SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 52
ILMU PENDIDIKAN
ISLAM
KURIKULUM & PEMBELAJARAN
A.PENGERTIAN, KONSEP, FUNGSI, DAN PERANAN KURIKULUM.
a. Pengertian Kurikulum dari berbagai Ahli
Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan
kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya,
sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas
latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian
kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh
ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada
hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran,
sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan
akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting
untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang
dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang
di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum
sama sama artinya dengan rencana pelajaran.
b. Konsep Kurikulum
- Kurikulum Sebagai Rencana : sebuah konsep yang didukung oleh beberapa ahli pendidikan diantaranya;
Murray Print (1993) menyatakan: “Curriculum is defined as all the planned learning opportunities offered to
learner by the educational institution and the experiences learners encounter when the curriculum is
implemented”. Konsep kurikulum sebagai program atau rencana pembelajaran sejalan dengan rumusan
kurikulum menurut Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional, yakni:”
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan”. sebuah dokumen
perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dicapai
siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang
pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen terancang dalam bentuk nyata.
- Kurikulum sebagai Pengalaman : Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan
pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman
belajar. Salah satu pendukung dari pengalaman ini menyatakan sebagai berikut: “Curriculum is interpreted to
mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school,
whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).” Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan
kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas.
Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan
pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.
c. Fungsi dan Peran Kurikulum.
1. Fungsi Kurikulum
Secara umum fungsi kurikulum adalah sebagai alat untuk membantu peserta didik untuk mengembangkan
pribadinya ke arah tujuan pendidikan. Menurut Alexander Inglis, fungsi kurikulum meliputi : Fungsi
Penyesuaian, Integrasi, Deferensiasi, Persiapan, Pemilihan, dan Fungsi Diagnostik.
Sedangkan fungsi praksis dari kurikulum adalah : 1) fungsi bagi sekolah yang bersangkutan yakni alat untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan
sehari-sehari, 2) fungsi bagi sekolahyang diatasnya adalah untuk menjamin adanya pemeliharaan keseimbangan
proses pendidikan, dan 3) fungsi bagi masyarakat dan pemakai lulusan.
2. Peran Kurikulum
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis mengemban peranan yaitu :
Peranan Konservatif, Peranan Kritis/Evaluatif, dan Peran Kreatif.
B. LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
1. Landasan Filosofis
Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, keindahan
dan hakikat pikiran yang ada dalam masyarakat. Secara logis dan realistis, landasan filosofis pengembangan
kurikulum dari suatu lembaga berbeda dengan lembaga yang lain. Namun, untuk landasan filosofis
pengembangan kurikulum di Indonesia yakni nilai dasar yang merupakan falsafah dalam pendidikan manusia
seutuhnya yakni Pancasila. Asumsi-asumsi filosofis tersebut berimplikasi pada rumusan tujuan pendidikan,
pengembangan isi atau materi pendidikan, penentuan strategi, serta pada peranan peserta didik dan peranan
pendidikan.
2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum. Ada dua jenis psikologi yang harus menjadi acuan yaitu psikologi perkembangan
dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan mempelajari proses dan karakteristik perkembangan peserta
didik sebagai subjek pendidikan, sedangkan psikologi belajar mempelajari tingkah laku peserta didik dalam
situasi belajar. Ada tiga jenis teori belajar yang mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan kurikulum,
yaitu teori belajar Kognitif, Nehavioristik, dan Humanistik.
3. Landasan Sosiologis dan Teknologis
Kurikulum bukan hanya berisi berbagai nilai suatu masyarakat akan tetapi berisi segala sesuatu yang dibutuhkan
masyarakat. Sehubungan dengan penentuan asas sosiologis-teknologis, kita perlu mengkaji berbagai hal yang
harus dipertimbangkan dalam proses menyusun dan mengembangkan suatu kurikulum sesuai dengan kebutuhan
dan tuntutan masyarakat. Kekuatan sosial yang dapat mempengaruhi kurikulum.
Kemajuan IPTEK sebagai bahan pertimbangan penyusunan kurikulumdengan perubahan yang terjadi di
masyarakat adalah mengenai perubahan pola hidup dan perubahan social politik. , maka seorang pengembang
kurikulum harus memperhatikan hal berikut:
1. Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat
2. Menganalisis budaya masyarakat tempat sekolah berada
3. Menganalisis kekuatan serta potensi-potensi daerah
4. Menganalisis syarat dan tuntutan tenaga kerja
5. Menginterpretasi kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan masyarakat.
C. KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
1. Tujuan
Tujuan kurikulum adalah tujuan yang hendak dicapai oleh suatu program studi, bidang studi dan suatu mata
ajaran, yang disusun berdasarkan institusional. Penulisan tujuan Kurikulum berpedoman pada kategorisasi
tujuan pendidikan/ taksonomi tujuan ,yang dikaitkan dengan bidang studi yang dikaikan.
2. Materi
Materi kurikulum pada hakekatnya adala isi kurikulum. Dalam Undang-undang pendidikan nasoinal telah
ditetapkan, bahwa isi kurikulum merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaran
satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapain tujuan pendidikan nasional”( Bab IX, Ps.
39). Sesuai dengan rumusan tersebut, isi kurikulum dikembangkan dan disusun berdasarkan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Meteri kurikulum berupa bahan pembelajaran yang terdiri dari bahan kajian atau topic-topik
pelajaran yang dapat dikaji oleh peserta didik dalam proses belajar dan pembelajaran.
2. Materi kurikulum mengacu pada pencapain tujuan masing- masing satuan pendidikan.
Perbedaan dalam ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran disebabkan oleh perbedaan tujuan satuan
pemdidikan tersebut.
3. Materi kurukulum diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini ,
tujuan pendidikan nasional merupakan target tertinggi yang hendak dicapai melalui penyempaian
meteri kurikulum.
Materi kurikulum mengandung aspek–aspek tertentu sesuai dengan ujuan kurikulum, yang meliputi:
1. Teori, ialah seperangkat konstruk atau konsep, definisi dan preposisi yang saling berhubungan
, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan
antara varibel- varibel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut
2. Konsep, adalah suatu abstraksi yang dibentuk oleh generalisasi dari kekhusunan-kekhusunan.
Konsep adalah definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3. Generalisasi, adalah kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khsus, bersumber dari
analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4. Prinsip, adalah ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan
hubungan antara beberapa konsep.
5. Prosedur, adalah suatu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang
harus dilakukan oleh siswa.
6. Fakta, adalah sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari
terminologi, orang dan tempat, dan kajian.
7. Istilah, adalah kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam
materi.
8. Contoh atau ilustrasi, adalah suatu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk
memperjejas suatau uraian atau pendapat.
9. Definisi, adalah penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/suatu kata dalam
garis besarnya.
10. Preposisi, adalah suatu pernyataan atau theorem, atau pendapat yang tak perlu diberi
argumentasi. Preposisi hampir sama dengan asumsi dan paradigma(oermar hamalik, 1989, h. 84-86).
3. Strategi
Ada beberapa unsur dalam strategi pelaksanaan Kurikulum, yaitu : (a) tingkat dan jenjang pendidikan, (b) proses
belajar mengajar, (c) bimbingan penyuluhan, (d) administrasi supervise, (e) sarana kurikuler, dan (f) evaluasi
atau penilaian.
4. Evaluasi
Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai
kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi,
efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam
kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it‟s scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of
students, the relative importance of various subject, the degree to which objectives are implemented, the
equipment and materials and so on.” Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program
evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi
tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja
dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah
berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
D. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
1. Prinsip umum Kurikulum
a) Relevansi : Relevansi ke luar : komponen-komponen kurikulum sesuai dengan tuntutan, kebutuhan,
perkembangan masyarakat, Relevansi ke dalam konsistensi antar komponen-komponen kurikulum keterpaduan
internal.
b) Fleksibilitas :Kurikulum solid tetapi pada pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian.
c) Kontinuitas : Adanya kesinambungan sebab proses belajar siswa berlangsung secara berkesinambungan.
d) Praktis : Biasa disebut efisien, dengan biaya yang murah dapat dilaksanakan dengan mudah.
e) Efektivitas : Keberhasilan yang tinggi baik dari segi kuantitas maupun kualitasKurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
2. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan
pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang
mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar
kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian.
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah
koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan
dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan
berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan
komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas
pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh
BSNP.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan.
6. Belajar sepanjang hayat.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Adapun ciri-ciri kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) diantaranya yaitu:
1. KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk menyelenggarakan program
pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, kemampuan peserta didik, sumber daya yang
tersedia dan kekhasan daerah.
2. Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
3. Guru harus mandiri dan kreatif.
4. Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran..
Beberapa ciri terpenting dari KTSP adalah sebagai berikut :
1. KTSP menganut prinsip Fleksibilitas
2. KTSP membutuhkan pemahaman dan keinginan sekolah untuk mengubah kebiasaan lama
yakni pada kebergantungan pada birokrat..
3. Guru kreatif dan siswa aktif.
4. KTSP dikembangkan dengan prinsip diversifikasi.
5. KTSP sejalan dengan konsep desentralisasi dan MBS ( Manajemen Berbasis Sekolah )
6. KTSP tanggap terhadap perkembangan iptek dan seni.
7. KTSP beragam dan terpadu.
E. MODEL KURIKULUM
Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa
kompleks atau system, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambing-lambang lainnya. Model berfungsi
sebagai sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk
mengambil keputusan atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan. Nadler (1988)
menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong si pengguna untuk mengerti dan
memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat model adalah
sebagai berikut :
1. Model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia.
2. Model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian.
3. Model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks.
4. Model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.
a. Model Konsep Kurikulum
1) Kurikulum Subyek Akademis
- Pendekatan berdasarkan struktur pengetahuan
- Pendekatan bersifat integratif (integrated curriculum)
- Thema yang membentuk kesatuan (unifying theme)
- Menyatukan beberapa disiplin ilmu (contoh social studies)
- Menyatukan berbagai metode belajar
- Pendekatan fundamentalis
- Mata pelajaran membaca, menulis, berhitung
- Mata pelajaran lain dipelajari tanpa dihubungkan dengan kebutuhan praktis
2) Kurikulum Humanistik
Sumber: Pendidikan Pribadi (filsafat eksistensialisme)
- Orientasi ke masa sekarang
- Asumsi: anak punya potensi
- Pendidikan ibarat bertani
- Guru adalah psikolog, bidan, motivator, fasilitator
b. Karakteristik kurikulum
- Siswa adalah subjek, punya peran utama
- Isi/bahan sesuai minat/kebutuhan siswa
- Menekankan keutuhan pribadi
- Peenyampaian :discovery, inquiry, penekann masalah
3) Kurikulum Teknologis
Sumber: pendidikan teknologis (filsafat realisme)
- Orientasi ke masa sekarang dan y.a.d
- Menekankan kompetensi
- Kompetensi diuraikan menjadi perilaku yang dapat di amati
- Peranan guru tidak dominan
- Pendidikan bersifat ilmiah
- Pendidikan-sistem
c. Karakteristik kurikulum
- Tujuan dirinci menjadi tujuan obyektif
- Menekankan isi
- Disain pengajar disusun sistemik
- Isi disajikan dalam media tulis dan elektronik
- Evaluasi menggunakan tes objektif
4) Kurikulum Rekrontruksi Sosial
Sumber: pendidikan interaksional
- Orientasi ke masa lalu dan masa sekarang
- Asumsi: manusia makhluk sosial
- Menekankan pemecahan problema masyarakat
- Tujuan pendidikan pembentukan masyarakat lebih baik
- Pendidikan adalah kerjasama : interaksi guru-siswa-siswa
d. Karakteristik kurikulum
- Tujuan pemecahan masalah masyarakat
- Isi kurikulum: problema dalam masyarakat
- Metode mengajar kooperatif/ gotong royong/ kerja kelompok
- Guru & siswa belajar bersama
1. Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum seyoganya dilaksanakan secara sistemik berdasarkan prinsip terpadu yaitu
memberikan petunjuk bahwa keseluruhan komponen harus harus tepat sekali dan menyambung secara integratif,
tidak terlepas-lepas, tetapi menyeluruh. Penyusunan satu komponen harus dinilai konsistensinya dan berkaitan
dengan komponen-komponen lainnya sehingga kurikulum benar-benar terpadu secara bulat dan utuh. Ada
berbagai macam pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan kurikulum, diantaranya adalah:
2. Pendekatan berorientasi pada bahan pelajaran
Pendekatan ini di Indonesia dalam kurikulum sebelum kurikulum 1975. bagaimana dengan kelebihan dan
kekurangan pendekatan yang berorientasi bahan adalah bahwa bahan pengajaran lebih flesibel dan bebas dalam
menyusunnya, sebab tidak ada ketentuan yang pasti dalam menentukan bahan pengajaran yang sesuai dengan
tujuan. Kelemahannya adalah karena tujuan pengajaran kurang jelas, maka sukar ditentukan pedoman dalam
menentukan metode yang sesuai untuk pengajaran. Demikian pula untuk kebutuhan penilaian. Jadi pertanyaan
pertama yang muncul dalam kaitannya dengan pendekatan yang berorientasi pada bahan adalah bahan apa yang
akan diberikan / diajarkan kepada peserta didik?.
3. Pendekatan berorientasi pada tujuan
Pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini, menempatkan rumusan atau penetapan tujuan yang hendak
dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah penberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Bagaimana kelebihan dan kekurangan pendekatan yang berorientasi pada tujuan? Kelebihan dari pendekatan
pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:
a) Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusunan kurikulum.
b) Tujuan yang jelas pula didalam meneptapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang
diperlukan untuk mencapai tujuan.
c) Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang
di capai.
d) Hasil penilaian yang terarah tersebut akan membantu penyusun kurikulum dalam mengadakan perbaikan-
perbaikan yang di perlukan.
Sedangkan kelemahan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan yaitu kesulitan
dalam merumuskan tujuan itu sendiri (bagi guru). Pertanyaan yang pertama kali muncul pada pendekatan yang
berorientasi pada tujuan adalah ”tujuan apa yang ingin dicapai, atau pengetahuan, keterampilan, dan sikap
apakah yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik setelah menyelesaikam kurikulum?”.
1. Pendekatan dengan Organisasi Bahan
1.1. Pendekatan Pola Subjec Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada mata pelajaran-mata pelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: Sejarah, Ilmu
Bumi, Biologi, Berhitung. Mata pelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.
2. Pendekatan dengan Pola Correlated Curriculum
Pendekatan dengan pola ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa mata pelajaran (bahan)
yang seiring, yang bisa secara dekat berhubungan. Pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu:
1) Pendekatan Struktural, Sebagai contoh adalah IPS. Bidang ini terdiri atas Ilmu Bumi, Sejarah, dan
Ekonomi. Maka didalam suatu pokok (topik) dari Ilmu Bumi, kemudian dipelajari pula ilmu-ilmu lain yang
masih berada dalam lingkup suatu bidang studi.
2) Pendekatan Fungsional, Pendekatan ini berdasar pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.
Masalah ini dikupas melalui berbagai ilmu yang berada dalam lingkup suatu bidang studi yang dipandang ada
hubungannya.
3) Pendekatan Tempat / Daerah, Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok
pembicaraannya. Misalnya tentang daerah Yogyakarta, maka dapat dibuat bahan pembicaraan mengenai; segi
wisatanya, antropologi, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya.
3. Pendekatan Pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini didasarkan pada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu. Keseluruhan ini tidak sekedar
merupakan kumpulan dari bagian-bagiannya, tetapi mempunyai arti tertentu. Sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional Negara kita, yang mengarah pada pembentukan pribadi manusia seutuhnya, maka di dalam pemberian
bahan pendekatan ini menekankan pada keutuhan kebutuhan, yang dalam hal ini tidak hanya melalui mata
pelajaran yang terpisah-pisah, namun harus dijalin suatu keutuhan yang meniadakan batasan tertentu dari
masing-masing bahan pelajaran.
Menurut Blaney, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang sangat kompleks karena mencakup
pembicaraan penyusunan kurikulum yang dilaksanakan di sekolah disertai dengan penilaian yang intensif, dan
penyempurnaan-penyempurnaan terhadap komponen kurikulum. Usaha melaksanakan tiga hal tersebut berarti
harus melaksanakan keseluruhan proses pengintegrasian komponen kurikulum, diantaranya adalah komponen
tujuan. Dalam kaitannya dengan komponen tujuan ini, perlu di mengerti pula tentang kedudukan otoritas yang
mengambil keputusan kurikulum.
F. EVALUASI KURIKULUM
1. Pengertian Evaluasi Kurikulum
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian kurikulum
yang bervariasi menurut para pakar kurikulum. Oleh karena itu penulis mencoba menjabarkan definisi dari
evaluasi dan definisi dari kurikulum secara per kata sehingga lebih mudah untuk memahami evaluasi
kurikulum.Pengertian evaluasi menurut joint committee, 1981 ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur
tentang manfaat atau guna beberapa obyek. Purwanto dan Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan evaluasi adalah
proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan
tentang suatu program. Rutman and Mowbray 1983 mendefinisikan evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah
untuk menilai implementasi dan outcomes suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan.
Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai
rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan
efektifitas suatu program.Sedangkan pengertian kurikulum adalah :
1. a. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional);
2. Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta metode yang
digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan.).
3. Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi
maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6
Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa);
4. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran
(out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur
untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi
pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan
tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai;e. Sedangkan menurut Harsono
(2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa
latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang,
sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh
program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian evaluasi
kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum
yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data
yang valid dan reliable untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan.
Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum
seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut.Secara sederhana evaluasi
kurikulum dapat disamakan dengan penelitian karena evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang
sistematik, menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan penelitian terletak
pada tujuannya. Evaluasi bertujuan untuk menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk bahan
penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki
tujuan yang lebih luas dari evaluasi yaitu menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menguji
teori atau membuat teori baru.
Fokus evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada outcome dari kurikulum tersebut (outcomes based evaluation)
dan juga dapat pada komponen kurikulum tersebut (intrinsic evaluation). Outcomes based
evaluation merupakan fokus evaluasi kurikulum yang paling sering dilakukan. Pertanyaan yang muncul pada
jenis evaluasi ini adalah “apakah kurikulum telah mencapai tujuan yang harus dicapainya?” dan “bagaimanakah
pengaruh kurikulum terhadap suatu pencapaian yang diinginkan?”. Sedangkan fokus evaluasi intrinsic
evaluation seperti evaluasi sarana prasarana penunjang kurikulum, evaluasi sumber daya manusia untuk
menunjang kurikulum dan karakteristik mahasiswa yang menjalankan kurikulum tersebut.
1. Model-model Evaluasi Kurikulum
Perkembangan model untuk evaluasi kurikulum memperlihatkan suatu gejala yang tidak berbeda dengan
perkembangan disiplin ilmu pendidikan dan upaya-upaya pendidikan yang pernah dilakukan manusia.
1) Evaluasi model penelitian.
Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitiandidasarkan atas teori dan metode tes
psikologis serta eksperimen lapangan. Tes psikologis atau tes psikometrik pada umumnya mempunyai dua
bentuk, yaitu tesinteligensi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang
mengukur perilaku skolastik.
Ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen tersebut.Pertama, kesulitan administratif, sedikit sekali
sekolah yang bersedia dijadikansekolah eksperimen. Kedua, masalah teknis dan logis, yaitu kesulitan
menciptakankondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji. Ketiga, sukar untuk mencampurkan
guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimendengan kelompok kontrol, pengaruh guru- guru tersebut
sukar dikontrol.Keempat, ada keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat dilakukan.
2) Evaluasi model objektif
Evaluasi model objektif (model tujuan) berasal dari Amerika Serikat.Perbedaan model objektif dengan model
komparatif adalah dalam dua hal.Pertama dalam model objektif, evaluasi merupakan bagian yang sangat penting
dari proses pengembangan kurikulum. Para evaluator juga mempunyai perananmenghimpun pendapat-pendapat
orang luar tentang inovasi kurikulum yangdilaksanakan. Evaluasi dilakukan pada akhir pengembangan
kurikulum, kegiatan penilaian ini sering disebut evaluasi sumatif. Dalam hal-hal tertentu sering evaluator
bekerja sebagai bagian dari tim pengembang. Informasi-informasi yang diperoleh dari hasil penilaiannya
digunakan untuk penyempurnaan inovasi yangsedang berjalan. Evaluasi ini sering disebut evaluasi formatif.
Kedua, kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat objektif (tujuan
khusus). Keberhasilan pclaksanaan kurikulum diukur oleh penguasaan siswa akan tujuan-tujuan tersebut. Para
pengembang kurikulum yangmenggunakan sistem instruksional (model objektif) menggunakan
standar pencapaian tujuan-tujuan tersebut.
3. Model campuran multivariasi
Evaluasi model perbandingan (comparative approach) dan model Tylor dan Bloom melahirkan evaluasi model
campuran multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari kedua pendekatan tersebut.
Strategi ini memungkinkan pembandingan lebih dari satu kurikulum dan secara serempak keberhasilan flap
kurikulum diukur berdasarkan kriteria khusus dari masing-masing kurikulum. Seperti halnya pada eksperimen
lapangan serta usaha-usaha awal dari Tylor dan Bloom, metode ini pun terlepas dari proyek evaluasi. Langkah-
langkah model multivariasi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mencari sekolah yang berminat untuk dievaluasi/diteliti.
2) Pelaksanaan program. Bila tidak ada pencampuran sekolah tekanannya pada partisipasi yang optimal.
3) Sementara tim menyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode
global dan metode unsur, dapatdisiapkan tes tambahan.
4) Bila semua informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan komputer.
5) Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dari beberapa variabel yang berbeda.
Sedangkan model evaluasi kurikulum yang lainnya diantaranya adalah : Model Black Box Tyler dan Model
CIPP.
1. Model Black Box Tyler
Model tyler dinamakan Black Box karena tidak ada nama resmi yang diberikan oleh pengembangnya.
Model ini dibangun atas dua dasar, yaitu : evaluasi yang ditujukan kepada peserta didik dan evaluasi harus
dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum suatu pelaksanaan kurikulum serta pada saat peserta
didik telah melaksanakan kurikulum tersebut. Evaluasi kurikulum yang sebenarnya hanya berhubungan dengan
hasil belajar. Evaluasi terhadap kurikullum sebagai kegiatan tidak dimasukkan dalam ruang lingkup evaluasi
kurikulum oleh Tyler.
Dalam pelaksanannya ada tiga prosedur utama yang harus dilakukan, yaitu :
1) Menentukan tujuan kurikulum yang akan dievaluasi.
2) Menentukan evaluasi dimana peserta didik akan mendapatkan kesempatan untuk memperlihatkan tingkah
laku yang berhubungan dengan tujuan.
3) Menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik.
1. Model CIPP
Model ini dikembangkan sebuah tim yang diketuai Stufflebeam yang bekerja sebagai profesordi Ohio State
University. Meskipun demikian tim yang dipimpinnya terdiri dari para sarjana bekerja di berbagai universitas,
salah satunya, Gephart, bekerja di Phi Delta Kappa (PDK). Organisasi tersebut yang bertindak sebagai sponsor.
Nama CIPP lebih dikenal masyarakat perguruan tinggi dan kalangan evaluator karena langsung
menunjukkan karakteristik model yang dimaksud, Context, Input, Process, dan Product.
Dalam pelaksanaannya, evaluasi proses dari model CIPP bertujuan memperbaiki keadaan yang ada. Evaluator
diminta untuk menentukan sampai sejauh mana rencana inovasi kurikulum dilaksanakan di lapangan, hambatan-
hambatan apa yang ditemui yang tidak diperkirakan sebelemnya, dan perubahan-perubahan apa yang harus
dilakukan terhadap inovasi kurikulum tersebut. Evaluasi hasil adalah evaluasi berikutnya dalam model CIPP.
Tujuan utamanya untuk menentukansampai sejauh mana kurikullum yang diimplementasikan tersebut telah
dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang menggunakannya (Stufflebeam, 1983:134).
Model CIPP lebih menekankan pada peran sumatif sedangkan model Scriven, baik formatif-sumatif
maupun Goal Free, sangat memberikan perhatian yang besar terhadap peran formatif. Karena sifatnya yang
sangat menekankan fungsi sumatif ketika berkaitan dengan evaluasi produk, sangat berbahaya kalau evaluasi
produk dalam model CIPP dilakukan secara terpisah dengan evaluasi proses dan masukan. Keterbatasan ruang
lingkup evaluasi produk merupakan hambatan sehingga informasi yang diberikannya tidak cukup kuat untuk
digunakan sebagai landasan dalam menentukan nasib suatu inovasi kurikulum.
BAB IX
KONSEP DASAR PEMBELAJARAN
1. A. Konsep Belajar
Menurut Sudjana,1989 Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu. Sedangkan
menurut Witherington, 1952 menyebutkan bahwa “Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang
dimanifestasikan sebagai suatu pola-pola respon yang berupa keterampilan, sikap, kebiasaan, kecakapan atau
pemahaman”.
Beberapa hal yang berkaitan dengan pengertian belajar yaitu belajar suatu proses yang berkesinambungan yang
berlangsung sejak lahir hingga akhir hayat, dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat
relatif permanen, hasil belajar ditunjukan dengan tingkah laku,dalam belajar ada aspek yang berperan yaitu
motivasi, emosional, sikap,dan yang lainnya. Menurut Gagne dan Briggs (1988), perubahan tingkah laku dalam
proses belajar menghasilkan aspek perubahan seperti kemampuan membedakan, konsep kongkrit, konsep
terdefinisi, nilai, nilai/aturan tingkat tinggi, strategi kognitif, informasi verbal, sikap, dan keterampilan motorik.
Jadi belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang berkesinambungan antara berbagai unsur dan
berlangsung seumur hidup yang didorong oleh berbagai aspek seperti motivasi, emosional, sikap dan yang
lainnya dan pada akhirnya menghasilkan sebuah tingkah laku yang diharapkan. Unsur utama dalam belajar
adalah individu sebagai peserta belajar, kebutuhan sebagai sumber pendorong, situasi belajar, yang memberikan
kemungkinan terjadinya kegiatan belajar.
1. B. Konsep pembelajaran
Pembelajaran (instruction) merupakan akumulasi dari konsep mengajar (teaching) dan konsep belajar
(learning). Penekanannya terletak pada perpaduan antara keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek
didik. Konsep tersebut dapat dipandang sebagi suatu sistem. sehingga dalam sistem belajar ini terdapat
komponen-komponen siswa atau peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas dan prosedur
serta alat atau media yang harus dipersiapkan. Davis, l974 mengungkapkan bahwa learning system menyangkut
pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalamanbelajar, fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan,
dan prosedur yang mengatur interaksi perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan sedangkan dalam system
teaching sistem, komponen perencanaan mengajar, bahan ajar, tujuan, materi dan metode, serta penilaian dan
langkah mengajar akan berhubungan dengan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan.
Kenyataan bahwa dalam proses pembelajaran terjadi pengorganisasian, pengelolaan dan transformasi informasi
oleh dan dari guru kepada siswa.
1. C. Komponen-komponen Pembelajaran
Menurut Meier, 2002 mengemukakan bahwa semua pembelajaran manusia pada hakekatnya mempunyai empat
unsur, yakni persiapan (preparation), penyampaian (presentation), pelatihan (practice), penampilan hasil
(performance).
Pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional yang mengacu pada seperangkat komponen yang saling
bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Komponen strategi pembelajaran tersebut adalah:
1. 1. Guru
Guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga dalam hal ini guru merupakan faktor yang terpenting. Di tangan
gurulah sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran. Komponen guru tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa
oleh komponen lain, dan sebaliknya guru mampu memanipulasi atau merekayasa komponen lain menjadi
bervariasi. Sedangkan komponen lain tidak dapat mengubah guru menjadi bervariasi. Tujuan rekayasa
pembelajaran oleh guru adalah membentuk lingkungan peserta didik supaya sesuai dengan lingkungan yang
diharapkan dari proses belajar peserta didik, yang pada akhirnya peserta didik memperoleh suatu hasil belajar
sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu, dalam merekayasa pembelajaran, guru harus berdasarkan kurikulum
yang berlaku.
1. 2. Peserta didik
Peserta didik merupakan komponen yang melakukan kegiatan belajar untuk mengembangkan potensi
kemampuan menjadi nyata untuk mencapai tujuan belajar. Komponen peserta ini dapat dimodifikasi oleh guru.
1. 3. Tujuan
Tujuan merupakan dasar yang dijadikan landasan untuk menentukan strategi, materi, media dan evaluasi
pembelajaran. Untuk itu, dalam strategi pembelajaran, penentuan tujuan merupakan komponen yang pertama
kali harus dipilih oleh seorang guru, karena tujuan pembelajran merupakan target yang ingin dicapai dalam
kegiatan pembelajaran
1. 4. Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berupa materi yang tersusun
secara sistematis dan dinamis sesuai dengan arah tujuan dan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan
tuntutan masyarakat. Menurut Suharsimi (1990) bahan ajar merupakan komponen inti yang terdapat dalam
kegiatan pembelajaran.
1. 5. Kegiatan pembelajaran
Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal, maka dalam menentukan strategi pembelajaran perlu
dirumuskan komponen kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses pembelajaran.
1. 6. Metode
Metode adalah satu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Penentuan metode yang akan digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran akan sangat menentukan berhasil
atau tidaknya pembelajaran yang berlangsung.
1. 7. Alat
Alat yang dipergunakan dalam pembelajran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran alat memiliki fungsi sebagai pelengkap untuk
mencapai tujuan. Alat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat verbal dan alat bantu nonverbal. Alat verbal
dapat berupa suruhan, perintah, larangan dan lain-lain, sedangkan yang nonverbal dapat berupa globe, peta,
papan tulis slide dan lain-lain.
1. 8. Sumber Pembelajaran
Sumber pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat atau rujukan di mana
bahan pembelajaran bisa diperoleh. Sehingga sumber belajar dapat berasal dari masyarakat, lingkungan, dan
kebudayaannya, misalnya, manusia, buku, media masa, lingkungan, museum, dan lain-lain.
1. 9. Evaluasi
Komponen evaluasi merupakan komponen yang berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah
ditetapkan telah tercapai atau belum, juga bisa berfungsi sebagai sebagai umpan balik untuk perbaikan strategi
yang telah ditetapkan. Kedua fungsi evaluasi tersebut merupakan evaluasi sebagai fungsi sumatif dan formatif.
1. 10. Situasi atau Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi guru dalam menentukan strategi pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud
adalah situasi dan keadaan fisik (misalnya iklim, madrasah, letak madrasah, dan lain sebagainya), dan hubungan
antar insani, misalnya dengan teman, dan peserta didik dengan orang lain. Contoh keadaan ini misalnya menurut
isi materinya seharusnya pembelajaran menggunakan media masyarakat untuk pembelajaran, karena kondisi
masyarakat sedang rawan, maka diubah dengan menggunakan metode lain, misalnya membuat kliping.
BAB X
TEORI-TEORI BELAJAR
1. A. Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage,
Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini
dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah
apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon,
oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat
diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
1. Teori Belajar Kognitif
Dalam bab sebelumnya telah dikemukan tentang aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap
(1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Menurut Piaget,
bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik.
Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang
oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari
dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus
membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
• Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-
temanya.
1. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist
theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya
apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan
pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha
dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan
informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru
tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di
dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa
untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa
siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut
( Nur, 2002 :8).
BAB XI
PERANAN PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK
DALAM PEMBELAJARAN
1. A. Peranan Pendidik dalam Pembelajaran
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai
pemegang peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik/guru
dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi
berlangsungnya proses belajar-mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar ini memiliki arti yang lebih
luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan
hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang
sedang belajar.
Peran guru dalam proses belajar-mengajar , guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar(teacher), seperti
fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih (coach),pembimbing (counselor) dan
manager belajar (learning manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan. Di mana
sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi
siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya.
Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran, masih tetap memegang peranan penting.
Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun oleh
komputer yang paling modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem,
nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan Iain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak
dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru dari alat-alat atau
teknologi yang diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya.
Namun harus diakui bahwa sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang cepat (di Indonesia 2,0% atau
sekitar tiga setengah juta lahir manusia baru dalam satu tahun) dan kemajuan teknologi di lain pihak, di berbagai
negara maju bahkan juga di Indonesia, usaha ke arah peningkatan pendidikan terutama menyangkut aspek
kuantitas berpaling kepada ilmu dan teknologi. Misalnya pengajaran melalui radio, pengajaran melalui televisi,
sistem belajar jarak jauh melalui sistem modul, mesin mengajar/ komputer, atau bahkan pembelajaran yang
menggunak system E-learning (electronic learning) yaitu pembelajaran baik secara formal maupun informal
yang dilakukan melalui media elektronik, seperti internet, CD-ROM, video tape, DVD, TV,handphone, PDA,
dan lain-lain (Lende, 2004). Akan tetapi, e-learning pembelajaran yang lebih dominan menggunakan internet
(berbasis web).
Sungguhpun demikian guru masih tetap diperlukan. Sebagai contoh dalam pengajaran modul, peranan guru
sebagai pembimbing belajar justru sangat dipentingkan. Dalam pengajaran melalui radio, guru masih diperlukan
terutama dalam menyusun dan mengembangkan disain pengajaran. Demikian halnya dalam pengajaran melalui
televisi.
Dengan demikian dalam sistem pengajaran mana pun, guru selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan, hanya
peran yang dimainkannya akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem tersebut. Dalam pengajaran atau proses
belajar mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada gurulah tugas dan
tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.
Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangatlah signifikan dalam proses belajar
mengajar. Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer
kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah peran yang
dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai:
1) Demonstrator
2) Manajer/pengelola kelas
3) Mediator/fasilitator
4) Evaluator
1. B. Peran Peserta Didik dalam Pembelajaran
Setiap Peserta didik memiliki gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki peresta didik tersebut
Bobi Deporter (1992) menamakannya sebagai unsure modalitas belajar. Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar
siswa ,yaitu tipe visual, auditorial dan kinestetik. Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, artinya
peserta didik akan lebih cepat belajar dengan cara menggunakan indra penglihatannya. Tipe auditprial, adalah
tipe belajar dengan cara menggunakan alatpendengarannya.; sedangkan Tipe kinestetik adalah tipe belajar
dengan cara bergerak,bekerja,dan menyentuh.
Dalam peroses pembelajaran kontekstual, setiap pendidik perlu memahami tipe belajar dalam dunia peserta
didik ,artinya pendidik perlu menyesuaikan gaya menggajar terhadap gaya belajar peserta didik. Dalam peroses
pembelajaran konvensional hal ini sering terlupakan, sehingga peroses pembelajaran tidak ubahnya sebagai
peroses pemakasaaan kehendak, yang menurut Paulo Frerresebagai sistem penindasan.
Sehubungan dengan hal itu terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi guru manakala menggunakan
pendekatan CTL.
1. Sisiwa dalam pembelajaran kontektual sebagai individu yang sedang berkembang.kemampuan seseorang
akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang
dewasa dalam bentuk kecil,melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan.
2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan ,kegemaran anak
adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru, oleh karena itulah belajab bagi mereka adalah mencoba
memecahkan setiap persoalan yang menantang, dengan demikian guru berperan dalam memilih bahan –bahan
belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
3. Belajar bagi siswa adalah peroses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang beru dengan
hal-hal yang sudah diketahuinya. Dengan demikian peran guru dalah membantu agar setiap siswa mampu
menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
4. Belajar bagi anak adalah peroses menyempurnakan sekema yang telah ada (asimilasi) atau peroses
pembentukan sekema (akomondasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar
anak mampu melakukan peroses asimilasi dan peroses akomondasi.
Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh anak bukan dari informasi yang
berkaitan oleh orang lain tyermasuk guru,akan tetapi dari peroses penemuan dan pengonstrusianyasendiri, maka
guru hatrus menghindari mengajart sebagai peroses penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa
sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya, siswa adalah organisme yang aktif yang memiliki potensi
untuk membangun pengetahuannya sendiri. Kalaupun guru memberikan informasi kepada siswa, guru harus
memberi kesempatan untuk menggali informasi itu agar lebih bermakana untuk kehidupan mereka.
Tahap perkembangan peserta didik mengandung tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikannya, serta
mengimplikasikan kemampuan dan kesiapan belajarnya. Karena itu, keberhasilan pendidik dalam melaksanakan
peranannya akan dipengaruhi oleh pemahamannya tentang perkembangan peserta didik serta Kemampuan
mengaplikasikannya dalam praktik pendidikan.
BAB XII
PENDEKATAN DAN MODEL PEMBELAJARAN
1. A. Pendekatan pembelajaran
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Roy Killen
(1998) mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-
centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centred approaches). Pendekatan yang
berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau
pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Dalam Proses pembelajaran ada dua pendekatan yaitu pendekatan Deduktif dan pendekatan Induktif.
1. Pendekatan deduktif
Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus sebagai
pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum dan diikuti dengan contoh
contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum ke dalam keadaan khusus. Pendekatan induktif merupakan
proses penalaran yang bermula dari keadaan khusus menuju keadaan umum.Pendekatan deduktif (deductive
approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion)
berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik
lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu
yang umum ke sesuatu yang khusus (going from the general to the specific).
1. Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan
tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi
umum (going from specific to the general). Perbedaan yang lebih mencolok antara sistem deduktif dan induktif
adalah: kandungan atau isi (contents) teori deduktif kadang bersifat global (makro) sedangkan teori induktif
umumnya bersifat partikularistik (mikro). Oleh karena premis sistem deduktif bersifat total dan menyeluruh
maka kesimpulannya pasti bersifat global. Sistem induktif, karena didasarkan kepada fenomena empiris
umumnya hanya berfokus kepada sebagian kecil dari fenomena tersebut yang relevan dengan permasalahan
yang diamatinya.
Meskipun pembedaan antara sistem deduktif dan induktif bermanfaat untuk maksud pengajaran, dalam praktek
riset pembedaan ini seringkali tidak berlaku. Dengan kata lain, keduanya bukanlah pendekatan yang saling
bersaing tetapi saling melengkapi (complementary) dan seringkali digunakan secara bersama. Metode induktif
bisa digunakan untuk menilai ketepatan (appropriateness) premis yang pada mulanya digunakan dalam suatu
sistem deduktif.
Selain itu juga ada pendekatan pembelajaran yang popular di zaman sekarang salah satunya yaitu pendekatan
pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Pendekatan Konstruktivisme.
1. Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan konstektual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001).
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu
mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama(cooperating) dan
mentransfer (transferring).
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual:
a) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
b) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks
c) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri.
d) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri.
e) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.
f) Menggunakan penilaian otentik
1. Pendekatan Konstruktivisme
Konstruktivisme (constructivisvism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah
yang siap untuk diambil dan diingat. manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata.
Pendekatan konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta
sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa
yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi
pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyaipengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan
konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
a) Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
b) Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
c) Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi
antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
d) Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara
membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
e) Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila
seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
f) Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik
miknat pelajar.
1. B. Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-
perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Joyce,
1992 ).
Soekamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah: “Kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.”
Model pembelajaran mempunvai empat ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode atau prosedur.
Ciri-ciri tersebut ialah:
a) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;
b) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan
dicapai);
c) Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan
lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur, 2000 )
Adapun salah satu model pembelajaran yaitu sebagai berkut :
1. 1. Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis
kelamin, suku, dll.).
2) Guru menyajikan pelajaran.
3) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu
menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4) Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling
membantu.
5) Memberi evaluasi.
6) Penutup.
Kelebihan: 1. Seluruh siswa menjadi lebih siap. 2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan: 1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan. 2. Membedakan siswa.
1. 2. Model Examples Non Examples
Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari
kasus / gambar yang relevan dengan KD. Langkah-langkah:
1) Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2) Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa
gambar.
4) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6) Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7) KKesimpulan.
Kebaikan: 1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar. 2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa
contoh gambar. 3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan: 1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar. 2. Memakan waktu yang lama.
1. 3. Model Lesson Study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnyadisebut
Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida. Lesson Study merupakan suatu
proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik
mengajar mereka agar menjadi lebih efektif. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
1. Perencanaan.
2. Praktek mengajar.
3. Observasi.
4. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2) Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana
pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
3) Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya.
Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
4) Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana
pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
5) Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan
pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam
tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
6) Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya
kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap
tingkatan kelas.
- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.
BAB XIII
INOVASI KURIKULUM dan PEMBELAJARAN
1. A. Konsep Inovasi
Inovasi dilakukan apabila guru benar-benar menyakini bahwa pembaharuan itu memang harus dilakukan dan
diperlukan. Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery.
Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya manuasia. Discovery adalah
penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya.
Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan
(usaha) invention dan discovery. Dalam kaitan ini Ibrahim (1989) mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan
yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi
seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery.
Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah (Subandiyah, 1992:80).
1. B. Inovasi Kurikulum
inovasi kurikulum adalah suatu gagasan atau praktek kurikulum baru dengan mengadopsi bagian-bagian yang
potensial dari kurikulum tersebut dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu.
Inovasi sendiri terkait dengan pengambilan keputusan yang diambil, baik menerima bahkan menolak hasil dari
inovasi. Ibrahim (1988: 71-73) menyebutkan bahwa tipe keputusan inovasi pendidikan termasuk didalamnya
inovasi kurikulum dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
1. Keputusan inovasi pendidikan opsional, yang mana pemilihan menerima atau menolak inovasi berdasarkan
keputusan yang ditentukan oleh individu secara mandiri tanpa tergantung atau terpengaruh dorongan anggota
sosial lain;
2. Keputusan inovasi pendidikan kolektif, yang mana pemilihan menerima dan menolak inovasi berdasarkan
keputusan yang dibuat secara bersama atas kesepakatan antar anggota sistem sosial;
3. Keputusan inovasi pendidikan otoritas, yang mana pemilihan untuk menerima dan menolak inovasi yang
dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kedudukan, status, wewenang dan kemapuan
yang lebih tinggi daripada anggota lain dalam sistem sosial;
4. Keputusan inovasi pendidikan kontingen, yang mana pemilihan untuk menerima atau menolak keputusan
inovasi pendidikan baru dapat dilakukan setelah ada keputusan yang mendahuluinya.
C. Inovasi Pembelajaran
Inovasi pembelajaran bertujuan untuk menghadapi tantangan-tantangan pembelajaran yang makin hari makin
menantang dan beragam dan memperoleh alternative tindakan pembelajaran lain selain yang sudah ada.
Pembelajaran yang sudah ada sebelumnya seperti pembelajaran kognitivisme, konstruktivisme, humanisme, dan
yang lainnya belum memanfaatkan kerja otak sepenuhnya, sehingga tercetus suatu teori tentang pembelajaran
berbasis otak dimana pembelajaran ini memaksimalkan kerja otak kita dari otak kanan, tengah, kiri, depan, dan
belakang. Untuk melaksanakan kegiatan inovasi pembelajaran ini, salah satu paradigma pembelajaran yang
inovatif adalah pembelajaran yang berbasis penelitian tindakan kelas yang mengoptimalkan kerja otak. Inovasi
pembelajaran dapat diartikan secara umum yaitu sebagai suatu hal baru (belum pernah dipahami), bersifat
kaulitatif, prosesnya dengan kesengajaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan (sumber tenaga,
uang, sarana, dan struktur organisasi.
Guru harus melakukan inovasi dalam perencanaan pembelajaran untuk membantu guru dan siswa dalam
mengkreasi, menata, dan mengorganisasi pembelajaran sehingga memungkinkan peristiwa belajar terjadi dalam
rangka mencapai tujuan belajar. Cara melakukan inovasi pembelajaran yaitu dengan mengenali faktor
pendukung, mengenali segala informasi yang berkenaan dengan inovasi pembelajaran, berkomunikasi dengan
referensi dan nara sumber, cari orang-orang yang mempunyai visi, persepsi, kepentingan dan tujuan yang sama,
pelajarilah atau lihatlah model-model inovasi pembelajaran yang telah ada, misalnya video pembelajaran, dan
lain sebagainya.
Jalur Pendidikan Menurut Perspektif Islami
Pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan secara sadar dengan membimbing, mengasuh anak atau peserta
didik agar dapat meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Karena itu,
pendidikan Islam merupakan pendidikan yang sangat ideal, pendidikan yang menyelaraskan antara pertumbuhan
fisik dan mental, jasmani dan rohani, pengembangan individu dan masyarakat, serta kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Dalam pandangan Islam, pendidikan dilaksanakan dalam 3 jalur, yakni lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat. Menurut Ki Hajar Dewantara, ketiga jalur pendidikan ini disebut “Tri Pusat Pendidikan”.
Pendidikan dalam lingkungan keluarga, disebut jalur pendidikan informal.Dalam lingkungan inilah sebagai
dasar pertama anak dipelihara dan dididik serta menerima sejumlah nilai dan norma yang ditanamkan
kepadanya. Pendidikan dalam lingkungan sekolah, disebut jalur pendidikan formal. Dalam lingkungan ini,
mereka berkumpul dengan umur yang hampir sama, dengan taraf pengetahuan yang kurang lebih sederajat dan
secara sekaligus menerima pelajaran yang sama. Pendidikan dalam lingkungan masyarakat, disebut jalur
pendidikan non formal. Dalam lingkungan ini, mereka mendapatkan berbagai pendidikan yang berasal dari
berbagai pihak, misalnya tokoh-tokoh masyarakat dan termasuk yang berasal dari realita sekitarnya secara
berkesinambungan.
Ketiga jalur pendidikan yang disebutkan di atas, sangat terkait satu sama lain dan saling menunjang untuk
mewujudkan tujuan inti pendidikan Islam, yakni pembentukan budi pekerti luhur yang diistilahkan dengan
akhlak al-karimah.
Ketiga jalur pendidikan dilaksanakan secara berkesinambungan tanpa dibatasi waktu dan tempat, yaitu:
1. Jalur Pendidikan Informal
Pendidikan informal yang disebut sebagai jalur pendidikan dalam lingkungan keluarga adalah sebagai wadah
dan wahana pertama seseorang menerima pendidikan dari orang tuanya dan anggota keluarga lainnya. Dengan
demikian, kepribadian seseorang mula-mula terbentuk dari hasil interaksi keluarga.
Struktur keluarga terjadi disebabkan adanya ikatan darah secara natural (natural blood ties) yang didahului
dengan pernikahan, kemudian lahir anggota keluarga yang disebut dengan anak yang merupakan obyek didikan
dari orang tua.
Dalam dimensi psikologis seorang anak membutuhkan bimbingan, dan pembinaan perkembangan jiwanya
dalam keluarga. Yang memiliki peranan penting dalam keluarga ini adalah ibu, khususnya untuk masa-masa
awal perkembangan anak. Ibulah yang paling banyak memberikan rasa kasih sayang dan aman kepada anak.
Fungsi ibu disini sebagai amirah sumber rasa aman. Sedangkan ayah diharapkan memiliki sifat Abdullah yang
memberikan muatan pada lahan subur jiwa anak yang telah dipersiapkan atau terus dipupuk oleh ibu.
Menurut Zakiah Daradjat, tanggung jawab pendidikan Islam menjadi beban orang tua dalam lingkungan
keluarga antara lain:
a. Memelihara dan membesarkan anak ini bentuk yang sederhana bagi setiap orang dan merupakan
bentuk yang alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup anak.
b. Melindungi dan mengayomi, baik jasmani maupun rohani, dari berbagai gangguan penyakit dan
menghindari pelecehan dari tujuan hidup.
c. Memberikan pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki
pengetahuan dan kecakapan.
d. Membahagiakan anak, dunia maupun akhirat sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup.
Dengan demikian, orang tua dituntut untuk menjadi pendidik yang memberikan pengetahuan pada anak-
anaknya, serta memberikan sikap dan keterampilan yang memadai, memimpin keluarga dan mengatur
kehidupannya, memberikan contoh sebagai keluarga yang ideal, dan bertanggung jawab dalam kehidupan
keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun rohani.
2. Jalur Pendidikan Formal
Secara kelembagaan maka sekolah-sekolah pada hakekatnya adalah merupakan lembaga pendidikan yang
sengaja diadakan, yang memiliki fungsi dan peranan sebagai lembaga pendidikan lanjutan dari pendidikan
keluarga.
Dalam perspektif Islam, fungsi sekolah sebagai media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran,
aqidah dan syariah dalam upaya penghambaan diri terhadap Allah dan mentauhidkan-Nya sehingga manusia
terhindar dari penyimpangan fitrahnya. Artinya, perilaku anak diarahkan agar tetap mempertahankan naluri
keagamaan tidak keluar dari bingkai normativisme Islam.
Arifin mengemukakan bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan formal fungsi dan tugasnya adalah:
a. Membantu mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan,
keterampilan dan keahlian yang dapat dipergunakan untuk memperoleh nafkah hidupnya masing-masing.
b. Membantu mempersiapkan anak-anak agar menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
memecahkan masalah kehidupan, baik secara individu, bersama (masyarakat), atau bangsa.
c. Meletakkan dasar-dasar hubungan sosial, agar anak-anak mampu merealisasikan dirinya (self
realization) secara bersama-sama di dalam masyarakat yang dilindungi Allah.
d. Membantu anak-anak menjadi muslim, mukmin dan muttaqin.
Untuk tetap mewujudkan peran dan fungsi sekolah di atas, partisipasi segala pihak sangat dibutuhkan, termasuk
orang tua, pemerintah dan masyarakat sekitar.
3. Jalur Pendidikan Non Formal
Pendidikan dalam masyarakat yang diistilahkan pendidikan non formal adalah semua bentuk pendidikan yang
diselenggarakan dengan sengaja. Pendidikan ini dapat disesuaikan dengan daerah masing-masing dan menjadi
obyek sasaran atau raw input yang menyangkut :
a. Penduduk usia sekolah yang tidak sempat masuk sekolah atau pendidikan formal atau orang dewasa
yang menginginkan.
b. Mereka yang drop out dari sekolah atau pendidikan formal baik dari segala jenjang pendidikan.
c. Mereka yang telah lulus satu tingkat pendidikan formal tertentu tetapi tidak meneruskan lagi.
d. Mereka yang telah bekerja tetapi masih ingin mempunyai keterampilan tertentu.
Dilihat dari raw input, maka pendekatan pendidikan non-formal harus bersifat fungsional dan praktis serta
berpandangan luas berintegrasi satu sama lain yang akhirnya bagi yang berkepentingan dapat mengikutinya
dengan bebas tetapi juga dengan peraturan tertentu.
Ada beberapa jalur pendidikan di masyarakat (non-formal) yang cukup eksis dewasa ini, yakni:
a. Pendidikan di Masjid
Fungsi masjid selain sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat kegiatan belajar-mengajar dan bermusyawarah
dalam membahas persoalan-persoalan keumatan. Di masjid mereka akan menerima pendidikan (berbagai
informasi) disebabkan pusat kegiatan ritual dalam suatu masyarakat adalah di masjid.
b. Pendidikan pada Yayasan-Yayasan
Pada dasarnya, yayasan sebagai lembaga keagamaam mempunyai tugas dalam penyelenggaraan pendidikan
agama dan mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan agama bagi anak-anak, termasuk juga orang
dewasa.
c. Majelis Ta’lim
Majelis Ta’lim adalah sebagai suatu wadah atau tempat dalam menyampaikan informasi-informasi pendidikan
dan pengajaran. Dapat juga diartikan sebagai lembaga pendidikan non-formal Islam yang memiliki kurikulum
tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, diikuti oleh jamaah yang relatif banyak, bertujuan untuk
membina dan mengembangkan hubungan yang harmonis antara sesama umat.
Teori Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi
Sebagai landasan pendidikan Islam, maka al-Qur’an memiliki kedudukan sebagai qat‟ī al-dalālah. Sedangkan
hadis, ada yang qat‟ī al-dalālah dan ada yang zannī al-dalālah. Karena demikian halnya, maka yang harus
dijadikan landasan pertama dan utama dalam pendidikan Islam adalah al-Qur’an, di mana di dalamnya banyak
ditemukan ayat yang berkenaan dengan teori belajar-mengajar, dan teori belajar-mengajar itu sendiri merupakan
esensi dari pendidikan.
Di samping teori belajar mengajar, ada pula teori nativisme, empirisme, dan konvergensi. Teori-teori ini erat
kaitannya dengan teori belajar mengajar yang bersumber dari aliran-aliran klasik dan merupakan benang merah
yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pendidikan masa lalu, kini, dan mungkin yang akan datang. Aliran-
aliran itu mewakili berbagai variasi pendapat tentang pendidikan, mulai dari yang paling pesimis sampai dengan
yang paling optimis. Aliran yang paling pesimis memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat, bahkan
mungkin merusak bakat yang telah dimiliki anak. Sedang sebaliknya, aliran yang sangat optimis memandang
anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati. Banyak pemikiran yang berada di antara kedua
kutub tersebut, yang dipandang sebagai variasi gagasan dan pemikiran dalam pendidikan.
Ketiga aliran pendidikan yang disebutkan di atas, juga memiliki keterkaitan erat dengan petunjuk al-Qur’an
tentang masalah fitrah manusia. Karena itulah, maka dapat dirumuskan bahwa sangat penting untuk dibahas
berbagai petunjuk al-Qur’an tentang teori belajar mengajar dan kaitannya dengan teori nativisme, teori
empirisme, dan teori konvergensi.
Terdapat perbedaan pandangan tentang teori belajar dalam berbagai aliran-aliran pendidikan. Perbedaan-
perbedaan itu, berpangkal pada berbedanya pandangan tentang perkembangan manusia yang banyak ditemukan
pembahasannya dalam psikologi pendidikan.
Teori-teori belajar dan mengajar yang muara akhirnya adalah perkembangan intelektual, pada dasarnya dapat
dilihat dari berbagai teori yang terdapat dalam tiga aliran pendidikan, yakni aliran nativisme, aliran empirisme,
dan aliran konvergensi.
1. Nativisme
Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang ajarannya memandang manusia (anak
manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini,
bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan,
termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran.
Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang
dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar
turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan
pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak
lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri.
Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai
dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses
belajarnya.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi
perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia
akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik.
Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-1860). Tokoh lain seperti J.J.
Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti
privasi atau jati diri manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya
(secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah
merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi
pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
2. Empirisme
Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri = pengalaman), tidak
mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa lahir manusia. Dengan kata lain bahwa manusia itu
lahir dalam keadaan suci, tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar
peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.
Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan
stimulasi eksternal dalam perkembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam
kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam
bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang
mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman
empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak.
Dengan demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan penting terhadap
keberhasilan peserta didiknya.
Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena menjadikan perilaku
manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama
sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik
menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya
kemampuan dari pihak pendidik dalam mengajar mereka.
3. Konvergensi
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran ini
berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-
duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing
individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya,
maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai
dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai
bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi
menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.
Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang
berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk.
Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan
yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki otak yang cerdas, namun tidak
didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti
bahwa dalam proses belajar peserta didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan
keberhasilan dalam pembelajaran.
Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, empirisme dan konvergensi, dikaitkan dengan teori belajar
mengajar kelihatan bahwa kedua aliran yang telah disebutkan (nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan.
Adapun kelemahan yang dimaksudkan adalah sifatnya yang ekslusif dengan cirinya ekstrim berat sebelah.
Sedangkan aliran yang terakhir (konvergensi) pada umumunya diterima seara luas sebagai pandangan yang tepat
dalam memahami tumbuh-kembang seorang peserta didik dalam kegiatan belajarnya. Meskipun demikian,
terdapat variasi pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang
itu.
Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa
rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. Menurut aliran nativisme bahwa seorang
peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justru lingkungan
yang mempengaruhi peserta didik tersebut. Selanjutnya menurut aliran konvergensi bahwa antara lingkungan
dan bakat pada peserta didik yang terbawa sejak lahir saling memengaruhi.
Al-Qur’an sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam menerangkan teori belajar mengajar telah memberikan
konsep terhadap pemikiran yang terdapat aliran nativisme, empirisme dan konvergensi. Dalam hal ini, al-Qur’an
menegaskan bahwa pembawaan seorang anak (peserta didik) sejah lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini adalah
dasar keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut al-Qur’an di samping dapat menerima
pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat menerima pengaruh dari luar (lingkungan). Untuk mengembangkan
fitrah ini, maka pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat penting peranannya.
Konsep al-Qur’an Tentang Fitrah dan Kaitannya dengan
Teori Belajar-Mengajar
Setiap manusia dapat memperoleh pendidikan dan hasil belajar yang baik sesuai dengan petunjuk agama. Dalam
hal ini, agama Islam dengan al-Qur’an sebagai sumber utamanya menuntut penganutnya untuk memperdalam
ilmu pengetahuannya, sesuai dengan tabiat agama. Ini berarti bahwa teori-teori aliran kependidikan yakni teori
nativisme, empirisme, dan kovergensi bukan menjadi acuan konsep pendidikan al-Qur’an. Namun al-Qur’an lah
yang memberikan konsep terhadap aliran-aliran pendidikan tersebut.
Menurut al-Qur’an, tabiat manusia adalah homo religious (makhluk beragama) yang sejak lahirnya membawa
suatu kecenderungan beragama. Dalam hal ini, pada QS. al-Rum (30): 30 Allah berfirman :
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".
Term fitrah dalam ayat di atas, mengandung interpretasi bahwa manusia diciptakan oleh Allah mempunyai
naluri beragama, yakni agama tauhid. Potensi fitrah Allah pada diri manusia ini menyebabkannya selalu mencari
realitas mutlak, dengan cara mengekspresikannya dalam bentuk sikap, cara berpikir dan bertingkah laku. Karena
sikap ini manusia disebut juga sebagai homo educandum (makhluk yang dapat didik) dan homo
education (makhluk pendidik), karena pendidikan baginya adalah suatu keharusan guna mewujudkan kualitas
dan integritas kepribadian yang utuh.
Posisi manusia sebagai homo religious dan homo educandum serta homo educationsebagaimana disebutkan di
atas, mengindikasikan bahwa sikap kegiatan belajar bagi setiap manusia dapat diarahkan melalui proses
pendidikan dengan memandang fitrah sebagai obyek yang harus dikembangkan dan disempurnakan, dengan
cara membimbing dan mengasuhnya agar dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran
keagamaan (Islam) secara universal. Dalam hal ini, al-Qur’an maupun hadis meskipun tidak secara eksplisit
membicarakan tentang konsep dasar keberagamaan yang dimaksud, tetapi secara implisit dari konteks ayat
maupun hadis terdapat petunjuk yang mengarah tentang pendidikan keberagamaan. Misalnya saja, dalam QS.
al-Tahrim (66) : 6 Allah berfirman:
"Hai orang-orang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari neraka…"
Muatan ayat tersebut sebagai motivasi bagi setiap orang tua (khususnya orang-orang beriman) untuk selalu
mengawasi anak-anak mereka dalam aspek pendidikan, karena anak-anak atau keluarga merupakan sebagai
bagian terpenting dari struktur rumah tangga. Dengan kata lain, orang tua hendaknya tidak mengabaikan
kewajiban edukatifnya, yakni memelihara, membimbing dan mendidik anak-anaknya menjadi anggota keluarga
yang senang pada kebaikan dan menjauhi kemaksiatan.
Secara jelas perintah tersebut mengarah pada aspek pembinaan mental keberagamaan anak dalam rangka
mewujudkan suasana keluarga sakinah yang selalu taat menjalani fungsinya dengan baik. Wadah inilah sebagai
penentu keberagamaan anak di masa depan. Kaitannya dengan Nabi saw bersabda dalam satu hadisnya:
"Dari Abi Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang
tualah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi".
Konteks hadis tersebut relevan dengan QS. al-Rum (30): 30 bahwa hakekat fitrah keimanan sebagai petunjuk
bagi orang tua agar lebih mengarahkan fitrah yang dimiliki anak secara bijaksana. Di samping itu, ayat dan
hadis Nabi saw tersebut mengandung implikasi bahwa fitrah merupakan suatu pembawaan manusia sejak lahir,
dan mengandung nilai-nilai religius dan keberlakuannya mutlak. Di dalam fitrah mengandung pengertian baik-
buruk, benar-salah, indah-jelek dan seterusnya.
Dalam aliran pendidikan misalnya nativisme, memandang pembawaan tidak dapat dirubah oleh lingkungan,
demikian pula sebaliknya dalam empirisme memandang bahwa lingkungan dapat merubah pembawaan (bakat)
anak sejak lahir, seterusnya konvergensi memandang bahwa pembawaan (bakat) sebagai faktor internal dan
lingkungan faktor eksternal saling mempengaruhi. Kaitannya dengan ini, maka dalam perspektif al-Qur’an
ditegaskan bahwa fitrah adalah pembawaan keagamaan dan suatu saat keagamaan seseorang dipengaruhi oleh
lingkungan. Artinya bahwa fitrah tidak dapat berkembang tanpa adanya pengaruh positif dari lingkungannya
yang mungkin dapat dimodifikasi atau dapat diubah secara drastis bila lingkungan itu tidak memungkinkan
untuk menjadi fitrah itu lebih baik.
Jadi, faktor-faktor yang bergabung dengan fitrah dan sifat dasarnya bergantung pada sejauh mana interaksi
dengan fitrah itu berperan. Pada sisi lain, tentu saja fitrah yang dibawa oleh setiap manusia sejak kecil, pada
perkembangannya nanti akan mengalami tingkatan-tingkatan yang bervariasi, sesuai dinamika dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Karena demikian halnya, maka hasil yang diraih dari proses belajar dapat dilihat sejauh
mana fitrah itu berperan.
Faktor pertama yang mempengaruhi hasil belajar mengajar, jika merujuk pada teks hadis terdahulu adalah
lingkungan keluarga, sebagai unit pertama dan institusi pertama anak dipelihara, dibesarkan dan dididik.
Lingkungan keluarga di sini memberikan peranan yang sangat berarti dalam proses keberhasilan anak dalam
pendidikan. Sebab di lingkungan inilah anak menerima sejumlah nilai dan norma yang ditanamkan sejak awal
kepadanya.
Pada masa kecil, keimanan anak belum merupakan suatu keyakinan sebagai hasil pemikiran yang obyektif,
tetapi lebih merupakan bagian dari kehidupan alam perasaan yang berhubungan erat dengan kebutuhan jiwanya
akan kasih sayang, rasa aman dan kenikmatan jasmaniah. Peribadatan anak pada masa ini masih merupakan
tiruan dan kebiasaan yang kurang dihayati.
Peniruan sangat penting dalam kehidupan anak, mulai dari bahasa, mode, adat istiadat dan sebagainya. Hampir
semua kehidupan anak berpangkal pada proses peniruan. Misalnya saja, apabila anak-anak itu melihat orang
tuannya shalat, maka mereka juga mencoba untuk mengikutinya. Maka dari itu, lingkungan keluarga (rumah
tangga) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat dan sikap keberagamaan seseorang.
Sejalan dengan kepentingan dan masa depan anak-anak, maka orang tua menyekolahkan anak-anak mereka dan
secara kelembagaan sekolah di sini sebagai faktor kedua yang dapat memberikan pengaruh dalam membentuk
tingkat keberagamaan. Namun besar kecil pengaruh yang dimaksud sangat tergantung berbagai faktor yang
dapat memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Hal ini disebabkan perkembangan keagamaan anak,
juga dimotivasi oleh perkembangan bakat dan kepribadiannya.
Lingkungan sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan tingkat keberhasilan anak dalam belajar, adalah
sebagai lanjutan dari pendidikan lingkungan keluarga. Dalam perspektif Islam, fungsi sekolah sebagai media
realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, aqidah dan syariah dalam upaya penghambaan diri terhadap
Allah dan mentauhidkan-Nya sehingga manusia terhindar dari penyimpangan fitrahnya. Artinya, prilaku anak
diarahkan agar tetap mempertahankan naluri keagamaan dan tidak keluar dari bingkai norma-norma Islam.
Dalam upaya pembentukan jadi diri peserta didik, maka pendidikan melalui sistem persekolahan patut diberikan
penekanan yang istimewa. Hal ini disebabkan oleh pendidikan sekolah mempunyai program yang teratur,
bertingkat dan mengikuti syarat yang jelas dan ketat. Hal ini mendukung bagi penyusunan program pendidikan
Islam yang lebih akomodatif.
Di samping lingkungan rumah tangga dan sekolah, maka lingkungan masyarakat merupakan faktor ketiga yang
memengaruhi tingkat keberhasilan pendidikan. Dalam pandangan Hadari Nawawi, pada tahap yang lebih tinggi
dan komplek di masyarakat terdapat konsep-konsep berpikir yang disebut ideologi, yang membuat manusia
berkelompok-kelompok dengan menjadikan ideologinya sebagai falsafah dan pandangan hidup kelompok
masing-masing. Di antara ideologi-ideologi itu ada yang bersumber dari agama. Sekiranya idelogi agama ini
direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka sikap dan prilaku keberagamaan seseorang akan semakin
mantap dan kokoh.
Kesadaran akan pentingnya sikap atau prilaku keberagamaan dalam kehidupan masyarakat, memberikan
peluang yang sangat besar kepada dunia pendidikan untuk merealisasikannya. Ini berarti kesempatan emas bagi
umat Islam untuk menjadikan pendidikan sebagai pilihan strategis bagi pemeliharaan, penanaman dan
penyebaran nilai Islam. Konsekuensinya, diperlukan upaya-upaya yang dinamis, fleksibel dan serius dalam
mengelola lembaga pendidikan formal di setiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan
tinggi, baik yang berstatus negeri maupun swasta.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud teori belajar dan mengajar menurut
petunjuk Al-Qur’an adalah aturan dalam proses kegiatan belajar dan mengajar berdasarkan dalil-dalil yang
mengacu pada interpretasi ayat-ayat Al-Qur’an. Antara lain dalil-dalil yang berkenaan dengan ini adalah QS. al-
Alaq (96): 1-5 yang berbicara tentang perintah belajar dan mengajar; QS. al-Nahl (16): 78 yang berbicara
tentang komponen pada diri manusia yang harus difungsikan dalam kegiatan belajar dan mengajar; QS. Luqman
(31): 17-19 yang berbicara tentang pemantapan aqidah dan akhlak dalam kegiatan belajar dan mengajar; QS. al-
Nahl (16): 125 dan selainnya tentang kewajiban belajar dan mengajar serta metode-metode yang digunakan.
Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa
rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. Menurut aliran nativisme bahwa seorang
peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justru lingkungan
yang memengaruhi peserta didik tersebut. Selanjutnya menurut aliran konvergensi bahwa antara lingkungan dan
bakat pada peserta didik yang terbawa sejak lahir saling memengaruhi.
Al-Qur’an sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam menerangkan teori belajar mengajar telah memberikan
konsep terhadap pemikiran yang terdapat aliran nativisme, empirisme dan konvergensi. Dalam hal ini, al-Qur’an
menegaskan bahwa pembawaan seorang anak (peserta didik) sejah lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini adalah
dasar keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut al-Qur’an di samping dapat menerima
pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat menerima pengaruh dari luar (lingkungan). Untuk mengembankan
fitrah ini, maka sangat pendidikan kedudukan pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Setiap usaha, kegiatan, tindakan yang disengaja untuk mencapai tujuan haruslah mempunyai dasar atau landasan
sebagai tempat berpijak yang baik dan kuat. Demikian juga dengan proses pendidikan, sebagai aktivitas yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian, tentunya pendidikan Islam memerlukan
landasan kerja yang
berfungsi sebagai pegangan langkah pelaksanaan dan sebagai jalur langkah yang menentukan arah usaha
tersebut. Maka tentunya pendidikan Islam memerlukan landasan kerja untuk memberikan arah bagi programnya.
Sebab adanya dasar pendidikan berfungsi sebagai jalan menuju arah dari usaha tersebut.
1) Dasar Relegius
Dasar relegius adalah yang bersumber dari ajaran agama. Dasar relegius ilmu pendidikan Islam adalah Al-
Qur'an, As-Sunnah dan Ijtihad.
a) Al-Qur'an
Dasar pelaksanaan pendidikan Islam terutama adalah Al- Qur’an dan Al-Hadits. Dalam Al-Qur’an, surat Asy-
Syura: 52
Artinya : “Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al- Qur’an) dengan perintah Kami sebelumnya
kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi
Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya yang Kami beri petunjuk dengan dia siapa yang Kami kehendaki diatara
hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang benar” (Dahlan
dan Sahil, 1999: 873).
b) As-Sunnah
As-Sunnah adalah sumber kedua hukum Islam, segala aktivitas umat Islam termasuk aktivitas dalam
pendidikan. Alasan As- Sunnah dapat dijadikan sumber pendidikan yang kedua adalah:
a) Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar mentaati kepada rasulullah dan wajib berpegang teguh atau
menerima segala yang datang dari rasul Allah.
b) Pribadi rasulullah adalah teladan bagi umat Islam.
c) Al-Ijtihad
Yang dimaksud Al-Ijtihad dalam kaitannya dengan pendidikan Islam adalah usaha sungguh-sungguh yang
dilakukan oleh ulama'- ulama' Islam dalam memahami nas-nas Al-Qur'an dan As-Sunnah Nabi yang
berhubungan dengan penjelasan dan dalil tentang dasar pendidikan Islam, sistem dan arah pendidikan Islam.
Menurut Al-Syaibany dalam Jalaluddin (1996: 37) dari ayat Al- Qur’an dan Al-Hadits Nabi di atas dapat
diambil titik relevansinya dengan atau sebagai dasar pendidikan agama, kemudian dasar tadi dikembangkan
dalam pemahaman para ulama dalam bentuk qiyas syar‟i, ijma‟ yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar dalam
bentuk hasil pemikiran yang menyeluruh dan terpadu tentang jagat raya, manusia, masyarakat dan bangsa,
pengetahuan kemanusiaan dan akhlak, dengan merujuk kepada sumber asal (Al-Qur’an dan Al-Hadist) sebagai
sumber utama.
Pernyataan firman Allah “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa” (Q.S. Al-Baqarah: 2) adalah suatu kebenaran yang hakiki, bukan kebenaran spekulatif, lestari dan
tidak bersifat tentatif (sementara). Kebenaran yang seperti itu pula yang dijadikan dasar pemikiran dalam
membina sistem pendidikan Islam.
Berbeda dengan kebenaran yang dibuat oleh hasil pemikiran manusia, karena bagaimanapun kebenaran hasil
pemikiran manusia terbatas oleh ruang dan waktu selain itu hasil pemikiran tersebut mengandung muatan
subyektif sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Adanya kedua faktor tersebut mendorong hasil
pemikiran para ahli pendidikan untuk melahirkan konsep pendidikan yang sesuai dengan pandangan hidupnya
masing-masing (Jalaluddin dan Said, 1996: 38).
2) Dasar Yuridis
Dasar ideal pendidikan Islam adalah pancasila yaitu sila pertama yang berbunyi: "Ketuhanan Yang Maha Esa".
Dalam mewujudkan sila pertama atau yang lain kita membutuhkan pendidikan Islam, karena dengan pendidikan
Islamlah kita dapat menjalankan syari'at dengan baik dan benar.
3) Dasar konstitusional (UUD 1945)
Dasar konstitusional adalah dasar yang bersumber dari perundangundangan yang berlaku, dasar pendidikan
Islam di sini adalah pasal 29 ayat 1 dan 2 yaitu:
Ayat 1: "Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa".
Ayat 2: "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan
beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu".
Pendidikan Islam merupakan pengembangan pikiran, penataan perilaku, pengaturan emosional,
hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga
mampu meraih tujuan kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya. Seluruh ide tersebut telah tergambar
secara utuh dalam dalam suatu konsep dasar yang kokoh. Islam pun telah menawarkan konsep akidah yang
wajib diimani agar dalam diri manusia tertanam perasaan yang mendorongnya pada perilaku normatif yang
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

Pengertian dan hukum dasar pendidikan
Pengertian dan hukum dasar pendidikanPengertian dan hukum dasar pendidikan
Pengertian dan hukum dasar pendidikanAdhi Panjie Gumilang
 
Sumber Dasar Pendidikan Islam
Sumber Dasar Pendidikan IslamSumber Dasar Pendidikan Islam
Sumber Dasar Pendidikan IslamAmeilya P P
 
Dasar dan tujuan pendidikan islam dalam persepektif filsafat pendidikajn agam...
Dasar dan tujuan pendidikan islam dalam persepektif filsafat pendidikajn agam...Dasar dan tujuan pendidikan islam dalam persepektif filsafat pendidikajn agam...
Dasar dan tujuan pendidikan islam dalam persepektif filsafat pendidikajn agam...RoisMansur
 
Filsafat Pendidikan - hakikat dan tujuan pendidikan islam
Filsafat Pendidikan - hakikat dan tujuan pendidikan islamFilsafat Pendidikan - hakikat dan tujuan pendidikan islam
Filsafat Pendidikan - hakikat dan tujuan pendidikan islamkaksalim
 
Manajemen pendidikan berbasis islam
Manajemen pendidikan berbasis islamManajemen pendidikan berbasis islam
Manajemen pendidikan berbasis islamShoimatul Ula
 
DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAM
DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAMDASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAM
DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAMMuhammad Wisnu D R
 
Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan  IslamFilsafat Pendidikan  Islam
Filsafat Pendidikan IslamRahmad Alfianto
 
Bab i proposal
Bab i  proposalBab i  proposal
Bab i proposalAbie Tomy
 
Makalah Manajemen Pendidikan Islam pdf
Makalah Manajemen Pendidikan Islam pdfMakalah Manajemen Pendidikan Islam pdf
Makalah Manajemen Pendidikan Islam pdfMythaChan
 
Konsep Pendidikan Pesantren
Konsep Pendidikan PesantrenKonsep Pendidikan Pesantren
Konsep Pendidikan PesantrenZaharah Fitria
 
Hakikat metode pendidikan islam
Hakikat metode pendidikan islamHakikat metode pendidikan islam
Hakikat metode pendidikan islamMiftahul Fikriyah
 
Pendekatan dalam pendidikan islam pendekatan berarti proses
Pendekatan dalam pendidikan islam pendekatan berarti prosesPendekatan dalam pendidikan islam pendekatan berarti proses
Pendekatan dalam pendidikan islam pendekatan berarti prosesarfiankurniawan22
 
peranan guru pendidikan islam
peranan guru pendidikan islam  peranan guru pendidikan islam
peranan guru pendidikan islam Mohd Kamal Jusoh
 
PPT.KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM.pptx
PPT.KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM.pptxPPT.KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM.pptx
PPT.KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM.pptxDiKi33
 

Mais procurados (20)

Pengertian dan hukum dasar pendidikan
Pengertian dan hukum dasar pendidikanPengertian dan hukum dasar pendidikan
Pengertian dan hukum dasar pendidikan
 
Sumber Dasar Pendidikan Islam
Sumber Dasar Pendidikan IslamSumber Dasar Pendidikan Islam
Sumber Dasar Pendidikan Islam
 
Tujuan akhir
Tujuan akhirTujuan akhir
Tujuan akhir
 
Dasar dan tujuan pendidikan islam dalam persepektif filsafat pendidikajn agam...
Dasar dan tujuan pendidikan islam dalam persepektif filsafat pendidikajn agam...Dasar dan tujuan pendidikan islam dalam persepektif filsafat pendidikajn agam...
Dasar dan tujuan pendidikan islam dalam persepektif filsafat pendidikajn agam...
 
Filsafat Pendidikan - hakikat dan tujuan pendidikan islam
Filsafat Pendidikan - hakikat dan tujuan pendidikan islamFilsafat Pendidikan - hakikat dan tujuan pendidikan islam
Filsafat Pendidikan - hakikat dan tujuan pendidikan islam
 
Manajemen pendidikan berbasis islam
Manajemen pendidikan berbasis islamManajemen pendidikan berbasis islam
Manajemen pendidikan berbasis islam
 
G000060008
G000060008G000060008
G000060008
 
Ilmu pendidikan islam
Ilmu pendidikan islamIlmu pendidikan islam
Ilmu pendidikan islam
 
DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAM
DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAMDASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAM
DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAM
 
Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan  IslamFilsafat Pendidikan  Islam
Filsafat Pendidikan Islam
 
Tinjauan filosofis tentang pendidik
Tinjauan filosofis tentang pendidikTinjauan filosofis tentang pendidik
Tinjauan filosofis tentang pendidik
 
Bab i proposal
Bab i  proposalBab i  proposal
Bab i proposal
 
Makalah Manajemen Pendidikan Islam pdf
Makalah Manajemen Pendidikan Islam pdfMakalah Manajemen Pendidikan Islam pdf
Makalah Manajemen Pendidikan Islam pdf
 
Unit 1 final
Unit 1 finalUnit 1 final
Unit 1 final
 
Konsep Pendidikan Pesantren
Konsep Pendidikan PesantrenKonsep Pendidikan Pesantren
Konsep Pendidikan Pesantren
 
Hakikat metode pendidikan islam
Hakikat metode pendidikan islamHakikat metode pendidikan islam
Hakikat metode pendidikan islam
 
Pendekatan dalam pendidikan islam pendekatan berarti proses
Pendekatan dalam pendidikan islam pendekatan berarti prosesPendekatan dalam pendidikan islam pendekatan berarti proses
Pendekatan dalam pendidikan islam pendekatan berarti proses
 
peranan guru pendidikan islam
peranan guru pendidikan islam  peranan guru pendidikan islam
peranan guru pendidikan islam
 
PPT.KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM.pptx
PPT.KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM.pptxPPT.KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM.pptx
PPT.KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM.pptx
 
Ilmu Pendidikan Islam
Ilmu Pendidikan IslamIlmu Pendidikan Islam
Ilmu Pendidikan Islam
 

Semelhante a KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

Komponen komponen kurikulum
Komponen komponen kurikulumKomponen komponen kurikulum
Komponen komponen kurikulumchytra Daud
 
Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum
Pengertian, Peran dan Fungsi KurikulumPengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum
Pengertian, Peran dan Fungsi KurikulumMayawi Karim
 
Iik yulia wisantika pend.ekonomi 2011031064
Iik yulia wisantika pend.ekonomi 2011031064Iik yulia wisantika pend.ekonomi 2011031064
Iik yulia wisantika pend.ekonomi 2011031064iik30
 
Tugas kurikulum & pembelajran nely agustiany
Tugas kurikulum & pembelajran nely agustianyTugas kurikulum & pembelajran nely agustiany
Tugas kurikulum & pembelajran nely agustianyRobby Rudianshah
 
Kurikulum Dan Pembljrn Irma
Kurikulum Dan Pembljrn IrmaKurikulum Dan Pembljrn Irma
Kurikulum Dan Pembljrn IrmaIRMA HERDIANTI
 
Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum (Makalah Pengembangan Kurikulum)
Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum (Makalah Pengembangan Kurikulum)Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum (Makalah Pengembangan Kurikulum)
Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum (Makalah Pengembangan Kurikulum)Mayawi Karim
 
Pengembangan Kurikulum 09
Pengembangan Kurikulum 09Pengembangan Kurikulum 09
Pengembangan Kurikulum 09ida parida
 
Pengembangan Kurikulum 09
Pengembangan Kurikulum 09Pengembangan Kurikulum 09
Pengembangan Kurikulum 09ida parida
 
Pengembangan Kurikulum 09
Pengembangan Kurikulum 09Pengembangan Kurikulum 09
Pengembangan Kurikulum 09ida parida
 
Uas pengembangan kurikulum
Uas pengembangan kurikulumUas pengembangan kurikulum
Uas pengembangan kurikulumYudi Hamdani
 
hakikat kurikulum
hakikat kurikulumhakikat kurikulum
hakikat kurikulumendang zr
 
Pengelolalaan kurikulum
Pengelolalaan kurikulumPengelolalaan kurikulum
Pengelolalaan kurikulumrenaldi_b
 
Bahan+Ajar+Kajian+Kurikulum+Pengantar.ppt
Bahan+Ajar+Kajian+Kurikulum+Pengantar.pptBahan+Ajar+Kajian+Kurikulum+Pengantar.ppt
Bahan+Ajar+Kajian+Kurikulum+Pengantar.pptVisitasi2023
 
45622822 makalah-kurikulum
45622822 makalah-kurikulum45622822 makalah-kurikulum
45622822 makalah-kurikulumalmoon2
 

Semelhante a KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM (20)

Komponen komponen kurikulum
Komponen komponen kurikulumKomponen komponen kurikulum
Komponen komponen kurikulum
 
Jurnal kurikulum
Jurnal kurikulumJurnal kurikulum
Jurnal kurikulum
 
Jurnal kurikulum
Jurnal kurikulumJurnal kurikulum
Jurnal kurikulum
 
Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum
Pengertian, Peran dan Fungsi KurikulumPengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum
Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum
 
Iik yulia wisantika pend.ekonomi 2011031064
Iik yulia wisantika pend.ekonomi 2011031064Iik yulia wisantika pend.ekonomi 2011031064
Iik yulia wisantika pend.ekonomi 2011031064
 
Pembahasan
PembahasanPembahasan
Pembahasan
 
Tugas kurikulum & pembelajran nely agustiany
Tugas kurikulum & pembelajran nely agustianyTugas kurikulum & pembelajran nely agustiany
Tugas kurikulum & pembelajran nely agustiany
 
Pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum Pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum
 
Kurikulum Dan Pembljrn Irma
Kurikulum Dan Pembljrn IrmaKurikulum Dan Pembljrn Irma
Kurikulum Dan Pembljrn Irma
 
Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum (Makalah Pengembangan Kurikulum)
Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum (Makalah Pengembangan Kurikulum)Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum (Makalah Pengembangan Kurikulum)
Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum (Makalah Pengembangan Kurikulum)
 
Ktsp dan kbk
Ktsp dan kbkKtsp dan kbk
Ktsp dan kbk
 
pb_i._hakikat_kurikulum.pptx
pb_i._hakikat_kurikulum.pptxpb_i._hakikat_kurikulum.pptx
pb_i._hakikat_kurikulum.pptx
 
Pengembangan Kurikulum 09
Pengembangan Kurikulum 09Pengembangan Kurikulum 09
Pengembangan Kurikulum 09
 
Pengembangan Kurikulum 09
Pengembangan Kurikulum 09Pengembangan Kurikulum 09
Pengembangan Kurikulum 09
 
Pengembangan Kurikulum 09
Pengembangan Kurikulum 09Pengembangan Kurikulum 09
Pengembangan Kurikulum 09
 
Uas pengembangan kurikulum
Uas pengembangan kurikulumUas pengembangan kurikulum
Uas pengembangan kurikulum
 
hakikat kurikulum
hakikat kurikulumhakikat kurikulum
hakikat kurikulum
 
Pengelolalaan kurikulum
Pengelolalaan kurikulumPengelolalaan kurikulum
Pengelolalaan kurikulum
 
Bahan+Ajar+Kajian+Kurikulum+Pengantar.ppt
Bahan+Ajar+Kajian+Kurikulum+Pengantar.pptBahan+Ajar+Kajian+Kurikulum+Pengantar.ppt
Bahan+Ajar+Kajian+Kurikulum+Pengantar.ppt
 
45622822 makalah-kurikulum
45622822 makalah-kurikulum45622822 makalah-kurikulum
45622822 makalah-kurikulum
 

Mais de Fauzi Din

Pengantar ilmu pendidikan
Pengantar ilmu pendidikanPengantar ilmu pendidikan
Pengantar ilmu pendidikanFauzi Din
 
Sosiologi pendidikan
Sosiologi pendidikanSosiologi pendidikan
Sosiologi pendidikanFauzi Din
 
Karakteristik konselor
Karakteristik konselorKarakteristik konselor
Karakteristik konselorFauzi Din
 
Bimbingan konseling
Bimbingan konselingBimbingan konseling
Bimbingan konselingFauzi Din
 
Writinga thesisstatement
Writinga thesisstatementWritinga thesisstatement
Writinga thesisstatementFauzi Din
 
Silabus pai-sma-kls-x-xii- 03-mei-2013
Silabus pai-sma-kls-x-xii- 03-mei-2013Silabus pai-sma-kls-x-xii- 03-mei-2013
Silabus pai-sma-kls-x-xii- 03-mei-2013Fauzi Din
 
Rpp agama-berkarakter-sma-kelas-xi-semester-1-masbied
Rpp agama-berkarakter-sma-kelas-xi-semester-1-masbiedRpp agama-berkarakter-sma-kelas-xi-semester-1-masbied
Rpp agama-berkarakter-sma-kelas-xi-semester-1-masbiedFauzi Din
 
Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 2
Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 2Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 2
Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 2Fauzi Din
 
Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 1
Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 1Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 1
Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 1Fauzi Din
 
Rangkumantiksemester1 111211011705-phpapp02
Rangkumantiksemester1 111211011705-phpapp02Rangkumantiksemester1 111211011705-phpapp02
Rangkumantiksemester1 111211011705-phpapp02Fauzi Din
 
Lks tik-kelas-ix-pengenalan-internet-1
Lks tik-kelas-ix-pengenalan-internet-1Lks tik-kelas-ix-pengenalan-internet-1
Lks tik-kelas-ix-pengenalan-internet-1Fauzi Din
 
Lks tik-kelas-ix-internet
Lks tik-kelas-ix-internetLks tik-kelas-ix-internet
Lks tik-kelas-ix-internetFauzi Din
 
Jaringankomputer 120612064358-phpapp01
Jaringankomputer 120612064358-phpapp01Jaringankomputer 120612064358-phpapp01
Jaringankomputer 120612064358-phpapp01Fauzi Din
 
Jaringaninternet 120904053008-phpapp02
Jaringaninternet 120904053008-phpapp02Jaringaninternet 120904053008-phpapp02
Jaringaninternet 120904053008-phpapp02Fauzi Din
 
6 kumpul abstrak ing-s2-2
6 kumpul abstrak ing-s2-26 kumpul abstrak ing-s2-2
6 kumpul abstrak ing-s2-2Fauzi Din
 
4 rpp-pai-sma
4 rpp-pai-sma4 rpp-pai-sma
4 rpp-pai-smaFauzi Din
 
4 rpp-pai-sma (1)
4 rpp-pai-sma (1)4 rpp-pai-sma (1)
4 rpp-pai-sma (1)Fauzi Din
 
Written language research
Written language researchWritten language research
Written language researchFauzi Din
 

Mais de Fauzi Din (18)

Pengantar ilmu pendidikan
Pengantar ilmu pendidikanPengantar ilmu pendidikan
Pengantar ilmu pendidikan
 
Sosiologi pendidikan
Sosiologi pendidikanSosiologi pendidikan
Sosiologi pendidikan
 
Karakteristik konselor
Karakteristik konselorKarakteristik konselor
Karakteristik konselor
 
Bimbingan konseling
Bimbingan konselingBimbingan konseling
Bimbingan konseling
 
Writinga thesisstatement
Writinga thesisstatementWritinga thesisstatement
Writinga thesisstatement
 
Silabus pai-sma-kls-x-xii- 03-mei-2013
Silabus pai-sma-kls-x-xii- 03-mei-2013Silabus pai-sma-kls-x-xii- 03-mei-2013
Silabus pai-sma-kls-x-xii- 03-mei-2013
 
Rpp agama-berkarakter-sma-kelas-xi-semester-1-masbied
Rpp agama-berkarakter-sma-kelas-xi-semester-1-masbiedRpp agama-berkarakter-sma-kelas-xi-semester-1-masbied
Rpp agama-berkarakter-sma-kelas-xi-semester-1-masbied
 
Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 2
Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 2Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 2
Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 2
 
Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 1
Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 1Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 1
Rpp pai sma berkarakter kls xii sms 1
 
Rangkumantiksemester1 111211011705-phpapp02
Rangkumantiksemester1 111211011705-phpapp02Rangkumantiksemester1 111211011705-phpapp02
Rangkumantiksemester1 111211011705-phpapp02
 
Lks tik-kelas-ix-pengenalan-internet-1
Lks tik-kelas-ix-pengenalan-internet-1Lks tik-kelas-ix-pengenalan-internet-1
Lks tik-kelas-ix-pengenalan-internet-1
 
Lks tik-kelas-ix-internet
Lks tik-kelas-ix-internetLks tik-kelas-ix-internet
Lks tik-kelas-ix-internet
 
Jaringankomputer 120612064358-phpapp01
Jaringankomputer 120612064358-phpapp01Jaringankomputer 120612064358-phpapp01
Jaringankomputer 120612064358-phpapp01
 
Jaringaninternet 120904053008-phpapp02
Jaringaninternet 120904053008-phpapp02Jaringaninternet 120904053008-phpapp02
Jaringaninternet 120904053008-phpapp02
 
6 kumpul abstrak ing-s2-2
6 kumpul abstrak ing-s2-26 kumpul abstrak ing-s2-2
6 kumpul abstrak ing-s2-2
 
4 rpp-pai-sma
4 rpp-pai-sma4 rpp-pai-sma
4 rpp-pai-sma
 
4 rpp-pai-sma (1)
4 rpp-pai-sma (1)4 rpp-pai-sma (1)
4 rpp-pai-sma (1)
 
Written language research
Written language researchWritten language research
Written language research
 

Último

Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptxHR MUSLIM
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 

Último (20)

Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 

KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

  • 2. KURIKULUM & PEMBELAJARAN A.PENGERTIAN, KONSEP, FUNGSI, DAN PERANAN KURIKULUM. a. Pengertian Kurikulum dari berbagai Ahli Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu. Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran. b. Konsep Kurikulum - Kurikulum Sebagai Rencana : sebuah konsep yang didukung oleh beberapa ahli pendidikan diantaranya; Murray Print (1993) menyatakan: “Curriculum is defined as all the planned learning opportunities offered to learner by the educational institution and the experiences learners encounter when the curriculum is implemented”. Konsep kurikulum sebagai program atau rencana pembelajaran sejalan dengan rumusan kurikulum menurut Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional, yakni:” seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan”. sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dicapai siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen terancang dalam bentuk nyata. - Kurikulum sebagai Pengalaman : Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung dari pengalaman ini menyatakan sebagai berikut: “Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).” Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum. c. Fungsi dan Peran Kurikulum. 1. Fungsi Kurikulum Secara umum fungsi kurikulum adalah sebagai alat untuk membantu peserta didik untuk mengembangkan pribadinya ke arah tujuan pendidikan. Menurut Alexander Inglis, fungsi kurikulum meliputi : Fungsi Penyesuaian, Integrasi, Deferensiasi, Persiapan, Pemilihan, dan Fungsi Diagnostik. Sedangkan fungsi praksis dari kurikulum adalah : 1) fungsi bagi sekolah yang bersangkutan yakni alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan sehari-sehari, 2) fungsi bagi sekolahyang diatasnya adalah untuk menjamin adanya pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan, dan 3) fungsi bagi masyarakat dan pemakai lulusan. 2. Peran Kurikulum Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis mengemban peranan yaitu : Peranan Konservatif, Peranan Kritis/Evaluatif, dan Peran Kreatif. B. LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 1. Landasan Filosofis Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, keindahan dan hakikat pikiran yang ada dalam masyarakat. Secara logis dan realistis, landasan filosofis pengembangan kurikulum dari suatu lembaga berbeda dengan lembaga yang lain. Namun, untuk landasan filosofis pengembangan kurikulum di Indonesia yakni nilai dasar yang merupakan falsafah dalam pendidikan manusia
  • 3. seutuhnya yakni Pancasila. Asumsi-asumsi filosofis tersebut berimplikasi pada rumusan tujuan pendidikan, pengembangan isi atau materi pendidikan, penentuan strategi, serta pada peranan peserta didik dan peranan pendidikan. 2. Landasan Psikologis Landasan psikologis adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Ada dua jenis psikologi yang harus menjadi acuan yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan mempelajari proses dan karakteristik perkembangan peserta didik sebagai subjek pendidikan, sedangkan psikologi belajar mempelajari tingkah laku peserta didik dalam situasi belajar. Ada tiga jenis teori belajar yang mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan kurikulum, yaitu teori belajar Kognitif, Nehavioristik, dan Humanistik. 3. Landasan Sosiologis dan Teknologis Kurikulum bukan hanya berisi berbagai nilai suatu masyarakat akan tetapi berisi segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakat. Sehubungan dengan penentuan asas sosiologis-teknologis, kita perlu mengkaji berbagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses menyusun dan mengembangkan suatu kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Kekuatan sosial yang dapat mempengaruhi kurikulum. Kemajuan IPTEK sebagai bahan pertimbangan penyusunan kurikulumdengan perubahan yang terjadi di masyarakat adalah mengenai perubahan pola hidup dan perubahan social politik. , maka seorang pengembang kurikulum harus memperhatikan hal berikut: 1. Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat 2. Menganalisis budaya masyarakat tempat sekolah berada 3. Menganalisis kekuatan serta potensi-potensi daerah 4. Menganalisis syarat dan tuntutan tenaga kerja 5. Menginterpretasi kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan masyarakat. C. KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM 1. Tujuan Tujuan kurikulum adalah tujuan yang hendak dicapai oleh suatu program studi, bidang studi dan suatu mata ajaran, yang disusun berdasarkan institusional. Penulisan tujuan Kurikulum berpedoman pada kategorisasi tujuan pendidikan/ taksonomi tujuan ,yang dikaitkan dengan bidang studi yang dikaikan. 2. Materi Materi kurikulum pada hakekatnya adala isi kurikulum. Dalam Undang-undang pendidikan nasoinal telah ditetapkan, bahwa isi kurikulum merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaran satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapain tujuan pendidikan nasional”( Bab IX, Ps. 39). Sesuai dengan rumusan tersebut, isi kurikulum dikembangkan dan disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Meteri kurikulum berupa bahan pembelajaran yang terdiri dari bahan kajian atau topic-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh peserta didik dalam proses belajar dan pembelajaran. 2. Materi kurikulum mengacu pada pencapain tujuan masing- masing satuan pendidikan. Perbedaan dalam ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran disebabkan oleh perbedaan tujuan satuan pemdidikan tersebut. 3. Materi kurukulum diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini , tujuan pendidikan nasional merupakan target tertinggi yang hendak dicapai melalui penyempaian meteri kurikulum. Materi kurikulum mengandung aspek–aspek tertentu sesuai dengan ujuan kurikulum, yang meliputi: 1. Teori, ialah seperangkat konstruk atau konsep, definisi dan preposisi yang saling berhubungan , yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara varibel- varibel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut 2. Konsep, adalah suatu abstraksi yang dibentuk oleh generalisasi dari kekhusunan-kekhusunan. Konsep adalah definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala. 3. Generalisasi, adalah kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khsus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian. 4. Prinsip, adalah ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep. 5. Prosedur, adalah suatu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan oleh siswa. 6. Fakta, adalah sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat, dan kajian.
  • 4. 7. Istilah, adalah kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi. 8. Contoh atau ilustrasi, adalah suatu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjejas suatau uraian atau pendapat. 9. Definisi, adalah penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/suatu kata dalam garis besarnya. 10. Preposisi, adalah suatu pernyataan atau theorem, atau pendapat yang tak perlu diberi argumentasi. Preposisi hampir sama dengan asumsi dan paradigma(oermar hamalik, 1989, h. 84-86). 3. Strategi Ada beberapa unsur dalam strategi pelaksanaan Kurikulum, yaitu : (a) tingkat dan jenjang pendidikan, (b) proses belajar mengajar, (c) bimbingan penyuluhan, (d) administrasi supervise, (e) sarana kurikuler, dan (f) evaluasi atau penilaian. 4. Evaluasi Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it‟s scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the relative importance of various subject, the degree to which objectives are implemented, the equipment and materials and so on.” Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa. D. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM 1. Prinsip umum Kurikulum a) Relevansi : Relevansi ke luar : komponen-komponen kurikulum sesuai dengan tuntutan, kebutuhan, perkembangan masyarakat, Relevansi ke dalam konsistensi antar komponen-komponen kurikulum keterpaduan internal. b) Fleksibilitas :Kurikulum solid tetapi pada pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian. c) Kontinuitas : Adanya kesinambungan sebab proses belajar siswa berlangsung secara berkesinambungan. d) Praktis : Biasa disebut efisien, dengan biaya yang murah dapat dilaksanakan dengan mudah. e) Efektivitas : Keberhasilan yang tinggi baik dari segi kuantitas maupun kualitasKurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. 2. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. 2. Beragam dan terpadu. 3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. 4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. 5. Menyeluruh dan berkesinambungan. 6. Belajar sepanjang hayat.
  • 5. 7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Adapun ciri-ciri kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) diantaranya yaitu: 1. KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, kemampuan peserta didik, sumber daya yang tersedia dan kekhasan daerah. 2. Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. 3. Guru harus mandiri dan kreatif. 4. Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran.. Beberapa ciri terpenting dari KTSP adalah sebagai berikut : 1. KTSP menganut prinsip Fleksibilitas 2. KTSP membutuhkan pemahaman dan keinginan sekolah untuk mengubah kebiasaan lama yakni pada kebergantungan pada birokrat.. 3. Guru kreatif dan siswa aktif. 4. KTSP dikembangkan dengan prinsip diversifikasi. 5. KTSP sejalan dengan konsep desentralisasi dan MBS ( Manajemen Berbasis Sekolah ) 6. KTSP tanggap terhadap perkembangan iptek dan seni. 7. KTSP beragam dan terpadu. E. MODEL KURIKULUM Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau system, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambing-lambang lainnya. Model berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan. Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat model adalah sebagai berikut : 1. Model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia. 2. Model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian. 3. Model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks. 4. Model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan. a. Model Konsep Kurikulum 1) Kurikulum Subyek Akademis - Pendekatan berdasarkan struktur pengetahuan - Pendekatan bersifat integratif (integrated curriculum) - Thema yang membentuk kesatuan (unifying theme) - Menyatukan beberapa disiplin ilmu (contoh social studies) - Menyatukan berbagai metode belajar - Pendekatan fundamentalis - Mata pelajaran membaca, menulis, berhitung - Mata pelajaran lain dipelajari tanpa dihubungkan dengan kebutuhan praktis 2) Kurikulum Humanistik Sumber: Pendidikan Pribadi (filsafat eksistensialisme) - Orientasi ke masa sekarang - Asumsi: anak punya potensi - Pendidikan ibarat bertani - Guru adalah psikolog, bidan, motivator, fasilitator b. Karakteristik kurikulum - Siswa adalah subjek, punya peran utama - Isi/bahan sesuai minat/kebutuhan siswa - Menekankan keutuhan pribadi - Peenyampaian :discovery, inquiry, penekann masalah 3) Kurikulum Teknologis Sumber: pendidikan teknologis (filsafat realisme) - Orientasi ke masa sekarang dan y.a.d - Menekankan kompetensi - Kompetensi diuraikan menjadi perilaku yang dapat di amati - Peranan guru tidak dominan
  • 6. - Pendidikan bersifat ilmiah - Pendidikan-sistem c. Karakteristik kurikulum - Tujuan dirinci menjadi tujuan obyektif - Menekankan isi - Disain pengajar disusun sistemik - Isi disajikan dalam media tulis dan elektronik - Evaluasi menggunakan tes objektif 4) Kurikulum Rekrontruksi Sosial Sumber: pendidikan interaksional - Orientasi ke masa lalu dan masa sekarang - Asumsi: manusia makhluk sosial - Menekankan pemecahan problema masyarakat - Tujuan pendidikan pembentukan masyarakat lebih baik - Pendidikan adalah kerjasama : interaksi guru-siswa-siswa d. Karakteristik kurikulum - Tujuan pemecahan masalah masyarakat - Isi kurikulum: problema dalam masyarakat - Metode mengajar kooperatif/ gotong royong/ kerja kelompok - Guru & siswa belajar bersama 1. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Pengembangan kurikulum seyoganya dilaksanakan secara sistemik berdasarkan prinsip terpadu yaitu memberikan petunjuk bahwa keseluruhan komponen harus harus tepat sekali dan menyambung secara integratif, tidak terlepas-lepas, tetapi menyeluruh. Penyusunan satu komponen harus dinilai konsistensinya dan berkaitan dengan komponen-komponen lainnya sehingga kurikulum benar-benar terpadu secara bulat dan utuh. Ada berbagai macam pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan kurikulum, diantaranya adalah: 2. Pendekatan berorientasi pada bahan pelajaran Pendekatan ini di Indonesia dalam kurikulum sebelum kurikulum 1975. bagaimana dengan kelebihan dan kekurangan pendekatan yang berorientasi bahan adalah bahwa bahan pengajaran lebih flesibel dan bebas dalam menyusunnya, sebab tidak ada ketentuan yang pasti dalam menentukan bahan pengajaran yang sesuai dengan tujuan. Kelemahannya adalah karena tujuan pengajaran kurang jelas, maka sukar ditentukan pedoman dalam menentukan metode yang sesuai untuk pengajaran. Demikian pula untuk kebutuhan penilaian. Jadi pertanyaan pertama yang muncul dalam kaitannya dengan pendekatan yang berorientasi pada bahan adalah bahan apa yang akan diberikan / diajarkan kepada peserta didik?. 3. Pendekatan berorientasi pada tujuan Pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini, menempatkan rumusan atau penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah penberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Bagaimana kelebihan dan kekurangan pendekatan yang berorientasi pada tujuan? Kelebihan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah: a) Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusunan kurikulum. b) Tujuan yang jelas pula didalam meneptapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan. c) Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang di capai. d) Hasil penilaian yang terarah tersebut akan membantu penyusun kurikulum dalam mengadakan perbaikan- perbaikan yang di perlukan. Sedangkan kelemahan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan yaitu kesulitan dalam merumuskan tujuan itu sendiri (bagi guru). Pertanyaan yang pertama kali muncul pada pendekatan yang berorientasi pada tujuan adalah ”tujuan apa yang ingin dicapai, atau pengetahuan, keterampilan, dan sikap apakah yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik setelah menyelesaikam kurikulum?”. 1. Pendekatan dengan Organisasi Bahan 1.1. Pendekatan Pola Subjec Matter Curriculum Pendekatan ini penekanannya pada mata pelajaran-mata pelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: Sejarah, Ilmu Bumi, Biologi, Berhitung. Mata pelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain. 2. Pendekatan dengan Pola Correlated Curriculum Pendekatan dengan pola ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa mata pelajaran (bahan) yang seiring, yang bisa secara dekat berhubungan. Pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu: 1) Pendekatan Struktural, Sebagai contoh adalah IPS. Bidang ini terdiri atas Ilmu Bumi, Sejarah, dan
  • 7. Ekonomi. Maka didalam suatu pokok (topik) dari Ilmu Bumi, kemudian dipelajari pula ilmu-ilmu lain yang masih berada dalam lingkup suatu bidang studi. 2) Pendekatan Fungsional, Pendekatan ini berdasar pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Masalah ini dikupas melalui berbagai ilmu yang berada dalam lingkup suatu bidang studi yang dipandang ada hubungannya. 3) Pendekatan Tempat / Daerah, Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraannya. Misalnya tentang daerah Yogyakarta, maka dapat dibuat bahan pembicaraan mengenai; segi wisatanya, antropologi, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya. 3. Pendekatan Pola Integrated Curriculum Pendekatan ini didasarkan pada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu. Keseluruhan ini tidak sekedar merupakan kumpulan dari bagian-bagiannya, tetapi mempunyai arti tertentu. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional Negara kita, yang mengarah pada pembentukan pribadi manusia seutuhnya, maka di dalam pemberian bahan pendekatan ini menekankan pada keutuhan kebutuhan, yang dalam hal ini tidak hanya melalui mata pelajaran yang terpisah-pisah, namun harus dijalin suatu keutuhan yang meniadakan batasan tertentu dari masing-masing bahan pelajaran. Menurut Blaney, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang sangat kompleks karena mencakup pembicaraan penyusunan kurikulum yang dilaksanakan di sekolah disertai dengan penilaian yang intensif, dan penyempurnaan-penyempurnaan terhadap komponen kurikulum. Usaha melaksanakan tiga hal tersebut berarti harus melaksanakan keseluruhan proses pengintegrasian komponen kurikulum, diantaranya adalah komponen tujuan. Dalam kaitannya dengan komponen tujuan ini, perlu di mengerti pula tentang kedudukan otoritas yang mengambil keputusan kurikulum. F. EVALUASI KURIKULUM 1. Pengertian Evaluasi Kurikulum Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian kurikulum yang bervariasi menurut para pakar kurikulum. Oleh karena itu penulis mencoba menjabarkan definisi dari evaluasi dan definisi dari kurikulum secara per kata sehingga lebih mudah untuk memahami evaluasi kurikulum.Pengertian evaluasi menurut joint committee, 1981 ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek. Purwanto dan Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan evaluasi adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan tentang suatu program. Rutman and Mowbray 1983 mendefinisikan evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi dan outcomes suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan. Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program.Sedangkan pengertian kurikulum adalah : 1. a. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional); 2. Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta metode yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan.). 3. Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa); 4. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai;e. Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan. Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum
  • 8. yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliable untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan. Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut.Secara sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan penelitian karena evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan penelitian terletak pada tujuannya. Evaluasi bertujuan untuk menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan yang lebih luas dari evaluasi yaitu menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menguji teori atau membuat teori baru. Fokus evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada outcome dari kurikulum tersebut (outcomes based evaluation) dan juga dapat pada komponen kurikulum tersebut (intrinsic evaluation). Outcomes based evaluation merupakan fokus evaluasi kurikulum yang paling sering dilakukan. Pertanyaan yang muncul pada jenis evaluasi ini adalah “apakah kurikulum telah mencapai tujuan yang harus dicapainya?” dan “bagaimanakah pengaruh kurikulum terhadap suatu pencapaian yang diinginkan?”. Sedangkan fokus evaluasi intrinsic evaluation seperti evaluasi sarana prasarana penunjang kurikulum, evaluasi sumber daya manusia untuk menunjang kurikulum dan karakteristik mahasiswa yang menjalankan kurikulum tersebut. 1. Model-model Evaluasi Kurikulum Perkembangan model untuk evaluasi kurikulum memperlihatkan suatu gejala yang tidak berbeda dengan perkembangan disiplin ilmu pendidikan dan upaya-upaya pendidikan yang pernah dilakukan manusia. 1) Evaluasi model penelitian. Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitiandidasarkan atas teori dan metode tes psikologis serta eksperimen lapangan. Tes psikologis atau tes psikometrik pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tesinteligensi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang mengukur perilaku skolastik. Ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen tersebut.Pertama, kesulitan administratif, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikansekolah eksperimen. Kedua, masalah teknis dan logis, yaitu kesulitan menciptakankondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji. Ketiga, sukar untuk mencampurkan guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimendengan kelompok kontrol, pengaruh guru- guru tersebut sukar dikontrol.Keempat, ada keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat dilakukan. 2) Evaluasi model objektif Evaluasi model objektif (model tujuan) berasal dari Amerika Serikat.Perbedaan model objektif dengan model komparatif adalah dalam dua hal.Pertama dalam model objektif, evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum. Para evaluator juga mempunyai perananmenghimpun pendapat-pendapat orang luar tentang inovasi kurikulum yangdilaksanakan. Evaluasi dilakukan pada akhir pengembangan kurikulum, kegiatan penilaian ini sering disebut evaluasi sumatif. Dalam hal-hal tertentu sering evaluator bekerja sebagai bagian dari tim pengembang. Informasi-informasi yang diperoleh dari hasil penilaiannya digunakan untuk penyempurnaan inovasi yangsedang berjalan. Evaluasi ini sering disebut evaluasi formatif. Kedua, kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat objektif (tujuan khusus). Keberhasilan pclaksanaan kurikulum diukur oleh penguasaan siswa akan tujuan-tujuan tersebut. Para pengembang kurikulum yangmenggunakan sistem instruksional (model objektif) menggunakan standar pencapaian tujuan-tujuan tersebut. 3. Model campuran multivariasi Evaluasi model perbandingan (comparative approach) dan model Tylor dan Bloom melahirkan evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari kedua pendekatan tersebut. Strategi ini memungkinkan pembandingan lebih dari satu kurikulum dan secara serempak keberhasilan flap kurikulum diukur berdasarkan kriteria khusus dari masing-masing kurikulum. Seperti halnya pada eksperimen lapangan serta usaha-usaha awal dari Tylor dan Bloom, metode ini pun terlepas dari proyek evaluasi. Langkah- langkah model multivariasi tersebut adalah sebagai berikut: 1) Mencari sekolah yang berminat untuk dievaluasi/diteliti. 2) Pelaksanaan program. Bila tidak ada pencampuran sekolah tekanannya pada partisipasi yang optimal. 3) Sementara tim menyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan metode global dan metode unsur, dapatdisiapkan tes tambahan. 4) Bila semua informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan komputer. 5) Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dari beberapa variabel yang berbeda. Sedangkan model evaluasi kurikulum yang lainnya diantaranya adalah : Model Black Box Tyler dan Model CIPP. 1. Model Black Box Tyler Model tyler dinamakan Black Box karena tidak ada nama resmi yang diberikan oleh pengembangnya. Model ini dibangun atas dua dasar, yaitu : evaluasi yang ditujukan kepada peserta didik dan evaluasi harus
  • 9. dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum suatu pelaksanaan kurikulum serta pada saat peserta didik telah melaksanakan kurikulum tersebut. Evaluasi kurikulum yang sebenarnya hanya berhubungan dengan hasil belajar. Evaluasi terhadap kurikullum sebagai kegiatan tidak dimasukkan dalam ruang lingkup evaluasi kurikulum oleh Tyler. Dalam pelaksanannya ada tiga prosedur utama yang harus dilakukan, yaitu : 1) Menentukan tujuan kurikulum yang akan dievaluasi. 2) Menentukan evaluasi dimana peserta didik akan mendapatkan kesempatan untuk memperlihatkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan. 3) Menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik. 1. Model CIPP Model ini dikembangkan sebuah tim yang diketuai Stufflebeam yang bekerja sebagai profesordi Ohio State University. Meskipun demikian tim yang dipimpinnya terdiri dari para sarjana bekerja di berbagai universitas, salah satunya, Gephart, bekerja di Phi Delta Kappa (PDK). Organisasi tersebut yang bertindak sebagai sponsor. Nama CIPP lebih dikenal masyarakat perguruan tinggi dan kalangan evaluator karena langsung menunjukkan karakteristik model yang dimaksud, Context, Input, Process, dan Product. Dalam pelaksanaannya, evaluasi proses dari model CIPP bertujuan memperbaiki keadaan yang ada. Evaluator diminta untuk menentukan sampai sejauh mana rencana inovasi kurikulum dilaksanakan di lapangan, hambatan- hambatan apa yang ditemui yang tidak diperkirakan sebelemnya, dan perubahan-perubahan apa yang harus dilakukan terhadap inovasi kurikulum tersebut. Evaluasi hasil adalah evaluasi berikutnya dalam model CIPP. Tujuan utamanya untuk menentukansampai sejauh mana kurikullum yang diimplementasikan tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang menggunakannya (Stufflebeam, 1983:134). Model CIPP lebih menekankan pada peran sumatif sedangkan model Scriven, baik formatif-sumatif maupun Goal Free, sangat memberikan perhatian yang besar terhadap peran formatif. Karena sifatnya yang sangat menekankan fungsi sumatif ketika berkaitan dengan evaluasi produk, sangat berbahaya kalau evaluasi produk dalam model CIPP dilakukan secara terpisah dengan evaluasi proses dan masukan. Keterbatasan ruang lingkup evaluasi produk merupakan hambatan sehingga informasi yang diberikannya tidak cukup kuat untuk digunakan sebagai landasan dalam menentukan nasib suatu inovasi kurikulum. BAB IX KONSEP DASAR PEMBELAJARAN 1. A. Konsep Belajar Menurut Sudjana,1989 Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu. Sedangkan menurut Witherington, 1952 menyebutkan bahwa “Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai suatu pola-pola respon yang berupa keterampilan, sikap, kebiasaan, kecakapan atau pemahaman”. Beberapa hal yang berkaitan dengan pengertian belajar yaitu belajar suatu proses yang berkesinambungan yang berlangsung sejak lahir hingga akhir hayat, dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen, hasil belajar ditunjukan dengan tingkah laku,dalam belajar ada aspek yang berperan yaitu motivasi, emosional, sikap,dan yang lainnya. Menurut Gagne dan Briggs (1988), perubahan tingkah laku dalam proses belajar menghasilkan aspek perubahan seperti kemampuan membedakan, konsep kongkrit, konsep terdefinisi, nilai, nilai/aturan tingkat tinggi, strategi kognitif, informasi verbal, sikap, dan keterampilan motorik. Jadi belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang berkesinambungan antara berbagai unsur dan berlangsung seumur hidup yang didorong oleh berbagai aspek seperti motivasi, emosional, sikap dan yang lainnya dan pada akhirnya menghasilkan sebuah tingkah laku yang diharapkan. Unsur utama dalam belajar adalah individu sebagai peserta belajar, kebutuhan sebagai sumber pendorong, situasi belajar, yang memberikan kemungkinan terjadinya kegiatan belajar. 1. B. Konsep pembelajaran Pembelajaran (instruction) merupakan akumulasi dari konsep mengajar (teaching) dan konsep belajar (learning). Penekanannya terletak pada perpaduan antara keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep tersebut dapat dipandang sebagi suatu sistem. sehingga dalam sistem belajar ini terdapat komponen-komponen siswa atau peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas dan prosedur serta alat atau media yang harus dipersiapkan. Davis, l974 mengungkapkan bahwa learning system menyangkut pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalamanbelajar, fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur yang mengatur interaksi perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan sedangkan dalam system teaching sistem, komponen perencanaan mengajar, bahan ajar, tujuan, materi dan metode, serta penilaian dan langkah mengajar akan berhubungan dengan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan. Kenyataan bahwa dalam proses pembelajaran terjadi pengorganisasian, pengelolaan dan transformasi informasi oleh dan dari guru kepada siswa.
  • 10. 1. C. Komponen-komponen Pembelajaran Menurut Meier, 2002 mengemukakan bahwa semua pembelajaran manusia pada hakekatnya mempunyai empat unsur, yakni persiapan (preparation), penyampaian (presentation), pelatihan (practice), penampilan hasil (performance). Pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional yang mengacu pada seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Komponen strategi pembelajaran tersebut adalah: 1. 1. Guru Guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga dalam hal ini guru merupakan faktor yang terpenting. Di tangan gurulah sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran. Komponen guru tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa oleh komponen lain, dan sebaliknya guru mampu memanipulasi atau merekayasa komponen lain menjadi bervariasi. Sedangkan komponen lain tidak dapat mengubah guru menjadi bervariasi. Tujuan rekayasa pembelajaran oleh guru adalah membentuk lingkungan peserta didik supaya sesuai dengan lingkungan yang diharapkan dari proses belajar peserta didik, yang pada akhirnya peserta didik memperoleh suatu hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu, dalam merekayasa pembelajaran, guru harus berdasarkan kurikulum yang berlaku. 1. 2. Peserta didik Peserta didik merupakan komponen yang melakukan kegiatan belajar untuk mengembangkan potensi kemampuan menjadi nyata untuk mencapai tujuan belajar. Komponen peserta ini dapat dimodifikasi oleh guru. 1. 3. Tujuan Tujuan merupakan dasar yang dijadikan landasan untuk menentukan strategi, materi, media dan evaluasi pembelajaran. Untuk itu, dalam strategi pembelajaran, penentuan tujuan merupakan komponen yang pertama kali harus dipilih oleh seorang guru, karena tujuan pembelajran merupakan target yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran 1. 4. Bahan Pelajaran Bahan pelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berupa materi yang tersusun secara sistematis dan dinamis sesuai dengan arah tujuan dan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan tuntutan masyarakat. Menurut Suharsimi (1990) bahan ajar merupakan komponen inti yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran. 1. 5. Kegiatan pembelajaran Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal, maka dalam menentukan strategi pembelajaran perlu dirumuskan komponen kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses pembelajaran. 1. 6. Metode Metode adalah satu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penentuan metode yang akan digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran yang berlangsung. 1. 7. Alat Alat yang dipergunakan dalam pembelajran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran alat memiliki fungsi sebagai pelengkap untuk mencapai tujuan. Alat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat verbal dan alat bantu nonverbal. Alat verbal dapat berupa suruhan, perintah, larangan dan lain-lain, sedangkan yang nonverbal dapat berupa globe, peta, papan tulis slide dan lain-lain. 1. 8. Sumber Pembelajaran Sumber pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat atau rujukan di mana bahan pembelajaran bisa diperoleh. Sehingga sumber belajar dapat berasal dari masyarakat, lingkungan, dan kebudayaannya, misalnya, manusia, buku, media masa, lingkungan, museum, dan lain-lain. 1. 9. Evaluasi Komponen evaluasi merupakan komponen yang berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, juga bisa berfungsi sebagai sebagai umpan balik untuk perbaikan strategi yang telah ditetapkan. Kedua fungsi evaluasi tersebut merupakan evaluasi sebagai fungsi sumatif dan formatif. 1. 10. Situasi atau Lingkungan Lingkungan sangat mempengaruhi guru dalam menentukan strategi pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud adalah situasi dan keadaan fisik (misalnya iklim, madrasah, letak madrasah, dan lain sebagainya), dan hubungan antar insani, misalnya dengan teman, dan peserta didik dengan orang lain. Contoh keadaan ini misalnya menurut isi materinya seharusnya pembelajaran menggunakan media masyarakat untuk pembelajaran, karena kondisi masyarakat sedang rawan, maka diubah dengan menggunakan metode lain, misalnya membuat kliping. BAB X TEORI-TEORI BELAJAR
  • 11. 1. A. Teori Belajar Behavioristik Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. 1. Teori Belajar Kognitif Dalam bab sebelumnya telah dikemukan tentang aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. • Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman- temanya. 1. Teori Belajar Konstruktivisme Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8). Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8). BAB XI PERANAN PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN 1. A. Peranan Pendidik dalam Pembelajaran Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik/guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar ini memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan
  • 12. hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Peran guru dalam proses belajar-mengajar , guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar(teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih (coach),pembimbing (counselor) dan manager belajar (learning manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan. Di mana sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya. Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran, masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun oleh komputer yang paling modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem, nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan Iain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya. Namun harus diakui bahwa sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang cepat (di Indonesia 2,0% atau sekitar tiga setengah juta lahir manusia baru dalam satu tahun) dan kemajuan teknologi di lain pihak, di berbagai negara maju bahkan juga di Indonesia, usaha ke arah peningkatan pendidikan terutama menyangkut aspek kuantitas berpaling kepada ilmu dan teknologi. Misalnya pengajaran melalui radio, pengajaran melalui televisi, sistem belajar jarak jauh melalui sistem modul, mesin mengajar/ komputer, atau bahkan pembelajaran yang menggunak system E-learning (electronic learning) yaitu pembelajaran baik secara formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti internet, CD-ROM, video tape, DVD, TV,handphone, PDA, dan lain-lain (Lende, 2004). Akan tetapi, e-learning pembelajaran yang lebih dominan menggunakan internet (berbasis web). Sungguhpun demikian guru masih tetap diperlukan. Sebagai contoh dalam pengajaran modul, peranan guru sebagai pembimbing belajar justru sangat dipentingkan. Dalam pengajaran melalui radio, guru masih diperlukan terutama dalam menyusun dan mengembangkan disain pengajaran. Demikian halnya dalam pengajaran melalui televisi. Dengan demikian dalam sistem pengajaran mana pun, guru selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan, hanya peran yang dimainkannya akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem tersebut. Dalam pengajaran atau proses belajar mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada gurulah tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah. Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangatlah signifikan dalam proses belajar mengajar. Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah peran yang dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai: 1) Demonstrator 2) Manajer/pengelola kelas 3) Mediator/fasilitator 4) Evaluator 1. B. Peran Peserta Didik dalam Pembelajaran Setiap Peserta didik memiliki gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki peresta didik tersebut Bobi Deporter (1992) menamakannya sebagai unsure modalitas belajar. Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar siswa ,yaitu tipe visual, auditorial dan kinestetik. Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, artinya peserta didik akan lebih cepat belajar dengan cara menggunakan indra penglihatannya. Tipe auditprial, adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alatpendengarannya.; sedangkan Tipe kinestetik adalah tipe belajar dengan cara bergerak,bekerja,dan menyentuh. Dalam peroses pembelajaran kontekstual, setiap pendidik perlu memahami tipe belajar dalam dunia peserta didik ,artinya pendidik perlu menyesuaikan gaya menggajar terhadap gaya belajar peserta didik. Dalam peroses pembelajaran konvensional hal ini sering terlupakan, sehingga peroses pembelajaran tidak ubahnya sebagai peroses pemakasaaan kehendak, yang menurut Paulo Frerresebagai sistem penindasan. Sehubungan dengan hal itu terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi guru manakala menggunakan pendekatan CTL. 1. Sisiwa dalam pembelajaran kontektual sebagai individu yang sedang berkembang.kemampuan seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil,melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan. 2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan ,kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru, oleh karena itulah belajab bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang, dengan demikian guru berperan dalam memilih bahan –bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa. 3. Belajar bagi siswa adalah peroses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang beru dengan hal-hal yang sudah diketahuinya. Dengan demikian peran guru dalah membantu agar setiap siswa mampu
  • 13. menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya. 4. Belajar bagi anak adalah peroses menyempurnakan sekema yang telah ada (asimilasi) atau peroses pembentukan sekema (akomondasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan peroses asimilasi dan peroses akomondasi. Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh anak bukan dari informasi yang berkaitan oleh orang lain tyermasuk guru,akan tetapi dari peroses penemuan dan pengonstrusianyasendiri, maka guru hatrus menghindari mengajart sebagai peroses penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya, siswa adalah organisme yang aktif yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri. Kalaupun guru memberikan informasi kepada siswa, guru harus memberi kesempatan untuk menggali informasi itu agar lebih bermakana untuk kehidupan mereka. Tahap perkembangan peserta didik mengandung tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikannya, serta mengimplikasikan kemampuan dan kesiapan belajarnya. Karena itu, keberhasilan pendidik dalam melaksanakan peranannya akan dipengaruhi oleh pemahamannya tentang perkembangan peserta didik serta Kemampuan mengaplikasikannya dalam praktik pendidikan. BAB XII PENDEKATAN DAN MODEL PEMBELAJARAN 1. A. Pendekatan pembelajaran Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Roy Killen (1998) mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher- centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centred approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif. Dalam Proses pembelajaran ada dua pendekatan yaitu pendekatan Deduktif dan pendekatan Induktif. 1. Pendekatan deduktif Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum dan diikuti dengan contoh contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum ke dalam keadaan khusus. Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan khusus menuju keadaan umum.Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus (going from the general to the specific). 1. Pendekatan Induktif Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum (going from specific to the general). Perbedaan yang lebih mencolok antara sistem deduktif dan induktif adalah: kandungan atau isi (contents) teori deduktif kadang bersifat global (makro) sedangkan teori induktif umumnya bersifat partikularistik (mikro). Oleh karena premis sistem deduktif bersifat total dan menyeluruh maka kesimpulannya pasti bersifat global. Sistem induktif, karena didasarkan kepada fenomena empiris umumnya hanya berfokus kepada sebagian kecil dari fenomena tersebut yang relevan dengan permasalahan yang diamatinya. Meskipun pembedaan antara sistem deduktif dan induktif bermanfaat untuk maksud pengajaran, dalam praktek riset pembedaan ini seringkali tidak berlaku. Dengan kata lain, keduanya bukanlah pendekatan yang saling bersaing tetapi saling melengkapi (complementary) dan seringkali digunakan secara bersama. Metode induktif bisa digunakan untuk menilai ketepatan (appropriateness) premis yang pada mulanya digunakan dalam suatu sistem deduktif. Selain itu juga ada pendekatan pembelajaran yang popular di zaman sekarang salah satunya yaitu pendekatan pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Pendekatan Konstruktivisme. 1. Pembelajaran Kontekstual Pendekatan konstektual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama(cooperating) dan mentransfer (transferring).
  • 14. Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual: a) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. b) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks c) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri. d) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri. e) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. f) Menggunakan penilaian otentik 1. Pendekatan Konstruktivisme Konstruktivisme (constructivisvism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Pendekatan konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyaipengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti: a) Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada. b) Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka. c) Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. d) Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada. e) Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah. f) Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar. 1. B. Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat- perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Joyce, 1992 ). Soekamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.” Model pembelajaran mempunvai empat ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah: a) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; b) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); c) Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur, 2000 ) Adapun salah satu model pembelajaran yaitu sebagai berkut : 1. 1. Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD) Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti. Langkah-langkah: 1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.). 2) Guru menyajikan pelajaran. 3) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti. 4) Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu. 5) Memberi evaluasi. 6) Penutup. Kelebihan: 1. Seluruh siswa menjadi lebih siap. 2. Melatih kerjasama dengan baik. Kekurangan: 1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan. 2. Membedakan siswa.
  • 15. 1. 2. Model Examples Non Examples Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD. Langkah-langkah: 1) Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran. 2) Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP. 3) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar. 4) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas. 5) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. 6) Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai. 7) KKesimpulan. Kebaikan: 1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar. 2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar. 3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Kekurangan: 1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar. 2. Memakan waktu yang lama. 1. 3. Model Lesson Study Lesson Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnyadisebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida. Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: 1) Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi: 1. Perencanaan. 2. Praktek mengajar. 3. Observasi. 4. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran. 2) Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang. 3) Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana. 4) Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui. 5) Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya. 6) Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2). Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut: - Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas. - Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah. BAB XIII INOVASI KURIKULUM dan PEMBELAJARAN 1. A. Konsep Inovasi Inovasi dilakukan apabila guru benar-benar menyakini bahwa pembaharuan itu memang harus dilakukan dan diperlukan. Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya manuasia. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya. Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) invention dan discovery. Dalam kaitan ini Ibrahim (1989) mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery. Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah (Subandiyah, 1992:80). 1. B. Inovasi Kurikulum inovasi kurikulum adalah suatu gagasan atau praktek kurikulum baru dengan mengadopsi bagian-bagian yang potensial dari kurikulum tersebut dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu. Inovasi sendiri terkait dengan pengambilan keputusan yang diambil, baik menerima bahkan menolak hasil dari inovasi. Ibrahim (1988: 71-73) menyebutkan bahwa tipe keputusan inovasi pendidikan termasuk didalamnya
  • 16. inovasi kurikulum dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: 1. Keputusan inovasi pendidikan opsional, yang mana pemilihan menerima atau menolak inovasi berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh individu secara mandiri tanpa tergantung atau terpengaruh dorongan anggota sosial lain; 2. Keputusan inovasi pendidikan kolektif, yang mana pemilihan menerima dan menolak inovasi berdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama atas kesepakatan antar anggota sistem sosial; 3. Keputusan inovasi pendidikan otoritas, yang mana pemilihan untuk menerima dan menolak inovasi yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kedudukan, status, wewenang dan kemapuan yang lebih tinggi daripada anggota lain dalam sistem sosial; 4. Keputusan inovasi pendidikan kontingen, yang mana pemilihan untuk menerima atau menolak keputusan inovasi pendidikan baru dapat dilakukan setelah ada keputusan yang mendahuluinya. C. Inovasi Pembelajaran Inovasi pembelajaran bertujuan untuk menghadapi tantangan-tantangan pembelajaran yang makin hari makin menantang dan beragam dan memperoleh alternative tindakan pembelajaran lain selain yang sudah ada. Pembelajaran yang sudah ada sebelumnya seperti pembelajaran kognitivisme, konstruktivisme, humanisme, dan yang lainnya belum memanfaatkan kerja otak sepenuhnya, sehingga tercetus suatu teori tentang pembelajaran berbasis otak dimana pembelajaran ini memaksimalkan kerja otak kita dari otak kanan, tengah, kiri, depan, dan belakang. Untuk melaksanakan kegiatan inovasi pembelajaran ini, salah satu paradigma pembelajaran yang inovatif adalah pembelajaran yang berbasis penelitian tindakan kelas yang mengoptimalkan kerja otak. Inovasi pembelajaran dapat diartikan secara umum yaitu sebagai suatu hal baru (belum pernah dipahami), bersifat kaulitatif, prosesnya dengan kesengajaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan (sumber tenaga, uang, sarana, dan struktur organisasi. Guru harus melakukan inovasi dalam perencanaan pembelajaran untuk membantu guru dan siswa dalam mengkreasi, menata, dan mengorganisasi pembelajaran sehingga memungkinkan peristiwa belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan belajar. Cara melakukan inovasi pembelajaran yaitu dengan mengenali faktor pendukung, mengenali segala informasi yang berkenaan dengan inovasi pembelajaran, berkomunikasi dengan referensi dan nara sumber, cari orang-orang yang mempunyai visi, persepsi, kepentingan dan tujuan yang sama, pelajarilah atau lihatlah model-model inovasi pembelajaran yang telah ada, misalnya video pembelajaran, dan lain sebagainya.
  • 17. Jalur Pendidikan Menurut Perspektif Islami Pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan secara sadar dengan membimbing, mengasuh anak atau peserta didik agar dapat meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Karena itu, pendidikan Islam merupakan pendidikan yang sangat ideal, pendidikan yang menyelaraskan antara pertumbuhan fisik dan mental, jasmani dan rohani, pengembangan individu dan masyarakat, serta kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam pandangan Islam, pendidikan dilaksanakan dalam 3 jalur, yakni lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Menurut Ki Hajar Dewantara, ketiga jalur pendidikan ini disebut “Tri Pusat Pendidikan”. Pendidikan dalam lingkungan keluarga, disebut jalur pendidikan informal.Dalam lingkungan inilah sebagai dasar pertama anak dipelihara dan dididik serta menerima sejumlah nilai dan norma yang ditanamkan kepadanya. Pendidikan dalam lingkungan sekolah, disebut jalur pendidikan formal. Dalam lingkungan ini, mereka berkumpul dengan umur yang hampir sama, dengan taraf pengetahuan yang kurang lebih sederajat dan secara sekaligus menerima pelajaran yang sama. Pendidikan dalam lingkungan masyarakat, disebut jalur pendidikan non formal. Dalam lingkungan ini, mereka mendapatkan berbagai pendidikan yang berasal dari berbagai pihak, misalnya tokoh-tokoh masyarakat dan termasuk yang berasal dari realita sekitarnya secara berkesinambungan. Ketiga jalur pendidikan yang disebutkan di atas, sangat terkait satu sama lain dan saling menunjang untuk mewujudkan tujuan inti pendidikan Islam, yakni pembentukan budi pekerti luhur yang diistilahkan dengan akhlak al-karimah. Ketiga jalur pendidikan dilaksanakan secara berkesinambungan tanpa dibatasi waktu dan tempat, yaitu: 1. Jalur Pendidikan Informal Pendidikan informal yang disebut sebagai jalur pendidikan dalam lingkungan keluarga adalah sebagai wadah dan wahana pertama seseorang menerima pendidikan dari orang tuanya dan anggota keluarga lainnya. Dengan demikian, kepribadian seseorang mula-mula terbentuk dari hasil interaksi keluarga. Struktur keluarga terjadi disebabkan adanya ikatan darah secara natural (natural blood ties) yang didahului dengan pernikahan, kemudian lahir anggota keluarga yang disebut dengan anak yang merupakan obyek didikan dari orang tua. Dalam dimensi psikologis seorang anak membutuhkan bimbingan, dan pembinaan perkembangan jiwanya dalam keluarga. Yang memiliki peranan penting dalam keluarga ini adalah ibu, khususnya untuk masa-masa awal perkembangan anak. Ibulah yang paling banyak memberikan rasa kasih sayang dan aman kepada anak. Fungsi ibu disini sebagai amirah sumber rasa aman. Sedangkan ayah diharapkan memiliki sifat Abdullah yang memberikan muatan pada lahan subur jiwa anak yang telah dipersiapkan atau terus dipupuk oleh ibu. Menurut Zakiah Daradjat, tanggung jawab pendidikan Islam menjadi beban orang tua dalam lingkungan keluarga antara lain: a. Memelihara dan membesarkan anak ini bentuk yang sederhana bagi setiap orang dan merupakan bentuk yang alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup anak. b. Melindungi dan mengayomi, baik jasmani maupun rohani, dari berbagai gangguan penyakit dan menghindari pelecehan dari tujuan hidup. c. Memberikan pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan. d. Membahagiakan anak, dunia maupun akhirat sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup. Dengan demikian, orang tua dituntut untuk menjadi pendidik yang memberikan pengetahuan pada anak- anaknya, serta memberikan sikap dan keterampilan yang memadai, memimpin keluarga dan mengatur kehidupannya, memberikan contoh sebagai keluarga yang ideal, dan bertanggung jawab dalam kehidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. 2. Jalur Pendidikan Formal Secara kelembagaan maka sekolah-sekolah pada hakekatnya adalah merupakan lembaga pendidikan yang sengaja diadakan, yang memiliki fungsi dan peranan sebagai lembaga pendidikan lanjutan dari pendidikan keluarga. Dalam perspektif Islam, fungsi sekolah sebagai media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, aqidah dan syariah dalam upaya penghambaan diri terhadap Allah dan mentauhidkan-Nya sehingga manusia
  • 18. terhindar dari penyimpangan fitrahnya. Artinya, perilaku anak diarahkan agar tetap mempertahankan naluri keagamaan tidak keluar dari bingkai normativisme Islam. Arifin mengemukakan bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan formal fungsi dan tugasnya adalah: a. Membantu mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang dapat dipergunakan untuk memperoleh nafkah hidupnya masing-masing. b. Membantu mempersiapkan anak-anak agar menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan memecahkan masalah kehidupan, baik secara individu, bersama (masyarakat), atau bangsa. c. Meletakkan dasar-dasar hubungan sosial, agar anak-anak mampu merealisasikan dirinya (self realization) secara bersama-sama di dalam masyarakat yang dilindungi Allah. d. Membantu anak-anak menjadi muslim, mukmin dan muttaqin. Untuk tetap mewujudkan peran dan fungsi sekolah di atas, partisipasi segala pihak sangat dibutuhkan, termasuk orang tua, pemerintah dan masyarakat sekitar. 3. Jalur Pendidikan Non Formal Pendidikan dalam masyarakat yang diistilahkan pendidikan non formal adalah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja. Pendidikan ini dapat disesuaikan dengan daerah masing-masing dan menjadi obyek sasaran atau raw input yang menyangkut : a. Penduduk usia sekolah yang tidak sempat masuk sekolah atau pendidikan formal atau orang dewasa yang menginginkan. b. Mereka yang drop out dari sekolah atau pendidikan formal baik dari segala jenjang pendidikan. c. Mereka yang telah lulus satu tingkat pendidikan formal tertentu tetapi tidak meneruskan lagi. d. Mereka yang telah bekerja tetapi masih ingin mempunyai keterampilan tertentu. Dilihat dari raw input, maka pendekatan pendidikan non-formal harus bersifat fungsional dan praktis serta berpandangan luas berintegrasi satu sama lain yang akhirnya bagi yang berkepentingan dapat mengikutinya dengan bebas tetapi juga dengan peraturan tertentu. Ada beberapa jalur pendidikan di masyarakat (non-formal) yang cukup eksis dewasa ini, yakni: a. Pendidikan di Masjid Fungsi masjid selain sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat kegiatan belajar-mengajar dan bermusyawarah dalam membahas persoalan-persoalan keumatan. Di masjid mereka akan menerima pendidikan (berbagai informasi) disebabkan pusat kegiatan ritual dalam suatu masyarakat adalah di masjid. b. Pendidikan pada Yayasan-Yayasan Pada dasarnya, yayasan sebagai lembaga keagamaam mempunyai tugas dalam penyelenggaraan pendidikan agama dan mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan agama bagi anak-anak, termasuk juga orang dewasa. c. Majelis Ta’lim Majelis Ta’lim adalah sebagai suatu wadah atau tempat dalam menyampaikan informasi-informasi pendidikan dan pengajaran. Dapat juga diartikan sebagai lembaga pendidikan non-formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, diikuti oleh jamaah yang relatif banyak, bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang harmonis antara sesama umat.
  • 19. Teori Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi Sebagai landasan pendidikan Islam, maka al-Qur’an memiliki kedudukan sebagai qat‟ī al-dalālah. Sedangkan hadis, ada yang qat‟ī al-dalālah dan ada yang zannī al-dalālah. Karena demikian halnya, maka yang harus dijadikan landasan pertama dan utama dalam pendidikan Islam adalah al-Qur’an, di mana di dalamnya banyak ditemukan ayat yang berkenaan dengan teori belajar-mengajar, dan teori belajar-mengajar itu sendiri merupakan esensi dari pendidikan. Di samping teori belajar mengajar, ada pula teori nativisme, empirisme, dan konvergensi. Teori-teori ini erat kaitannya dengan teori belajar mengajar yang bersumber dari aliran-aliran klasik dan merupakan benang merah yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pendidikan masa lalu, kini, dan mungkin yang akan datang. Aliran- aliran itu mewakili berbagai variasi pendapat tentang pendidikan, mulai dari yang paling pesimis sampai dengan yang paling optimis. Aliran yang paling pesimis memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat, bahkan mungkin merusak bakat yang telah dimiliki anak. Sedang sebaliknya, aliran yang sangat optimis memandang anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati. Banyak pemikiran yang berada di antara kedua kutub tersebut, yang dipandang sebagai variasi gagasan dan pemikiran dalam pendidikan. Ketiga aliran pendidikan yang disebutkan di atas, juga memiliki keterkaitan erat dengan petunjuk al-Qur’an tentang masalah fitrah manusia. Karena itulah, maka dapat dirumuskan bahwa sangat penting untuk dibahas berbagai petunjuk al-Qur’an tentang teori belajar mengajar dan kaitannya dengan teori nativisme, teori empirisme, dan teori konvergensi. Terdapat perbedaan pandangan tentang teori belajar dalam berbagai aliran-aliran pendidikan. Perbedaan- perbedaan itu, berpangkal pada berbedanya pandangan tentang perkembangan manusia yang banyak ditemukan pembahasannya dalam psikologi pendidikan. Teori-teori belajar dan mengajar yang muara akhirnya adalah perkembangan intelektual, pada dasarnya dapat dilihat dari berbagai teori yang terdapat dalam tiga aliran pendidikan, yakni aliran nativisme, aliran empirisme, dan aliran konvergensi. 1. Nativisme Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar. Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar. Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan. 2. Empirisme Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa lahir manusia. Dengan kata lain bahwa manusia itu lahir dalam keadaan suci, tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.
  • 20. Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan peserta didiknya. Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik dalam mengajar mereka. 3. Konvergensi Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua- duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia. Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki otak yang cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam proses belajar peserta didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan keberhasilan dalam pembelajaran. Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, empirisme dan konvergensi, dikaitkan dengan teori belajar mengajar kelihatan bahwa kedua aliran yang telah disebutkan (nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan. Adapun kelemahan yang dimaksudkan adalah sifatnya yang ekslusif dengan cirinya ekstrim berat sebelah. Sedangkan aliran yang terakhir (konvergensi) pada umumunya diterima seara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang seorang peserta didik dalam kegiatan belajarnya. Meskipun demikian, terdapat variasi pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu. Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. Menurut aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justru lingkungan yang mempengaruhi peserta didik tersebut. Selanjutnya menurut aliran konvergensi bahwa antara lingkungan dan bakat pada peserta didik yang terbawa sejak lahir saling memengaruhi. Al-Qur’an sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam menerangkan teori belajar mengajar telah memberikan konsep terhadap pemikiran yang terdapat aliran nativisme, empirisme dan konvergensi. Dalam hal ini, al-Qur’an menegaskan bahwa pembawaan seorang anak (peserta didik) sejah lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini adalah dasar keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut al-Qur’an di samping dapat menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat menerima pengaruh dari luar (lingkungan). Untuk mengembangkan fitrah ini, maka pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat penting peranannya.
  • 21. Konsep al-Qur’an Tentang Fitrah dan Kaitannya dengan Teori Belajar-Mengajar Setiap manusia dapat memperoleh pendidikan dan hasil belajar yang baik sesuai dengan petunjuk agama. Dalam hal ini, agama Islam dengan al-Qur’an sebagai sumber utamanya menuntut penganutnya untuk memperdalam ilmu pengetahuannya, sesuai dengan tabiat agama. Ini berarti bahwa teori-teori aliran kependidikan yakni teori nativisme, empirisme, dan kovergensi bukan menjadi acuan konsep pendidikan al-Qur’an. Namun al-Qur’an lah yang memberikan konsep terhadap aliran-aliran pendidikan tersebut. Menurut al-Qur’an, tabiat manusia adalah homo religious (makhluk beragama) yang sejak lahirnya membawa suatu kecenderungan beragama. Dalam hal ini, pada QS. al-Rum (30): 30 Allah berfirman : "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". Term fitrah dalam ayat di atas, mengandung interpretasi bahwa manusia diciptakan oleh Allah mempunyai naluri beragama, yakni agama tauhid. Potensi fitrah Allah pada diri manusia ini menyebabkannya selalu mencari realitas mutlak, dengan cara mengekspresikannya dalam bentuk sikap, cara berpikir dan bertingkah laku. Karena sikap ini manusia disebut juga sebagai homo educandum (makhluk yang dapat didik) dan homo education (makhluk pendidik), karena pendidikan baginya adalah suatu keharusan guna mewujudkan kualitas dan integritas kepribadian yang utuh. Posisi manusia sebagai homo religious dan homo educandum serta homo educationsebagaimana disebutkan di atas, mengindikasikan bahwa sikap kegiatan belajar bagi setiap manusia dapat diarahkan melalui proses pendidikan dengan memandang fitrah sebagai obyek yang harus dikembangkan dan disempurnakan, dengan cara membimbing dan mengasuhnya agar dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran keagamaan (Islam) secara universal. Dalam hal ini, al-Qur’an maupun hadis meskipun tidak secara eksplisit membicarakan tentang konsep dasar keberagamaan yang dimaksud, tetapi secara implisit dari konteks ayat maupun hadis terdapat petunjuk yang mengarah tentang pendidikan keberagamaan. Misalnya saja, dalam QS. al-Tahrim (66) : 6 Allah berfirman: "Hai orang-orang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari neraka…" Muatan ayat tersebut sebagai motivasi bagi setiap orang tua (khususnya orang-orang beriman) untuk selalu mengawasi anak-anak mereka dalam aspek pendidikan, karena anak-anak atau keluarga merupakan sebagai bagian terpenting dari struktur rumah tangga. Dengan kata lain, orang tua hendaknya tidak mengabaikan kewajiban edukatifnya, yakni memelihara, membimbing dan mendidik anak-anaknya menjadi anggota keluarga yang senang pada kebaikan dan menjauhi kemaksiatan. Secara jelas perintah tersebut mengarah pada aspek pembinaan mental keberagamaan anak dalam rangka mewujudkan suasana keluarga sakinah yang selalu taat menjalani fungsinya dengan baik. Wadah inilah sebagai penentu keberagamaan anak di masa depan. Kaitannya dengan Nabi saw bersabda dalam satu hadisnya: "Dari Abi Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tualah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi". Konteks hadis tersebut relevan dengan QS. al-Rum (30): 30 bahwa hakekat fitrah keimanan sebagai petunjuk bagi orang tua agar lebih mengarahkan fitrah yang dimiliki anak secara bijaksana. Di samping itu, ayat dan hadis Nabi saw tersebut mengandung implikasi bahwa fitrah merupakan suatu pembawaan manusia sejak lahir, dan mengandung nilai-nilai religius dan keberlakuannya mutlak. Di dalam fitrah mengandung pengertian baik- buruk, benar-salah, indah-jelek dan seterusnya. Dalam aliran pendidikan misalnya nativisme, memandang pembawaan tidak dapat dirubah oleh lingkungan, demikian pula sebaliknya dalam empirisme memandang bahwa lingkungan dapat merubah pembawaan (bakat)
  • 22. anak sejak lahir, seterusnya konvergensi memandang bahwa pembawaan (bakat) sebagai faktor internal dan lingkungan faktor eksternal saling mempengaruhi. Kaitannya dengan ini, maka dalam perspektif al-Qur’an ditegaskan bahwa fitrah adalah pembawaan keagamaan dan suatu saat keagamaan seseorang dipengaruhi oleh lingkungan. Artinya bahwa fitrah tidak dapat berkembang tanpa adanya pengaruh positif dari lingkungannya yang mungkin dapat dimodifikasi atau dapat diubah secara drastis bila lingkungan itu tidak memungkinkan untuk menjadi fitrah itu lebih baik. Jadi, faktor-faktor yang bergabung dengan fitrah dan sifat dasarnya bergantung pada sejauh mana interaksi dengan fitrah itu berperan. Pada sisi lain, tentu saja fitrah yang dibawa oleh setiap manusia sejak kecil, pada perkembangannya nanti akan mengalami tingkatan-tingkatan yang bervariasi, sesuai dinamika dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Karena demikian halnya, maka hasil yang diraih dari proses belajar dapat dilihat sejauh mana fitrah itu berperan. Faktor pertama yang mempengaruhi hasil belajar mengajar, jika merujuk pada teks hadis terdahulu adalah lingkungan keluarga, sebagai unit pertama dan institusi pertama anak dipelihara, dibesarkan dan dididik. Lingkungan keluarga di sini memberikan peranan yang sangat berarti dalam proses keberhasilan anak dalam pendidikan. Sebab di lingkungan inilah anak menerima sejumlah nilai dan norma yang ditanamkan sejak awal kepadanya. Pada masa kecil, keimanan anak belum merupakan suatu keyakinan sebagai hasil pemikiran yang obyektif, tetapi lebih merupakan bagian dari kehidupan alam perasaan yang berhubungan erat dengan kebutuhan jiwanya akan kasih sayang, rasa aman dan kenikmatan jasmaniah. Peribadatan anak pada masa ini masih merupakan tiruan dan kebiasaan yang kurang dihayati. Peniruan sangat penting dalam kehidupan anak, mulai dari bahasa, mode, adat istiadat dan sebagainya. Hampir semua kehidupan anak berpangkal pada proses peniruan. Misalnya saja, apabila anak-anak itu melihat orang tuannya shalat, maka mereka juga mencoba untuk mengikutinya. Maka dari itu, lingkungan keluarga (rumah tangga) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat dan sikap keberagamaan seseorang. Sejalan dengan kepentingan dan masa depan anak-anak, maka orang tua menyekolahkan anak-anak mereka dan secara kelembagaan sekolah di sini sebagai faktor kedua yang dapat memberikan pengaruh dalam membentuk tingkat keberagamaan. Namun besar kecil pengaruh yang dimaksud sangat tergantung berbagai faktor yang dapat memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Hal ini disebabkan perkembangan keagamaan anak, juga dimotivasi oleh perkembangan bakat dan kepribadiannya. Lingkungan sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan tingkat keberhasilan anak dalam belajar, adalah sebagai lanjutan dari pendidikan lingkungan keluarga. Dalam perspektif Islam, fungsi sekolah sebagai media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, aqidah dan syariah dalam upaya penghambaan diri terhadap Allah dan mentauhidkan-Nya sehingga manusia terhindar dari penyimpangan fitrahnya. Artinya, prilaku anak diarahkan agar tetap mempertahankan naluri keagamaan dan tidak keluar dari bingkai norma-norma Islam. Dalam upaya pembentukan jadi diri peserta didik, maka pendidikan melalui sistem persekolahan patut diberikan penekanan yang istimewa. Hal ini disebabkan oleh pendidikan sekolah mempunyai program yang teratur, bertingkat dan mengikuti syarat yang jelas dan ketat. Hal ini mendukung bagi penyusunan program pendidikan Islam yang lebih akomodatif. Di samping lingkungan rumah tangga dan sekolah, maka lingkungan masyarakat merupakan faktor ketiga yang memengaruhi tingkat keberhasilan pendidikan. Dalam pandangan Hadari Nawawi, pada tahap yang lebih tinggi dan komplek di masyarakat terdapat konsep-konsep berpikir yang disebut ideologi, yang membuat manusia berkelompok-kelompok dengan menjadikan ideologinya sebagai falsafah dan pandangan hidup kelompok masing-masing. Di antara ideologi-ideologi itu ada yang bersumber dari agama. Sekiranya idelogi agama ini direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka sikap dan prilaku keberagamaan seseorang akan semakin mantap dan kokoh. Kesadaran akan pentingnya sikap atau prilaku keberagamaan dalam kehidupan masyarakat, memberikan peluang yang sangat besar kepada dunia pendidikan untuk merealisasikannya. Ini berarti kesempatan emas bagi umat Islam untuk menjadikan pendidikan sebagai pilihan strategis bagi pemeliharaan, penanaman dan penyebaran nilai Islam. Konsekuensinya, diperlukan upaya-upaya yang dinamis, fleksibel dan serius dalam mengelola lembaga pendidikan formal di setiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, baik yang berstatus negeri maupun swasta. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud teori belajar dan mengajar menurut petunjuk Al-Qur’an adalah aturan dalam proses kegiatan belajar dan mengajar berdasarkan dalil-dalil yang mengacu pada interpretasi ayat-ayat Al-Qur’an. Antara lain dalil-dalil yang berkenaan dengan ini adalah QS. al- Alaq (96): 1-5 yang berbicara tentang perintah belajar dan mengajar; QS. al-Nahl (16): 78 yang berbicara
  • 23. tentang komponen pada diri manusia yang harus difungsikan dalam kegiatan belajar dan mengajar; QS. Luqman (31): 17-19 yang berbicara tentang pemantapan aqidah dan akhlak dalam kegiatan belajar dan mengajar; QS. al- Nahl (16): 125 dan selainnya tentang kewajiban belajar dan mengajar serta metode-metode yang digunakan. Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. Menurut aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justru lingkungan yang memengaruhi peserta didik tersebut. Selanjutnya menurut aliran konvergensi bahwa antara lingkungan dan bakat pada peserta didik yang terbawa sejak lahir saling memengaruhi. Al-Qur’an sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam menerangkan teori belajar mengajar telah memberikan konsep terhadap pemikiran yang terdapat aliran nativisme, empirisme dan konvergensi. Dalam hal ini, al-Qur’an menegaskan bahwa pembawaan seorang anak (peserta didik) sejah lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini adalah dasar keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut al-Qur’an di samping dapat menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat menerima pengaruh dari luar (lingkungan). Untuk mengembankan fitrah ini, maka sangat pendidikan kedudukan pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
  • 24. DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN ISLAM Setiap usaha, kegiatan, tindakan yang disengaja untuk mencapai tujuan haruslah mempunyai dasar atau landasan sebagai tempat berpijak yang baik dan kuat. Demikian juga dengan proses pendidikan, sebagai aktivitas yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian, tentunya pendidikan Islam memerlukan landasan kerja yang berfungsi sebagai pegangan langkah pelaksanaan dan sebagai jalur langkah yang menentukan arah usaha tersebut. Maka tentunya pendidikan Islam memerlukan landasan kerja untuk memberikan arah bagi programnya. Sebab adanya dasar pendidikan berfungsi sebagai jalan menuju arah dari usaha tersebut. 1) Dasar Relegius Dasar relegius adalah yang bersumber dari ajaran agama. Dasar relegius ilmu pendidikan Islam adalah Al- Qur'an, As-Sunnah dan Ijtihad. a) Al-Qur'an Dasar pelaksanaan pendidikan Islam terutama adalah Al- Qur’an dan Al-Hadits. Dalam Al-Qur’an, surat Asy- Syura: 52 Artinya : “Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al- Qur’an) dengan perintah Kami sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya yang Kami beri petunjuk dengan dia siapa yang Kami kehendaki diatara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang benar” (Dahlan dan Sahil, 1999: 873). b) As-Sunnah As-Sunnah adalah sumber kedua hukum Islam, segala aktivitas umat Islam termasuk aktivitas dalam pendidikan. Alasan As- Sunnah dapat dijadikan sumber pendidikan yang kedua adalah: a) Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar mentaati kepada rasulullah dan wajib berpegang teguh atau menerima segala yang datang dari rasul Allah. b) Pribadi rasulullah adalah teladan bagi umat Islam. c) Al-Ijtihad Yang dimaksud Al-Ijtihad dalam kaitannya dengan pendidikan Islam adalah usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh ulama'- ulama' Islam dalam memahami nas-nas Al-Qur'an dan As-Sunnah Nabi yang berhubungan dengan penjelasan dan dalil tentang dasar pendidikan Islam, sistem dan arah pendidikan Islam. Menurut Al-Syaibany dalam Jalaluddin (1996: 37) dari ayat Al- Qur’an dan Al-Hadits Nabi di atas dapat diambil titik relevansinya dengan atau sebagai dasar pendidikan agama, kemudian dasar tadi dikembangkan dalam pemahaman para ulama dalam bentuk qiyas syar‟i, ijma‟ yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar dalam bentuk hasil pemikiran yang menyeluruh dan terpadu tentang jagat raya, manusia, masyarakat dan bangsa, pengetahuan kemanusiaan dan akhlak, dengan merujuk kepada sumber asal (Al-Qur’an dan Al-Hadist) sebagai sumber utama. Pernyataan firman Allah “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (Q.S. Al-Baqarah: 2) adalah suatu kebenaran yang hakiki, bukan kebenaran spekulatif, lestari dan tidak bersifat tentatif (sementara). Kebenaran yang seperti itu pula yang dijadikan dasar pemikiran dalam membina sistem pendidikan Islam. Berbeda dengan kebenaran yang dibuat oleh hasil pemikiran manusia, karena bagaimanapun kebenaran hasil pemikiran manusia terbatas oleh ruang dan waktu selain itu hasil pemikiran tersebut mengandung muatan subyektif sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Adanya kedua faktor tersebut mendorong hasil pemikiran para ahli pendidikan untuk melahirkan konsep pendidikan yang sesuai dengan pandangan hidupnya masing-masing (Jalaluddin dan Said, 1996: 38). 2) Dasar Yuridis Dasar ideal pendidikan Islam adalah pancasila yaitu sila pertama yang berbunyi: "Ketuhanan Yang Maha Esa". Dalam mewujudkan sila pertama atau yang lain kita membutuhkan pendidikan Islam, karena dengan pendidikan Islamlah kita dapat menjalankan syari'at dengan baik dan benar. 3) Dasar konstitusional (UUD 1945) Dasar konstitusional adalah dasar yang bersumber dari perundangundangan yang berlaku, dasar pendidikan Islam di sini adalah pasal 29 ayat 1 dan 2 yaitu: Ayat 1: "Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa". Ayat 2: "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu". Pendidikan Islam merupakan pengembangan pikiran, penataan perilaku, pengaturan emosional, hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih tujuan kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya. Seluruh ide tersebut telah tergambar secara utuh dalam dalam suatu konsep dasar yang kokoh. Islam pun telah menawarkan konsep akidah yang wajib diimani agar dalam diri manusia tertanam perasaan yang mendorongnya pada perilaku normatif yang