1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan refleksi cipta, rasa, dan karsa manusia
tentang kehidupan. Refleksi cipta artinya karya sastra merupakan hasil
penciptaan yang berisis keindahan. Tanpa penciptaan, karya sastra tidak
mungkin ada. Karya sastra merupakan refleksi rasa dan karsa berarti
bahwa karya sastra diciptakan untuk menyatakan perasaan yang di
dalamnya terkandung maksud atau tujuan tertentu. Hal ini membuat karya
sastra memiliki kelebihan dibandingkan dengan cabang seni lain, baik
dalam bentuk maupun sarana/media yang digunakan, yaitu kata-kata atau
bahasa (Suroso, 1995:14).
Sumardjo (1991:7) mengemukakan bahwa keindahan dalam sastra
terjadi karena adanya keselarasan bahasa atau kata-kata yang
digunakan. Dengan demikian, keindahan dalam karya sastra pada
hakikatnya adalah wujud dari keselarasan perasaan dan pikiran yang
dinyatakan dengan kata-kata atau bahasa yang tepat.
Pradopo (1995:72) juga mengemukakan bahwa karya sastra
merupakan karya seni yang mempergunakan bahasa sebagai
mediumnya. Berbeda dengan seni lain, misalnya seni musik, dan seni
lukis yang mediumnya netral, dalam arti, belum mempunyai arti, satra
(seni sastra) mediumnya (bahasa) sudah mempunyai arti, mempunyai
sistem dan konvensi. Bahasa sastra adalah bahasa yang sudah
1
2. mempunyai arti. Bahasa berkedudukan sebagai bahan dalm hubungannya
dengan sastra, bahasa sastra sudah mempunyai sistem dan konvensi
sendiri yang mempergunakan bahasa yang disebut sistem semiotik tingkat
kedua.
Untuk membedakan arti bahasa dan arti sastra dipergunakan istilah
arti (meaning) untuk bahasa dan makna (significance) untuk arti sastra.
Makna sastra ditentukan oleh konvensi sastra atau konvensi tambahan
itu. Jadi, dalam sastra arti bahasa tidak lepas sama sekali dari arti
bahasanya. Dalam sastra, arti bahasa itu mendapat arti tambahan atau
konotasinya. Lebih-lebih dalam puisi, konvensi sastra itu sangat jelas
memberi arti tambahan kepada arti bahasanya. Apapun rumusan dan
pengertian tentang sastra, bahasa tetap merupakan medium sastra yang
tidak dapat diabaikan.
Karena medium yang digunakan oleh pengarang adalah bahasa,
pengamatan terhadap bahasa ini pasti mengungkapkan hal-hal yang
membantu kita menafsirkan makna suatu karya atau bagian-bagiannya,
untuk selanjutnya memahami dan menikmatinya (Sudjiman, 1993:vii).
Pradopo (1993:vi) lebih khusus mengacu kepada puisi yang
mempunyai sifat, struktur, dan konvensi-konvensi sendiri. Oleh karena itu
untuk memahaminya perlu dimengerti dan dipelajari konvensi-konvensi
dan struktur puisi tersebut.
Aminuddin dalam Nurhadi (1978:90) mengungkapkan bahwa
apabila dalam komunikasi lisan keseharian penutur lazimnya
2
3. mengutamakan kejelasan isi tuturan, dalam komunikasi sastra isi tuturan
justru disampaikan secara terselubung. Untuk mempertegas pernyataan
tersebut, Aminuddin mengutip prndapat penyair Abdul Hadi yaitu “Puisi
harus berkomunikasi secara tidak langsung dengan pembaca, karena
puisi bukan percakapan sehari-hari, melainkan percakapan batin”.
Pemahaman terhadap karya sastra tidak cukup diprasyarati oleh
penguasaan kode bahasa saja, tetapi juga kode sastra di samping harus
disertai usaha secara sadar, sikap kritis dan kesungguhan hati
(Nurgiyantoro, 1994:342). Analisis terhadap karya sastra (termasuk puisi)
bertujuan agar karya sastra itu dapat dipahami lebih baik sehingga dapat
dinikmati lebih intens serta ditarik manfaatnya dalam memahami hidup ini
(Sudjiman, 1993:1).
Puisi adalah salah satu jenis sastra. Seringkali istilah puisi
disamakan dengan sajak. Akan tetapi, sebenarnya tidak sama, puisi itu
merupakan jenis sastra yang melingkupi sajak, sedangkan sajak adalah
individu puisi. Dalam istilah bahsa Inggrisnya puisi adalah poetry dan
sajak adalah poem. Memang, sebelum ada istilah puisi, istilah sajak untuk
menyebut juga jenis sastranya (puisi) ataupun individunya sastranya
(sajak).
Memahami makna pusis tidaklah mudah, lebih-lebih pada waktu
sekarang, puisi makin kompleks dan aneh. Jenis puisi lain dari jenis prosa.
Prosa tampaknya lebih mudah dipahami maknanya daripada puisi. Hal ini
disebabkan oleh bahasa prosa merupakan ucapan “biasa”, sedangkan
3
4. puisi merupakan ucapan yang “tidak biasa”. Biasanya prosa mengikuti
atau sesuai dengan struktur bahasa normatif sedangakan puisi biasanya
menyimpang dari tata bahasa normatif.
Pengertian pemaknaan puisi atau pemberian makna puisi
berhubungan dengan teori sastra masa kini yang lebih memberikan
perhatian kepada pembaca dari lainnya. Puisi itu suatu artefak yang baru
mempunyai makna bila diberi makna oleh pembaca. Akan tetapi,
pemberian makna itu tidak boleh semau-maunya, melainkan berdasarkan
atau dalam kerangka semiotik (ilmu/sistem tanda).
Untuk memahami puisi dan memberi makna puisi tidaklah mudah
tanpa mengerti konvensi sastra, khususnya konvensi puisi. Puisi
merupakan karya seni yang bermedium bahasa. Puisi harus dipahami
sebagai sistem tanda (semiotik) yang mempunyai makna berdasarkan
konvensi. Medium puisi adalah bahasa yang sudah mempunyai arti
sebagai bahan puisi. Oleh karena itu, bahasa disebut sebagai sistem
tanda atau semiotik tingkat pertama. Makna bahasa disebut arti (meaning)
yang ditentukan oleh konvensi masyarakat bahasa. Dalam karya sastra
bahasa sebagai sistem tanda tingkat pertama ditingkatkan derajatnya
menjadi sistem tanda tingkat kedua, maka artinya pun ditentukan oleh
konvensi sastra, menjadi arti sastra. Arti sastra adalah arti dari arti
(meaning of meaning) atau makna (significance). Oleh karena itu, untuk
memberi makna puisi haruslah diketahui konvensi puisi tersebut. Diantara
4
5. konvensi puisi adalah ucapan atau ekspresi tidak langsung (Preminger
dkk., 1974:980-981).
Puisi merupakan sebuah struktur. Struktur di sini dalam arti bahwa
karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur terjadi hubungan yang
timbal balik, saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra
merupakan hal-hal saling terikat dan saling bergantung.
Puisi juga merupakan sebuah struktur yang kompleks. Karena itu,
untuk memahami puisi haruslah menganalisis puisi tersebut. Dalam
menganalisis puisi, bagian itu haruslah dipahami sebagai bagian bagian
dari keseluruhan. Seperti dikemukakan di atas, puisi merupakan susunan
keseluruhan yang utuh, yang bagian-bagian atau unsur-unsurnya saling
berkaitan erat dan saling menentukan maknanya. Unsur-unsur struktur
puisi itu koheren atau pertautan erat; unsur-unsur itu tidak otonom,
melainkan merupakan bagian situasi yang rumit dan dari hubungannya
dengan bagian lain, unsur-unsur itu akan mendapat artinya (Culler,
1977:170). Jadi, untuk memahami puisi haruslah diperhatikan jalinan atau
pertautan unsur-unsurnya sebagai bagian dari keseluruhan.
Menganalisis puisi bertujuan memahami makna puisi. Menganalisis
puisi merupakan usaha menangkap dan memberi makna kepada teks
puisi. Karya sastra itu merupakan struktur yang bermakna. Hal ini
mengingat bahwa karya satra itu merupakan sistem tanda yang
mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa.
5
6. Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem
semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang memiliki arti.
Bahasa merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan
oleh konvensi masyarakat. Sistem ketandaan itu disebut semiotik.
Semiotik adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan
dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda lain,
pengirimannya, penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.
Apabila studi tentang tanda ini berpusat pada penggolongannya, pada
hubungannya dengan tanda-tanda lainnya, pada caranya bekerja sama
dalam menjalankan bunyinya, itu adalaha kerja dalam fonologi semiotik.
Apabila studi ini menonjolkan tanda-tanda dengan pembentukan kata-
katanya yang dihasilkan, itu adalah kerja morfologi semiotik. Apabila studi
dihubungkan dengan caranya bekerja sama dalam menjalankan
fungsinya, itu adalah kerja dalam sintaks semiotik. Apabila studi ini
menonjolkan hubungan tanda-tanda dengan acuannya dengan interprtasi
yang dihasilkannya, itu adalah kerja semantik semiotik. Apabila studi
tentang tanda ini mementingkan hubungan antara tanda dengan pengirim
dan penerimaannya, itu adalah kerja pragmatik semiotik.
Ferdinand de Saussure dalam bukunya Cours de Linguistique
Generale mengemukakan bahwa pengertian dasar linguitik yang bertolak
pada pemikiran dua dimensi. Pengertiannya selalu berupa pasangan yang
berlawanan, yakni dikotomi antara langue dan parole, signifiant dan
6
7. signifie serta sintagma dan paradigm. Buku ini dianggap sebagai
permulaan dari linguistic strukturalis.
Sumbangan de Saussure bagi semiologi pertama-tama adalah
penekanan pentingnya suatu ilmu tanda yang tercantum dalam bukunya
yang mengatakan bahwa “… linguistik hanya merupakan bagiam ilmu
umum. Aturan-aturan yang akan ditemukan oleh semiologi akan dapat
diterapkan pada linguistic. Dengan demikian, linguistik akan menjadi suatu
bidang khusus yang termasuk dalam keseluruhan hubungan social”( de
Saussure dalam Sudjiman, 1992:56).
Atas dasar inilah, maka penulis menganalisis puisi dengan
menggunakan teori-teori yang bersumber pada linguistik. Teori-teori
tersebut meliputi aspek-aspek sintaksis, aspek semantik dan pragmatik.
Penelitian tentang analisis struktural-semiotik yang menggunakan
aspek-aspek linguistik seperti sintaksis, semantik dan pragmatik terhadap
puisi di Indonesia jarang dibentangkan baik dalam karya tulis berupa
makalah, buku ataupun dalam karya ilmiah yang lebih kompleks dan
terfokus. Sepengetahuan penulis, analisis aspek-aspek linguistik terhadap
puisi pernah juga disinggung dalam penelitian Nurhayati yang berjudul
Kajian Stilistika dalam Puisi Rendra (1995) dan penelitian Shita Dewi
Ratih Permatasari yang berjudul Tema Kesedihan dalam Sajak “Priangan
Si Jelita” karya Ramadhan K.H. (2001).
Dalam penelitian Nurhayati, kajian stilistika yang dilakukan dalam
menganalisis puisi-puisi Rendra melibatkan ciri-ciri linguistik dan ciri-ciri
7
8. kesastraan memasukkan kajian terhadap struktur batin puisi karena pada
hakikatnya sebuah pisi terdiri atas struktur fisik (fokus kajian stilistik) dan
struktur batin. Dengan demikian, penelitian ini meliputi kajian terhadap
unsur-unsur penerimaan, linguistik, diksi, citraan, kata-kata konkret,
bahasa figuratif dan struktur batin yang diserap melalui tema, perasaan,
nada dan amanat. Dari hasil penelitian terhadap puisi-puisi Rendra dapat
disimpulkan bahwa kajian linguistik dan kesastraan saling menunjang
dalam menafsirkan dan memahami puisi-puisi Rendra.
Penelitian Shita Dewi Ratih Permatasari menggunakan pendekatan
struktural dalam menganalisis aspek-aspek linguistik yang meliputi aspek
irama, bunyi, sintaksis, semantik, dan isotopi puisi-puisi Ramadhan K.H
menghasilkan bahwa puisi-puisi tersebut mengandung tema kesedihan.
Judul kumpulan sajak Priangan Si Jelita yang terkesan indah tersebut
ternyata berlawanan makna dengan sajak-sajak yang terkandung di
dalamnya.
Penyair Abdul Hadi adalah penyair penting sesudah generasi
Taufiq Ismail. Rendra pernah menyatakan bahwa penyair berbakat besar
sesudah Taufiq Ismail adalah Abdul Hadi W.M. dan Sutardji Calzoum
Bachri. Kemudian memang terbukti bahwa kedua tokoh itu memberi
warna pada perkembangan puisi Indonesia sekitar tahun 1970-an. Abdul
Hadi dengan puisi konvensional dengan gaya remang-remang yang
kemudian berkembang sangat pesat pada dekade 1970-an. Sudah
banyak kumpulan puisi yang diciptakannya, salah satu adalah sajaknya
8
9. yang berjudul Madura yang mendapat pujian dari redaksi Horison sebagai
sajak yang baik yang dimuat di majalah tersebut tahun 1968. Wajarlah jika
sajak ini mendapat penghargaan karena kelembutan bahasa dan lukisan
yang detil tentang tanah kelahirannya menyebabkan puisi Abdul Hadi ini
terasa sangat plastik Puisi-puisi karya Abdul Hadi termasuk dalam
angkatan 66 yang mempunyai ciri-ciri antara lain :
a. Bergaya mantra menggunakan sarana kepuitisan
berupa: ulangan kata, frasa, atau kalimat.
b. Asosiasi bunyi banyak dipergunakan untuk memperoleh
makna yang baru;
c. Puisi-puisi imajisme banyak ditulis; dalam puisi ini banyak
digunakan kiasan, alegori ataupun parable dan
sebagainya;
d. Banyak kata-kata khas yang digunakan untuk menguntuk
lawan, seperti; reformis, kapitalis birokrat, subversi,
kezaliman, keadilan dan sebagainya, kebenaran yang
mereka suarakan lewat puisi-puisi ini adalah kebenaran
versi mereka (Waluyo, 1987:62-64).
B. Fokus dan Subfokus Penelitian
1. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah struktur semiotik puisi Pembawa
Matahari karya Abdul Hadi W.M.
2. Subfokus Penelitian
Subfokus yang akan dibahas dalam penelitian ini, sebagai berikut.
a. Aspek fonologi puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M. yang
meliputi penggunaan/peranan bunyi dan perulangan bunyi (rima/ritme).
9
10. b. Aspek morfologi puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M. yang
meliputi imbuhan dan pembentukan kata.
c. Aspek sintaksis puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M. yang
meliputi struktur, jenis kalimat dan fungsi-fungsi gramatikalnya.
d. Aspek semantik puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M. yang
meliputi isotopi-isotopi yang menghasilkan motif-motif sehingga
menimbulkan tema puisi.
e. Aspek pragmatik puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M.
yang meliputi siapa yang berujar, penerima ujaran dan apa yang
diujarkan.
C. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
1. Perumusan Masalah
Masalah dalam penelitian adalah bagaimanakah analisis struktural-
semiotik puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M.
2. Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan penelitian yang diteliti dapat dirumuskan
secara rinci sebagai berikut.
a. Bagaimanakah aspek fonologi puisi Pembawa Matahari karya Abdul
Hadi W.M. yang meliputi penggunaan/peranan bunyi, dan perulangan
bunyi (rima/ritme)?
b. Bagaimanakah aspek morfologi puisi Pembawa Matahari karya Abdul
Hadi W.M yang meliputi imbuhan dan pembentukan kata?
10
11. c. Bagaimanakah aspek sintaksis puisi Pembawa Matahari karya Abdul
Hadi W.M. yang meliputi struktur, jenis kalimat dan fungsi-fungsi
gramatikal?
d. Bagaimanakah aspek semantik puisi Pembawa Matahari karya Abdul
Hadi W.M. yang meliputi isotopi-isotopi yang menghasilkan motif-motif
sehingga menimbulkan tema puisi?
e. Bagaimanakah aspek pragmatik puisi Pembawa Matahari karya Abdul
Hadi W.M. yang meliputi siapa yang berujar, penerima ujaran dan apa
yang diujarkan?
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengajaran sastra
khususnya puisi untuk digunakan sebagai model analisis dengan
menggunakan analisis struktural-semiotik yang meliputi aspek fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatik.
11
12. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Subfokus Penelitian
1. Deskripsi Konseptual Fokus Penelitian
1.1 Struktural dan Semiotik
1.1.1 Strukturalisme
Teori strukturalisme dalam sastra merupakan sebuah teori yang
bertolak dari asumsi bahwa karya sastra tersusun dari berbagai unsur
yang jalin-menjalin, terstruktur sehingga tidak ada satu unsurpun yang
tidak fungsional dalam keseluruhannya. Oleh karena itu, karya sastra
ditentukan oleh koheren tidaknya unsur-unsur karya tersebut (Atmazaki,
1990:10). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Semi
(1984:44-45) bahwa strukturalisme membatasi dari penelaahan karya
sastra itu sendiri, terlepas dari soal pengarang dan pembaca. Karya sastra
dipandang sebagai suatu kebulatan makna, akibat perpaduan isi dengan
pemanfaatan bahasa sebagai alatnya. Perpaduan yang harmonis antara
bentuk dan isi merupakan kemungkinan kuat untuk mengahsilkan karya
sastra yang bermutu. Hal ini juga diungkapkan oleh Teeuw
(1984:135-136) bahwa analisis struktural bertujuan untuk membongkar
dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan mendalam
keterkaiatan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang
bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.
12
13. Pendekatan struktural sering disebut juga dengan pendekatan
objektif (Semi, 1984:44-45). Karya sastra mempunyai sesuatu kebulatan
makna yang merupakan akibat perpaduan isi dengan pemanfaatan
bahasa sebagai alatnya. Dengan kata lain, pendekatan ini memandang
dan menelaah sastra dari segi instrinsik atau dari dalam karya itu sendiri.
Karya sastra dilihat dari unsur yang membangun dirinya sehingga menjadi
satu kebulatan makna. Perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi
menjadikan karya sastra sebagai karya yang bernilai tinggi.
Munculnya minat pakar sastra untuk meneliti karya sastra sebagai
suatu struktue dimulai sejak Ferdinand de Saussure, seorang sarjana
bangsa Swiss, memperkenalkan struktural di bidang linguistik pada awal
abad ke-20 (Atmazaki, 1990:52). Beliau adalah tokoh linguistik yang
mengilhami munculnya teori struktural dalam berbagai ilmu bahasa,
antropologi, sastra dan lain-lain. Teori strukturalisme di Indonesia boleh
dikatakan masih baru, muncul sekitar tahun 1975. Secara nyata teori ini
diperkenalkan tahun 1978 pada penataran kesusastraan yang
diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
(Pradopo, 1991:3). Teori ini perlu dikembangkan karena memiliki
kemampuan besar untuk menganalisis atau mengkritik karya sastra
sehingga dapat diperoleh makna karya sastra secara maksimal.
Pendekatan struktural memang merupakan pendekatan yang
populer dan seringkali digunakan para penelaah sastra. Pendekatan ini
mencoba melihat sastra dengan hanya mempersoalkan apa yang ada di
13
14. dalam dirinya. Kesalahan yang kecil sekalipun tidak dapat luput dari
pengamatan pembaca karena analisis ini bersifat abjektif yang banyak
memberikan umpan balik kepada penulis atau penyair, dan dapat untuk
mendorong penulis untuk lebih berhati-hati.
Akan tetapi analisis berdasarkan teori strukturalisme murni, yaitu
yang hanya menekankan otonomi karya sastra mempunyai keberatan
juga. Ditunjukkan oleh Teeuw (1994:135-140). Kelemahan pokok analisis
strukturalisme murni adalah 1) melepaskan karya sastra dari rangka
sejarah sastra, 2) mengasingkan karya sastra dari rangka sosial
budayanya. Hal ini disebabkan analisis struktural itu tidak diperkenankan
keluar dari struktur sebab sebuah struktur itu merupakan kesatuan yang
bulat dan utuh, tidak memerlukan pertolongan dari luar struktur, padahal
karya sastra tidak dapat terlepas dari situasi kesejarahannya dan
kerangka sosial budayanya. Di samping itu peranan pembaca sebagai
pemberi makna dalam interpretasi karya sastra tidak dapat diabaikan.
Sebab tanpa aktivitas pembaca karya sastra tidak mempunyai makna.
Struktur di sini dalam arti karya sastra itu menentukan.
1.1.2 Semiotik
Dari segi istilah, semiotik berasal dari istilah Yunani kuno “semeion”
yang berarti tanda atau “sign” dalam bahasa Inggris. Semiotik merupakan
ilmu yang mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi dan
ekpresi. Pendekatan semiotik pada dasarnya merupakan pengembangan
pendekatan objektif atau pendekatan struktural, yaitu penelaahan sastra
14
15. dengan mempelajari setiap unsur yang ada di dalamnya, tanpa ada yang
dianggap penting, serta melihat suatu karya sebagai suatu yang terikat
kepada sistem yang dibentuknya sendiri, sehingga sistem yang ada di
luarnya tidak berlaku terhadapnya (Semi, 1984:45, dan Zoest 1993:1).
Pendekatan semiotik melihat sistem itu jauh lebih luas, segala unsur yang
ada dalam suatu karya sastra masuk dalam sistem tertentu. Karya sastra
disusun berdasarkan suatu sistem. Suatu yang hidup dan tumbuh dalam
suatu masyarakat karena karya sastra itu tidak dapat melepaskan diri dari
sistem kemasyarakatan itu sendiri.
Dengan demikian, ada tiga unsur yang menentukan tanda: 1) tanda
yang dapat ditangkap itu sendiri, 2) yang ditunjukkan, 3) dan tanda baru
dalam benak si penerima tanda. Antara tanda dan yang ditunjukkan
terdapat relasi: tanda mempunyai sifat representatif. Tanda dan
representatif mengarahkan pada interpretasi: tanda mempunyai sifat
interpretatif. Dengan perkataan lain, representatif dan interpretatif
merupakan ciri khas tanda (Zoest van Aart, 1993:4-15).
Pendapat di atas diperkuat oleh Pradopo (1995:119-120) dan
Sudjiman (1990:5) yang menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu tentang
tanda. Tanda mempunyai dua aspek yaitu penanda (signifier) dan petanda
(signified). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu
yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai
oleh penanada itu yaitu artinya.
15
16. Untuk memperkuat pemahaman mengenai semiotik berikut ini akan
dituliskan beberapa pendapat dari ahli mengenai semiotik yaitu Morris
(1946) yang dikutip oleh Depdikbud (1996:3) bahwa semiotik adalah ilmu
mengenai tanda, baik itu bersifat manusiawi maupun hewani,
berhubungan bahasa tersebut atau tidak, bersifat wajar atau tidak atau
kebenaran atau kekeliruan, bersifat sesuai atau tidak, bersifat wajar atau
tidak atau mengandung unsur yang dibuat-buat. Demikian juga Klaus Buhr
(1972) yang dikutip oleh Depdikbud (1996:3) bahwa semiotik merupakan
teori umum mengenai tanda bahasa. Sebagai bagian dari ilmu
pengetahuan, semiotik tidak meneliti tanda-tanda yang konkrit dalam
suatu bahasa tertentu, melainkan meneliti ilmu bahasa umum. Semua
pengetahuan pada akhirnya merupakan suatu pengetahuan yang bersifat
sosial dengan syarat media yang digunakan dalam tukar-menukar
informasi, dan lain sebagainya dapat ditentukan secara bebas. Media
yang dimaksudkan di sini adalah tanda bahasa.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Bahasa puisi merupakan tanda.
Tanda itu mempunyai arti dan arti itu ditentukan oleh konvensi-
konvensinya. Tanda terdapat di mana-mana kata juga merupakan suatu
“tanda”, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan
sebagainya (Sudjiman dan Aart, 1994:vii).
Karena juga mempelajari hubungan antara penanda dan petanda
maka linguistik atau ilmu bahasa termasuk semiotik. Tanda tersebut tidak
16
17. hanya satu macam saja, tetapi ada beberapa macam berdasarkan
hubungan antara penanda dan petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama
ialah ikon, indeks, dan simbol (Pradopo, 1995:120 dan Zoest,
1993:74-85).
Ikon adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan yang
bersifat alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan tersebut
adalah hubungan persamaan, misalnya gambar kuda sehingga penanda
yang menandai kuda (petanda) sebagai artinya. Ikon masih juga dapat
dibedakan atas tiga macam, yaitu ikon tipologis kemiripan yang tampak di
sini adalah kemiripan relasional, maksudnya di dalam tanda tampak juga
hubungan antara unsur yang diacu, contoh susunan kata dalam kalimat.
Berikutnya adalah ikon metaforis, ikon jenis ini tidak ada kem iripan antara
tanda yang sama, contoh kancil misalnya mempunyai acuan binatang
kancil dan sekaligus melambangakan kecerdikan. Tanda-tanda ikon
dalam teks sastra harus diuraikan lebih jauh, lebih panjang lebar, tanda-
tanda ini memegang peranan penting dalam sastra (Zoest, 1993:83).
Anggapan tersebut melibatkan dua anggapan lain: 1) tanda-tanda ikon
merupakan tanda-tanda memikat; dan 2) teks-teks sastra memiliki daya
pikat lebih besar ketimbang yang lain. Ada teks-teks yang memberikan
informasi secara dingin dan hanya berisikan pokok-pokok masalah, dan
ada yang memiliki sifat argumentatif. Pada jenis yang pertama,
indeksikalitas berperan paling penting, dan pada yang kedua, simbolis
yang berperan paling penting.
17
18. Di semua teks akan didapati ikonitas, khususnya dalam teks-teks di
luar situasi percakapan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam situasi
komunitas di mana pengirim dan penerima sama-sama hadir. Sistem-
sistem semiotik bahasa lain dapat digiatkan.
Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-
akibat) antara penanda dan petandanya, misalnya asap menandai api,
alat penanda angin menunjukkan arah angin. Dalam sastra gambaran
suasana muram biasanya merupakan indeks bahwa tokoh sedang
bersusah hati.
Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak adanya
hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya hubungan bersifat
arbitrer. Arti tanda itu ditentukan oleh konvensi. “ibu” adalah simbol.
Artinya ditentukan oleh konvensi masyarakat bahasa (Indonesia). Orang
Inggris menyebutnya “mother”. Adanya bermacam-macam tanda untuk
satu arti itu menunjukkan kesemena-menaan. Dalam bahasa tanda yang
banyak digunakan yakni simbol.
Tanda simbolis yang paling penting dalam teks sastra adalah tanda
bahasa. Tanda bahasa adalah tanda yang dihubungkan dengan
denotatum berdasarkan kesepakatan. Ini merupakan tanda paling penting,
tetapi bukanlah satu-satunya.
Menurut pendapat Teeuw (1984:145), sulit sekali memisahkan
antara bentuk dan isi dalam teks sastra. Suatu bentuk akan bermakna bila
18
19. dikaitkan dengan isi. Begitu pula sebaliknya, isi hanya dapat ditangkap
dan diungkapkan melelui bentuk atau susunan kata-kata yang terpadu.
McLuhan dalam Teeuw (1984:145) menambahkan bahwa tujuan
analisis struktural adalah mengkaji secermat dan sedetail mungkin
keseluruhan makna melalui keterpaduan struktur teks secara total.
Pendapat tersebut didukung oleh Piaget dalam Zaimar (1990:20)
yang berbunyi:
Semua dokrin atau metode yang-dengan suatu tahap
abstraksi tertentu-menganggap objek studinya bukan hanya
sekedar sekumpulan unsur yang terpisah-pisah, melainkan
sebagai suatu gabungan unsur-unsur yang berhubungan
satu sama lain, sehingga yang satu tergantung dari yang
alain dan hanya dapat didefinisikan dalam dan oleh
hubungan perpadanan dan hanya pertentangan dengan
unsur-unsur lainnya dalam suatu keseluruhan. Dengan kata
lain, semua dokrin yang menggunakan konsep struktur dan
yang mengahadapi objek studinya sebagai suatu struktur.
Dapat dianggap bahwa penegretian totalitas dan sikap
saling berhubungan adalah ciri-ciri strukturalisme.
Unsur bahasa merupakan bahan utama dalam menghasilkan teks
sastra dan
Bahasa dalam semiotika termasuk ke dalam sistem tanda. Menurut
Sausurre dalam penelitinya, yang terpenting adalah tanda-tanda linguistik
sebab bahasa merupakan sistem tanda yang paling lengkap dibandingkan
dengan tanda-tanda lainnya. Melalui unsur bahasalah kita dapat masuk
dalam bidang semiotika.
2. Deskripsi Subfokus Penelitian
2.1 Aspek Fonologi
19
20. Bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan
membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa ini disebut fonologi, yang
secara etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi, dan logi yaitu ilmu.
Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya.
Dalam puisi irama tercapai dengan variasi secara sistematik pada
arus bunyi, sebagai akibat dari pergantian tekanan yang panjang-pendek,
kuat-lmah dan tinggi-rendah. Dalam puisi irama tercapai dengan
perulangan secara konsisten dan bervariasi dari pelbagai bunyi yang
sama. Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan betapa erat hubungan
irama dengan bunyi itu.
Disamping itu perlu dicatat bahwa perulangan bunyi yang cerah
yang menunjukkan kegembiraan serta kesenangan dalam puisi disebut
euphony. Biasanya bunyi-bunyi tersebut ialah i, e, a. Kebalikan dari
euphony adalah cacophony, yaitu perulangan bunyi yang menuansakan
suasana keterkanan batin, berat, mengerikan, kebekuan, kesunyian atau
kesedihan. Cacophony biasanya dibentuk oleh vocal-vokal o, u atau
diftong au. Bahakan kadangkala cacophony ini dibentuk oleh konsonan,
misalnya, t dan k. Peranan bunyi dalam puisi ini meliputi:
a) Untuk menciptakan nilai keindahan lewat unsur musikalitas dan
kemerduan
b) Menuansakan suatu makna tertentu sebagai perwujudan rasa dan
skap penyairnya, dan
20
21. c) Menciptakan suasana tertentu sebagai perwujudan suasana batin dan
sikap penyairnya.
2.2 Aspek Morfologi
Bidang linguistik yang mempelajari tentang pembentukan kata
disebut morfologi. Dalam puisi sering terjadi adanya penyimpanagan-
penyimpangan dari system norma bahasa yang umum. Dalam puisi
penyimpangan dari system morfologi itu sering terjadi. Maksudnya untuk
mendapatkan efek puitis, untuk mendapat ekspresivitas. Untuk
mendapatkan kepuistisan atau efek puistis, yaitu untuk mendapatkan
irama yang liris dan membuat kepadatan, kesegaran, serta ekspresivitas
yang lain. Penyimpangan itu berupa penyingkatan atau pemendekan kata,
penghilangan imbuhan.
Pemendekan kata dalam puisi pada umumnya untuk kelancaran
ucapan, untuk mendapatkan irama yang menyebabkan liris. Selain
pemendekan kata, untuk melancarkan ucapan, untuk membuat berirama.
Penghilangan imbuhan di samping untuk mendapatkan irama, juga
dipergunakan untuk mendapatkan tenaga ekspresivitas dengan hanya
mengucapkan yang inti saja.
2.3 Aspek Sintaksis
Aspek sintaksis merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya
dengan aspek-aspek diatas. Sintaksis adalah bagian linguistik yang
mempelajari cara-cara mengatur urutan kata dalam membentuk kalimat.
21
22. Dalam sebuah puisi, kalimat-kalimat memiliki makna dan kesan tertentu.
Oleh karena itu, aspek sintaksis akan digunakan pula dalam pembahasan
puisi Pembawa Matahari.
Satuan-satuan sintaksis antara lain adalah frasa, klausa dan
kalimat. Frasa adalah kumpulan kata yang memiliki satu fungsi, dan
bersifat nonpredikatif. Berdasarkan unsur yang menjadi pusatnya, frasa
dibedakan menjadi frasa nominal, frasa verba, frasa adjektiva, frasa
pronominal, dan frasa numeralia (KBBI, 1990:244).
Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata,
sekurang-kurangnya terdiri atas subyek dan predikat dan berpotensi
menjadi kalimat. Sedangkan kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau
teks (wacana) yang menungkapkan pikiran yang utuh secara
ketatabahasaan (Moeliono, 1988:254).
Gaya sebuah teks puisi tidak hanya ditandai oleh pilihan kata,
tetapi juga oleh panjangnya kalimat, sifat kalimat, dan cara konstruksi
kalimat. Kalimat yang pendek dan sederhana memberi kesan yang
berbeda dari kalimat panjang yang rumit. Seringkali pola kalimat puisi
disusun berdasarkan struktur yang lain daripada struktur sintaksis bahasa
yang benar. Hal ini sengaja dilakukan penyair untuk meraih aspek
semantik (Hartoko, 1992:192). Dengan demikian, dalam analisis
sintaksis puisi dipandang sebagai strutur bahasa yang terbangun atas
kalimat-kalimat dan memiliki kesatuan arti.
2.4 Aspek Semantik
22
23. Semantik adalah bagian dari linguistik yang membicarakan makna
kata, untuk menganalisis makna kata-kata digunakan dalam puisi
diperlukan pengertian makna kata. Menurut Saussure (1968:404), kata
adalah kombinasi dari signifiant (yang mengartikan, bentuk fonetis dari
kata) dan signifie (yang diartikan, makna/konsep), sedangkan makna
adalah konsep yang timbul dalam pikiran manusia bila mendengar atau
membaca suatu bentuk kata. Bentuk kata tersebut mengacu kepada
sesuatu di luar bahasa (referen). Hubungan bentuk, konsep, dan acuan
digambarkan oleh Pgden dan Richards yang dikutip John Lyons
(1968:404) sebagai berikut
Makna (konsep)
Kata
Bentuk referen/acuan
Garis putus-putus di antara bentuk kata dan referen menunjukkan
bahwa hubungan di antara keduanya tidak langsung. Bentuk kata
dihubungkan kepada referennya melalui makna konseptual yang
mempunyai hubungan independen terhadap bentuk kata dan terhadap
referen.
Menganalisis puisi sebenarnya bertujuan untuk menemukan makna
puisi. Dengan kata lain, menganalisis sajak adalah usaha untuk
menangkap dan memberi makna kepada teks sastra, sebab karya sastra
merupakan struktur yang bermakna. Selain itu karya sastra merupakan
23
24. sistem tanda yang memiliki makna dan menggunakan bahasa sebagai
mediumnya (Pradopo, 1995:120).
Kegiatan yang akan dilakukan dalam analisis aspek semantik ini
adalah penelaahan terhadap makna, baik makna denotatif maupun
konotatif. Makna denotatif adalah makna yang berbentuk antara tanda dan
objek yang diacunya, seperti benda, tindakan peristiwa, perasaan, dan
sebagainya.
Makna konotatif adalah makna kata yang timbul karena reaksi
tertentu pada pelaku komunikasi akibat lingkungan, zaman, atau
perorangan. Jadi, konotasi adalah aosiasi yang timbul dalam pikiran
seseorang terhadap subjek pembicaraan. Makna ini adalah makna
tersirat.
Selain penelaahan terhadap makna denotatif dan konotatif, juga
akan dilakukan analisis isotopi yang dihasilkan dari komponen makna.
Isotopi berasal dari bahasa Yunani isos yang artinya “sama” dan topos
yang artinya “tempat”. Konsep ini dikemukakan oleh Greimas. Konsep
isotopi merupakan syarat struktural yang diperlukan dalam cara kerja
wacana; isotopi adalah suatu bagian dalam pemahaman yang
memungkinkan pesan apa pun untuk dipahami sebagai suatu
perlambangan yang utuh. Jadi, dalam isotopi makna mencapai
keutuhannya, tempat terciptanya tingkatan makna yang homogen.
Singkatnya, keutuhan makna wacanalah yang tergantung padanya
(Greimas, 1983:78).
24
25. Menurut Greimas (1983:78-81), isotopi terbatas pada tataran isi,
jadi termasuk kategori semantis, karena yang dianalisis adalah makna
leksikal. Pada hakikatnya bahasa bersifat polisemis, sehingga komponen
makna yang sama bisa terdapat pada berbagai kosakata. Itulah sebabnya
terdapat redudansi dalam suatu teks. Melalui analisis isotopi dapat
ditemukan keseragaman makna yang ada di setiap bagian teks dan hal
tersebt dapat menuntuk pembaca ke arah pemahaman yang senada dan
dapat memecahkan ambiguitas, apabila ada.
Analisis isotopi dilakukan untuk mendapatkan motif. Setiap isoopi
mendukung suatu motif. Tema ditemukan dari motif yang paling dominan
atau dari kaitan antarmotif.
Hal penting lain yang menandai aspek semantik dalam puisi adalah
bahasa kiasan. Menurut Pradopo (1995:61), bahasa kiasan menimbulkan
kejelasan gambaran angan, menjadikan puisi lebih hidup dan menarik
perhatian. Jenis gambaran angan, menjadikan puisi lebih hidup dan
menarik perhatian. Jenis-jenis bahasa kiasan seperti:simile,personifikasi,
repetisi, metafora, metonimi, sinekdoki, dan ironi.
Selain bahasa kiasan, dalam puisi juda terdapat citraan (imagery)
atau gambaran-gambaran angan dalam sajak. Citraan adalah gambar-
gambar dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya, sedangkan
setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran pikiran
ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang menyerupai (gambaran) yang
dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek. Oleh karena itu,
25
26. dalam puisi, citraan dapat menimbulkan suasana yang khusus atau untuk
membuat hidup gambaran dalam pikiran dan pengindraan. Terhadap
beberapa jenis citraan seperti citra penglihatan (visual imagery), citra
pendengaran (auditory imagery) dan sebagainya (Pradopo, 1995:79).
2.5 Aspek Pragmatik
Pragmatik sebagai suatu telaah makna dalam hubungannya
dengan aneka situasi ujaran. Jika dihubungkan dengan semanti, maka
makna dalam pragmatik berhubungan dengan pembicara atau pemakai
bahasa, sedangkan semantik benar-benar dibatasi sebagai suatu sifat
ekspresi dalam bahasa tertentu (Tarigan, 1987:25).
Kalau kita mengadakan pendekatan makna seluruhnya dari sudut
pandangan pragmatik, ataupun seluruhnya dari sudt pandangan semantik,
maka kedua tuntutan di atas tidak tercapai; akan tetapi kita mendekati
hasilnya dapat merupakan penjelasan yang memuaskan dengan bantuan
kedua kriteria tersebut (Leech dalam Tarigan, 1987:26).
Pragmatik erat sekali hubungannya dengan tindak ujar atau speech
act. Ini dinyatakan dari berbagai pengertian tentang pragmatik antara lain:
a) Pragmatik menelaah keseluruhan perilaku insan, terutama sekali
dalam hubungannya dengan tanda-tanda atau lambang-lambang.
Pragmatik memusatkan perhatian pada cara insan berprilaku dalam
keseluruhan situasi pemberian tanda dan penerimaan tanda (George
dalam Tarigan, 1987:32).
26
27. b) Pragmatik adalah telaah mengenai “hubungan tanda-tanda dengan
para penafsir”. Teori pragmatik menjelaskan alasan atau pemikiran
para pembicara dan para penyimak dalam menyusun korelasi dalam
suatu konteks sebuah tanda kalimay dengan suatu preposisi (rencana,
atau masalah). Dalam hal ini teori pragmatik merupakan bagian dari
performansi (Morris dalam Tarigan, 1987:33).
c) Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak
tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain;
memperbincangkan segala aspek makna ucapan yang tidak dapat
dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung kepada kondisi-
kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan. Jadi pragmatik adalah
telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan
dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa
mengubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-
konteks secara tepa (Levinson dalam Tarigan, 1987:33).
Jadi telaah mengenai bagaimana cara kita melakukan sesuatu
dengan memanfaatkan kalimat-kalimat adalah telaah mengenai tindak
ujar (speech act). Dalam menelaah tindak ujar ini kita harus menyadari
benar-benar betapa pentingnya konteks ucapan/ungkapan. Teori tindak
ujar bertujuan mengutarakan kepada kita, bila kita mengemukakan
pertanyaan padahal yang dimaksud adalah menyeluruh atau bila kita
mengatakan sesuatu hal dengan intonasi khusus (sarkatis) padahal yang
dimaksud justru sebaliknya.
27
28. Telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks
mempengaruhi cara kita menafsirkan kalimat disebut dengan pragmatik.
Teori tindak ujar merupakan bagian dari pragmatik, dan pragmatik itu
sendiri merupakan bagian dari performansi linguistik.
Ada aspek-aspek yang perlu diperhatikan agar kita dapat
memahami suatu situasi ujaran. Aspek-aspek tersebut adalah :
(1) Pembicara/Penulis dan Penyimak/pembaca
Dalam setiap situasi ujaran haruslah ada pihak pembicara (atau
penulis) dan pihak penyimak 9atau pembaca). Keterangan ini
mengandung implikasi bahwa pragmatik tidak hanya terbatas pada
bahasa lisan tetapi juga mencakup bahasa tulis.
(2) Konteks Ujaran
Kata konteks dapat diartikan sebagai setiap latar belakang
pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh
pembicara (atau penulis) dan penyimak (atau pembaca) serta
menunjang interpretasi penyimak (atau pembaca) terhadap apa yang
dimaksud pembicara (atau penulis) dengan suatu ucapan tertentu.
(3) Tujuan Ujaran
Setiap situasi ujaran atau ucapan tentu mengandung maksud dan
tujuan tertentu pula. Dengan kata lin, kedua belah pihak yaitu
pembicara (atau penulis) dam penyimak (atau pembaca) terlibat dalam
suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu.
(4) Tindak Ilokasi
28
29. Bila tata bahasa menggarap kesatuan-kesatuan statis yang abstrak
seperti kalimat-kalimat (dalam sintaksis) dan proporsi-proporsi (dalam
semantik), maka pragmatik menggarap tindak-tindak verbal atau
performansi-performansi yang berlangsung di dalam situasi-situasi
khusus dalam waktu tertentu. Dalam hal ini pragmatik menggarap
bahasa dalam tingkatan yang lebih konkret ketimbang tata bahasa.
Singkatnya, ucapan dianggap sebagai bentuk kegiatan: suatu tindak
ujar.
(5) Ucapan Sebagai Produk Tindak Verbal
Kata ucapan yang dapat dipakai dalam pragmatik, yaitu mengacu
kepada produk suatu tindak verbal, dan bukan hanya kepada tindak
verbal itu sendiri. Suatu ucapan dapat merupakan suatu contoh
kalimat, atau suatu bukti kalimat; tetapi jelas tidak dapat merupakan
suatu kalimat. Dalam pengertian ini, ucapan merupakan unsur yang
maknanya kita telaah dalam pragmatik. Sesungguhnya secara tepat
kita dapat memerikan pragmatik sebagai ilmu yang menelaah makna
ucapan, dan semantic yang menelaah makna kalimat. Dengan
demikian, pragmatik adalah telaah makna dalam hubungannya dengan
situasi ujar.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang struktural-semiotik ini pernah dilakukan oleh
Nurhayati yang berjudul “Kajian Stilistika dalam Puisi Rendra” (1995).
29
30. Dalam penelitian Nurhayati, kajian stilistika yang dilakukan dalam
menganalisis puisi-puisi Rendra melibatkan ciri-ciri linguistik dan ciri-ciri
kesasteraan yang memasukkan kajian terhadap struktur batin puisi karena
pada hakikatnya sebuah puisi terdiri atas struktur fisik (fokus kajian
stilistik) dan struktur batin. Dengan demikian, penelitian ini meliputi kajian
terhadap unsur-unsur perimaan, linguistik, diksi, citraan, kata-kata konkret,
bahasa figuratif dan struktur batin yang diserap melalui tema, perasaan,
nada dan amanat. Dari hasil penelitian terhadap puisi-puisi Rendra dapat
disimpulkan bahwa kajian linguistik dan kesasteraan saling menunjang
dalam menafsirkan dan memahami puisi-puisi Rendra.
Penelitian Shita Dewi Ratih Permatasari yang berjudul “Tema
Kesedihan dalam Sajak Priangan Si Jelita karya Ramadhan K.H (2001).
Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural dalam menganalisis
aspek-aspek linguistik yang meliputi aspek irama, bunyi, sintaksis,
semantik dan isotopi puisi-puisi Ramadhan K.H menghasilkan bahwa
puisi-puisi tersebut mengandung tema kesedihan. Judul kumpulan sajak
Priangan Si Jelita yang terkesan indah tersebut ternyata berlawanan
makna dengan sajak-sajak yang terkandung di dalamnya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
30
31. 1) Mendeskripsikan aspek fonologi puisi Pembawa Matahari karya Abdul
Hadi W.M. yang meliputi penggunaan/peranan bunyi, dan perulangan
bunyi (rima/ritme).
2) Mendeskripsikan aspek morfologi puisi Pembawa Matahari karya
Abdul Hadi W.M. yang meliputi imbuhandan pembentukan kata.
3) Mendeskripsikan aspek sintaksis puisi Pembawa Matahari karya Abdul
Hadi W.M. yang meliputi struktur, jenis kalimat dan fungsi-fungsi
gramatikalnya.
4) Mendeskripsikan aspek semantik puisi Pembawa Matahari karya
Abdul Hadi W.M. yang meliputi isotopi-isotopi yang menghasilkan
motif-motif sehingga menimbulkan tema puisi.
5) Mendeskripsikan aspek pragmatik puisi Pembawa Matahari karya
Abdul Hadi W.M. yang melipuiti siapa yang berujar, penerima ujaran
dan apa yang diujarkan.
B. Metode dan Prosedur Penelitian
Metode yang dilakukan ini menggunakan metode deskriptif analitik
dengan analisis struktural semiotik. Metode deskriptif analitik digunakan
untuk memecahkan masalah yang aktual, dengan mengumpulkan,
menyusun, mengklasifikasikan, menggeneralisasikan serta menganalisis
dan menginterpretasikan data (Surachmad, 1975:51).
Metode deskriptif adalag metode yang memberikan gambaran atau
lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-
31
32. sifat serta menerangkan hubungan, menguji dan mendapatkan makna dari
suatu masalah yang ingin dipecahkan (Nazir, 1983:63). Pendeskripsian ini
diarahkan pada analisis struktural semiotik aspek-aspek linguistik yang
terdapat dalam puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M.
Analisis struktural menurut Barthes (1988:221-222) secara
metodologis berawal dari linguistik yang akhirnya dikenal sebagai
semiotika. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa analisis naratif
struktural sama halnya dengan semiologi teks, karena memusatkan kajian
pada karya, dalam hal ini mencoba memahami suatu karya dengan
menyusun kembali makna-makna yang tersebar dalam karya tersebut
dengan suatu cara tertentu.
Mengacu pada pendapat-pendapat di atas, maka penelitian ini
dimulai dengan analisis struktur sajak sebagai penanda dan dilanjutkan
dengan analisis semiotik untuk pemaknaan sajak-sajak.
Menurut Zaimar (1990:20), strukturalisme dan semiotika berkaitan
erat. Dengan strukturalisme bisa dicapai pembahasan tentang bentuk
tanpa menyentuh bidang interpretasi, sedangkan untuk menyentuh bidang
interpretasi digunakan semiotik. Eratnya kaitan strukturalisme dan
semiotik dibuktikan oleh lahirnya ahli-ahli semiotik yang berasal dari kaum
strukturalisme, seperti Ferdinand de Sausurre dan Charles Sanders
Pierce.
C. Data dan Sumber Data
32
33. Puisi Abdul Hadi W.M. yang berjudul Pembawa Matahari terbitan
bulan April tahun 2002 oleh Yayasan Bentang Budaya. Dari dua puluh
delapan puisi yang terdapat dalam kumpulan tersebut, penulis mengambil
sepuluh puisi dengan menggunakan teknik purposif, yaitu pengambilan
sampel dengan alasan-alasan tertentu. Sepuluh puisi yang dijadikan
sampel didasari keragaman struktur sintaksisnya, yaitu puisi yang struktur
kalimatnya sederhana dan komplek. Di samping itu pula, didasari oleh
panjang dan pendeknya puisi. Ada puisi yang panjangnya terdiri dari
beberapa bait dan ada juga puisi yang hanya terdiri dari satu bait saja.
Kesepuluh puisi tersebut adalah sebagai berikut.
1) Ketika Masih Bocah
2) Kembali Tak ada Sahutan di Sana
3) Nyanyian Hamzah Fansuri
4) Doa Ayub
5) Barat dan Timur
6) Mimpi
7) Cinta
8) Menjenguk Mimpi
9) Jalan ke Pantai
10)Pembawa Matahari
D.Prosedur Analisis Data
33
34. Berdasarkan analisis struktural semiotik, untuk memberikan
pemahaman secara mendalam mengenai analisi puisi, maka penulis
menggunakan langkah-langkah analisis data sebagai berikut:
1) Aspek fonologi puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M. yang
meliputi penggunaan/peranan bunyi, dan perulangan bunyi
(rima/ritme).
2) Aspek morfologi puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M.
yang meliputi imbuhan dan pembentukan kata.
3) Aspek sintaksis puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M. yang
meliputi struktur, jenis kalimat dan fungsi-fungsi gramatikalnya.
4) Aspek semantik puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M. yang
meliputi isotopi-isotopi yang menghasilkan motif-motif sehingga
menimbulkan tema puisi.
5) Aspek pragmatik puisi Pembawa Matahari karya Abdul Hadi W.M.
yang melipuiti siapa yang berujar, penerima ujaran dan apa yang
diujarkan.
34
35. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Arikunto, Suharsimi.1993. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Atmazaki, 1990. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang: Angkasa Raya.
Chaer, Abdul.1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
De Saussure, Ferdinand.1993. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta:
Gadjah Mada University.
Greimas, A.J.1993. Structural Semantic: An Attempt At A Method. Lincoln,
NE: The University of Nebraska Press.
Hadi, Abdul W.M. 2002. Pembawa Matahari: Kumpulan Sajak-Sajak.
Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu Dunia Sastra.
Yogyakarta: Kanisius.
Hutagalung, M.S. 1998. Telaah Puisi Penyair Angkatan Baru. Jakarta:
Tulila.
Junus, U.. 1981. Dasar-dasar Interpretasi Sajak. Kuala Lumpur:
Heinemann Asia Singapore Hongkong.
Kentjono, Djoko, 1984. Sintaksis: Dasar-dasar Linguistik Umum.
Jakarta:FSUI.
Kurniawan.2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang: Indonesia Tera.
35
36. Luxemburg, Jan Van. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
Moeliono, Anton. M (Penyunting). 1988. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Noth, Winfried. 1990. Handbook of Semiotic. Bloomington: Indiana
University Press.
Nurhadi (ed.) 1987. Kapita Selekta Kajian Bahasa, Sastra, dan
Pengajarannya. Malang: Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia FPBS IKIP Malang.
Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan
Sastra. Yogyakarta: BPFE.
Pateda, Mansoer.1994. Linguistik: Sebuah Pengantar. Bandung: Angkasa.
Piget, Jean. 1995. Structuralisme. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Prodopo, Rachmat Djoko. 1995. Pengkajian Puisi Analisis strata Norma
dan analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Keraf, Gorys. 1995. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Rosidi, ajip. 1969. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Binacipta.
Schleifer, Ronald A.j. 1987. Greimas and The Nature of Meaning
Linguistics, Semiotics and Discourse Theory. Sidney: Croom
Helm.
Selden, Raman.1993. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Semi, Atar. 1984. Kritik Sastra. Bandung: angkasa.
Simpson, Paul. 1997. Language Through Literature: An Introduction.
London: Routledge.
36
37. Slametmulyana. 1956. Peristiwa Bahasa dan Peristiwa Sastra. Bandung:
N.V. Ganaco.
Subroto, D.E. 1976. “Hakekat Bahasa dan Realisasinya dalam Puisi”.
Majalah Bahasa dan Sastra. I. (4) 23-25.
Sudjiman, Panuti. 1984. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: University
Indonesia.
Surachmad, Winarno. 1975 Dasar dan Teknik Researh. Bandung: Tarsito.
Suroso. 1995. Ikhtisar Seni Sastra. Solo: Tiga Serangkai.
Tarigan, Hendry Guntur. 1987. Pengajaran Pragmatik. Bandung:Angkasa.
Teeuw, A. 1084. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta:
Pustaka Jaya.
Teeuw, A. 1989. Sastra Indonesia Modern II. Jakarta: Pustaka Jaya,
Teeuw, A. 1983. Membaca dab Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.
Teeuw, A. 1980. Tergantung Pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya.
Todorov, Tzevetan. 1985. Tata Sastra, terj. Okke K. S. Zaimar. Jakarta:
Djambatan.
Waluyo, Herman. 1987. Teori dan Apresiaisi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Yusuf, Suhendra. 1998. Fonetik dan Fonologi. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Zaimar, Okke K.S. 1990. Menelusuri Makna Ziarah Karya Iwan
Simatupang. Jakarta: Seri ILDEP.
Zoest Van Aart. 1993. Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa
yang Kita Lakukan Dengannya. Jakarta: Erlangga.
Zoest Van Aart. 1993. Semiotika. Jakarta: Sumber Agung.
37
38. Lampiran:
Puisi 1
Ketika Masih Bocah
Ketika masih bocah, rumahku di tepi laut
Bila pagi pulang dari perjalanan jauhnya
Menghalau malam dan bayang-bayangnya, setiap kali
Kulihat matahari menghamburkan sinarnya
Seraya menertawakan gelombang
Yang hilir mudik di antara kekosongan
Sebab itu aku selalu riang
Bermendung atau berawan, udara tetap terang
Setiap butir pasir buku pelajaran bagiku
Kusaksikan semesta di dalam
Dan keluasan mendekapku seperti seorang ibu
Batang kayu untuk perahu masih lembut tapi kuat
Kuhadapkan senantiasa jendelaku ke wajah kebebasan
Aku tak tahu mengapa aku tak takut pada bahaya
Deru dan kepedihan kukenal
Melalui kakiku sendiri yang telanjang
Arus begitu akrab denganku
Selalu ada tempat bernaung jika udara panas
Dan angin bertiup kencang
Tak banyak yang mesti dicemaskan
Oleh hati yang selalu terjaga
Pulau begitu luas dan jalan lebar
Seperti kepercayaan
38
39. Dan kukenal tangan pengasih Tuhan
Seperti kukena; getaran yang bangkit
Di hatiku sendiri
Puisi 2
Kembali Tak Ada Sahutan Di Sana
Kembali tak ada sahutan di sana
Ruang itu bisu sejak lama
Dan kami gedor teru pintu-pintunya
Hingga runtuh dan berderak menimpa tahun-tahun
Penuh kebohongan dan terror yang tak henti-hentinya
Hingga kami tak bisa tinggal lagi di sana
Memerah keputusan dan cuaca
Demikian kami tinggalkan panji-panji gemerlap
Itu dan mulai bercerai-cerai
Lari dari kehancuran yang satu ke kehancuran lainnya
Bertikai memperebutkan yang tak pernah pasti dan ada
Dari generasi ke generasi
Menenggelamkan rumah sendiri
Ribut tak henti-henti
Hingga kutanyakan lagi padaku
Penduduk negeri damai macam apa kami ini
Raja-raja datang dan pergi
Seperti sambaran kilat dan api
Dan kami bangun kota kami
Dari beribu mati. Tinggi gedung-gedungnya
Di atas jurang dan tumpukan belulang
Dan yang takut mendirikan menara sendiri
Membusuk bersama sendiri
39
40. Demikian kami tinggalkan janji-janji gemerlap
Itu dan matahari ‘kan lama terbit lagi
Puisi 3
Nyanyian Hamzah Fanzuri
Tiada yang lebih kurindu selain Dia
Dan mendirikan kemah di padang kehendak-Nya
Menjadikan Dia satu-satunya matahari
Dan hujan bagi bumi kerontang dalam jiwa
Demikian ayat orang asyik masuk bercinta
Tak terikat apa pin selain kungkungan hasrat-Nya
Merdeka berjalan di antara taring ajal dan raung serigala
40
41. Puisi 4
Doa Ayub
Kau topan dahsyat
Beratus kali kaupatahkan dayung dan kemudiku
Tapi dalam sekarat kalbuku tambah liat
Dilimpahi beribu tenaga dan zat
Nyala api neraka-Mu yang berkobar-kobar
Merobek dinding dan layar kapal
Dengan napas tersengal-sengal
Kusingkap ratusan tirai
Kejatuhan adalah kebangkitan kembali
Di atas reruntuhan terbangin menara tinggi
Tanpa kuasamu langit dan bumi
Tak bisa menampikku
Lihat ke dada koyak ini
Angin pun dapat membaca kisah yang marak
Dari derita ini pun akan lahir seekor singa
Dan istana-Mu tambah kemilau dalam jiwa
41
42. Puisi 5
Barat dan Timur
Barat dan Timur adalah guruku
Muslim, Hindu, Kristen, Budha,
Pengikut Zen atau Tao
Semua dalah guruku
Kupelajari dari semua orang saleh dan pemberani
Rahasia cinta, rahasia bara menjadi api menyala
Dan tikar sembahyang sebagai pelana menuju arasy-Nya
Ya, semua adalah guruku
Ibrahim, Musa, Daud, Lao Tze
Buddha, Zarahustra, Socrates, Isa Almasih
Nabi Muhammad Rasulullah
Tapi hanya di masjid aku berkhidmat
Walau jejak-Nya
Kujumpai di mana-mana
42
43. Puisi 6
Mimpi
Aneh tiap mimpi
Membuka kelopak mimpi yang lain,
Berlapis-lapis mimpi, tiada dinding
Dan tirai akhir, hingga kau semakin
Jauh dan semakin dalam tersembunyi
Dalam ratusan tirai rahasia
Membiarakan aku asing pada wujud
Hampa dan wajah sendiri. Kudatangi kemudian
Pintu-pintu awan, nadi-nadi cahaya
Dan kegelapan, rimba sepi dan kejadian
Di jalan-jalannya, di gedung-gedungnya
Kucari sosok bayanganku yang hilang
Dalam kegaduhan. Tetap, yang fana
Mengulang kesombongan dan keangkuhannya
Dan berkemas pergi entah kemana
Gelisah, ading memasuku rumah sendiri
Menjejakkan kaki, bergumul benda-benda
Ganjil yang tak pernah dikenal, menulis
Sajak, menemukan mimpi yang lain lagi
Berlapis-lapis mimpi, tiada dinding
Akhir sebelum menjumpai-Mu
43
44. Puisi 7
Cinta
Cinta serupa dengan laut
Selalu terikat pada arus
Setiap kali ombaknya bertarng
Seperti tutur dalam hatimu
Sebelum mendapat bibir yang mengucapkannya
Angin kencang datang dari cinta
Air berpusar dan gelombang naik
Memukul hati kita yang telanjang
Dan menyelimutinya dengan kegelapan
Sebab keinginan begitu kuat
Untuk menangkap cahaya
Maka kesunyian pun pecah
Dan yang tersembunyi menjelma
Kau di sampingku
Aku di sampingmu
Kata-kata adalah jembatan
Waktu adalah jembatan
Tapi yang mempertemukan
Adalah kalbu yang saling memandang
44
45. Puisi 8
Menjenguk Rumah
Menjenguk rumah di kampung
Yang pantainya riuh dengan pemandangan
Masa kana, angin terdengar selalu
Mengalunkan jeritan aneh
Tapi karib, dan hati bergaduh
Dengan keriangan liar, seakan tak kenyang
Menenggak sari buah tahun-tahun
Dan derita yang akhirnya terperah
Pohon mangga di halaman, tampak
Senantiasa lebat, mengirim cahaya
Dari akar-akarnya yang bekerja keras
Dalam kegelapan tanah, dan dari
Daun-daun serta rerantingnya
Yang tak henti-hentinya berdoa
Mengulang isyarat gaib dari musim tengkuyuh
Ya. Aku pernah tumbuh bersama
Tunas-tunas ini, bersama dahan-dahan barunya
Bersama angin dan curahan air hujan
Berlayar di langit luas keberadaan
Mencari jejak yang membuat kami
Bangkit kembali dari ketiadaan dan kekosongan
Di rumah ini, semua seakan ada
Dalam senyum dan duka ibuku
45
46. Puisi 9
Jalan Ke Pantai
Jalan ke pantai dari rumahku
Kecil berkerikil, namun terasa lebar
Duri-duri semak selalu berkisah
Sumur-sumur tak pernah kering
Di tengah ketandusan. Luka
Tak terasa sebagai luka bila tercium
Harum darah kebang-kembang kaktus liar
Dan usia membuang semua usianya
Akar akan kebebasan bangkit kembali
Dan tunasnya menghijau menyikap cakrawala
Apa yang mesti kucemaskan ?
Telah banyak hari-hari kulaluiku
Melalui semak-semak, duri-duri
Melalui jalan ke pantai dari rumahku
Membawa langit, membentang laut
Menuntun anak kepada ibunya
Kelopak-kelopak mawar kepada sari-sari bunga.
46
47. Puisi 10
Pembawa Matahari
Piring-piring lokan itu pecah kembali
Membangunkan tubuh cahaya dan si bocah
Muncul lagi di pantai, mendirikan menara
Dari gundukan pasir dan serakan-serakan kerang
Namun segera dijala oleh siang
Dan diterbangkan ke udara
Sore itu aku duduk, membaca buku laut dan gelombang
Mendengarkan kisah dari jauh namun dekat
Bendera perang hampir kumal
Dan jarum hari mulai menjahit sepi
Membentangkan malam
“Selamat tinggal Ahmas!” seru sebuah suara
“Berapa anakmu sekarang Leila?” kata yang lain
“Kiambang-kiambang bertaut di sungai dan hanyut mengisahkan nasib
kita
Kemudiku selalu patah, selalu patah
“Namun rumah senantiasa indah
Senantiasa indah
Nyanyian-nyanyian tak semerdu dulu lagi
Tapi masa kanak-kanakku memasang lagi telinganya
Hingga percakapan-percakapan butir pasir bisa terdengar
Bersama kegaiban ratusan malaikat
Dan dalam rongga kecilnya yang berkaca-kaca
Kutemukan semesta yag juga ada dalam diriku
Di sanalah rumahku, kata si bocah
Dalam kemilau embun, di pangkuan sunyi
Di lubuk kecemasan yang senantiasa gelisah
47
48. Dalam keluasan ke mana ombak selalu berbenah
Tak kuperlukan lagi pintu dan jendela dunia kini
Tak kuperlukan lagi jalan pulang
Semua ada di sana seperti jantera dan benang tenunnya
Kemudian si bocah pulang
Membawa matahari
Dan esoknya datang lagi
Membawa matahari
48