2. SILABI KULIAH
• Tujuan Perkuliahan
– Mahasiswa memahami hukum normatif dan
positif yang berkaitan dengan ekonomi, bisnis dan
lembaga keuangan syariah meliputi: bank syariah,
lembaga keuangan mikro syariah, asuransi
syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah,
obligasi syariah dan surat berharga berjangka
menengah syariah, pasar modal syariah,
pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dan
dana pensiun lembaga keuangan syariah.
3. MATERI KULIAH
• Pendahuluan
• Pengertian Hukum Ekonomi, Bisnis dan Lembaga Keuangan Syariah
• Bisnis Syariah
• Struktur Bisnis dan Lembaga Keuangan Syariah
• Peraturan dan Operasional bank syariah,
• Peraturan dan Operasional lembaga keuangan mikro syariah,
• Peraturan dan Operasional asuransi syariah dan reasuransi syariah,
• Peraturan dan Operasional pegadaian syariah,
• Peraturan dan Operasional pasar modal syariah,
• Peraturan dan Operasional obligasi syariah atau sukuk
• Peraturan dan Operasional pembiayaan syariah,
• Peraturan dan Operasional dana pensiun lembaga keuangan syariah.
4. PENDAHULUAN: Hukum Materil
Hukum materil ekonomi syariah saat ini adalah
fiqh para fuqaha’, fatwa DSN yang sudah dan
belum diposivitivisasi oleh BI dan sedikit
peraturan perundang-undangan. Diharapkan
putusan hakim berdasarkan istinbath al-hukm
dan ijtihad terbatas dan penggunaan metode
tarjih dapat mengisi kekosongan peraturan
perundang-undangan dalam bidang ini
sebagai judge’s making law.
4
5. Fenomena Baru
Selama ini kewenangan PA menyangkut sengketa di
antara orang Islam, tetapi dalam sengketa
ekonomi syariah juga menyangkut non-muslim
yang menundukkan diri kepada akad-akad
berdasarkan prinsip2 syariah. Gejala ini juga
menunjukkan keluasan dan keluwesan syariah
seperti disinggung oleh al-Qardhawi. Akad adalah
konstitusi bagi para pihak, yang menjadi fokus
pertama penyelesaian semua sengketa ekonomi
syariah.
Ada kesamaan kontrak dalam sistem hukum Islam
dengan sistem hukum lain, misalnya sistem
common law.
5
6. Syariat Islam Sbg Hukum Hidup
Perkembangan hukum ekonomi syariah adalah
indikator hukum Islam atau syariah sebagai
hukum yang hidup di negeri ini. Hukum
ekonomi syariah dipakai oleh pelaku ekonomi,
mendapat perhatian dari lembaga keuangan,
keulamaan, peradilan dan pemerintah, tetapi
dilihat dari minimnya peraturan perundang-
undangan dalam bidang ini mendapat resepsi
yang lamban dari legislator Indonesia.
6
8. Hukum Ekonomi Syariah
• Hukum ekonomi syariah kontemporer
merupakan gabungan antara reformasi
hukum ekonomi konvensional dan fiqh
mu’amalat modern.
• Tidak mengherankan bila bidang ini
merupakan suatu yang baru bagi
peradilan Indonesia mengingat
minimnya peraturan perundang-
undangan dan prakek peradilan.
8
9. Nama Lain
• Hukum ekonomi syariah juga
dikenal dengan nama hukum bisnis
syariah, fiqh at-tijari wa al-
mu’amalat, kitab al-amwal wa al-
buyu’,
• Hukum keuangan syariah dan
Islamic law of commerce and trade.
Serupa tapi tak sama.
9
10. LATAR BELAKANG
• Geliat pemikiran dan praktek ekonomi Islam belakangan
ini sedang mencuat. Hal ini muncul sebagai reaksi
terhadap praktek ekonomi konvensional yang telah
menjadikan masalah ekonomi.
• Islam ssebagai agama yang komprehensi dan universal,
tentu memiliki konsep-konsep dasar dan praktik
ekonomi.
• Terlebih lagi adalah yang berkaitan dengan hukum
ekonomi, ajaran Islam sangat sarat dengan hukum Islam
• Indikator lain tentang kepedulian Islam terhadap
persoalan ekonomi dan keuangan, ialah kenyataan yang
menunjukkan bahwa di dalam al-Qur’an, yang menjadi
sumber utama dan pertama hukum Islam, terdapat
sejumlah ayat yang mengatur persoalan-persoalan
hukum ekonomi dan keuangan (ayat al-iqtishadiyyah
wa-al-maliyyah).
11. • Menurut kesimupulan Abdul Wahhab Khallaf, paling
sedikit ada 10 ayat hukum dalam al-Qur’an yang
berisikan norma-norma dasar hukum ekonomi dan
keuangan
• Mahmud Syauqi al-Fanjari dalam konteks yang agak
luas memprakirakan ayat-ayat ekonomi dan keuangan
dalam al-Qur’an berjumlah 21 ayat yang secara
langsung terkait erat dengan soal-soal ekonomi.
• Berlainan dengan Khallaf yang sama sekali tidak
menunjukkan ayat-ayat mana saja yang ia maksud
dengan 10 ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah di
atas,
12. • al-Fanjari secara eksplisit menyebutkan satu demi satu ke-
21 ayat ekonomi yang dimaksudkannya, yaitu:
– al-Baqarah (2): 188, 275 dan 279;
– An-Nisa (4): 5 dan 32;
– Hud (11): 61 dan 116;
– Al-Isra’ (17): 27;
– An-Nur (24): 33;
– Al-Jatsiyah (45): 13;
– Adz-Dzariyat (51): 19;
– An-Najm (53): 31;
– Al-Hadid (57): 7;
– Al-Hasyr (59): 7;
– Al-Jumu`ah (62): 10;
– Al-Ma`arij (70): 24 dan 25;
– Al-Ma`un (107): 1, 2, dan 3.
13. Kitab Hadis
• Kitab hadis yang dimaksudkan adalah Bulughul Maram
min Adillatil Ahkam, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-
Asqalani (733 – 852 H).
• Dalam kitab Bulugh al-Maram, yang telah
diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa (di
antaranya Inggris dan Indonesia) dan telah disyarah
(dikomentari) oleh sejumlah pensyarah, ini terdapat
kitabul-buyu` (kitab perdagangan) yang memuat 192
hadis hukum tentang ihwal ekonomi dan bisnis yang
dikemas ke dalam beberapa bab. Selengkapnya adalah
sebagai berikut:
14. • Bab as-syuruth al-buyu` wa-ma nuhiya `anhu (bab tentang
syarat-syarat jual-beli dan hal-hal yang terlarang dari
padanya), atau conditions of business transactions and
those which are forbidden (46 hadis);
• Bab al-khiyar (bab tentang hak memilih pelaku akad untuk
meneruskan atau membatalkan akadnya), atau
reconditional bargains (3 hadis);
• Bab ar-riba (bab tentang riba), atau usury (18 hadis);
• Bab ar-rukhshah fil-`araya wa-bai`il-ushuli watstsimar
(kelonggaran tentang berbagai pinjaman dan jual-beli
pepohonan dan buah-buahnya), atau licence regarding the
sale of `Araya and the sale of trees and fruits (7 hadis);
• Bab as-salam wal-qardhi war-rahni (bab tentang jual-beli
salam, pinjam-meminjam dan gadai), atau payment in
advance, loan and pledge (10 hadis);
• Bab at-taflis wa-al-hajr (bab tentang pailit dan penahanan
harta seseorang), atau insolvency and seizure (10 hadis);
15. • Bab as-shuluh (bab tentang perdamaian), atau
reconciliation (4 buah hadis).
• Bab al-hawalah wad-dhaman (bab tentang pemindahan
hutang dan tanggungan/jaminan pembayaran hutang),
atau transference of a debt to another and surety (4
hadis);
• Bab as-syirkah wal-wakalah (bab tentang Persekutuan
dan perwakilan), atau partnership and agency (8 hadis);
• Bab al-iqrar (bab tentang – pernyataan – pengakuan),
confession (1 hadis);
• Bab al-`ariyah (bab tentang pinjaman), atau loan (5
hadis);
• Bab al-ghashb (bab tentang mengganggu hak orang lain),
atau wrongful appropriation (6 hadis);
16. • Bab as-syuf`ah (bab tentang hak pilihan untuk membeli
harta yang dimiliki secara bersekutu), atau option to
buy neighbouring property (6 hadis);
• Bab al-qiradh (bab tentang peminjaman modal kepada
orang lain dengan motif bagi untung antara pemilik
modal dan yang menggunakan modal), atau giving
someone some property to trade with, the profit being
shared between the two but any loss falling on the
property (2 hadis);
• Bab al-masaqah wal-ijarah (bab tentang pemeliharaan
kebun dan upah atau gaji), atau tending palm-trees
and wages (9-10 hadis);
• Bab Ihya’ al-mawat (bab tentang
penggarapan/pengelolaan tanah tidak bertuan), atau
bringing barren lands into cultivation (5-6 hadis);
17. • Bab al-waqf (bab tentang wakaf), atau mortmain
(3 hadis);
• Bab al-hibah, wa-al-`umra, wa-ar-ruqba (bab
tentang hibah, umra dan penjaga upahan), atau
gifts, life-tenancy, and giving property which goes
to the survivor (11 hadis); Bab al-luqathah bab
tentang luqatah), atau finds (6 hadis);
• Bab al-fara’idh (bab tentang kewarisan), atau
shares inheritance (13 hadis);
• Bab al-washaya (bab tentang wasiat), atau wills
(6-7 hadis);
• Bab al-wadi`ah (bab tentang penitipan), atau
trust (satu hadis).
18. • Selain kitab hadis Bulugh al-Maram yang disebutkan di
atas, masih banyak lagi buku-buku hadis lainnya —
terutama hadis-hadis hukum – yang hampir atau bahkan
semuanya memuat hadis-hadis tentang ekonomi dan
keuangan (al-hadits al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah).
• Terutama di dalam kitab-kitab hadis yang tergabung dalam
kelompok kutub as-sunan – berikut syarahnya – semisal:
• Sunan al-Awza`i, karya besar al-Imam Abdurrahman bin
Amr al-Awza`i (88 – 157 H),
• Sunan Abi Dawud, karya monumental al-Imam al-Hafizh Abi
Dawud Sulaiman ibn al-Asy`ats as-Sijistani al-Azdi (202 –
275 H),
• Sunan an-Nasa’i, karya terpopuler al-Hafizh Abu
Abdirrahman bin Dinar an-Nasa’i (214/215-303 H),
• Sunan at-Tirmidzi, karangan ternama al-Imam al-Muhaddits
Abu `Isa Muhammad bin `Isa bin Saurah at-Tirmidzi (209-
279 H),
• Sunan ad-Dar Quthni, karya besar al-Imam al-Kabir Ali bin
Umar ad-Dar Quthny (305 – 385 H) dan lain-lain.
19. Kitab Fiqh
• Pembahasan ekonomi Islam/Syariah akan semakin
terasa meluas dan mendalam tatkala kita membaca
literatur-literatur Islam yang lain terutama dalam
berbagai kitab fiqih (hukum Islam) yang jumlahnya
tidak lagi puluhan apalagi belasan; akan tetapi, telah
mencapai ratusan dan bahkan ratusan ribu.
• Hampir atau bahkan semua kitab fikih — terutama
yang bersifat umum dan berukuran tebal apalagi
berjilid-jilid — pasti membahas persoalan muamalah
khususnya dalam bidang ekonomi dan keuangan
20. • Selain kitab-kitab fikih yang membahas berbagai persoalan
hukum Islam dalam bentuknya yang bersifat umum dan
komprehensif, juga teramat banyak kitab-kitab fikih – klasik
maupun kontemporer – yang secara spesifik membahas
ihwal ekonomi-bisnis dan keuangan ala Islam secara
khusus.
• Perhatikan misalnya karya Abi Abdul Qasim bin Salam
(1408 H/1988 M), Kitab al-Amwal, dan buah pena Ahmad
Isa Asyur, al-Fiqh al-Muyassar fil-Mu`amalat [t.t.]. Yang
pertama merepresentasikan karya-karya fikih keuangan
klasik; sedangkan yang kedua, mewakili kitab-kitab fikih
ekonomi kontemporer.
• Pendeknya, hukum ekonomi Islam sebagaimana dapat
ditelusuri dalam berbagai literatur yang ada dan tersedia,
memiliki jangkauan yang sangat luas.
• Hanya saja, bagaimana cara kita menggali dan
mengembangkan norma-norma hukum ekonomi Islam
yang terserak-serak di dalam berbagai literatur dimaksud,
inilah tantangan yang harus dijawab dan dicarikan
solusinya.
22. Penjelasan Pasal 49 UU No. 3/2006
• Penjelasan Pasal 49 UU No. 3/2006 membagi ekonomi syariah
kpd 11 macam dan salah satunya adalah bisnis syariah.
• 10 macam ekonomi syariah yang juga ) sebenarnya juga
adalah bisnis syariah
– bank syariah,
– lembaga keuangan mikro syariah,
– asuransi syariah,
– reasuransi syariah,
– reksadana syariah,
– obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah,
– sekuritas syariah,
– pembiayaan syariah,
– pegadaian syariah, dan
– dana pensiun lembaga keuangan syariah
– Bisnis syariah.
22
23. Sejarah PerUUan
• Legislator pada mulanya hanya berpikir ttg bank
syariah. tetapi setelah didalamkan pandangan
ternyata lembaga ekonomi syariah yang sudah mulai
tumbuh di Indonesia mencapai 10 macam. Untuk
mengcover semua bidang yang mungkin lahir di
masa depan, maka dimasukkan tambahan terakhir
berupa bisnis syariah, diharapkan dapat mencakup
semua jenis usaha berbasis syariah .
• 11 bidang tsb menyangkut harta, kekayaan dan uang
secara umum, maka juga dinamakan hukum
keuangan, dan ini juga didukung oleh perundang-
undangan.
23
24. . . . lanjutan
• Penyelasan Umum UU No. 19/2008 Tentang Surat
Berharga Syariah Indonesia atau Sukuk Negara
menyatakan: ”Keuangan Islam didasarkan pada
prinsip moralitas dan keadilan.
• Oleh karena itu, sesuai dengan dasar operasionalnya
yakni syariah Islam yang bersumber dari al-Qur’an
dan al-Hadits serta Ijma’, instrumen pembayaran
syariah harus selaras dan memenuhi prinsip syariah,
yaitu antara lain transaksi yang dilakukan oleh para
pihak harus bersifat adil, halal, thayyib, dan
maslahat. “
24
25. . . . lanjutan
• “Selain itu, transaksi dalam keuangan Islam
sesuai dengan syariah harus terlepas dari
unsur larangan berikut:
– (1) Riba, yaitu unsur bunga atau return yang
diperoleh dari penggunaan uang untuk
mendapatkan uang (money for money);
– (2) Maysir, yaitu unsur spekulasi, judi, dan sikap
untung-untungan; dan
– (3) Gharar, yaitu unsur ketidakpastian yang
antara lain terkait dengan penyerahan, kualitas,
kuantitas, dan sebagainya . . .”
25
26. Bisnis Syariah
• Bisnis berasal dari kata Inggeris business.
• Sebuah bisnis, disebut juga firm atau enterprise,
adalah sebuah organisasi yang diakui secara
hukum, dirancang untuk menyediakan barang2
dan pelayanan untuk konsumen.
• Pemilik dan pelaksana bisnis memiliki sebuah
tujuan utama yaitu menerima atau
mengembangkan keuntungan finansial sbg
imbalan kerja dan menanggung resiko.
26
27. . . . lanjutan
• Kata ‘bisnis’ secara etimologi berhubungan
dgn keadaan busy (sibuk), paling kurang
mempunyai tiga penggunaan, tergantung kpd
cakupannya.
– (1) berarti perusahaan tertentu atau korporasi,
– (2) penggunaan umum menunjuk kpd sektor pasar
tertentu seperti bisnis musik dan agribisnis, dan
– (3) dlm pengertian luas termasuk semua kegiatan
oleh komunitas pensuplai barang2 dan pelayanan.
27
28. . . . lanjutan
• Bisnis dapat digolongkan kpd bisnis pertanian
(agriculture) dan pertambangan (mining) atau bisnis
finansial, termasuk bank dan perusahaan2 yang
menghasilkan keuntungan melalui investasi dan
manajemen modal; atau bisnis informasi, hak milik
intelektual (intellectual property), termasuk studio2
film, penerbit, perusahaan2 perangkat lunak; atau
bisnis pabrik2 atau bisnis perumahan atau pekerjaan
pengecer dan distributor atau bisnis pelayanan atau
jasa hiburan; atau bisnis transportasi. pelayanan
publik seperti listrik, pengolahan sampah dll
28
29. . . . lanjutan
• Sedangkan bisnis syariah adalah
dunia usaha yang dilakukan
berdasarkan prinsip2 syariah. Bisnis
syariah adalah usaha bisnis yang
dilakukan secara profesional untuk
mendapatkan keuntungan sebesar-
besarnya tetapi dengan
memperhatikan prinsip halal-haram.
29
30. Tijarah
• Bisnis dalam kajian fiqh disebut tijarah
(perdagangan).
• Tijarah : “penukaran harta melalui jual-beli
untuk tujuan mendapatkan keuntungan.”
• Perdagangan: kegiatan ekonomi yg sah secara
Islam bila dilakukan dgn cara yang halal.
– “Wahai orang2 yang beriman! Jangan kalian
memakan harta saudaramu dengan cara
berdasarkan kebatilan kecuali melakukan tijarah
(perdagangan) saling kerelaan di antara kalian.”
(an-Nisa’ 29).
30
31. . . . lanjutan
• Tijarah juga dikenal dengan nama al-bay’ (jual
beli), “yaitu penukaran harta dengan harta
untuk tujuan memiliki dan menguasainya.”
• Keduanya adalah penukaran harta dengan
harta, tetapi pada tijarah, penekanan adalah
pada mendapatkan keuntungan, walaupun
dalam kenyataan tidak selalu mendapatkan
keuntungan.
31
32. . . . lanjutan
• Tijarah= coomerce atau perdagangan (trade) atau
produksi berhubungan dgn pertukaran barang
dan pelayanan dari produsen kpd konsumen
akhir.
• Commerce terdiri dari sesuatu yang bernilai
ekonomi seperti barang2, pelayanan, informasi
atau uang antara dua atau lebih benda.
• Commerce pada dasarnya untuk menunjukkan
kegiatan jual-beli, sedangkan trade menunjuk
kpd pertukaran jenis barang tertentu, misalnya
perdagangan gula (sugar trade) atau
perdagangan saham pasar bursa (trade on the
stock-exchange) dll.
32
33. FALSAFAH BISNIS
• BISNIS KONVENSIONAL • BISNIS ISLAMI
– Market Driven : – Bisnis harus memiliki nilai
• Target Market ibadah, menjadi rahmatan
• Customer Needs lil ‘alamin, untuk
• Integrated Marketing mendapatkan Ridlo Allah
• Profit through Customer – Sasaran Profit, Satisfaction
Satisfaction
(ridlo Customer) harus
dibingkai Ridlo Allah
• G = f (p, s, …) R
34. BEKERJA & BISNIS
BEKERJA
(al-’Amal)
Mendapatan Harta Mengembangkan Harta
(Akhdu al-mal) (Tanmiyatul al-mal)
BISNIS
Usaha Sendiri) Usaha Bersama (Syirkah)
35. KERANGKA BISNIS ISLAMI
ALLAH
IBADAH RIDLO
RIDLO RIDLO
STAKEHOLDE COMPANY CUSTOMER
R
RAHMAT RAHMAT
36. KERANGKA PEMASARAN DALAM BISNIS
ISLAMI
ALLAH
IBADAH RIDLO
RIDLO RIDLO
STAKEHOLDE COMPANY CUSTOMER
R
RAHMAT RAHMAT
Creating
Values &
Market
PERNIAGAAN = PEMASARAN
37. PRINSIP DASAR PEMASARAN DALAM BISNIS
ISLAMI
RIDLO ALLAH
EXCHANGE
Satisfaction
NEEDS VALUES
CREATING
38. PEMASARAN
• Perhatikan olehmu sekalian perdagangan, sesungguhnya
di dunia perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu
rizki (HR. Ahmad)
• Hai orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan bathil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan saling suka sama suka di
antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu,
sesungguhnya Allah maha Penyayang kepadamu (An
Nisaa’ : 29)
• Barang siapa yang memelihara silaturrahmi, maka Allah
akan menganugerahkan rizki yang melimpah dan umur
panjang (Al-Hadis)
39. CREATING DEMAND :
MELAKUKAN EDUKASI PASAR MELALUI PROMOSI
HALAL & TOYYIB
PROMO
DESIRED
Needs
STATE
Wants
DESIRED
STATE
PROMO
40. CREATING DEMAND
• Activating Needs, hendaknya diarahkan pada
dorongan suara hati yang bersumber dari asma’ul
husna
• Activating needs hendaknya diarahkan pada
pemenuhan kebutuhan akan produk/values yang
halal dan toyyib
• Metode dan cara melakukan edukasi pasar
hendaknya didasarkan nilai-nilai : Siddiq –
Amanah - Tabligh
41. SISTEM BISNIS ISLAMI
INPUT : OUT-PUT :
Enterpreneurship PROSES : Profit
Keahlian SDI Penerapan Pertumbuhan
Sumber Daya Ilmu Sustainability
Manajemen
Modal Berkah
Manajemen Operasi/
Produksi; Keuangan, SDI,
Pemasaran & Strategik
42. ORGANISASI BISNIS ISLAMI
•Refleksi sifat-sifat Allah = 99 asma’ul husna Allah
•Refleksi fungsi akal dalam bisnis = pengembangan 12 fungsi baku
perusahaan
Fungsi Khusus
F7 F6 F4 F2
Fungsi
Umum
F8
F11 F0 S0
S0 = Jml
F9 Penjualan;
Pendapatan &
Laba
F10 F5 F3 F1
F0=Transaksi; F1=Perebutan Pelanggan; F2=Produk; F3= Perenc Pemasaran; F4=Pernc.
Produk; F5=Riset Pasar & pemasaran; F6= Riset Produk; F7=Personalia; F8=peralatan &
perbekalan; F9= Manj. keuangan; F10=Akuntansi; F11=Inti manajemen
44. PRINSIP-PRINSIP MUAMALAH ISLAM
Bidang yang diperbolehkan syari’ah
Tadlis
Bidang yang dilarang
Taghrir Riba
syari’ah
Persaingan tidak sempurna
Ikhtikar & bai’ najasy
45. PENYEBAB TRANSAKSI DILARANG
Penyebab dilarangnya
transaksi
Haram zatnya Haram selain Tidak sah akadnya
zatnya
1. Darah 1. Tadlis 1. Rukunnya tidak
2. Bangkai (kecuali ikan terpenuhi
& belalang) 2. Ikhtikar
2. Syarat tidak
3. Daging babi 3. Bai’ Najasy
terpenuhi
4. Binatang yang 4. Taghrir (Gharar)
disembelih tidak 3. Terjadi Ta’alluq
menyebut asma Allah 5. Riba
4. Terjadi “2 in 1”
5. Khamer (minuman
keras) 6. Risywah
46. HARAM ZATNYA
Transaksi dilarang karena obyek yang ditransaksikan juga
dilarang
Misalnya: minuman keras, bangkai (kecuali ikan dan belalang),
babi
Transaksi barang atau jasa yang demikian ini tetap haram
walaupun akad jual-belinya sah.
Contoh:
Pembelian minuman keras dengan akad murabahah melalui
Bank Syari’ah.
(Zat barangnya haram, namun akadnya sah)
47. HARAM SELAIN ZATNYA
1. Tadlis (melanggar prinsip “an taraddin minkum”
Setiap transaksi dalam Islam harus dilandasi pada prinsip kerelaan
kedua pihak yang bertransaksi
Mereka harus memiliki informasi yang sama tentang barang/jasa yang
diperjual belikan, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan
Unknown to one party dalam bahasa fiqh disebut tadlis.
Tadlis terjadi karena empat hal:
a. Kuantitas pengurangan timbangan
b. Kualitas penyembunyian kecacatan obyek
c. Harga memanfaatkan ketidaktahuan harga pasar
d. Waktu penyerahan penjual tidak mengetahui secara pasti
barang akan diserahkan kepada pembeli
48. HARAM SELAIN ZATNYA
b. Taghrir (Gharar)
Gharar adalah situasi dimana terjadi incomplete information karena adanya
ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi.
Taghrir terjadi bila kita merubah sesuatu yang seharusnya bersifat pasti
menjadi tidak pasti.
Gharar/taghrir terjadi karena empat hal, yaitu:
1) Kuantitas kasus ijon
2) Kualitas menjual sapi masih dalam perut induknya
3) Harga pengambilan margin 20% untuk 1 tahun atau 40% untuk 2
tahun
4) Waktu penyerahan menjual barang hilang seharga Rp. X dan
disetujui oleh pembelinya
49. HARAM SELAIN ZATNYA
2. Melanggar prinsip “la tazhlimuna wa la tuzhlamun”
Jangan menzalimi dan jangan dizalimi
S2
Praktek yang melanggar prinsip ini adalah:
a. Rekayasa pasar dalam Supply (Ikhtikar) S1
- Mengupayakan adanya kelangkaan barang
P”
dengan menimbun atau entry barier
P’
- Menjual harga lebih tinggi dibandingkan harga
sebelum munculnya kelangkaan D
- Mengambil keuntungan lebih dibandingkan
keuntungan sebelum kejadian I dan II Q2 Q1
50. HARAM SELAIN ZATNYA
b. Rekayasa Pasar dalam demand (Bai’ Najasy)
Rekayasa pasar dalam demand terjadi bila seorang
produsen/ pembeli menciptakan permintaan
palsu, seolah-olah ada banyak permintaan
terhadap suatu produk sehingga harga jual
S1
produk akan naik.
Cara ini dapat dilakukan dengan cara: P”
1) Penyerbaran isu P’ D2
2) Melakukan order pembelian
D1
3) Pembelian pancingan sehingga tercipta sentimen
pasar, bila harga sudah naik sampai level yang
diinginkan, maka yang bersangkutan akan Q1 Q2
melakukan aksi ambil untung dengan melepas
kembali obyek yang sudah dibeli
51. HARAM SELAIN ZATNYA
d. Riba
Dalam ilmu fiqh dikenal jenis riba:
1) Fadl (riba buyu’) riba karena pertukaran barang sejenis yang tidak
memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama
kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahannya
(yadan bi yadin).
2) Nasi’ah (riba duyun) riba yang timbul akibat hutang-piutang yang
tidak memenuhi kriteria untuk muncul renturn bersama risiko (al
ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi
la dhaman). Transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban
menanggung beban, hanya berjalannya waktu. Nasi’ah adalah
memastikan sesuatu yang tidak pasti menjadi pasti
3) Qard dan Jahiliyah hutang yang dibayar melebihi dari pokok
pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana
pinjaman pada waktu yang ditetapkan.
52. RINGKASAN MENGENAI RIBA
Tipe Riba Faktor penyebab Cara Menghilangkan Faktor Penyebab
Riba Fadl Gharar (uncertain Kedua belah pihak harus memastikan
to both parties) faktor berikut: 1) Kuantitas; 2) Kualitas; 3)
Harga; 4) Waktu penyerahan
Riba Nasi’ah Return tanpa Kedua belah pihak membuat kontrak yang
risiko, pendapatan merinci hak dan kewajiban masing-masing
tanpa biaya untuk menjamin tidak adanya pihak
manapun yang mendapatkan return tanpa
menanggung risiko, atau menikmati
pendapatan tanpa menanggung biaya
Riba Jahiliyah Memberi pinjaman Jangan mengambil manfaat apapun dari
sukarela secara akad kebaikan (tabarru)
komersiil, karena Kalaupun ingin mengambil manfaat maka
setiap pinjaman gunakan akad bisnis (tijarah), bukan akad
yang mengambil kebaikan (tabarru)
manfaat adalah
riba
53. HARAM SELAIN ZATNYA
e. Risywah
Menyuap orang lain untuk meloloskan atau
memudahkan urusan yang bersangkutan
55. TEORI PERTUKARAN &
PERCAMPURAN
Berdasarkan tingkat kepastian hasil yang
diperoleh, kontrak bisnis dapat dibedakan
menjadi
1. Natural Certainty Contracts (Teori
Pertukaran)
2. Natural Uncertainty Contracts (Teori
Percampuran)
56. TEORI PERTUKARAN DALAM ISLAM
Natural Certainty Contracts/teori pertukaran, adalah
kontrak dalam bisnis yang memberikan kepastian
pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu. Dalam
bentuk ini:
Cash-flownya pasti atau sudah disepakati di awal
kontrak
Obyek pertukarannya juga pasti secara jumlah, mutu,
waktu maupun harganya
57. TEORI PERTUKARAN
‘AYN (aset riil) BI ‘AYN (aset
riil)
OBYEK ‘AYN (aset riil) BI DAYN (aset
PERTUKARAN keuangan)
DAYN (aset keuangan) BI
DAYN (aset keuangan)
NAQDAN
WAKTU (Sekarang/Tunai)
PERTUKARAN
GHAIRU NAQDAN
(Masa YAD)
58. TEORI PERTUKARAN
JENIS BEDA
upah tenaga kerja yang dibayar dengan sejumlah
beras
Kasat Mata
‘AYN BI ‘AYN
Kualitas dapat
dibedakan
Pertukaran kuda dengan kuda
real asset (‘ayn) dengan real
asset (‘ayn) JENIS SAMA Kasat Mata
Kualitas tidak
dapat dibedakan
Jika tidak dapat dibedakan mutunya, pertukaran
dibolehkan, jika:
Sawa-an bi sawa-in (sama jumlahnya)
Mistlan bi mistlin (sama mutunya)
Yadan bi yadin (sama waktu penyerahannya)
59. TEORI PERTUKARAN
Naqdan
Salam
Barang
Order
Al-Bai’ Istishna’
Mu’ajjal
‘AYN BI
DAYN
real asset (‘ayn)
dengan financial Ijarah
asset (dayn)
Jasa
Al-Ijarah Ju’alah
60. TEORI PERTUKARAN
Jenis sama
Sawa-an bi sawa-in (sama
jumlahnya)
Uang Yadan bi yadin (diserahkan saat
itu juga)
Jenis Beda
DAYN BI
DAYN Yadan bi yadin
(diserahkan saat itu juga)
Pertukaran financial asset
(dayn) dengan financial
asset (dayn)
Non-Uang
Surat berharga
61. TEORI PERCAMPURAN DALAM ISLAM
Natural Uncertainty Contracts/teori percampuran adalah kontrak
dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik
dari segi jumlah maupun waktunya. Tingkat returnnya bisa positif,
negatif maupun nol.
Kontrak-kontrak investasi ini secara sunatullah tidak menawarkan :
Return yang tetap dan pasti. `
Sifatnya tidak fixed dan predetermined.
Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak yang bertransaksi saling
mencampurkan asetnya (baik real asset maupun financial assets)
menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama-
sama untuk mendapatkan keuntungan.
Dalam kontrak demikian ini, keuntungan dan kerugian ditanggung
bersama.
62. TEORI PERCAMPURAN
‘AYN BI ‘AYN
OBYEK
PERCAMPURAN ‘AYN BI DAYN
DAYN BI DAYN
NAQDAN
WAKTU
PERCAMPURAN
GHAIRU NAQDAN
63. TEORI PERCAMPURAN
‘AYN BI ‘AYN BI DAYN BI
‘AYN DAYN DAYN
Menyumbangkan
keahlian Syirkah Jasa/keahlian (real asset) Percampuran financial asset
‘Abdan dicampur dengan uang (financial (dayn) dengan financial asset
asset) Bentuk percampuran ini (dayn)
disebut syirkah mudharabah Jika percampuran antara uang
Seorang penyandang dana dengan uang dengan jumlah
memberikan dana dan yang lain sama disebut syirkah
memberikan reputasinya mufawadah; atau jumlah uang
Bentuk percampuran ini disebut yang dipercampurkan
syirkah wujuh jumlahnya berbeda disebut
syirkah ‘inan.
65. Perkembangan Landasan
Hukum
UU No 7/92 tentang Perbankan
PP No 72/92 tentang Bank UU No 10/98 tentang
Berdasarkan Bagi Hasil perubahan UU 7/92
UU No 21/08 tentang
Dicabut dg PP perubahan UU 10/98
30/99
BANK SYARIAH
66. DASAR PEMIKIRAN
•untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
yang tidak mau dilayani oleh bank dengan sistem
bunga
•mengoptimalkan peran sektor perbankan dalam
rangka meningkatkan pemerataan pembangunan,
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas keuangan
nasional kearah peningkatan taraf hidup rakyat.
67. Landasan Hukum
Bank Indonesia adalah otoritas pengawasan perbankan
(termasuk perbankan syariah):
Pasal 29 (1) (UU.No.7/1992 sbgmn diubah dg) UU No.10
Th.1998 ttng Perbankan:
Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank
Indonesia
Pasal 8 UU No.3/04 ttg Perubahan atas UUNo.23
Th.1999 ttng Bank Indonesia:
Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:
a.Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
b.Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
c.Mengatur dan mengawasi bank.
68. Bank Umum dan BPR Syariah
Pasal 1 ayat 3 (UU.No.7/1992 sbgmn diubah dg) UU No.10 /
1998:
Bank Umum: bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip
Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
Pasal 1 ayat 4 (UU.No.7/1992 sbgmn diubah dg) UU No.10 /
1998:
BPR:bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
69. Bank Umum dan BPR Syariah
Pasal 6 huruf m UU No.10 Tahun 1998:
“… Pokok-pokok ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat
antara lain:
a.Kegiatan usaha dan produk-produk
bank berdasarkan prinsip syariah
b.Pembentukan dan tugas Dewan
Pengawas Syariah; …”
70. Pendirian Bank Syariah
Pasal 16 UU No.10 Tahun 1998:
Persyaratan dan tatacara pendirian bank
umum dan BPR Syariah ditetapkan oleh
Bank Indonesia
– SK No.32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah
– PBI No.4/1/PBI/2002 tanggal 27 Maret 2002 ttg Perubahan
Kegiatan Usaha Bank Umum Konv menjadi Bank Umum Syariah
dan Pembukaan Kantor Bank Berdasarkan Prinsip Syariah oleh
Bank Umum Konvensional.
– No. 6/24/PBI/2004 ttg Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah (mencabut SK
No.32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah)
– PBI No. 7/35/PBI/2005 perubahan atas No. 6/24/PBI/2004 ttg Bank
Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah.
– PBI No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang BPR
Berdasarkan Prinsip Syariah
71. Pendirian Bank Syariah
Pendirian Bank Syariah
1. Izin Prinsip
2. Izin Usaha
Konversi Bank Konvensional Menjadi Bank
Syariah
1. Izin Prinsip
2. Izin Perubahan Kegiatan Usaha
72. Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh Bank
Umum Konvensional
PBI No.4/1/PBI/2002 tanggal 27 Maret 2002
tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank
Umum Konvensional Menjadi Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan
Kantor Bank Berdasarkan Prinsip Syariah oleh
Bank Umum Konvensional:
– Pembukaan Kantor Cabang Syariah (KCS)
– Pembukaan Kantor Cabang Pembantu Syariah
(KCPS)
– Unit Syariah (US)
73. Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh Bank
Umum Konvensional
Pembukaan Kantor Cabang Syariah (KCS)
dengan cara:
– Membuka KCS baru
– Mengubah KC konvensional menjadi KCS
– Meningkatkan status KCPS menjadi KCS
Wajib melaksanakan hal-hal sbb:
– Membentuk Unit Usaha Syariah (UUS)
– Membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS)
– Menyediakan modal kerja:
= 2 M untuk KCS di wilayah Jabotabek
= 1 M untuk KCS di luar wilayah Jabotabek
74. Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh Bank
Umum Konvensional
Pembukaan Kantor Cabang Pembantu
Syariah (KCPS)
– Bertempat dan beralamat di KC atau KCP bank
umum konvensional (tidak perlu membangun atau
menyewa gedung kantor sendiri)
– Menginduk kepada KCS dalam satu wilayah kerja
BI (termasuk kliring)
– Wajib mendapat izin dari BI
– Menyediakan modal kerja minimal 500 J di
wilayah Jabotabek dan 250 J di luar wilayah
Jabotabek
75. Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh
Bank Umum Konvensional
Pembukaan Unit Syariah (US)
– Merupakan bagian dari KC atau KCP konvensional
– Transaksi Produk dan Jasa US dibukukan secara
terpisah dari kegiatan konvensional
– Wajib mendapat izin dari BI
– Menyediakan modal kerja minimal 500 J di wilayah
Jabotabek dan 250 J di luar wilayah Jabotabek
– Dalam jangka waktu 3 tahun US harus sudah
mengubah KC atau meningkatkan status KCP dimana
US bertempat menjadi KCS
76. Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah
Pasal 6, 7 dan 13 UU No.7 Tahun 1992
sbgmn telah diubah dlm UU No.10 Tahun
1998 mengatur kegiatan usaha bank secara
umum
Khusus untuk bank syariah, kegiatan usaha
yang dapat dilaksanakan adalah yang
sesuai dengan Prinsip Syariah
77. Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah
Pasal 1 angka 13 UU No.10 Th.1998 ttng Perbankan:
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah antara lain pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah),
prinsip jual beli barang dengan keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah),
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan
atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak
lain (ijarah wa iqtina)
78. Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah
(BU)
PBI No. 7/35/PBI/2005 perubahan atas No. 6/24/PBI/2004 ttg Bank Umum
Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
Pasal 36:
Bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam
melakukan kegiatan usahanya yang meliputi:
a. melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi, antara lain
1. giro berdasarkan prinsip wadi’ah;
2. tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah dan atau mudharabah; atau
3. deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah;
a. melakukan penyaluran dana melalui :
1. prinsip jual beli berdasarkan akad antara lain:
a) murabahah;
b) istishna;
c) salam;
2. prinsip bagi hasil berdasarkan akad antara lain:
a) mudharabah;
b) musyarakah;
3. prinsip sewa menyewa berdasarkan akad antara lain:
a) ijarah;
b) ijarah muntahiya bittamlik;
4. prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh;
79. Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah
(BU)
c.melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan
berdasarkan akad antara lain:
1. wakalah;
2. hawalah;
3. kafalah;
4. rahn.
d.membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko
sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan
atas dasar transaksi nyata (underlying transaction)
berdasarkan prinsip syariah;
e.membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah
yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau Bank
Indonesia;
f. menerbitkan surat berharga berdasarkan prinsip
syariah;
g.memindahkan uang untuk kepentingan sendiri
dan/atau nasabah berdasarkan prinsip syariah;
80. Kegiatan Usaha dan Produk Bank
Syariah (BU)
h. menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang
diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antar
pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah;
i. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat
berharga berdasarkan prinsip wadi’ah yad amanah;
j. melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya
untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak
dengan prinsip wakalah;
k. memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip
syariah;
l. memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip syariah;
m. melakukan kegiatan usaha kartu debet, charge card
berdasarkan prinsip syariah;
n. melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah;
o. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank sepanjang
disetujui oleh Bank Indonesia dan mendapatkan fatwa Dewan
Syariah Nasional.
81. Kegiatan Usaha dan Produk Bank
Syariah (BU)
Psal 37 :
1) Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36, Bank dapat pula :
a) Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf;
b) melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan
lain dibidang keuangan berdasarkan prinsip syariah seperti sewa
guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta
lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan;
c) melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan
prinsip syariah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan
dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan
ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
d) bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun
berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam
perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
2) Bank syariah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindak
sebagai penerima dana sosial antara lain dalam bentuk zakat,
infaq, shadaqah, waqaf, hibah dan menyalurkannya sesuai
syariah atas nama Bank atau lembaga amil zakat yang ditunjuk
oleh pemerintah.
82. Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah
(BU)
Pasal 38
1. Bank wajib mengajukan permohonan persetujuan
kepada Bank Indonesia atas produk dan jasa baru
yang akan dikeluarkan.
2. Permohonan persetujuan atas produk dan jasa baru
yang akan dikeluarkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dilampiri dengan fatwa dari Dewan
Syariah Nasional.
Pasal 39
1. Bank dilarang melakukan kegiatan usaha perbankan
secara konvensional.
2. Bank dilarang mengubah kegiatan usaha menjadi
bank konvensional.
83. Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah
PBI No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang
BPR Berdasarkan Prinsip Syariah
Pasal 34
BPRS wajib melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
Syariah dan prinsip kehati-hatian yang meliputi:
– menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
melakukan penyaluran dana melalui transaksi jual beli berdasarkan
prinsip murabahah, istishna, ijarah, salam, jual beli lainnya.
– pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah,
musyarakah dan bagi hasil lainnya.
– melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan sepanjang tidak
bertentangan dengan UU Perbankan dan prinsip syariah.
– Produk dan jasa baru wajib disetujui BI
84. Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah
Pasal 36
• BPRS dilarang mengubah kegiatan usahanya
menjadi BPR Konvensional.
• BPRS dilarang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional
85. Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan
Dewan Syariah Nasional (DSN)
Dalam rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah
agar senantiasa berjalan sesuai dengan nilai-nilai
syariah
Penjelasan UU No.10 Tahun 1998 Pasal 6 huruf
m : Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia memuat antara lain:
a.Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan
prinsip syariah;
b.Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah
c.Persyaratan bagi pembukaan kantor cabang yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
86. Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan
Dewan Syariah Nasional (DSN)
• DPS wajib mengikuti fatwa dari DSN
• DPS adalah dewan yang ditempatkan di Bank Syariah yang
keanggotaannya ditetapkan berdasarkan rekomendasi DSN yang
bertugas mengawasi penerapan prinsip syariah dalam kegiatan
usaha Bank.
• Keanggotaan DPS harus mendapat persetujuan BI.
• DSN merupakan dewan yang dibentuk oleh MUI merupakan satu-
satunya badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa
syariah terhadap jenis-jenis kegiatan, produk, dan jasa keuangan
syariah, serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-
lembaga keuangan di Indonesia
87. PENUTUP
• UU No.10 Tahun 1998:
– mengakomodir legalitas hukum baik dari aspek kelembagaan dan
kegiatan usaha bank syariah dengan jelas
– menjadi landasan yuridis yang kuat bagi perbankan dan para pihak
yang berkepentingan.
• UU No.23 Tahun 1998 tentang Bank Indonesia sebagaimana
telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004:
– memberikan landasan hukum yang cukup kuat kepada Bank
Indonesia untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap
perbankan Syariah.
• Pengaturan hukum kegiatan usaha bank syariah secara “equal
treatment regulations”. Namun demikian kadangkala terdapat
pengaturan yang bersifat khusus terhadap kegiatan usaha bank
syariah yang disesuaikan dengan karakter usaha bank Syariah.
88. PENUTUP
• Standarisasi dalam penerapan akuntansi dan audit bank Syariah
yang diperlakukan secara khusus sebagaimana ditentukan dalam
standar internasional untuk akuntansi dan audit lembaga keuangan
syariah yang diterbitkan oleh AAOIFI Bahrain.
• Dalam kegiatan usaha bank syariah peranan DPS juga sangat
penting dalam rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah agar
senantiasa berjalan sesuai dengan nilai-nilai syariah.
• DPS harus independen dan terdiri dari para pakar Syariah
Muamalah yang juga memiliki pengetahuan dasar bidang
perbankan.
• Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari DPS wajib mengikuti fatwa
DSN.
• DSN merupakan badan independen yang mempunyai kewenangan
mengeluarkan fatwa syariah terhadap produk dan jasa lembaga
keuangan syariah di Indonesia.
89. Dewan Pengawas Syariah
Untuk memastikan usaha ekonomi
atau bisnis syariah sesuai rinsip
syariah di Indonesia, telah dibentuk
Badan Pengawas Syariah (LPS),
antara lain melalui Undang-Undang
No. 40/2007 Tentang Perseroan
Terbatas dan Undang-Undang No.
21/2008 Tentang Perbankan Syariah.
89
90. . . . lanjutan
Pasal 109 UU No. 40/2007: (1) Perseroan yg
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib
mempunyai Dewan Pengawas Syariah. (2) DPS
sbgmana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh
RUPS atas rekomendasi MUI. (3) DPS sbgmana
dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan
nasehat dan saran kepada Direksi serta mengawasi
kegiatan Perseroan agar sesuai prinsip syariah.
90
91. . . . lanjutan
Pasal 32 UU No. 21/2006: (1) DPS wajib
dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS. (2) DPS
sbgmana dimaksud pada ayat (1) diangkat
oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas
rekomendasi MUI. (2) DPS sbgmana dimaksud
pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat
dan saran kepada direksi serta mengawasi
kegiatan Bank agar sesuai dgn Prinsip Syariah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pembentukan DPS sbgmana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan PBI.
91
92. Permasalahan DPS a.l.
Di antara permasalahan DPS: perannya yang
terbatas dlm mengawasi praktek keuangan
syariah karena anggota DPS pada umumnya
adalah ahli syariah tetapi bukanlah praktisi
keuangan syariah dan mereka tidak bekerja
purna waktu. Juga disinyalir praktek yang
tidak syariah dlm lembaga2 ini, misalnya
melalui margin yang dipahami oleh sebagian
pengamat sbg bentuk lain dari bunga atau riba
yang terlarang dalam ekonomi syariah.
92
93. . . . lanjutan
Hakim harus teliti melihat praktek
perjanjian berdasarkan prinsip syariah
dalam kasus yang diajukan ke
pengadilan,
missalnya bila ada gugatan pembatalan
akad oleh pihak dlm hal akad tidak
murni berdasarkan syariah.
93
94. Contoh Kasus
Antara lembaga keuangan Islam di Dubai (Emirat
Arab) sbg Pihak I dan sebuah perusahaan
farmasi di Bangladesh sbg Pihak II. melakukan
akad mudharabah bagi pembelian sejumlah
alat farmasi oleh Pihak I untuk Pihak II. Pihak I
mendapat keuntungan bagi hasil dari
pembelian ini dan Pihak II membayar ansuran
hutang setiap bulan plus prosentasi
keuntungan bagi hasil perbulan kepada Pihak
I.
94
95. . . . lanjutan
Setelah kontrak berjalan, perusahan farmasi
kemudian tidak mau melunasi cicilan dgn
pertimbangan bunga terselubung, karena itu
perjanjian batal demi hukum. Pihak I
membawa kasusnya ke pengadilan Inggeris
sesuai bunyi kontrak. Akhirnya pengadilan
London menerima gugatan tsb berdasarkan
hukum umum, dan bukan prinsip syariat Islam
yang tidak dikenal di pengadilan Inggeris,
bahwa orang yang berhutang wajib membayar
hutangnya sesuai syarat2 perjanjian.
95
96. LPS Sudan
LPS yang cukup bagus misalnya terdapat di
Sudan dengan nama Hay’ah ar-Riqabah asy-
Syari’iyyah. Bila ditemukan praktek tidak
syariah, misalnya unsur bunga atau riba, maka
bunga atau riba tsb tidak dibayarkan kepada
pihak, tetapi disalurkan ke rekening khusus
milik negara untuk tujuan dana kebajikan. Bila
praktek tsb disebabkan karena pasal
perundang-undangan tertentu, maka LPS
mengusulkan perubahan pasal tsb kepada
pemerintah dan DPR.
96