1. MAKALAH
JAMUR Colletotrichum gloeosporioides PENYEBAB PENYAKIT
ANTRAKNOSA PADA MANGGA
DISUSUN OLEH:
LAELATIL HASANAH
C1M010003
AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2013
PDF Creator - PDF4Free v3.0 http://www.pdf4free.com
2. A. Pendahuluan
Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki potensi sumber daya alam
yanag sangat berlimpah. Salah satunya adalah berbagai macam tumbuhan
terutama buah-buahan tropis yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia dan masyarakat di negara-negara lainnya.
. Buah mangga merupakan salah satu buah-buahan Indonesia yang
mempunyai rasa unik dan memiliki peluahg ekspor besar. Varietas komersial
buah mangga di antaranya mangga gedong, arumanis, manalagi, dan cengkir.
Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
(2011), produksi buah mangga tahun 2006 mencapai 1.621.997 ton, dengan
volume ekspomya 1.182 ton. Tahun 2008 terjadi peningkatan ekspor
mencapai 1.818.619 ton dari luas areal panen 204.000 hektare dengan volume
ekspor mencapai 1.908 ton senilai US $ 1.645.948.
Sebagai buah yang banyak digemari dan dikonsumsi, mangga
merupakan salah satu buah yang diekspor Indonesia. Salah satu jenis mangga
yang diekspor adalah mangga gedong gincu. Ekspor mangga segar rata-rata
per tahun dari tahun 2002 - 2006 sebesar 7,1% dari ekspor buah total. Volume
ekspor mangga tahun 2006 mencapai 1.182 ton senilai 1,2 juta US$, dengan
negara tujuan ekspor terbesar Emirat Arab, Saudi Arabia dan Singapura.
Ekspor produk olahan komoditas buah sampai saat ini didominasi oleh nenas,
sedangkan untuk mangga hanya sebesar 0,22% dari ekspor total produk olahan
buah dalam tahun 2006. Hal ini sungguh ironis karena Indonesia merupakan
penghasil mangga keenam terbesar di dunia. Di pasar internasional dibutuhkan
produk dengan mutu tinggi yang dibakukan, tidak hanya untuk buah segar,
tetapi juga untuk produk olahannya (Anonim, 2008).
Buah mangga merupakan salah satu jenis komoditi hortikulutra yang
klimakterik. Dibutuhkan penanganan yang baik dalam proses panen maupun
pasca panen untuk mempertahankan kualitas mangga. Dalam kegiatan ekspor,
mangga dari Indonesia membutuhkan waktu sekitar 28-30 hari untuk sampai
ke negara tujuan seperti Saudi Arabia dengan menggunakan kapal laut.
PDF Creator - PDF4Free v3.0 http://www.pdf4free.com
3. Sedangkan daya tahan mangga tidak lebih dari 7 hari. Kerusakan buah
mangga yang paling awal adalah serangan jamur Colletotrichum
gloeosporiodes dan jamur Botryodiplodia Theobromae.
Colletotrichum gloeosporiodes merupakan jamur penyebab penyakit
antraknosa tidak hanya bagi mangga. Jamur ini memiliki inang yang sangat
luas dan dapat menyerang tanaman di pertanaman maupun di penyimpanan.
Serangan jamur penyebab antraknosa pada mangga dapat menurunkan kualitas
buah mangga secara signifikan. Hal ini tentunya dapat menyebabkan kerugian
bagi eksportir dan petani mangga itu sendiri. Karena inangnya yang luas,
Colletotrichum gloeosporiodes menjadi pathogen penting bagi tanaman.
Untuk mengurangi dan menghindari dampak serangan jamur ini, maka perlu
dilakukan usaha penanggulangan dan pencegahan baik dalam proses budidaya
maupun post harvest-nya.
B. Taksonomi Jamur Colletotrichum gloeosporiodes
Kingdom : Fungi
Filum : Deuteromycota
Subfilum : Deuteromycotina
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Melanconiales
Famili : Melanconiaceae
Genus : Colletotricum
Species : Colletotricum gloeosporiodes
Jamur pathogen ini memiliki fase seksual dan aseksual. Fase seksual
(teleomorf) berupa Glomerella cingulata sedangkan fase aseksualnya
(anamorf) disebut Colletotrichum gloeosporiodes.
PDF Creator - PDF4Free v3.0 http://www.pdf4free.com
4. C. Morfologi Colletotrichum gloeosporiodes
Colletotrichum gloeosporioides umumnya mempunyai konidium hialin
berbentuk silinder dengan ujung-ujung tumpul, kadang-kadang berbentuk
agak jorong dengan ujung agak membulat dengan pangkal yang agak sempit
terpancung, tidak bersekat, berinti satu, panjang 9 – 24 x 3 - 6 µm, terbentuk
pada konidiofor seperti fialid berbentuk silinder, hialin berwarna agak
kecoklatan (Semangun, 2000).
Gambar 1. spora Colletotrichum gloeosporioides (sumber: pustun.tk)
Konidia terbentuk tunggal pada ujung-ujung konidiofor, konidiofor
pendek, tidak berwarna, tidak bercabang, tidak bersekat. Sering ditemukan
pada aservuli dari jamur Colletotrichum, tetapi tidak tetap tergantung kondisi
tempat tumbuhnya. Massa spora berwarna merah jambu atau warna salmon.
Aservuli dapat menyerang kulit dan jaringan tanaman.
Patogen dapat bertahan pada ranting-ranting sakit di pohon atau pada
daun-daun sakit di pohon atau di permukaan tanah. Pada cuaca lembab dan
berkabut patogen membentuk spora (konidium). Spora keluar dari aservulus
seperti massa lendir, dan spora tersebut disebarkan oleh percikan air hujan dan
oleh serangga.
PDF Creator - PDF4Free v3.0 http://www.pdf4free.com
5. D. Gejala Serangan jamur Colletotrichum gloeosporiodes pada Tanaman
Mangga
Selain menyerang buah, jamur Colletotrichum gloeosporiodes juga
menyerang batang, daun, dan bunga. Gejalanya pada daun berupa bercak tidak
teratur, coklat keabuan dan ukurannya tidak klebih dari 5 mm, namun jika
sudah banyak, bercak itu akan mengumpul dan menjadi bercak besar dan
akhirnya akan membentuk lubang dan daun akan kering kemudian gugur.
Gejala pada batang muda berupa bercak coklat keabuan, bisa membesar
membentuk gelang melingkar batang, dan akhirnya membuat mati bagian
yang terserang. Pada bunga akan terlihat bintik bintik kecil dan merontokkan
bunga. Sedangkan pada buah terlihat bercak hitam pada kulit dan jika bercak
banyak akan membuat daging buah dibawahnya menjadi busuk (Rizky, 2011).
Gambar 1. Gejala Antraknosa pada Buah Mangga (sumber: www.taniorganik.com)
Colletotrichum adalah jamur yang bersifat kosmopolitan, sehingga dapat
menyebabkan timbulnya penyakit pada berbagai jenis tanaman termasuk
tanaman karet. Sinar ultra violet dapat mengaktifkan spora-spora
Colletotrichum. Perkecambahan spora juga dapat terjadi pada kelembaban
relatif 90 % dengan suhu 15 – 35 C, walaupun kelembaban relatif optimum
untuk perkecambahan spora jamur ini 90 %. Spora Colletotrichum juga dapat
bertahan pada suhu di atas 35 C.
Kondisi tanaman yang kekurangan unsur hara, kurang pemeliharaan,
suhu udara 29 – 30 C dan kelembaban udara yang tinggi lebih dari 95 %,
PDF Creator - PDF4Free v3.0 http://www.pdf4free.com
6. serta adanya air pada permukaan daun dan ranting, sangat memudahkan jamur
ini untuk dapat berkembang dengan cepat dan menginfeksi tumbuhan
sehingga menimbulkan penyakit yang kronis.
E. Daur Hidup Jamur Colletotrichum gloeosporiodes
Jamur Colletotrichum menghasilkan konidia dalam jumlah banyak.
Konidia terbentuk pada permukaan bercak pada bagian tanaman yang
terinfeksi, dan konidia tersebut mudah lepas apabila ditiup angina tau bila
terkena percikan air hujan. Konidia sangat ringan dan dapat menyebar luas
dalam waktu yang singkat. Konidia mungkin juga dipencarkan oleh serangga.
Konidium membentuk buluh kecambah yang membentuk apresorium
pada ujungnya. Penetrasi terjadi langsung dengan menembus kutikula,
merusak dinding sel dan benang-benang jamur berkembang di dalam dan di
antara sel-sel. Mula-mula kloroplas rusak dan diikuti dengan rusaknya
mitokondria, selama proses infeksi patogen melepaskan enzim
poligalakturonase, selulase, dan toksin (Semangun, 2000).
F. Pengendalian
1. Pengendalian Secara Mekanis
a. Pengendalian secara Mekanis di Pertanaman (Satriyono, 2010):
1) Memusnahkan bagian tanaman yang terinfeksi, namun perlu
diperhatikan saat melakukan pemusnahan, tangan yang telah
menyentuh (sebaiknya diusahakan tidak menyentuh) luka pada
tanaman tidak menyentuh tanaman/buah yang sehat, dan sebaiknya
dilakukan menjelang pulang sehingga kita tidak terlalu banyak
bersinggungan dengan tanaman/buah yang masih sehat.
2) Menggunakan jarak tanam yang lebar dan ditanam secara zig-zag
ini bertujuan untuk mengurangi kelembaban dan sirkulasi udara
cukup lancar karena jarak antar tanaman semakin lebar, keuntungan
lain buah akan tumbuh lebih besar.
PDF Creator - PDF4Free v3.0 http://www.pdf4free.com
7. 3) Tidak menggunakan pupuk nitrogen (N) terlalu tinggi, misal pupuk
Urea, Za, ataupun pupuk daun dengan kandungan N yang tinggi.
4) Melakukan penyiangan / sanitasi gulma atau rumput-rumputan agar
kelembaban berkurang dan tanaman semakin sehat.
b. Pengendalian Pasca Panen:
Perlakuan panas dalam proses mencegah kerusakan busuk
pangkal dan antraknose antara lain menggunakan air panas (hot water
treatment, HWT), uap air panas (vapor heat treatment, VHT), dan udara
panas (hot air treatment, HAT). . Balai Besar Penelitian Pascapanen
Pertanian (BB-Pascapanen) (2011) telah melakukan perlakuan
perendaman menggunakan air panas pada mangga gedong. Buah
mangga gedong direndam dalam air panas 53o
C selama 5 menit,
selanjutnya diangkat dan dikeringanginkan.
2. Pengendalian Secara Kimiawi
a. Pelilinan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, pelilinan 6% yang diikuti
dengan penggunaan benomyl 1000 ppm dan glossy agent dengan
konsentrasi 0,125% dapat mempertahankan kesegaran buah hingga
mencapai minggu ke 4 dibandingkan dengan buah tanpa pelilinan.
melakukan pelilinan pada buah mangga dapat menurunkan serangan
antracnose dan buah memiliki penampakan yang lebih baik secara fisik
dan kimia dengan kerusakan minimal (Dewandari, et.al., 2011).
b. Aplikasi Fungisida
Aplikasi fungisida adalah salah satu cara untuk mengendalikan
jamur patogenik. Azoxystrobin adalah salah satu dari fungisida kelas
strobilurin yang telah diuji baik secara in vivo maupun in vitro.
Pengaruhnya terlihat pada hancurnya miselia, penghambatan sporulasi
atau gangguan terhadap beberapa tahap vital dari perkembangan jamur.
dalam kajian terkini (Sundravadana, 2006) menunjukkan bahwa
PDF Creator - PDF4Free v3.0 http://www.pdf4free.com
8. Azoxystrobin menghambat pertumbuhan miselia jamur C.
gloeosporioides penyebab antraknosa pada mangga sebanyak 100%.
Penggunaan Azoxystrobin tidak membawa efek fitotoksik bagi
tanaman mangga. Studi tentang observasi fitotoksik sangat penting
karena azoxystrobin menyebabkan abnormalitas pembungaan dan
keracunan kronis pada pohon apel.
Selain itu, tindakan prapanen dapat dilakukan dengan
menyemprotkan fungisida mankozeb (800 g/kg pada 2 g/l) setiap
minggu selama pembungaan dan kemudian setiap bulan sampai 14 hari
sebelum panen. Selama iklim kering, penyemprotan pada bunga dapat
dikurangi. Apabila hujan turun selam pembungaan, dapat diterapkan
prokloraz (426 g/kg), menggunakan 1 g produk/l yang dicampurkan
dengan mankozeb. Fungisida prokloraz hanya digunakan setiap 3-4
minggu. Fungisida lain yang dapat diberikan diantaranya Dhitane M 45,
Benlate, dan Antracol 70 WP.
3. Pengendalian secara Biologi
Kunyit mengandung kurkuminoid dan minyak atsiri yang
merupakan bagian penting dalam aktivitas biologi seperti anti inflamasi,
anti oksidan, anti mikroba, dan anti fungi. Berdasarkan kajian yang
dilakukan Hamdiyanti et.al. (2011) mengenai efetivitas pengaruh ekstrak
rimpang kunyit sebagai biofungisida untuk menghambat pertumbuhan
Colletotrichum gloeosporioides, diketahui bahwa periode penyimpanan
dan suhu penyimpanan yang berbeda memberikan pengaruh yang
signifikan pada penghambatan pertumbuhan Colletotrichum
gloeosporioides. Ekstrak rizoma kunyit yang disimpan dalam temperature
yang rendah (10±20
C) memiliki aktivitas penghambatan pertumbuhan
yang lebih baik dibandingkan dengan yang disimpan pada suhu ruang
(24±20
C).
Riset mengenai kontrol biologi terhadap antraknosa sudah pernah
dilakuan. Ploetz (2010) menyatakan bahwa penggunaan bakteri gram
PDF Creator - PDF4Free v3.0 http://www.pdf4free.com
9. positif seperti Bacillus licheniformis dapat mengurangi pengeringan buah
dan aman untuk dikonsumsi. Pada umumnya, pengurangan efek penyakit
antraknosa dapat terjadi pada suhu 100
C dan 250
C, dengan penggunaan
bakteri itu sendiri ataupun kombinasi dengan fungisida.
Beberapa bakteri antagonis dapat diisolasi dari mangga untuk
menghambat serangan jamur penyebab antraknosa. Yulia dan Widiantini
(2007) melakukan isolasi bakteri dari permukaan daun mangga. Bakteri
tersebut menunjukan kemampuan antagonismenya terhadap jamur C.
gloeosporioides yang diisolasi dari daun mangga. Suspensi bakteri pada
buah mangga yang diinokulasi C. gloeosporioides dapat menekan
perkembangan antraknosa pada buah mangga yang ditunjukkan oleh
diameter gejala antraknosa pada buah mangga dengan penekanan penyakit
terbesar mencapai 50%. Namun belum diketahui jenis dan spesies dari
bakteri tersebut.
G. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan penjelasan yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Colletotrichum gloeosporiodes merupakan jamur penyebab penyakit
antraknosa tidak hanya bagi mangga. Jamur ini memiliki inang yang
sangat luas dan dapat menyerang tanaman di pertanaman maupun di
penyimpanan.
2. Jamur Colletotrichum gloeosporiodes memiliki fase seksual dan aseksual.
Fase seksual (teleomorf) berupa Glomerella cingulata sedangkan fase
aseksualnya (anamorf) disebut Colletotrichum gloeosporiodes.
3. Selain menyerang buah, jamur Colletotrichum gloeosporiodes juga
menyerang batang, daun, dan bunga.
4. Pengendalian terhadap serangan Colletotrichum gloeosporiodes penyebab
antraknosa pada mangga dapat dilakukan secara mekanis, kimiawi, dan
biologi.
PDF Creator - PDF4Free v3.0 http://www.pdf4free.com
10. 5. Pengendalian mekanis dapat dilakukan dengen cara mengatur jarak tanam,
memusnahkan bagian tanaman yang terinfeksi, dan tidak menggunakan
pupuk N yang terlalu banyak.
6. Pengendalian kimiawi dapa dilakukan dengan cara pelilinan, penggunaan
fungisida seperti Mankozeb, Azoxystrobin, dan Prokloraz.
7. Pengendalian biologi dapat dilakukan dengan menggunakan fugnisida
nabai dari ekstrak rimpang kunyit, penggunaan bakteri gram negative
seperti Bacillus licheniformis, dan bakteri antagonis yang berasal dari daun
mangga.
PDF Creator - PDF4Free v3.0 http://www.pdf4free.com
11. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Direktorat Jenderal Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta.
Anonim. 2013. Gejala Antraknosa Pada Mangga. www.taniorganik.com. Diakses
pada 31 Mei 2013.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. 2011. Kiat
Mencegah Penyakit Antraknosa dan Busuk Pangkal Buah Mangga.
http://cybex.deptan.go.id. Diakses pada 31 Mei 2013.
Dewandari, Kun Tati; Ira Mulyawanti Dan Dondy A. Setyabudi. 2011. Konsep
SOP Untuk Penanganan Pascapanen Mangga Cv. Gedong Untuk Tujuan
Ekspor.
Hamdiyati, Yanti; Ammi Syulasmi dan Rini Solihat. 2010. Pengaruh Lama Dan
Suhu Penyimpanan Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Terhadap Penghambatan Pertumbuhan Jamur Colletotrichum
gloeosporioides Penz. Secara In Vitro. Jurusan Pendidikan Biologi
FPMIPA UPI.
Ploetz, Randy C. 2010. Anthracnose of Mango: Management of the Most
Important Pre and Post Harvest Disease. Department of Plant Pathology,
University of Florida.
Rizky, Muhammad. 2011. Penyakit Antraknosa pada Mangga.
http://www.labscorner.org. Diakses pada 31 Mei 2013.
Satriyono, Agus. 2010. Antraknosa Atau Patek Pada Tanaman Cabai.
http://cabeputih.wordpress.com. Diakses pada 31 Mei 2013.
Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sundravadana, S., Alice, D., Kuttalam, S., And Samiyappan, R. 2006. Control Of
Mango Anthracnose By Azoxystrobin. Tunisian Journal Of Plant Protection
1: 109-114.
Yulia, Endah dan Fitri Widiantini. 2007. Potensi Bakteri Antagonis Filoplen
Daun Mangga dalam Menekan Penyakit Antraknosa Buah Mangga
(Mangifera indica L). Jurnal Agrikultura. 18(1). 53-59.
PDF Creator - PDF4Free v3.0 http://www.pdf4free.com