Telur ayam berembrio digunakan untuk menginokulasi virus Newcastle Disease. Virus diinokulasikan ke dalam ruang alantois embrio berumur 10-12 hari. Setelah inkubasi selama 2-4 hari, embrio yang terinfeksi akan menunjukkan gejala hemoragi pada kepala dan leher serta terlihat lebih kecil dibandingkan embrio normal.
Sni 6989.59 2008 metoda pengambilan contoh air limbah
ISOLASI VIRUS NEWCASTLE DISEASE PADA TELUR AYAM
1. Selasa, 13 Juli 2010
Inokulasi Virus pada Telur Ayam Berembrio
Virus adalah penyebab infeksi terkecil berdiameter 20-300 nm. Genom virus hanya mengandung
satu macam asam nukleat yaitu RNA/DNA. Asam nukleat virus terbungkus dalam suatu kulit protein
yang dapat dikelilingi oleh selaput yang mengandung lemak. Seluruh unit infektif disebut virion. Virus
hanya bereplikasi dalam sel hidup. Replikasinya dapat intranuklear atau intrasitoplasmik (Jawetz, 1996).
Diluar sel hidup partikel virus tidak dapat melakukan metabolisme, itu merupakan masa transisi dari
virus. Fase transmisi diluar sel ini diselingi oleh fase reproduksi dalam sel, ketika itu virus terdiri atas gen
virus aktif yang dengan menggunakan metabolisme inangnya menghasilkan genom turunan dan protein
virus untuk dirakit menjadi virion baru (Fenner, 1993).
Telur ayam berembrio telah lama merupakan sistem yang telah digunakan secara luas untuk
isolasi. Embrio dan membran pendukungnya menyediakan keragaman tipe sel yang dibutuhkan untuk
kultur berbagai tipe virus yang berbeda. Membran kulit telur yang fibrinous terdapat di bawah
kerabang. Membran membatasi seluruh permukaan dalam telur dan membentuk rongga udara pada sisi
tumpul telur. Membran kulit telur bersama dengan cangkan telur membantu mempertahankan
intregitas mikrobiologi dari telur, sementara terjadinya difusi gas kedalam dan keluar telur. Distribusi gas
di dalam telur dibantu dengan pembentukan CAM yang sangat vaskuler yang berfungsi sebagai organ
respirasi embrio (Purchase, 1989).
Pembentukan membran ini terjadi berdekatan dengan membran telur sepanjang telur. Selama
pembentukan, membran membentuk ruangan yang relatif besar disebut kantong allantois yang
mengandung 5-10 ml cairan allantoic. Embrio secara langsung dikelilingi oleh membran amnion yang
membentuk kantong amnion yang berisi 1-2 ml cairan amnion. Embrio melekat pada kantong kuning
telur yang berlokasi kira-kira ditengah telur dan menyuplai kebutuhan nutrisi untuk perkembangan
embrio (Purchase, 1989). Telur sebaiknya berasal dari kelompok yang bebas dari patogen spesifik
(spesific pathogen free flock) atau jika tidak mungkin dapat menggunakan telur dari kelompok bebas
antibodi ND Virus. Penggunaan telur dari kelompok antibodi positif akan mengurangi kemampuan virus
untuk tumbuh dan berhasilnya isolasi virus (Purchase, 1989).
Newcastle Disease atau disebut juga penyakit Tetelo, Pseudofowl pest, Pseudovogel pest, avian
distemper, avian pneumoenchephalitis, pseudopoultry plague dan ranikhet disease. Newcastle Disease
2. (ND) merupakan penyakit viral yang sangat menular pada unggas, bersifat sistemik yang melibatkan
saluran pernafasan dan menyerang berbagai jenis unggas terutama ayam serta burung-burung liar
dengan angka mortalitas yang tinggi 80-100% (Alexander, 1991).
Penyakit ini disebabkan oleh virus Paramixovirus dan memiliki kemiripan gejala dengan penyakit
Avian Influenza dalam memicu pendarahan di bawah kulit dengan indikasi jengger dan kaki ayam
berwarna kebiruan. Kemiripan gejala ini bisa dibedakan dengan cara melakukan bedah bangkai dan
pemeriksaan laboratorium oleh ahli patologi. Gejala klinis pada penyakit terbagi menjadi tiga bentuk:
Mildly Pathogenic (lentogenic), Moderately Pathogenic (mesogenic), dan Higly Pathogenic (velogenic).
Velogenic gejala klinis yang tampak adalah adanya gangguan pernapasan, diare dengan feses hijau, dan
kepala berputar (torticolis) (Haryanto 2006).
Paramyxovirus mempunyai genom virus ssRNA berpolaritas negatif, panjangnya 15-16 kb dan
mempuyai kapsid simetris heliks tidak bersegmen, berdiameter 13-18 nm. Genom virus Newcastle
Disease membawa sandi untuk 6 protein virus yaitu protein L, Protein H (hemaglutinin), protein N
(neuraminidase), protein F (fusi), protein NP (nukleokapsid), protein P (Fosfoprotein), dan protein M
(matik). Masa inkubasi penyakit ini bervariasi: antara 2-15 hari tergantung dari virus yang menginfeksi,
umur dan status kekebalan ayam, infeksi dengan mikroorganisme lain, kondisi lingkungan, dan jalur
penularan. Kejadian infeksi oleh virus Newcastle Disease (ND) terutama terjadi secara inhalasi (Admin,
2008).
Tujuan praktikum inokulasi virus pada telur ayam berembrio adalah memberikan pemahaman
tentang macam-macam inokulasi virus, mengetahui bagaimana cara menginokulasi virus pada telur
ayam berembrio, dan mengetahui ciri-ciri embrio ayam yang terinfeksi virus Newcastle Disease (ND).
1. Menggunakan embrio ayam dengan umur 10-12 hari.
2. Peneropongan dilakukan pada telur yang digunkan.
3. Batas kantung udara dan letak kepala embrio ditentukan lalu diberi tanda.
4. Alkohol 70% dioleskan lalu suspensi virus diinokulasikan ke dalam ruang alantois (melewati
batas kantung udara) dengan cara jarum dimasukkan ¾ inci dengan sudut 45o dan diinjeksikan
0,1-0,2 cc virus yang akan diinokulasikan.
3. 5. Lubang ditutup kembali dengan lilin.
6. Lalu diinkubasi dengan suhu 38o-39oC selama 2-4 hari.
7. Hari ke-4 diamati embrio tersebut dan dibandingkan dengan telur yang tidak diinokulasikan virus.
Newcastle Disease virus merupakan anggota pertama dari genus Paramyxovirus (PMV) yang diisolasi
dari unggas pada tahun 1926. Virus yang tergolong genus Paramyxovirus dapat dibedakan dari virus
lainnya oleh karena adanya aktifitas neuraminidase yang tidak dimiliki oleh virus lain pada famili
Paramyxoviridae. Virus ND mempunyai aktifitas biologik yaitu kemampuan untuk mengaglutinasi dan
menghemolisis sel darah merah atau fusi dengan sel-sel tertentu, mempunyai kemampuan
neuraminidase dan kemampuan untuk bereplikasi di dalam sel-sel tertentu (Fenner,1993).
Inokulasi dilakukan pada ruang korio-alantois, dan hasil yang didapatkan jika positif atau
terdapat adanya virus ND adalah embrio pada telur ayam akan menunjukkan gejala adanya hemoragi
pada daerah kepala dan leher serta terlihat kerdil atau kecil embrionya, dibanding dengan normalnya.
Pertama kali yang harus dilakukan adalah telur berembrio yang berumur 9–11 hari diteliti dengan lampu
teropong di kamar gelap untuk mengetahui apakah embrio tersebut masih hidup atau sudah mati,
indikasi bahwa embrio tersebut masih hidup adalah adanya gerakan embrio di dalam telur (embrio akan
menjauhi sinar), dan adanya pembuluh darah. Digunakan TAB umur 9–11 hari karena, pada saat itu
ruang dan cairan korio-alantoisnya sedang berkembang sehingga daerahnya menjadi luas, maka
inokulasi pada ruang alantois ini akan lebih mudah dan mengurangi resiko.
Kemudian bagian atas dan rongga hawa embrio diberi tanda pada kulit telurnya. Kedua tanda ini
dilubangi setelah kulit telur didesinfeksi dengan menggunakan alkohol dan iodium untuk menjaga agar
daerah sekitar lubang tetap aseptis. Kemudian inokulasi virus dilakukan dengan cara memasukkan
suspensi virus ke dalam lubang yang berada di atas embrio dengan menggunakan spuit 1 cc.
Penyuntikan dilakukan dengan sudut 450 ke arah bagian runcing telur agar tidak mengenai embrio.
Injeksi dilakukan ke dalam cairan corioalantois untuk membuat daerah aman sehingga lingkungan
internal embrio tidak terganggu dan agar virus mudah menyebar dan melekat pada sel yang mempunyai
reseptor yang cocok dengan virus.
Penambahan bahan ke dalam telur akan meningkatkan tekanan di dalam telur yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan embrio dan virus, oleh karena itu dibuatlah lubang pada kulit telur di atas
4. rongga hawa untuk membuat jalan keluar sedikit udara sehingga tekanan dalam telur tetap konstan saat
diinokulasi. Kemudian kedua lubang ditutup dengan menggunakan parafin solidum atau lilin untuk
mengembalikan kondisi dalam telur yang steril, terhindar dari kontaminasi lingkungan luar. Inokulasi ini
dilakukan di dalam safety cabinet bertujuan untuk mengurangi kontaminasi. Telur yang telah diinokulasi
kemudian dieramkan pada suhu 370C selama 2–3 hari untuk kemudian diamati pertumbuhan embrio,
perubahan yang terjadi, dan dilakukan panen virus.
Ayam yang pernah terinfeksi Newcastle Disease (ND) dan tidak mengalami kematian akan
memiliki kekebalan selama 6-12 bulan terhadap ND. Demikian juga dengan kekebalan yang diperoleh
dari vaksinasi. Sifat spesifik virus ND antara lain mempunyai kemampuan untuk mengaglutinasi dan
melisikan eritrosit ayam. Selain eritrosit ayam, virus ND juga mampu mengaglutinasi eritrosit mamalia
dan unggas lain serta reptilia. Virus Newcastle Disease bila dipanaskan pada suhu 56oC akan kehilangan
kemampuan untuk mengaglutinasi eritrosit ayam, karena protein hemaglutininnya rusak. Selain itu juga
akan merusak infektivitas dan imunogenesitas virus (Alexander, 1991).
Gejala Klinis Penyakit Newcastle Disease beragam dalam hal keganasan klinis dan kemampuan
menyebarnya. Sejumlah wabah khususnya pada ayam dewasa, gejala klinis mungkin ringan. Gejala
ringan ini tidak diikuti gangguan syaraf. Virus yang menyebabkan bentuk penyakit ini disebut lentogenik.
Wabah lain, penyakit ini dapat mempunyai angka mortalitas sampai 25%, seringkali lebih tinggi pada
unggas muda; virus yang demikian ini disebut mesogenik. Tipe mesogenik menimbulkan gangguan
pernapasan antara lain sesak nafas, megap-megap, batuk dan bersin serta penurunan produksi telur dan
penurunan daya tetas. Wabah lainnya lagi terdapat angka kematian yang sangant tinggi kadang-kadang
mencapai 100% yang disebabkan oleh virus velogenik. Infeksi velogenik menyebabkan ayam kehilangan
nafsu makan, diare kehijauan, lesu, sesak nafas, megap-megap ngorok dan bersin. Ayam juga bias
mengalami kelumpuhan pada sebagian atau total. Kemampuan menyibak virus F merupakanan faktor
utama yang mempengaruhi virulensi.hemoragi pada Intestinum Gejala klinis ND dibedakan menjadi 5
patotipe :
1. Bentuk Doyle merupakan bentuk per akut atau akut, menimbulkan kematian pada ayam
segala umur dengan mortalitas 100%. Lesi menciri dengan adanya perdarahan pada saluran
pencernaan. Bentuk ini disebabkan oleh virus strain velogenik. Penyakit ini terjadi secara
tiba-tiba, ayam mati tanpa menunjukkan gejala klinis, ayam kelihatan lesu, respirasi
5. meningkat, jaringan sekitar mata bengkak, diare dengan feses hijau atau putih dapat
bercampur darah, tortikalis, tremor otot, paralisa kaki dan sayap.
2. Bentuk Beach atau velogenic neitropic Newcastle disease (VVND) bersifat akut,
menimbulkan gejala pernafasan dan syaraf, dan menimbulkan kematian ayam segala umur
dengan angka mortalitas 50 % pada ayam dewasa dan 90 % pada ayam muda.
3. Bentuk Baudette, kurang ganas dibandingkan bentuk Beach menyebabkan kematian pada
ayam muda, bentuk ini disebabkan oleh virus galur mesogenik. Pada ayam dewasa ditandai
dengan penurunan produksi telur biasanya terjadi 1-3 minggu.
4. Bentuk Hitchner disebabkan oleh virus ND galur lentogenik, gejala klinisnya bersifat ringan
atau tidak tampak jelas, tidak menimbulkan kematian pada ayam dewasa dan biasanya
dipakai sebagai vaksin.
5. Bentuk enteric asimptomatik merupakan bentuk yang tidak menunjukkan gejala klinis dan
gambaran patologis, tetapi ditandai dengan infeksi usus oleh virus-virus galur lentogenik
yang tidak menyebabkan penyakit (Alexander, 1991).
Newcastle disease adalah penyakit yang tersifat kompleks sehingga isolat strain virus berbeda
dapat menimbulkan variasi yang besar dalam derivat keparahan dari penyakit, termasuk pada spesies
unggas yang sama. Patogenesis Ayam yang terinfeksi mempunyai peranan penting dalam penyebaran
penyakit dan sebagai sumber infeksi. Mulanya virus bereplikasi pada epitel mukosa dari saluran
pernafasan bagian atas dan saluran pencernaan; segera setelah infeksi virus menyebar lewat aliran
darah ke ginjal dan sumsum tulang yang menyebabkan viremia skunder, ini menyebabkan infeksi pada
organ seperti paru-paru, usus, dan system syaraf pusat. Kesulitan bernafas dan sesak nafas timbul
akibat penyumbatan pada paru-paru dan kerusakan pada pusat pernafasan di otak (Alexander, 1991).
Keberhasilan dalam mengisolasi dan mengembangkan virus tergantung pada beberapa kondisi yaitu :
rute inokulasi, umur embrio, temperatur inkubasi, waktu inkubasi setelah inokulasi, volume dan
pengenceran dari inokulum yang digunakan, status imun dari kelompok dimana telur ayam berada.
Sejalan dengan banyaknya sistem untuk isolai virus, dibutuhkan cara untuk mendeteksi infeksi virus.
Bukti tidak langsung dari infeksi virus pada embrio ayam dapat diketahui dari satu atau lebih kejadian
berikut yaitu kematian embrio, pembentukan lesi pada CAM seperti edema atau perkembang plak, lesi
pada embrio seperti kekerdilan, hemoragi cutaneus, perkembangan otot dan buku yang abnormal,
abnormalitas pada organ visceral termasuk pembesaran hepar dan lien, perubahan warna kehijauan
pada kaki, foci nekrotik pada hepar. Metode yang langsung dan pasti untuk infeksi virus pada embrio
6. ayam meliputi kemampuan cairan corioallantois dan untuk menyebabkan hemaglutinasi dari RBC ayam,
penggunaan teknik serologis dan molekular, mikroskop elektron. Harus diperhatikan untuk dapat
membedakan lesi yang mungkin disebabkan oleh adanya bakteri dan agen lain (Purchase, 1989).
Macam-macam cara menginokulasikan virus ke embrio ayam yaitu :
1. In Ovo
Metode ini merupakan penanaman virus pada telur ayam yang berembrio. Metode ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
Inokulasi pada ruang chorioalantois
Biasanya digunakan embrio ayam dengan umur 10-12 hari. Jarum dimasukkan ¾ inci dengan
sudut 45º dan diinjeksikan 0,1-0,2 ml virus yang akan diinokulasikan. Setelah 40-48 jam cairan telur yang
sudah diinkubasi dapat diuji untuk hemaglutinasi dengan membuat lubang kecil pada kerabang di
pinggir dari rongga udara. Dengan alat semprot yang steril dan jarumnya, diambil 0,1-0,2 ml cairannya.
Campur 0,5 cairan telur dengan perbandingan yang sama dari 10% suspensi dari sel darah yang di cuci
bersih dalam plate. Putar plate dan lihat aglutinasi setelah 1 menit. Cairan alantois yang terinfeksi
dipanen setelah 1-4 hari inokulasi. Untuk mencegah darah dalam cairan, embrio disimpan semalam
dalam suhu 4ºC kemudian injeksi kerabang dekat rongga udara dan buka kerabang tersebut dengan
pinset steril. Membran ditekan ke atas yolk sac dan cairan diambil dengan spuit dan dimasukkan ke
dalam cawan petri. Kultur cairan tersebut untuk menghindari cairan terkontaminasi bakteri
(Stephen,1980). Contoh virus yang diinokulasikan pada ruang chorioalantois ini antara lain, virus ND dan
virus influenza.
Inokulasi pada membran chorioalantois
Inokulasi pada embrio umur 10-11 hari adalah yang paling cocok. Telur diletakkan horizontal di
atas tempat telur. Desinfektan kerabang disekitar ruang udara dan daerah lain di atas embrio telur. Buat
lubang pada daerah tersebut dan diperdalam lagi hingga mencari membran kerabang. Virus
diinokulasikan pada membran korioalantois dan lubang ditutup dengan lilin dan diinkubasi. Setelah 3-6
hari korioalantois membran yang terinfeksi dapat di panen dengan mengeluarkan yolk sac dan embrio
7. secara hati-hati tanpa membuat membran lepas dari kerabang. Area inokulasi dapat di lihat dengan
adanya lesi pada CAM sebelum dilepas dari kerabang (Stephen, 1980).
Inokulasi pada yolk sac
Inokulasi dilakukan pada embrio umur 5-7 hari. Post inokulasi diinkubasi selama 3-10 hari. Virus
diinokulasikan pada bagian yolk sack dan dijaga jangan sampai terkontaminasi bakteri (Stephen, 1980).
Virus yang biasa diinokulasikan di bagian ini adalah virus rabies.
2. In Vitro
Inokulasi virus dengan metode ini dilakukan dengan menanam virus pada kultur jaringan. Kultur
jaringan virus dimulai dengan kultivasi embrio anak ayam cincang didalam serum atau larutan-larutan
garam. Ini menuntun ke arah penggunaan kultur jaringan murni sel-sel hewan yang dapat ditumbuhi
virus. Kini sel hewan dapat ditumbuhkan dengan cara yang serupa seperti yang digunakan untuk sel
bakteri. Bila sel-sel hewan dikulturkan di wadah-wadah plastik atau kaca, maka sel-sel tersebut akan
melekatkan dirinya pada permukan wadah itu dan terus-menerus membelah diri sampai seluruh daerah
permukaan yang tertutupi medium terisi. Terbentuklah suatu lapisan tunggal sel dan dipergunakan
untuk mengembangkan virus. Sel-sel jaringan yang berbeda-beda lebih efektif untuk kultivasi beberapa
virus ketimbang yang lain. Pendekatan ini telah memungkinkan kultivasi banyak virus sebagai biakan
murni dalam jumlah besar untuk penelitian dan untuk produksi vaksin secara komersial. Juga luas
penggunaannya untuk isolasi dan perbanyakan virus dari bahan klinis. Vaksin yang disiapkan dari kultur
jaringan mempunyai keuntungan dibandingkan dengan yang disiapkan dari telur ayam berembrio dalam
hal mengurangi kemungkinan seorang pasien untuk mengembangkan hipersensitivitas atau alergi
terhadap albumin telur (Merchant and Packer, 1956).
3. In Vivo
Virus dapat ditanam pada hewan laboratorium yang peka. Metode ini merupakan metode yang
pertama kali dalam menanam virus. Metode ini dapat digunakan untuk membedakan virus yang dapat
menimbulkan lesi yang hampir mirip misalnya FMDP atau Vesikular Stomatitis pada sapi. Hewan
laboratorium yang digunakan antara lain mencit, tikus putih, kelinci ataupun marmut (Merchant and
Packer, 1956).
8. Diposkan oleh chanlightz di 1:00:00 AM
Inokulasi telur untuk Budidaya Virus Resource Type: Visual: Gambar Publikasi Tanggal:
2007/01/09
Gambar
Diperbesar tampilan
Penulis Thomas Walton Hewan dan Tumbuhan Inspeksi Pelayanan Kesehatan (Purn) Amerika
Serikat Departemen Pertanian Fort Collins, CO 80526-8117 Email: vetmedfed@comcast.net
Erica Suchman Departemen Mikrobiologi, Imunologi dan Patologi Colorado State University
Fort Collins, CO 80523 Amerika Serikat Email: erica.suchman @ colostate.edu
Gambar. 1. Menyiapkan telur untuk inokulasi intravaskular virus bluetongue, salah satu metode
perbanyakan virus di laboratorium. Dalam foto ini virolog adalah mempersiapkan untuk
menghapus blok kecil dari kulit telur menggunakan gergaji kecil untuk mengekspos vena untuk
inokulasi.
Virus hanya dapat bereplikasi dalam sel hidup. Sebelum dikembangkan kultur sel, telur ayam
subur 'digunakan untuk menumbuhkan virus di laboratorium. Penggunaan telur untuk propagasi
virus pertama kali ditunjukkan oleh Woodruff, Goodpasture, dan Burnet pada tahun 1930, dan
banyak kemajuan awal dalam bidang virologi adalah karena penggunaan sistem ini. embrio
Ayam terus memiliki kegunaan tertentu dalam virologi. Dalam kondisi alam, banyak virus relatif
host-spesifik. Selain itu, mereka mungkin menunjukkan kecenderungan ditandai untuk jaringan
tertentu dari tuan rumah seperti jaringan saraf, jaringan epitel, dll Sementara sejumlah virus
display host-spesifisitas dan afinitas jaringan atau "tropisme," mayoritas dapat disesuaikan
dengan host asing oleh bagian. Sel-sel dan selaput ekstraembrionik embrio ayam memberikan
substrat bervariasi yang memungkinkan pertumbuhan banyak virus. Karena kemampuan untuk
mengubah tropisme mereka dan untuk beradaptasi dengan spesies host baru, banyak virus
menjadi mampu tumbuh pada jaringan embrio ayam dan bahkan dapat mencapai konsentrasi
yang lebih tinggi daripada di jaringan host alam. Sebelum menguraikan berbagai metode dimana
telur subur dapat diinokulasi, adalah penting untuk merangkum struktur, pengembangan, dan
fisiologi dari embrio ayam untuk memahami yang jaringan yang paling menonjol pada setiap
tahap pembangunan. Tahap inkubasi dimana agen menular tertentu diinokulasi ditentukan oleh
waktu di mana jaringan target yang paling menonjol. Embrio ayam berkembang dari satu sel ke
cewek tukik dalam 21 hari inkubasi dalam lingkungan 38 o C lembab.
Ekstraembrionik membran embrio ayam berasal dari tiga lapisan germinal: endoderm,
mesoderm, dan ektoderm. Para chorion dan amnion berkembang dari ektoderm dan mesoderm
menyatu, membran kantung allantoic dan kuning berkembang dari mesoderm dan endoderm.
9. The yolk sac sangat besar di awal perkembangan embrio. Sebagai embrio tumbuh dan
menggunakan nutrisi tertutup, yolk sac menjadi kurang menonjol. Membran ketuban tumbuh
dengan cepat dan sekering untuk membentuk kantung ketuban pada hari kelima. allantois
tumbuh keluar sebagai tunas dari embrio hindgut dan membesar dengan cepat. Pada hari ke-10
allantois menjadi melekat pada lapisan luar kantung ketuban dan lapisan dalam dari chorion
untuk membentuk kantung chorioallantoic, yang memisahkan chorion dari amnion. Membran
chorionic dan allantoic leburan disebut sebagai membran chorioallantoic. Karena kantung
chorioallantoic merupakan divertikulum dari usus, ia berfungsi sebagai wadah ekskretoris untuk
embrio. Ini berisi dari 5 sampai 10 ml cairan dengan padatan terlarut, solusi yang jelas dalam
tahap awal tapi menjadi keruh setelah hari ke-12 karena adanya urates. Membran
chorioallantoic adalah organ pernapasan embrio dan dengan demikian kaya dengan disertakan
dengan pembuluh darah. Embrio dikelilingi oleh kantung ketuban dan terletak mandi di sekitar
1 ml cairan ketuban. Cairan ketuban berfungsi sebagai sumber protein yang tertelan selama
menelan gerakan embrio dilihat untuk membuat dari hari dan seterusnya 9.
Telur sendiri memiliki ujung yang tumpul di mana ada ruang udara atau kantung udara.
Menggarisbawahi shell adalah membran fibrosa cangkang telur. Berbeda dengan jaringan-
jaringan lain pada telur, membran shell tidak mengandung sel-sel hidup, akibatnya, tidak akan
mendukung replikasi virus. Pada tahap awal pembangunan, embrio ayam dapat dikenali dengan
kesulitan sebagai area gelap kecil yang menempel pada yolk sac sangat besar. Setelah 4 sampai
5 hari, embrio dapat langsung dideteksi oleh Candling. Embrio adalah ukuran sedang dengan 10
hari pembangunan, setelah embrio cepat meningkat dalam ukuran dan bulu muncul. Saluran
pernafasan berkembang antara hari ke 12 dan 15.
Rute inokulasi termasuk kantung chorioallantoic, membran chorioallantoic, kantung kuning
telur, kantung ketuban, intracerebrally, dan intravascularly (yang memerlukan penghapusan
sepotong kecil dari cangkang atas vena utama seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 1).
Meskipun banyak virus sekarang dibudidayakan dalam kultur sel, untuk beberapa virus ada
sistem sel yang sesuai budaya ada dan inokulasi telur adalah metode pilihan. vaksin virus
influenza masih dibudidayakan di telur, dan karenanya orang-orang dengan alergi telur tidak bisa
mentolerir vaksin influenza. Namun, upaya untuk memproduksi vaksin flu burung di telur
telah berhasil, karena virus ini membunuh embrio sebelum virus yang memadai dapat dihasilkan.
Rabu, 14 Oktober 2009
Newcastle Disease
Newcastle Disease
ETIOLOGI DAN MORFOLOGI
Newcastle Disease atau disebut juga penyakit Tetelo, Pseudofowl pest, Pseudovogel pest, avian
distemper, avian pneumoenchephalitis, pseudopoultry plague dan ranikhet disease. Newcastle
Disease (ND) merupakan penyakit viral yang sangat menular pada unggas, bersifat sistemik yang
melibatkan saluran pernafasan dan menyerang berbagai jenis unggas terutama ayam serta
burung-burung liar dengan angka mortalitas yang tinggi 80-100% (Alexander, 1991).
10. Newcastle Disease disebabkan oleh virus yang termasuk dalam famili Paramyxoviridae, genus
Paramyxovirus. Paramyxovirus mempunyai genom virus ssRNA berpolaritas negative,
panjangnya 15-16 kb dan mempuyai kapsid simetris heliks tidak bersegmen, berdiameter 13-18
nm. (Fenner et.al, 1995), genom virus ND membawa sandi untuk 6 protein virus yaitu protin L,
Protein HN (hemaglutinin neuraminidase), protin F (protin fusi), protein NP (protin
nukleokapsid), protin P (Fosfoprotein), dan protein M (matik).
(Beard dan Hanson, 1984).
Masa inkubasi penyakit ini antara 2-15 hari, rata-rata 5-6 hari. Kejadian infeksi oleh virus ND
terutama terjadi secara inhalasi. (Alexander, 1991).
Sifat-sifat fisik virus ND antara lain virus ND mempunyai kemampuan untuk mengaglutinasi dan
melisikan eritrosit ayam. Selain eritrosit ayam, virus ND juga mampu mengaglutinasi eritrosit
mamalia dan unggas lain serta reptilia. (Beard dan Hanson, 1984).
Virus ND bila dipanaskan pada suhu 56o C akan kehilangan kemampuan untik mengaglutinasi
eritrosit ayam, karena hemaglutininnya rusak. Selain itu juga akan merusak infektivitas dan
imunogenesitas virus.
GEJALA KLINIS
Wabah penyakit ND beragam dalam hal keganasan klinis dan kemampuan menyebarnya. Pada
sejumlah wabah khususnya pada ayam dewasa, gejala klinis mungkin minimum. Virus yang
menyebabkan bentuk penyakit ini disebut lentogenik. Pada wabah lain, penyakit ini dapat
mempunyai angka mortalitas sampai 25%, seringkali lebih tinggi pada unggas muda; virus yang
demikian ini disebut mesogenik. Pada wabah lainnya lagi terdapat angka kematian yang sangant
tinggi kadang-kadang mencapai 100% yang disebabkan oleh virus velogenik. Kemampuan
menyibak virus F merukanan factor utama yang mempengaruhi virulensi. (Fenner,1995)
Gejala klinis ND dibedakan menjadi 5 patotipe menurut Beard dan Hanson, 1984, yakni
bentuk Doyle, Beach, Baudette, Hithcner da enteric Asimptomatik. Bentuk Doyle merupakan
bentuk per akut atau akut, menimbulkan akematian pada ayam segala umur dengan mortalitas
100%. Lsi menciri dengan adanya perdarahan pada saluran pencernaan. Bentuk ini disebabkan
oleh virus strain velogenik. Penyakit ini terjadi secara tiba-tiba, ayam mati tanpa menunjukkan
gejala klinis, ayam kelihatan lesu, respirasi meningkat, jaringan sekitar mata bengkak, diare
dengan feses hijau atau putih dapat bercampur darah, tortikalis, tremor otot, paralisa kaki dan
sayap. (Alexander, 1991).
11. Bentuk Beach atau velogenic neitropic Newcastle disease (VVND) bersifat akut, menimbulkan
gejala pernafasan dan syaraf, dan menimbulkan kematian ayam segala umur dengan angka
mortalitas 50 % pada ayam dewasa dan 90 % pada yam muda.
Bentuk Raudette, kurang ganas dibandingkan bentuk Beach menyebabkan kematian pada ayam
muda, bentuk ini disebabkan oleh virus galur mesogenik. Pada ayam dewasa ditandai dengan
penurunan produksi telur biasanya terjadi 1-3 minggu. (Beard dan Hanson, 1984).
Bentuk Hitchner disebabkan oleh virus ND galur lentogenik, gejala klinisnya bersifat ringan atau
tidak tampak jelas, tidak menimbulkan kematian pada ayam dewasa dan biasanya dipakai
sebagai vaksin.
Bentuk enteric asimptomatik merupakan bentuk yang tidak menunjukkan gejala klinis dan
gambaran patologis, tetapi ditandai dengan infeksi usus oleh virus-virus galur lentogenik yang
tidak menyebabkan penyakit.
(Alexander, 1991).
PATOGENESIS
Ayam yang terinfeksi mempunyai peranan penting dalam penyebaran penyakit dan
sebagai sumber infeksi. Pada mulanya virus bereplikasi pada epitel mukosa dari saluran
pernafasan bagian atas dan saluran pencernaan; segera setelah infeksi virus menyebar lewat
aliran darah ke ginjal dan sumsum tulang yang menyebabkan viremia skunder. Kesulitan
bernafas dan sesak nafas timbul akibat penyumbatan pada paru-paru dan kerusakan pada pusat
pernafasan di otak.
Produksi antibody berlangsung dengan cepat. Antibody penghambat hemaglutinasi dapat diamati
dalam waktu 4-6 hari setelah infeksi dan menetap selama paling tidak 2 tahun. Titer antibody
penghambat hemaglutinasi merupakan ukuran dari kekebalan. Antibody asal induk dapat
melindungi anak ayam sampai 3-4 minggu setelah menetas. Antibody IgG yang terbatas dalam
aliran darah tidak mampu mencegah infeksi pernafasan tetapi dapat mencegah viremia; antibody
12. 0 IgA yang dihasilkan secara local berperan penting dalam melindungi saaluran oernafasan dan
saluran pencernaan. (Fenner, 1995).
Perubahan pasca mati meliputi perdarahan ekimotok pada larings, trachea, esophagus, dan di
sepanjang usus. Lesi histology yang paling menonjol adalah nekrosis terpusat pada mukosa usus
dan jaringan limfe dan perubahan hyperemia di sebagian organ, termasuk otak. (Fenner, 1995).
Perubahan patologis
1. Perubahan makroskopis
Nekrosis dan hemorragi pada saluran pencernaan meliputi proventrikulus, ventrikulus
dan berbagai bagian usus. Tidak dijumpai perubahan pada sistem syaraf, kadng-
kadang juga pada saluran nafas. Jika ditemukan perubahan pada saluran nafas maka
akan terlihat hemorrhagi dan congesti berat pada trakea.. Penebalan kantong udara
disertai timbunan eksudat kataral sampai mengeju pada permukaannya. Organ
reproduksi mengalami hemorragi dan perubahan warna menjadi lebih pucat.
2. Perubahan mikroskopis
Hiperemi, edema, hemorrhagi, trombosis, dan nekrosis pembuluh darah. Hiperplasia
sel-sel reticulohistiositik dan nekrosis multifokal pada hati. Nekrosis pada lympha.
Degenerasi lymphocyt bursa fabricius. Nekrosis dan hemorragi pada usus. Kongesti
dan infiltrasi sel radang pada trachea. Hemorragi dan edema pada bagian-bagian paru.
Perivascular cuffing sel limposit dan nekrosis dari neuron pada otak. (Tabbu,2000).
DIAGNOSIS
Karena gejalanya tidak spesifik diagnosis harus dipastikan dengan isolasi virus dan serologi.
Virus dapat diisolasi dari limpa, otak atau paru-paru melalui inokulasi alantois dari telur
berembrio umur 10 hari, virus dibedakan dengan yang lainnya dengan menggunakan uji
penghambatan-jerapan darah dan penghambatan hemaglutinasi. Penentuan virulensi sangat
diperlukan untuk isolat lapangan. Sebagai tambahan atas indeks kerusakan syaraf dan rataan
waktu kematian dari embrio ayam, juga dipakai pembentukan plak dalam keadaan ada atau tidak
adanya tripsin pada sel ayam. Uji penghambatan-hemaglutinasi digunakan dalam diagnosis dan
pemantauan penyakit Newcastle kronis di negara tempat bentuk penyakit ini merupakan
endemis. (Fenner, 1995).
13. PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN
Penyakit ini tidak dapat diobati. Oleh karena itu ayam yang sudah terserang sebaiknya
cepat dimusnahkan karena dapat menulari ayam yang lain. Pengendalian terbaik adalah dengan
vaksinasi seperti vaksin strain F, K dan LaSota. Pola pemberian vaksin adalah 4-4-4, maksudnya
vaksin diberikan pada ayam berumur 4 hari, 4 minggu, 4 bulan dan seterusnya dilakukan 4 bulan
sekali. (Sujionohadi, 2004)
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Panduan Bagi Petugas Teknis, Penyuluh dam
Peternak. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Alexander,D.J. 1991. ND and Other Paramyxovirus Injection in Disease of Poultry, 9th ed.
Edited by Calnek, B. J., dkk. Iowa State University Press, Armes, Iowa. USA.
Beard, C.W, and Hanson. 1984. Newcastle Disease in Disease of Poultry, 8th ed. Iowa State
University Press, Armes Iowa. USA.
Fenner, Frank J., dkk.1995. Virologi Veteriner. Edisi kedua. Academic Press INC. California.
Jordan, F. T. W.1990. Poultry Diseases. Third Edition. Baillere Tindall. London.
Mitruka B. M. 1981. chlinical Bchemical and Hematological Reference Values Normal
Experimental Animals and Normal Humans. MASSON Publishing USA. New York.
Sujionohadi, Kliwon dan Ade Iwan Setiawan. 2004. Ayam Kampung Petelur. Penerbit Swadaya.
Jakarta
Tabbu, C. R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulagannya. Volume I. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta
http://yudhiestar.blogspot.com/2009/10/newcastle-disease.html