar pandangan antropolog terhadap upaya da’i dalam rangka memperkenalkan nilai-nilai Islam yang berujung pada perubahan gaya hidup dan budaya masyarakat tertentu. Menurut Erni Budiwanti, sebelum tahun 1960, beberapa antropolog yang mengikuti faham fungsionalisme sangat menentang dan bahkan sangat memusuhi para missionaris atau da’i. Karena aktivitas mereka dianggap merusak budaya asli masyarakat tertentu yang dijadikan objek da’wah.2 Memang jika kita memperhatikan secara seksama, upaya dai untuk memperkenalkan Islam di tengah masyarakat memang berpotensi mempengaruhi, merubah dan mengganti dengan sempurna kepercayaan, norma-norma lokal, dan nilai-nilai budaya lokal yang telah diwariskan turun temurun oleh masyarakat setempat, dengan nilai yang sama sekali berbeda dengan budaya asli masyarakat tradisional sebelumnya. Kegiatan demikian dianggap oleh antropolog sebagai aktivitas yang melanggar hak asasi. Karena membatasi kebebasan penduduk asli untuk mengakses budayanya sendiri dan mempertahankan kearifan lokal yang mereka bangun sebelumnya. Memang dalam ilmu sosilogi perubahann sosial sering dianggap sebngai aspek khusus dari aspek sosial, karena perubahan sosial merupakan gejala yang bertentangan dengan tatanan sosial.3 Setelah tahun 1960, sikap antipati antropolog pengikut faham fungsionalisme mulai berkurang. Bahkan sikap demikian mulai mendapatkan penentangan dari sejumlah antropolog lain. Stipe, sebagaimana dikutip oleh Budiyanti, pada tahun 1980 berpendapat bahwa sikap antropolog yang memusuhi misi keagamaan dilandasi oleh pemikiran fungsionalisme. Dalam pandangan aliran fungsionalisme, masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang berusaha selalu mempertahankan keharmoniannya dan keseimbangan sosial yang terbagun di dalamnya. Semua elemen yang berfungsi dalam suatu system kemasyarakatakan dan kebudayaan saling terhubung, 2 Erni Budiyanti, Misi dakwah dan transformasi sosial : Studi Kasus di Bayan, Lombok Barat, dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya, (Puslitbang Kemasyarakatan dan Kebudayaan – LIPI), Vol.II, No.1, th.1998, hal.43. 3 Mahmuddin dan Try Hadiyanto sasongko, Analisis Sosial, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia), th.2006, hal.5
  • 3. mempengaruhi, dan karenanya saling bergantung satu sama lain untuk menciptakan harmoni. Semua elemen ini bekerja dan berfungsi secara integral dalam rangka menciptakan dan mempertahankan keseimbangan dan harmoni sosial yang telah ada. Asumsi di atas inilah yang menjadi landasan pengikut fungsionalisme dalam anggapannya bahwa setiap unsur yang berubah dalam masyarakat dapat mengancam hormani yang telah terbagun antara elemen dalam mempertahankan hormoni sosial. Dengan demikian, perubahan dianggap mengancam stabilitas hubungan masing-masing elemen yang telah terintegrasi dalam keseimbangannya. Namun asumsi ini, bagi Abu Riho, dianggap telah mengabaikan perubahan itu sendiri. Dan untuk memahami perubahan yang terjadi, terlebih dahulu kita harus mengetahui masyarkat dalam kondisinya yang serba statis. Sikap ini berimplikasi pada upaya untuk melihat perubahan pada aspek struktur semata dan bukan pada proses yang terjadi di masyarakat.4 MISI KEAGAMAAN DALAM ISLAM. Kegiatan pengembangan da’wah dalam Islam diibaratkan seperti mata rantai yang terus terhubung hingga akhir zaman. Masing-masing periode dalam Islam dianggap kelanjutan dari peride sebelumnya. Yang mana, masing-masing periode diharapkan dapat mentransmikian Islam sebagaimana yang pernah ada di zaman awal yang dida’wahkan oleh Rasulullah saw. Dalam mata rantai ini, Rasulullah saw sebagai pembawa missi pertama.5 Setelah Rasul, muncullah sahabat, tabi’in, ulama, dan ummat secara umum untuk mengemban misi da’wah pada masa dan tempat mereka berada. Kelanjutan misi keagamaan dalam Islam yang diibaratkan sebagai mata rantai ini mendapatkan legalitas dari al-qur’an yang pada intinya menjelaskan bahwa Allah sendiri menjaga keaslian al-qur’an hingga akhir zaman. Mata rantai yang berkesinambungan secara simbolik juga bermakna bahwa setiap Muslim memliki tanggun jawab untuk melanjutkan praktek-praktek keIslaman di mana pun dan kapan pun mereka berada. Da’wah tidaklah dimaskdukan untuk merubah mereka-mereka yang telah memiliki indentitas keagaamaan tertentu agar mereka masuk Islam. Tetapi da’wah dalam 4 Abu Ridho, Problematika Da’wah : Problem visi dan Implementasinya, dalam Adi Sasono dkk, “Solusi Islam atas Problematika Ummat, (Jakarta : Gema Insani Press), th.1998, hal.221. 5 Abdul Karim Zaidan, Ushul al-Da’wah, ( Baerut : Maktabah al-Risalah), cet.3, th.1988, hal.307
  • 4. terminologi ini diharapakan dapat memperkuat integritas keislaman para penganut agama Islam itu sendiri. Dalam bahasa lain, da’wah merupakan upaya konsolidasi ke dalam yang nantinya dapat memperbaiki kualitas kehidupan keberagamaan ummat Islam sendiri. Pada intinya, da’wah mengajak ummat Islam untuk menganut Islam secara menyeluruh dan memerintahkan ummat untuk memerangai kemungkaran dan saling mengingatkan untuk menegakkan kebaikan dan keadilan. Pada perkembangan sekarang, da’wah menjadi kegiatan yang terorganisir dengan melibatkan tenaga-tenga propesional yang dirintis oleh seorang ahli agama yang disebut kiyai di Jawa, ajengan di Jawa Barat dan Tuan Guru di Lombok. Secara umum mereka disebut sebagai ulama. Dalam Islam, ulama merupakan mata rantai penyebar agama Islam yang dianggap sebagai pewaris nabi. PENGERTIAN DA’WAH Dakwah secara etimologis dapat diartikan mengajak, menyeru, dan memanggil.6 Sedangkan, bila diartikan dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi dakwah dapat diartikan sebagai berikut : “Mendorong (memotivasi) untuk berbuat baik, mengikuti petunjuk (Allah), menyuruh orang mengerjakan kebaikan, melarang mengerjakan kejelekan, agar dia bahagia di dunia dan akhirat”. (Syaikh Ali Mahfudh, Hidayah al-Mursyidin). Dakwah berasal dari bahasa arab yang berarti mengundang, mengajak dan mendorong. Konotasi yang lazim adalah mengajak dan mendorong sasaran untuk melakukan kebaikan dan menjauhi kejelekan atau "amar ma'ruf nahi munkar". Dakwah berarti juga mengajak sasaran menuju jalan Allah, yakni agama Islam. Ada berbagai macam rumusan mengenai pengertian dakwah. Syeh Ali Mahfudz misalnya, mendefinisikan dakwah sebagai usaha memotivisir orang-orang agar tetap menjalankan kebajikan dan memerintahkan mereka untuk berbuat ma’ruf serta melarang mereka berbuat mungkar, agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia akherat. 7 Senada dengan Syeh Ali Mahfudz, Profesor Thoha Yahya Umar mengartikan dakwah adalah 6 Ibrahim Mustafa dkk, al-Mu’jam al-Wasith, (Turki : al-Maktabah al-Islamiyah), vol.1, cet.3, tth, hal.286 7 M. Masyhur Amin, Metoda Da’wah Islam Dan Beberapa Keputusan Pemerintah Tentang Aktivitas Keagamaan, (Yogyakarta : Sumbangsih), th.1980.
  • 5. mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akherat. Menggunakan rumusan lain, Syeh Bahi al-Khuly berpendapat bahwa dakwah adalah memindahkan umat dari satu situasi ke situasi yang lain yang lebih baik. Sedang secara operasional Adnan Harahap memberikan pengertian dakwah adalah suatu usaha merubah sikap dan tingkah laku orang dengan jalan menyampaikan informasi tentang ajaran Islam, dan menciptakan kondisi serta situasi yang diharapkan dapat mempengaruhi sasaran dakwah, sehingga terjadi perubahan ke arah sikap dan tingkah laku positif menurut norma-norma agama.8 Secara umum, makna pokok yang menjadi simpul dari pengertian dakwah yang berbeda-beda itu terletak pada tiga hal : 1. Amar ma’ruf nahi mungkar. Seluruh kegiatan dakwah pada dasarnya bertujuan untuk merealisasikan kebaikan (al-khoir) dan mengeliminasi segala hal yang menyebabkan orang semakin jauh dari jalan Tuhan Allah SWT. 2. Ishlah. Makna ishlah dari dakwah ini nampak kuat pada upaya dakwah untuk meningkatkan kualitas kebaikan dan menurunkan kadar keburukan di dalam masyarakat. Dalam makna ini dakwah dipahami sebagai segala upaya yang bertujuan untuk merubah kondisi negatif ke kondisi yang positif atau untuk memperbaharui dalam makna meningkatkan kondisi yang positif ke kondisi yang lebih positif lagi. 3. Dengan demikian dakwah pada dasarnya adalah bersifat taghyir (pengubah) dari realitas sosial yang tidak/belum ilahiyah menjadi berkondisi atau berwatak ilahiyah9. Menurut Amrullah Ahmad eksistensi dakwah Islam selain berperan sebagai pengubah terhadap realitas sosial yang ada kepada realitas sosial yang baru, juga sesungguhnya dipengaruhi oleh perubahan sosio-kultural yang terjadi. Dengan demikian dakwah perlu 8 Adnan Harahap, Dakwah Dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Sumbangsih), th.1980. hal.25 9 Nasruddin Harahap dkk., Dakwah Pembangunan, (Yogyakarta : DPD Golkar DIY), th.1992.
  • 6. mengenal dan memahami perubahan-perubahan itu, sehingga metode dan materi dakwah dapat diselaraskan dengan suasana dan keadaan masyarakat yang berubah.10 Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa da’wah pada dasarnya merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan disengaja oleh pelaku dakwah (da’i) untuk memberikan motivasi kepada individu atau kelompok (sasaran dakwah) untuk mencapai tujuan di atas yaitu, bahagia di dunia dan akhirat. Jadi bisa diperhatikan bahwa materi dakwah selalu bepijak pada 2 hal: 1. Dakwah yang berorientasi keakhiratan. 2. Ajakan untuk meningkatkan perihal keduniawian Manusia pada umumnya ingin memenuhi kebutuhan yang bersifat keduniaan sebagai berikut : a. Kebutuhan fisik b. Kebutuhan keamanan c. Kebutuhan sosial d. Kebutuhan penghargaan, dan e. Kebutuhan aktualisasi diri Menurut Al-qur'an, dalam melakukan dakwah harus berdasarkan prinsip bahwa manusia yang dihadapi (mad'uw) adalah makhluk yang terdiri dari unsur jasmani, akal dan jiwa dengan demikian mereka harus dipandang dan diperlakukan dengan keseluruhan unsur-unsur tersebut secara simultan dan serentak. Pembangunan di Indonesia yang fokus pada pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, cenderung mengalienasikan aspek spiritual. Hal ini mengacu pada pembentukan nilai dan norma ekonomis. Dan akan menimbulkan gerakan ekonomi yang berjalan bebas (tanpa spiritualitas dan melahirkan sikap kompetitif) yang bila tidak didukung oleh aspek spritual, akan cenderung ke arah individualisme, materialisme, dan konsumerisme. Pengembangan dakwah yang efektif harus mengacu pada peningkatan kualitas keislaman dan juga kualitas kehidupan masyarakatnya, dalam hal ini dari aspek ekonominya. Karena dakwah tidak hanya memasyarakatkan hal-hal yang religius Islami, namun juga menumbuhkan etos kerja. Inilah yang sebenarnya diharapkan oleh dakwah bil hal yang sering disebutkan oleh 10 Amrullah Ahmad Ed., Dakwah Islam Dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta : PLP2M), th.1985.
  • 7. para mubalig. Dakwah bil hal ini tidak meninggalkan maqâl (ucapan lisan dan tulisan), melainkan lebih ditekankan pada sikap, perilaku, dan kegiatan-kegiatan nyata yang secara interaktif mendekatkan masyarakat pada kebutuhannya, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi peningkatan keberagamaan. Pola pengembangan dakwah seperti ini, merupakan alih teknologi sosial yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia sebagai imbangan alih teknologi meteriil yang tidak akan berhenti dengan segala dampaknya. Keseimbangan antara dua teknologi itu setidaknya akan menjanjikan ketentraman hati serta gejolak sosial, yang terkadang berakibat terhadap meluasnya kesenjangan sosial dan stress di kalangan masyarakat awam. Keseimbangan yang dimaksud akan mengacu ke arah tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat. Melihat kepada kebutuhan- kebutuhan di atas, perlu diperhatikan pemilahan sasaran dakwah secara jeli agar tujuan dakwah dapat mencapai hasil yang maksimal. Selain itu, bila dakwah berorientasi pada pemenuhan kebutuhan kelompok, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang partisipatif. Dengan pendekatan ini, kebutuhan digali oleh motivator dakwah (kader) bersama-sama dengan kelompok sasaran yang akan diberdayakan. Pemecahan masalah direncanakan dan dilaksanakan oleh kader bersama dengan kelompok sasaran.Dengan demikian, perencanaan tidak dilakukan secara top down tetapi botom up. Dakwah jenis inilah yang dapat dikatakan dakwah yang memberdayakan masyarakat atau disebut juga Dakwah bil hal. Banyak yang menyebut bahwa dakwah bil hal, merupakan koreksi dari dakwah yang telah ada selama ini yang lebih banyak terfokus pada dakwah mimbar yang monoton, sementara dana dan daya habis tanpa adanya suatu perubahan yang berarti. Akan lebih baik, jika ada keseimbangan diantara keduanya. Sehingga pada akhirnya ada semacam perubahan yang berarti dalam masyarakat.11 Kegiatan dakwah Islamiah itu sendiri tidak dapat lepas dari lima unsur yang harus berjalan serasi dan seimbang. Karena pada dasarnya kegiatan dakwah merupakan proses interaksi antara pelaku dakwah (da’i) dan sasaran dakwah (masyarakat) dengan strata sosialnya yang berkembang. Antara sasaran dakwah dan si pelaku dakwah keduanya saling mempengaruhi, dimana mereka sama menuntut porsi materi, media, dan metode tertentu. 11 Adnan Harahap, Dakwah Dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Sumbangsih), th.1980. hal.43.
  • 8. Strategi dakwah akan berhasil jika kelima unsur tersebut berjalan dengan seimbang. Ini berarti, kegiatan dakwah bukan bukan sekedar memberikan pengajian di atas mimbar di hadapan masyarakat yang luas serta heterogen. Namun lebih dari itu, dakwah menuntut tumbuhnya suatu kesadaran bagi masyarakat yang mendengarkan dakwah tersebut agar pada gilirannya mampu melakukan perubahan positif dari pengamalan dan wawasan agamanya. Kita tidak bisa mengukur keberhasilan sebuah kegiatan dakwah dari banyaknya jumlah pengunjung yang melimpah pada suatu forum pengajian dan hebatnya mubalig yang lucu, dan kocak. Sementara biaya yang keluar relatif banyak tanpa diimbangi dengan evaluasi dari massa pengunjungnya.Pengembangan dakwah Islamiah merupakan proses interaksi dari serangkaian kegiatan terencana yang mengarah pada peningkatan kualitas keberagamaan umat Islam. Kualitas itu meliputi pemahaman ajaran Islam secara utuh dan tuntas, wawasan keberagamaan, penghayatan, dan pengamalannya. Sebagai suatu proses maka tuntutan dasarnya adalah perubahan sikap dan perilaku yang diorientasikan pada sumber nilai yang Islami.12 Efektifitas dakwah mempunyai dua strategi yang saling mempengaruhi keberhasilannya. Pertama, peningkatan kualitas keberagamaan. Kedua, dengan mendorong terjadinya perubahan sosial. Ini berarti memerlukan pendekatan partisipatif di samping pendekatan kebutuhan. Dakwah bukan lagi menggunakan pendekatan yang hanya direncanakan secara sepihak oleh pelaku dakwah dan bukan pula hanya pendekatan tradisional, yang mengutamakan besarnya massa.Pendekatan partisipatif menghendaki sasaran dakwah dilibatkan dalam perencanaan dakwah, bahkan dalam penggalian permasalahan dan kebutuhan. Disinilah akan tumbuh dimensi ide dan gagasan baru, di mana para da’i berperan sebagai pemandu dialog-dialog keberagamaan yang mincul dalam mencari alternatif pemecahan masalah. Dakwah Islamiah dituntut untuk bisa meletakkan Islam pada posisi pendamai dan pemberi makna terhadap konflik dalam kehidupan manusia, akibat globalisasi di segala bidang. Dengan demikian, ajaran Islam menjadi alternatif bagi upaya mencari solusi pengembangan sumber daya manusia seutuhnya. Dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat ada dua hal yang dapat dilakukan. Pertama, memberi motivasi kepada kaum Muslimin yang mampu untuk 12 Amrullah Ahmad Ed., Dakwah Islam Dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta : PLP2M), th.1985.
  • 9. menumbuhkan solidaritas soial. Kedua, yang paling mendasar dan mendesak adalah dakwah dalam bentuk aksi-aksi nyata dan program-program yang langsung menyentuh kebutuhan. Dakwah dalam bentuk ini sebenarnya sudah banyak dilaksanakan oleh kelompok- kelompok Islam, namun masih masih sporadis dan tidak dilembagakan, sehingga menimbulkan efek kurang baik, misalnya, dalam mengumpulkan dan membagikan zakat. Akibatnya fakir miskin yang menerima zakat cenderung menjadi thama’ (tergantung). Dalam rangka memberdayakan masyarakat Indonesia, dalam hal ini yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Kita tidak dapat hanya memberi saja (zakat). Namun, juga diberikan semacam modal, pengetahuan serta skill yang cukup agar mereka dapat mulai memberdayakan diri. Jika kita melihat lembaga-lembaga sosial yang ada maka ditemukan ada 3 macam: 1. Lembaga yang bersifat karikatif, dalam bentuk bantuan, jasa atau barang. 2. Lembaga yang bersifat pengembangan swadaya masyarakat yang dibantu. 3. Lembaga yang berbicara tentang konsep, ideology atau strategi alternatif pembangunan. Walaupun yang diugkapkan ini berelevansi lebih ke global, tetapi pemkiran yang ia kemukakan dapat juga diterapkan di Indonesia. Dakwah dapat juga dalam bentuk pengembangan masyarakat. Diantara keduanya terdapat persamaan yang cukup mendasar. Karena pengembangan atau pemberdayaan masyarakat merupakan proses dari serangkaian kegiatan yang mengarah pada peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Kesamaan antara keduanya yaitu bahwa dakwah dan pengembangan masyarakat sama-sama ingin mencapai kesejahteraan serta sama-sama meningkatkan kesadaran berperilaku dari yang tidak baik kepada perilaku baik. Hasil dari usaha dakwah bil hal ini juga memiliki implikasi atau pengaruh terhadap pengembangan masyarakat, yaitu : 1. Masyarakat yang menjadi sasaran dakwah, pendapatannya bertambah untuk membeiayai pendidikan, atau memperbaiki kesehatan; 2. Dapat menarik partisipasi masyarakat dalam pembangunan, karena masyarakat tersebut terlibat dari tahap perencenaan sampai pelaksanaan dakwah bil hal; 3. Dapat mengembangkan swadaya masyarakat dan dalam proses jangka panjang dapat menumbuhkan kemandirian;
  • 10. 4. Dapat mengembangkan kepemimpinan daerah setempat, dan terkelolanya sumber daya yang ada. Karena kelompok sasaran tidak hanya menjadi objek tetapi juga menjadi subjek kegiatan; 5. Terjadinya proses belajar-mengajar antar sesama warga yang terlibat dalam kegiatan. Sebab kegiatan direncanakan dan dilakukan secara bersama hal ini menyebabkan adanya sumbang saran secara timbal balik. Melihat sasaran dakwah yang begitu luas, yang meliputi segenap lapisan masyarakat maka untuk lebih dapat menjalankan dakwah secara lebih menyebar, penggunaan media serta kecanggihan teknologi merupakan suatu hal yang wajib. Karena kita tentunya tidak ingin dikatakan ketinggalan jaman. Dakwah secara konvensional harus mulai melakukan strategi- startegi yang sesuai kemajuan teknologi agar penampilan dari dakwah itu sendiri mendapat tempat di hati kelompok sasaran dakwah. Tradisi baru LSM Muslim dalam bentuk bank syari’ah dan organisasi penggalangan SIZ yang digagas dan dibangun oleh oleh kalangan intelektual Muslim telah meretas sebuah rumusan baru da’wah Islam di Indonesia. Jika diletakkan dalam perkembangan gerakan Islam di Indonesia, lembaga-lembaga tersebut semakin memperkaya organisasi-organisasi dan gerakan- gerakan Islam. Dan jika diletakkan dalam konteks da’wah dan permberdayaan masyarakat, lembaga-lemnbaga tersebut telah membumikan konsep da’wah bi al-hal yang selama ini mencari-cari bentuk penerapan.13 DA’WAH TRANSFORMATIF Da’wah dengan mengandalkan dua tipe tersebut merupakan da’wah yang transformatif. Yaitu da’wah yang tidak menjadikan aspek verbal sebagai sayap utama dalam penyampaian materi-materi keislaman terhadap objek da’wah, tetapi berusaha mengadakan internalisasi nila- nilai Islam ke dalam ruang lingkup masyarakat secara nyata. Baik yang bersifat pendampingan, seperti desa binaan, maupun advokasi terhadap hak-hak masyarakat untuk mendapatkan akses ekonomi yang lebih baik. Jika ini dilakukan dengan baik, da’wah tidak hanya dikenal mampu memberdayakan tingakat relijiusitas masyarakat, tetapi juga dapat menegaskan kemapanan sosial mereka yang pada gilirannya akan melahirkan perubahan sosial. 13 Arief Subhan, Da’wah dan pemberdayaan masyarakat, dalam Kusmana (Ed), Bunga Rampai Islam dan Kesejahteraan sosial, (Jakarta : IAIN Indonesian Sosial Equity Project), cet.1, th.2006, hal.26-27.
  • 11. Setidaknya ada lima (5) indikator yang mesti melekat dalam dakwah transformatif dalam pandangan Khamami Zada : 1. Dari aspek materi dakwah; ada perubahan yang berarti; dari materi ubudiyah ke materi sosial. Dalam kerangka ini, seorang da’i diharapkan mampu mengambangkan materi- materi da’wahnya hingga mencakup isu-isu sosial yang berkembang dan dibutuhkan oleh masyarakat. Sebagai contoh, materi-materi seperti korupsi, kemiskinan, dan penindasan layak untuk disosialisaikan lebih jauh kepada mereka. Seorang juru da’wah tidak lagi terlalu terpokus pada upaya mendiskreditkan agama lain jika terjadi permalasahan dalam masyarakat. Tetapi berusaha mengambil langkah nyata yang bisa mengangkat citra masyarakat Muslim menjadi lebih baik dan lebih beriorientasi ke depan. 2. Dari aspek metodologi terjadi perubahan; dari model monolog ke dialog. Dalam hal ini, metodologi penyampaian juru da’wah tidak lagi bertumpu pada podium dengan retorika yang menarik serta pendengar yang hanya bisa menilai baik buruknya tampilan sang da’i. Tetapi, dalam bentuk da’wah seperti ini, keterlibatan masyarakat dalam mengungakap permasalahan menjadi menonjol. Karena da’i tidak lagi monolog dalam penyampaiannya tetapi telah beralih kepada proses dialog yang memperlihatkan keakraban masyarakat dengan juru da’wahnya. Jika kita menela’ah da’wah Rasulullah saw, tampak bahwa perubahan sosial yang terjadi dengan da’wahnya lebih disebabkan oleh tampilnya Rasul dalam lingkup kemasyarakatan lebih luas. Terhitung dalam sepekan, da’wah Rasulullah yang bersifat formal hanya ditemukan ketika hari jum’at dalam khotbahnya saja. Selebihnya mengarah kepada dialog maupun pertanya yang timbul akibat adanya permasalahan yang dihadapai oleh masyarakat. 3. Menggunakan institusi yang bisa diajak bersama dalam aksi. Selama ini, da’wah lebih banyak dilakukan secara personal sehingga efek sosial yang ditimbulkan cendrung minimal. Walaupun memang tidak dipungkiri bahwa juru da’wah personal juga berasal dari intitusi pendidikan tertentu. Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa personalitas mereka lebih menonjol dibanding kehadirannya dalam institusi da’wah tertentu. Institusi sebagai basis gerakan diharapakan dapat memberikan legitimasi yang lebih kuat kepada juru da’wah. Jaringan dan sumber daya tidak hanya milik sendiri,
  • 12. melainkan juga ada pada orang lain, karena itu, institusi menjadi sesuatu yang penting untuk menjadi basis dari gerakan sosial. Itu sebabnya, agar para juru dakwah lebih mudah melakukan pendampingan masyarakat, mereka perlu menggunakan institusi yang kuat. 4. Ada wujud keberpihakan pada mustad’afin. Rasa empati sosial merupakan prasyarat bagi juru dakwah yang menggunakan pendekatan transformatif. Dengan empati ini, juru da’wah tampil dibaris depan untuk merencanakan berbagai upaya yang bisa bernilai ekonomis bagi masyarakatnya. Kehadiran BMT yang kita saksikan saat ini dapat dimanfatkan secara maksimal sehingga usaha-usaha yang dilakukan masyarakat dapat terbantu denga suntikan modal yang difasilatasi oleh sang da’i. 5. para juru dakwah melakukan advokasi dan pengorganisasian masyarakat terhadap suatu kasus yang terjadi di daerahnya agar nasib para petani, nelayan, buruh, dan kaum tertindas lainnya didampingi. Inilah puncak dari para juru dakwah yang menggunakan pendekatan transformatif. Hasil akhir dari dakwah transformatif adalah mencetak para juru dakwah yang mampu melakukan pendampingan terhadap problem-problem sosial yang dihadapi masyaraat.14 EFEK PERUBAHAN SOSIAL DA’WAH Perubahan sosial menurut Henry Pratt dan Fairchild, sebagaimana dikutip oleh Simuh15, adalah sebuah variasi aatu modifikasi dalam beberapa aspek baik mengenai proses, pola dan bentuk soisal. Terdapat tiga pendekatan terhadap perubahan sosial kumulatif, yaitu : (1) Pendekatan yang memandang pola-pola yang bisa digeneralisir dalam hal bagaiman semua aspek perubahan terjadi.(2) Pendekatan yang mencari penjelasan terhadap semua pola komulasi yang didasrkan poada teori evolusi. (3)pendektan yang berpendapat bahwa tidak ada evolusi tunggal bagi semua perubahan dalam sejarah manusia.16 14 Khamami Zada, Da’wah Transformatif : Mengantar da’i sebagai pendamping masyarakat, (Jakarta : PP Lakpesdam NU), cet.1, th.2006, hal. 15 Simuh, Islam Tradisonal dan Perubahan Sosial, dalam Islam dan Hegemoni Sosial, Drs Khaeroni dkk (ed), (Jakarta : Media Cita), Cet.1, th.2001, hal.5. 16 Edgar Borgotta & Marie L. Borgotta (ed), Ensklopedia Of Sociology, ( New York : Macmillan Publishing Company ), th1992.
  • 13. Terjadinya perubahan sosial biasanya melalui peroses, Pertama : upaya masyarakat untuk mengkuti perubahan yang pada pase awal dianggap sebagai penyimpangan. Kedua : penyedian saluran yang mendukung terjadinya perubahan soisal dalam masyakat yang terwujud pada lembaga-lembaga, baik lembaga ekonomi, da’wah ataupun lembaga pendidikan. Ketiga : terjadinya reorganisasi sosial. Yakni adanya pelemahan terhadap unsur tradisi lama yang kemudian digantikan oleh tradisi baru sesuia dengan system yang dipersiapkan.17 MODEL PERUBAHAN Ada dua pilihan metode untuk melahirkan sebuah kondisi baru sebagai sebuah terapi bagi kondisi yang hendak di perbaiki tadi, pertama dengan cara evolusi dan kedua dengan cara revolusi18 1. Model Evolusi Cara evolusi merupakan cara yang paling mudah di lakukan, aman bagi jalannya sistem yang sedang berlaku tapi dari sisi waktu tempuh akan banyak menghabiskan hitungan yang tidak sedikit. Proses perubahan seperti ini juga cenderung hanya “melingkar” di tingkat elit saja dan sedikit sekali mengakomodasikan input dari grass root yang muncul ke permukaan sebagai reaksi atas berbagai kebijakan elit yang selama ini berkuasa. Konsekunsi logis dari perubahan model ini akan menempatkan rezim yang sedang asyik berada dalam tampuk kekuasaanya dengan leluasa memilih agenda-agenda perubahan yang ada berdasarkan “aman atau tidak” bagi kekuasaannya.19 Perkembangan masyarakat secara umum sebagaimana digambarkan oleh teori evolusi seperti berikut: (1) bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah layaknya garis lurus. Dalam hal ini, masyarakt dipandang bergerak dari bentuk primitif menuju bentuk modern. Ringkasnya, bentuk dunia ke depan dapat diprediksi bahwa dalam beberapa waktu ke depan kemajua pasti akan diperoleh, (2) teori evolusi membaurkan antara pandangan subjektifnya tentang nilai dan tujuan akhir perubahan sosial. Perbuahan menuju masyrakat moderen 17 Muhammad Tholhah Hasan, Islam dalam Persfektif Sosio Kultural, (Jakarta : Lantabora Press), cet.3, th.2005, hal.16. 18 Nana Sudiana, Islam dan perubahan sosial politik, (http://nsudiana.wordpress.com/2007/12/24/Islam-dan- perubahan-sosial-politik/. Diakses pada hari senen tanggal 20 juli 2009. 19 Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia), cet.1, th.2001, hal.198.
  • 14. adalah perkembangan yang tidak bisa dihindari dalam teori ini. Karenanya semua kebaikan seperti kemajuan dan kemanusiaan dan modernitas dianggap sebagai hasil dari perkembangan masyarakat yang selalu dicita-citakan.20 Tidaklah mengherankan model ini kurang populer, apalagi di negara-negara Dunia Ketiga yang perubahan politiknya secara umum masih cukup eksplosif. Tidak perlu tokoh yang cukup kharismatik atau terkenal dalam model ini, karena sepenuhnya kewenangan hendak kemana arah perubahan yang terjadi terletak di tangan penguasa sendiri. Elit penguasa serta pihak-pihak tertentu saja yang bisa terlibat dalam merumuskan berbagai persoalan yang ada, yang tentu saja sangat bias kepentingan. Figur-figur di luar lingkaran kekuasaan hanya memberikan respons-respons minimal sebatas masukan atau paling maksimal adalah melakukan pressure, itu pun jika ada ruang kebebasan yang cukup untuk melakukan hal itu. 2. Model Revolusi Revolusi merupakan upaya perubahan ide-ide secara mendasar yang disertai dengan perubahan struktur-struktur social.21 Cara ini dipandang cukup popular mengignat kalangan gerakan social atau gerakan pembebesan terkadang memilih cara-cara seperti ini. Jika dilihat dari aspek waktu yang dibutuhkan, tampak memang bahwa revolusi adalah metode tercepat. Sekaki pun korban yang dibutuhkan juga banyak karena perubahan yang demikian ekstrim mensyaratkan terjadinya perubahan struktur social secara mendasar. Padahal struktur social yang terbentuk adalah merupakan bagian dari proses panjang yang melibatkan partisipasi beragam kepentingan dan tujuan. Maka tidaklah nengherankan jika antropolog aliran fungsionalisme tidak mendukung terjadinya revolusi social sebagimana disinggung pada bagian awal makalah ini. Cara ini, jika berhasil memang dengan cepat dapat diukur tingkat keberhasilannya. Karena memang pola yang digulirkan adalah mengikuti alur yang serba instant. Perubahan dengan model rovolusi ini biasanya menjadikan politik sebagai medium utama dan kekuasaan sebagai target akhirnya. Pemikiran tentang revolusi sendiri memiliki banyak varian pengertian dan pada umumnya berangkat dari sebuah proses kegelisahan, kecemasan serta ketidakpastian akan kondisi yang sedang terjadi. Saat kita membicarakan tentang perubahan sosial secara 20 Suwarsono dan Alvin Y. So, Perubahan Sosial dan Pembangunan, (Jakarta :PT Pusataka LP3ES), cet.3, th.2000, hal.10. 21 Haque, Ziaul, Wahyu dan Revolusi, (Yogyakrta : LKiS), cet.1, th.2000, hal.17
  • 15. revolutif, maka kita hampir tidak akan bisa memisahkan diri dari kaitannya dengan masalah politik di sebuah negara. Sebelum sebuah revolusi sosial terjadi, biasanya terjadi suatu proses alienasi kekuasaan. Alienasi ini terjadi karena kekuasaan yang ada semakin meninggalkan kepentingan-kepentingan rakyat dan justeru seolah menjadi bagian lain dari pranata yang ada.22 Revolusi sosial yang terjadi di Barat kondisinya berbeda dengan apa yang terjadi di Timur. Barat cenderung menunjukkan nilai-nilai perubahan itu berawal dari terancamnya nilai-nilai kebebasan individu atau kelompok oleh sebuah sistem yang dominan dan atau sedang berkuasa. Sedangkan revolusi di dunia Timur justru berawal dari adanya sistem atau kekuatan dominan yang berlaku sewenang–wenang dengan mengabaikan kepentingan mayoritas yang ada. Kondisi obyektif golongan mayoritas yang sedang berada di bawah pengaruh kekuatan dominan ini sama sekali tidak memiliki political bargaining yang cukup sehingga hanya jadi obyek eksploitasi tirani minoritas yang sedang berkuasa. Selain kondisi ini, Timur juga memiliki “nilai tambah” yang lain dalam sisi sumber energi yang menumbuhkan kekuatan untuk bergerak dan melakukan perlawanan di kalangan mereka, yakni agama. Dunia Timur, sebagai dunia yang secara historis tidak bisa dilepaskan dengan pertumbuhan serta perkembangan agama-agama besar dunia, memiliki energi dan semangat yang cukup kuat untuk tetap bertahan dan kemudian bangkit melawan kekuatan yang mendominasinya, apalagi kekuatan itu merupakan kekuatan asing yang memiliki perbedaan yang tegas dari sisi nilai-nilai agama. 3. Model Reformasi Kedua pilihan tadi pada dasarnya tidak akan terlepas dari sejumlah kelebihan dan kekurangan, paling tidak masih ada cara Ketiga yang ternyata banyak negara menggunakannya untuk merombak sistem yang sedang berjalan. Cara ini pun sebenarnya bukan cara yang bersih dari bakal adanya korban yang jatuh tapi, dalam beberapa hal cara ini merupakan cara kompromis antara penguasa dengan rakyatnya. Cara ini kalau bisa berjalan dengan baik akan menjembatani kehawatiran-kehawatiran yang muncul berkaitan dengan prediksi akan adanya korban yang ada. Dalam konteks Indonesia, pilihan terhadap 22 Nana Sudiana, Islam dan perubahan sosial politik, (http://nsudiana.wordpress.com/2007/12/24/Islam- dan-perubahan-sosial-politik/. Diakses pada hari senen tanggal 20 juli 2009.
  • 16. cara ini bisa kita saksikan dalam rentang perjalanan sejarah bangsa ini saat mengambil middle way sebagai sebuah pilihan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep jalan tengah ini ter-representasikan saaat TNI meluncurkan sebuah paradigma baru dalam menata dirinya dengan wujud Dwi Fungsi ABRI, ternyata cara seperti ini pula yang pada akhirnya–dengan kesadaran atau terpaksa–banyak mengilhami kalangan terbesar bangsa ini dalam mereformasi dirinya pada peristiwa puncak reformasi di bulan Mei 1998 sebagai sebuah momentum perubahan besar bangsa. Islam tidaklah mementingkan perubahan yang mana dari ketiga bentuk di atas yang hendak diterapkan. Dalam Islam, faktor yang terpenting adalah bagaimana sebuah perubahan terjadi dan berjalan dalam koridor keislaman yang seharusnya. Namum demikian, jika kita berkca kepada kenyataan bahwa para nabi dating dengan konsep wahyu tentang realitas, maka dipastikan bahwa perubahan yang mereka usung bersifat revolusioner. 23 Sebagai contoh, pertentangan antara Nabi Muhammad saw. dengan kaum Quraysy Jahiliyyah, memiliki dua aspek yang berhubungan erat yaitu aspek keagamaan dan aspek sosial. Aspek keagamaan bermuara pada kepercayaan tentang Tuhan dengan keharusan meninggalkan ritual sesembahan masing-masing qabilah untuk kemudian beralih menyembah Allah yang Esa. Ditambah lagi dengan kepercayaan tentang alam akhirat yang menjadi tempat pertanggungjawaban perbuatan manusia yang belum pernah didengar oleh orang Quraisy dari nenek moyangnya. Ternyata, aspek keagamaan yang dianut oleh suku-suku Jahiliyyah ini sekaligus menjadi sebuah ikatan sosial yang mepersatukan anggota-anggota dari masing-masing suku. Sehingga, menganut ajaran Islam berarti dianggap keluar dari ikatan kesukuan yang telah ada dan mengubah tatanan kekuasaan pada masyarakat Jahiliyyah. Dengan demikian, tampak bahwa da’wah nabi Muhammad, jka dilihat dari paket perubahan yang ditawarkan dan penolakan kaum Quraisy, merupakan da’wah denga semangat revolusi yang dikemudian hari terbukti merombak tatanan jahiliah yang berjouis dan anti terhadap kaum proletar.24 Ada beragam penelitian kualitatif yang dikembangkan dalam rangka menunjukkan peranan da’wah dalam perubahan sosial masyarakat. Erni budiyandti misalnya, berupaya 23 Haque, Ziaul, Wahyu dan Revolusi, (Yogyakrta : LKiS), cet.1, th.2000, hal. 24 Sulhani Hermawan, Masyarakat Jahiliyah : Studi Historis Tenang Karakter Egaliter Hukum Islam, http://74.125.153.132/search? q=cache:_tEhfyVFANMJ:www.ditpertais.net/annualconference/ancon06/makalah/Makalah%2520Sulhani %2520Hermawan.doc+islam+dan+perubahan+sosial&cd=51&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a. Diakses pada hari senen tanggal 20 juli 2009.
  • 17. memformulasikan aktifitas da’wah yang dilakukan oleh Tuan Guru di Lombok Barat. Dalam penelitian tersebut, Bayan diperkenalkan sebagai basis Waktu Telu yang lambat laun meredup tradisi keberagamaannya akibat pengaruh da’wah yang dilakukan oleh Waktu Lima. Waktu Telu di sini adalah sebuah keyakinan masyarakat Islam yang dipengaruhi elemen-elemen lokal setempat. Semenatara Waktu Lima adalah kumpulan orang Muslim yang menjadikan Islam ortodoks sebagai panduan keberagamaannya. Da’wah yang dikembangkan oleh Tuan Guru, berdasarkan penelitian Erni, berkisar pada beberapa aspek, berupa da’wah di masjid, seperti khutbah, pengajian biasa, pendirian madarasah dll25 Kedatangan Islam ke Lombok berwal pada abad ke-13 setelah kejatuhan kerajaan Hindu Majapahit. Dengan silih bergantinya penguasa yang berpengaruh di Lombok dengan pengaruh agama yang dibawah masing-masing, pada akhirnya masyarakat Sasak terpolarisasi menjadi dua kelompok : Islam sasak Waktu Telu dan Waktu Limo. Setelah era wali dari Jawa, khusunya abad ke-19 perkembagan da’wah di Lombok dipelopori oleh Tuan Guru. Tuan Guru merupakan pemimpin setempat yang kharismatik. Pengaruh mereka telah lama meluas sebelum Belanda menjajah Lombok. Pengaruh Tuan Guru makin meluas setelah mereka pergi haji ke Makkah. Setelah menunaikan haji, beberapa orang tidak langsung pulang ke tanah air, tetapi mereka melanjutkan pendidikan di Makkah dan sekitarnya untuk beberapa tahun. Setelah mereka kembali ke Lombok, banyak anggota masyarakat yang berusaha berguru kepada mereka tentang peraktek keislaman. Murid-murid mereka makin hari makin bertambah sehingga rumah tempat tinggal Tuan Guru tidak lagi memadai untuk menampung para pelajar tersebut. Sehingga munculllah ide pendirian pondok pesantren di sekitar rumah. Lambat laun sekolah rumah tersebut berubah menjadi sekolah formal layaknya SD, SMP dan SMA.26 Adapun strategi pengembangan da’wah yang dilakukan oleh Tuan Guru di antaranya adalah penggunanaan kekuatan ghaib yang berbau mistis. Hal ini mirip dengan strategi pengembangan da’wah yang dilakukan oleh para wali di Jawa sebelumnya. Beberapa Tuan Guru dikenal di Lombok pernah memperagakan tehnik ini dalam berda’wah. Tuan Guru Mutawalli, pimpinan pondok pesantren Darul Yatama Wa al-Masakin, pada tahun 1960 pernah menanpilkan kekuatan ghoibnya, setelah sebelumnya mempelajari tokoh karismatik dan dianggap memiliki 25 Erni Budiwanti, Islam Sasak : Wetu Telu Versus Waktu Lima, (Yogyakarta : LKiS), Cet.1, th.2000 26 Erni Budiwanti, Misi dakwah dan transformasi sosial : Studi Kasus di Bayan, Lombok Barat, dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya, (Puslitbang Kemasyarakatan dan Kebudayaan – LIPI), Vol.II, No.1, th.1998, hal.43.
  • 18. kekuatan ghaib yang sangat dikagumi oleh penganut Waktu Telu. Namun memasuki abad 20, strategi demikian tidak lagi dipergunakan oleh Tuan Guru. Tetapi, Budiwanti melihat strategi yang dikembangkan kemudian adalah kerjasama dengan penguasa lokal maupun lembaga swasta dan luar negeri untuk membantu misi da’wahnya. Selain itu, desa tertinggal dijadikan sebagai penyebaran misi da’wah oleh Tuan Guru tertentu dengan berusaha memperhatiakan aspek sosial kemasyarakatan. Sebagai hasil kerjasma dengan pemerintah, Tuan Guru mendapatkan bantuan dari Depsos untuk membiayai program pelatihan da’i yang dibekali dengan keterampilan seperti pertukangan, pertanian, reparasi mesin, perbengkelan dan tehnik listrik. Selain itu, mereka juga dibekali ilmu psikologi dan komunikasi. Di Bayan misalnya, para dai terlibat dalam mengatasi masalah sanitasi, program KB dan program pendirian toilet umum bagi masyarakat. Sementara itu, dalam konteks lebih luas, da’wah yang dipelopori oleh ulama Indonesia yang berusaha membentuk jaringan dengan intelektual timur tengah pada abad 17-18 dikupas denga seksama oleh Azyumardi Azra. Tokoh seperti Nuruddin al-Raniri, Abdul Ra’uf al-Sinkili dan Muhammad Yusuf al-Makassari ditelaah dengan seksama sehingga akar pembaharuan pendidikan Islam pada zaman modern terlihat dengan sangat jelas berdasarkan penelusuran geneologi keilmuan ulama Indonesia tersebut.27 Jika kita melihat penomena pasca terjadinya reformasi di Indonesia, munculnya perhatian lembaga-lembaga keagamaan yang berusaha merokonstruksi ekonomi kaum lemah dengan sistem ekonomi syari’ah semakin menjamur. Zakat merupakan salah satu instrumen yang menjadi agenda dalam hal ini. Sirojuddin Abbas berusaha melihat bagaimana eksperimen lembaga-lembaga zakat di Indonesia dalam mengumpulkan dan menyalurkan dana sosial kepada masyarakat. Dalam penelitiannya, Sirojuddin mencatat bahwa pada tahun 2003 telah terbentuk satu BAZIZ tingkat nasional, 24 tingkat propensi, 277 tingakat kabupaten, 3160 tingkat kecamatan dan 38.117 tingkat kelurahan. Ini belum termasuk lembaga-lembaga serupa yang berbasis LSM, Masjid, dan pesantren. Gejala ini memberikan indikasi bahwa masyarakat Muslim Indonesia telah memberikan kepercayaan terhadap sistem kesejahteraan sosial yang ada dalam tradisi Islam.28 27 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVIII & XVIII, (Jakarta : Prenada Media), edisi Revisi, th.2004. 28 Sirojuddin Abbas, Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Investasi Sosial, dalam arief Subhan dan Yusuf Kilun (ed) “Islam yang Berpihak :filantropi Islam dan Kesejahteraan Sosial”, (Jakarta : Da’wah Press), th.2007, hal.22 (catatan kaki).
  • 19. Contoh kasus yang diangkat Sirojuddin adalah Yayasan Dana Sosial al-Falah (YDSF) Surabaya. Lembaga ini menerapkan cara yang unik dalam menjaring dana dari masyarakat. Dengan pro aktif mereka menghubungi para calon investor melalui surat penawaran bantuan penghitungan dan pengumpulan dana zakat atau dengan mendatangi perkantoran untuk prersentasi di hadapan para calon donor. Selanjutnya, lembaga ini mengembangkan sistem basis data sebagai wujud pertanggungjawaban dan pemutakhiran informasi yang dilakukan. Dengan ini, YDSF berhasil mengembangkan jumalah muzakkinya dari tahun ke tahun. Cara ini kemudian dikembangkan oleh LSM Muslim lainnya. Bahkan dalam tataran yang lebih massif, cara demikian dilakukan oleh Dompet Dhuafa Republika. Dengan jangkauan pemberitaan yang digarap oleh Republika, DD dengan mudah melaporkan perkembangan dana yang terkumpul, setelah sbelumnya meliput da’erah miskin yang sedang dibiayai. Selain itu, kerjasama yang dilakukan dengan sejumlah stasiun telepisi nasional telah memperluas cakupan muzakki yang bisa dijaring oleh DD. Pada tahun 2004 saja, DD mampu mengumpulkan dana lebih dari Rp 20 milyar.29 KESIMPULAN Berdasrkan paparan di atas maka bisa kita disimpulkan bahwa da’wah sebagai sebuah upaya untuk menawarkan Islam sebagai alternatif bagi kehidupan masyarakat memiliki kekuatan yang mampu merubah kondisi yang sebelumnya statis dengan ketidakberdayaan sebagai cirinya menjadi masyarakat yang memilki orientasi ke depan. Peranan da’i yang mulai meleburkan diri dengan beragam permasalahan masyarakat lemah dapat menjadi solusi yang diharapakan. Apalaai dengan wujudnya lembaga-lembga keislaman yang memberikan konstribusi signifikan pada pembelaan kaum marjinal dengan mempbilisasi zakat dari perkotaan menuju kantong- kantong kemiskinan. Apa yang terjadi dibayan, sekalipun yang menjadi sasarannya adalah kelompok keberagamaan yang berciri khas sinkretisme, bisa menjadi bukti bahwa da’wah dengan segala keruwetannya mampu mendatangkan perubahan positif bagi objek da’wah itu sendiri. 29 Sirojuddin Abbas, Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Investasi Sosial, dalam arief Subhan dan Yusuf Kilun (ed) “Islam yang Berpihak :filantropi Islam dan Kesejahteraan Sosial”, (Jakarta : Da’wah Press), th.2007, hal.17-18.
  • 20. DAFTAR PUSTAKA John M Echol dan Hassan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, ( Jakarta : PT Gramedia), cet.24, th.1997. Erni Budiyanti, Misi dakwah dan transformasi sosial : Studi Kasus di Bayan, Lombok Barat, dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya, (Puslitbang Kemasyarakatan dan Kebudayaan – LIPI), Vol.II, No.1, th.1998. Mahmuddin dan Try Hadiyanto sasongko, Analisis Sosial, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia), th.2006. Abu Ridho, Problematika Da’wah : Problem visi dan Implementasinya, dalam Adi Sasono dkk, “Solusi Islam atas Problematika Ummat, (Jakarta : Gema Insani Press), th.1998. Abdul Karim Zaidan, Ushul al-Da’wah, ( Baerut : Maktabah al-Risalah), cet.3, th.1988. Ibrahim Mustafa dkk, al-Mu’jam al-Wasith, (Turki : al-Maktabah al-Islamiyah), vol.1, cet.3, tth. . M Kholis Hamdi, Da’wah dan permberdayaan masyarakat, http://pmii-ciputat.or.id/Islam-a- keagamaan/157-dakwah-dan-pemberdayaan.html (diakses pada hari senen tanggal 20 juli 2009.) Arief Subhan, Da’wah dan pemberdayaan masyarakat, dalam Kusmana (Ed), Bunga Rampai Islam dan Kesejahteraan sosial, (Jakarta : IAIN Indonesian Sosial Equity Project), cet.1, th.2006. Khamami Zada, Da’wah Transformatif : Mengantar da’i sebagai pendamping masyarakat, (Jakarta : PP Lakpesdam NU), cet.1, th.2006. Simuh, Islam Tradisonal dan Perubahan Sosial, dalam Islam dan Hegemoni Sosial, Drs Khaeroni dkk (ed), (Jakarta : Media Cita), Cet.1, th.2001. Edgar Borgotta & Marie L. Borgotta (ed), Ensklopedia Of Sociology, ( New York : Macmillan Publishing Company ), th1992. Muhammad Tholhah Hasan, Islam dalam Persfektif Sosio Kultural, (Jakarta : Lantabora Press), cet.3, th.2005. Nana Sudiana, Islam dan perubahan sosial politik, (http://nsudiana.wordpress.com/2007/12/24/Islam-dan-perubahan-sosial-politik/.
  • 21. Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia), cet.1, th.2001. Suwarsono dan Alvin Y. So, Perubahan Sosial dan Pembangunan, (Jakarta :PT Pusataka LP3ES), cet.3, th.2000. Haque, Ziaul, Wahyu dan Revolusi, (Yogyakrta : LKiS), cet.1, th.2000. Erni Budiwanti, Islam Sasak : Wetu Telu Versus Waktu Lima, (Yogyakarta : LKiS), Cet.1, th.2000 Budiwanti, Misi dakwah dan transformasi sosial : Studi Kasus di Bayan, Lombok Barat, dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya, (Puslitbang Kemasyarakatan dan Kebudayaan – LIPI), Vol.II, No.1, th.1998. Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVIII & XVIII, (Jakarta : Prenada Media), Edisi Revisi, th.2004. Sirojuddin Abbas, Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Investasi Sosial, dalam arief Subhan dan Yusuf Kilun (ed) “Islam yang Berpihak :filantropi Islam dan Kesejahteraan Sosial”, (Jakarta : Da’wah Press), th.2007. Amrullah Ahmad Ed., Dakwah Islam Dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta : PLP2M), th.1985. M. Masyhur Amin, Metoda Da’wah Islam Dan Beberapa Keputusan Pemerintah Tentang Aktivitas Keagamaan, (Yogyakarta : Sumbangsih), th.1980. Adnan Harahap, Dakwah Dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Sumbangsih), th.1980. M Kholis Hamdi, Da’wah dan permberdayaan masyarakat, http://pmii-ciputat.or.id/Islam-a- keagamaan/157-dakwah-dan-pemberdayaan.html Nana Sudiana, Islam dan perubahan sosial politik, (http://nsudiana.wordpress.com / 2007/12/24/Islam-dan-perubahan-sosial-politik/ Sulhani Hermawan, Masyarakat Jahiliyah : Studi Historis Tenang Karakter Egaliter Hukum Islam, http://74.125.153.132/search? q=cache:_tEhfyVFANMJ:www.ditpertais.net/annualconference/ancon06/makalah/Makal ah%2520Sulhani %2520Hermawan.doc+islam+dan+perubahan+sosial&cd=51&hl=id&ct=clnk&gl=id&cli ent=firefox-a.