Hi semua, terima kasih sudah berkunjung kesini 😆 Semua file yang diupload adalah materi perkuliahan. Nah... materi ini dari dosen yang dikhususkan untuk teman-teman kelas #manabeve 💚
Biar gampang diakses, yah masukin sini aja kan😆 Sekalian membantu kalian yang mungkin butuh beberapa konten dalam file-file ini.
Jangan lupa di like yah 💙 Kalau mau dishare atau didownload PLEASE MINTA IZIN dulu oke??
Biar ngga salah paham cuy😆
ASK FOR PERMISSION ▶ itsmeroses@mail.ru
Kalau kesulitan untuk mendownload FEEL FREE untuk email ke aku🔝🔝🔝🔝
[DISCLAIMER] Mohon banget kalau udah didownload. Kemuadian ingin dijadikan materi atau referensi. Jangan lupa cantumkan sumbernya. Terima kasih atas pengertiannya💖
------------------------------------------------------------
Materi details :
Coming soon ")
------------------------------------------------------------
MEET CLASS FELLAS💚
Instagram ▶ https://www.instagram.com/manabeve
Blog ▶ https://manabeve.blogspot.com
Email ▶ manabeve@gmail.com
------------------------------------------------------------
LET'S BECOME FRIENDS WITH ME💜
Instagram ▶ https://www.instagram.com/ameldiana3
Twitter ▶ https://www.twitter.com/amlediana3
1. HOT ISU KOMUNIKASI POLITIK
Mahasiswa Komunikasi Politik melacak mempelajari topik-topik berikut:
Bagaimana interaksi antara (non-) aktor pemerintah, politisi, jurnalis dan warga negara
mengambil bentuk dan apa fitur dan efek yang mereka miliki?
Bagaimana warga menggunakan media untuk menjaga diri informasi dan bagaimana
yang berubah?
Yang mencoba untuk mempengaruhi berita?
Bagaimana 'informasi media menawarkan' datang menjadi ada?
Efek apa discernable pada pendapat publik dan perilaku politik?
Cyber Politikdi Indonesia:PeluangdanTantangan
Masa DepanPolitikIndonesia:AntaraHarapandan Kenyataan
Mempengaruhi Berita:MemenangkanPolitik
CalonIndependen:Demokrasi Subtansial
Komunikasi Politik,Konflik,Eksklusif,Insklusif
Pembahasan
Komunikasi dan Politik, Komunikasi Politik
Komunikasi politik sebenarya merupakan sebuah proses penyampaian pesan(informasi)
yang terkait dengan politik dari komunikator ke komunikan dalam lingkungan masyarakat
(budaya) Indonesia.Dalam linkungan masyarakat budaya Indonesia itu juga berarti dalam
lingkungan (spere/environment) sistem politik Indonesia.Membedakan komunikasi secara umum
dan komunikasi politik terletak pada komunikasi politik berfokus pada masalah
politik.Sedangkan komunikasi secara umum membahas komunikasi pada umumnya, tidak
terbatas pada masalah politik.
Menurut Almond dan Verba (1978: 152) mengambarkan kunikasi Politik sebagai berikut
“Komunikasi Politik merupakan fungsi sistem yang mendasar (basic function of the system)
dengan konsekuensi yang banyak untuk pemeliharaan ataupun perubahan dalam kebudayaan
politik dan struktur politik.Seseorang tentunya dapat mengasumsikan bahwa semua perubahan
penting dalam sistem politik menyangkut perubahan dalam pola-pola komunikasi, dan biasanya
baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat. Semua proses sosialisasimisalnya merupakan
proses komunikasi, meskipun komunikasi tidak harus selalu menghasilkan perubahan sikap
(attitude change).Sama halnya, koordinasi dan pengendalian individu dalam peran-peran
organisai yang berbeda memerlukan pengkomunikasian informasi. Jadi, menegakan suatu pola-
pola sosialisasi baru dan membangun organisasi-organisasi baru membutuhkan perubahan dalam
penampilan komunikasi”
2. Dilihat dari rumusan diatas maka komunikasi politik sangat penting karena menyangkut suatu
proses politik yang mendasar. Komuniasi politik sendiri tidak dapat dilepaskan dari suatu pola
umum dari suatu proses penyampaian pesan (informasi) dari pengirim/sumber
informasi/komunikator (sender/resoures) melalui media (medium) disampaikan ke penerima
(komunikan/receiver). Proses komunikasi yang demikian tidak dapat dilepaskan dari situasi dan
kondisi (lingkungan/budaya) masyarakat dimana proses itu berjalan. Peranan lingkungan/budaya
dalam komunikasi juga sangat menentukan efektif tidaknya proses berkomunikasi itu terjadi.
Ketidakefektifan dalam berkomunikasi bisa jadi karena banyaknya gangguan yang bersumber
dalam lingkungan/budaya masyarakat setempat artinya ada masalah dalam lingkungan.Untuk
memahami masalah dalam lingkungan social masyarakat bukanlah perkara yang mudah karena
sangat luas dan kompleks (rumit).
Dalam komunikasi ada masalah utama yaitu bagaimana pesan (informasi) disampaikan ke
penerima pesan (komunikan) sama seperti yang dimaksud oleh pengirim pesan, baik dalam
pengertian, pengartian maupun makna. Dalam proses penyampaian pesan itu arah pesan utama
perlu dipahami yaitu dari pengirim ke penerima. Arah ini penting dipahami karena bila arah
komunikasi tidak jelas atau justru pihak penerima pesan justru memaksakan membuat pesan baru
tanpa persetujuan, pengertian, pengartian, pemaknaan dan maksud yang tidak sama dengan si
pengirim (sumber informasi) maka pesan akan kacau, membingungkan dan bias serta rawan
kesalahpahaman yang ujung-ujungnya akan terjadi komunikasi yang buruk (sangat tidak efektif).
Idealnya kalaupun pihak penerima pesan menyampaikan pesan baru maka harusnya dapat
dimengerti, diartikan dan dimaknai sama dengan si pengirim dan perlu disenergikan
(diselaraskan) dengan pesan pengirim sebelumnya. Untuk proses penyampaian pesan yang
terjadi timbal balik antara si pengirim dan penerima pesan dimana terjadi pengartian, pengertian,
maksud dan makna yang bisa saling dipahami dan dimengerti serta di kompromikan oleh kedua
pihak maka akan terjadi komunikasi dua arah. Dalam komunikasi modern komunikasi dua arah
berkembang pesat.Komunikasi dua arah juga dapat efektif dan dapat juga sebaliknya yaitu tidak
efektif (dapat dikatakan komunikasi yang buruk).Untuk menjaga agar komunikasi itu efektif atau
tidak maka arah komunikasi perlu dipahami, dan perlu menghindari pemaksaan dalam
berkomunikasi.
Hal berikutnya dalam proses berkomunikasi, setelah pesan diterima maka akan ada umpan balik
(feeckback). Umpan balik sangat diperlukan dan penting dalam berkomunikasi karena itu
merupakan masukan dalam perbaikan sistem atau pesan yang dimaksud.Proses komunikasi yang
demikian sangat diperlukan dan terkait erat dengan efektif tidaknya berkomunikasi. Semakin
proses komunikasi itu sesuai dengan arti, maksud, tujuan dan makna berberkomunikasi
dilakukan maka komunikasi akan semakin efektif. Dan semakin jauh dari arti, tujuan, maksud
dan makna berkomunikasi maka komunikasi akan semakin tidak efektif. Proses komunikasi
secara umum demikian juga terjadi dalam komunikasi politik.
Untuk memahami komunikasi politik dengan menyeluruh maka perlu dipahami pula
politik.Menurut Miriam Budiardjo(2010: 13) politik mempelajari politik atau perpolitikan. Plato
dan Aristoteles menjelaskan politik sebagai en dam onia atau goodlife. Sejak jaman dahulukala
masyarakat mengatur kehidupan dengan baik mengingat sering menghadapi keterbatasan sumber
alam dan perlu dicari suatu cara distribusi sumber daya agar semua warga merasa bahagia dan
3. puas. Dalam pepatah Jawa juga didapat istilah yang berkaitan dengan kehidupan yang baik,
makmur dan sejahtera, yaitu gemah ripah loh jinawi.
Untuk mencapai tujuan hidup yang mulia dan baik (goodlife) kadang-kadang ditempuh dengan
berbagai cara sehingga terkadang saling bertentangan satu dengn yang lainnya. Tujuan itu akan
lebih mudah tercapai jika memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, tidak salah pula bila ada yang
berpendapat membicarakan politik sebenarnya membicarakan masalah kekuasaan dalam wilayah
sistem politik.Dengan kekuasaan maka keputusan dan kebijakan terkait menentukan pembagian
(distribusi) dan alokasi sumber daya yang ada dapat dilakukan. Kekuasaan diperlukan baik untuk
membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses
tersebut. Cara yang dipakai dapat bersifat meyakinkan (persuasi) dan jika perlu dengan
paksaan(coercion). Tanpa unsur paksaan kebijakan bisa merupakan perumusan keinginan
(statement of intent) belaka.
Kegiatan-kegiatan politik dapat menimbulkan konflik karena nilai-nilai (materiel dan non
materiel) yang dikejar sifatnya langka. Dipihak lain kegiatan itu juga memerlukan kerjasama
karena kehidupan manusia bersifat kollektif. Dalam rangka itu maka politik pada dasarnya dapat
dilihat sebagai usaha penyelesaian konflik dan membangun konsensus baru. Dan tidak dapat
disangkal walaupun tujuan politik sebenarnya adalah kehidupan yang baik(segi positif) tetapi
juga dapat juga berarti negative. Hal itu karena politik mencerminkan tabiat manusia, baik naluri
manusia yang baik maupun yang buruk.
Gambaran umum komunikasi politik sebagai berikut:
Gambar 1. Pola Komunikasi Politik
Masyarakat Plural, Kepentingan dan Budaya yang beragam
(environment)
Medium/
media
èè
Çïïïïïïïïïïïïï
RESOURCE/SENDER
Komunikator/pengirim
Send OfInformation/Masage
RECEIVER
Komunikan/
Penerima
Receive Of
Information/ Masage
4. Umpan balik/Feckback
Masyarakat Plural, Kepentingan dan Budaya yang
beragam(environment)
Komunikasi efektif sangat penting agar tidak terjadi misskomunikasi (salah paham).
Misskomunikasi sendiri terjadi sebagai akibat dari komunikasi yang tidak effektif. Rentang
komunikasi dari yang sangat komunikatif(sangat baik) sampai dengan tidak komunikatif
(komunikasi tidak efektif/sangat buruk). Komunikasi yang sangat buruk (tidak efektif) dapat
dikatakan komunikasi berjalan tetapi buruk. Akibat dari komunikasi yang buruk (tidak efektif)
akan mengakibatkan jurang kesalahpahaman besar. Banyak istilah lain yang terkait dengan
misskomunikasi dengan berbagai akibat yang menyertinya terutama akibat dari sisi negatifnya;
seperti salah mengerti, tidak mengerti, tidak mau mengerti, sulit dimengerti dan masih banyak
lainnya.Dalam kehidupan politik sering dijumpai sekelompok orang, organisasi, dan juga
keompok politik yang bereaksi terhadap suatu keputusan atau kebijakan pemerintah dengan
sikap tidak mengerti, tidak mau mengerti, sulit mengerti dan tidak bisa mengerti. Sikap demikian
bias jadi merupakan cerminan bentuk komunikasi pemerintah yang kurang efektif. Bila dikaji
lebih mendalam terjadinya miskomunikasi tersebut merupakan embrio awal dari sebuah konflik,
dan dapat dikatakan misskomunikasi sebenarnya adalah awal dari terjadinya konflik. Konflik
akan terjadi terutama bila pihak yang terkait yaitu pengirim dan penerima informasi terjadi
misskomunikasi.
Miskomunikasi juga dapat dipicu oleh lingkungan, situasi dan kondisi masyarakat yang majemuk
(plural) serta budaya. Situasi dan kondisi tertentu dalam lingkungan masyarakat tidak selamanya
mendukung(kondusif) bagi berlangsungnya komunikasi sehingga dapat berjalan efektif. Dalam
kehidupan yang majemuk (plural) masyarakat Indonesia maka didalam masyarakat akan ditandai
dengan banyak perbedaan dan kepentingan, ditandai dengan tingginya angka kemiskinan, tingkat
pendidikan yang belum semuanya tinggi bahkan masih banyak yang belum mengenyam
pendidikan, masalah kesulitan ekonomi dan tingginya pengangguran. Dengan berbagai masalah
dalam masyarakat beragam Indonesia tersebut maka didalamnya juga akan terdapat banyak
kepentingan yang dapat dipastikan tidak semuanya sejalan dan bahkan dapat dikatakan saling
bertentangan. Bicara kepentingan maka aktivitas politik dan proses politik akan menjadi arah,
saluran, diskursus dan wacana utama dalam komunikai politik. Hal demikian terjadi karena
bicara politik sebenarnya adalah bicara masalah kepentingan (politik) dan disitu pula letak
hubungannya antara konflik dan politik.
Dalam masyarakat yang sangat beragam (jamak/plural) maka komunikasi politik akanterjadi
dalam kebergaman masyarakat Indonesia. Hal demikian mengandung arti dalam komunikasi
politik akan banyak kepentingan turut bermain. Hal demikian merupakan permasalahan dan juga
sekaligus masukan.Dalam komunikasi politik perlu berlangsung secara berimbang dan efektif,
dan perlu dipahami pula bahwa dalam komunikasiakan terdapat hal-hal yang kemungkinan besar
menjadikan pesan tidak sampai, atau pesan sampai tetapi arti, maksud dan maknanya tidak sesuai
5. dengan maksud dari pemberi pesan. Istilah, hal atau situasi dan kondisi yang mengakibatkan
pesan tidak sampai atau sampai tetapi tidak sesuai dengan arti, maksud dan makna dalam
berkomunikasi atau arti, maksud dan makna berbeda dengan si pemberi pesan (informasi) maka
dalam proses demikian akan banyak ditemui pengganggu ditengah-tengah masyarakat.
Pengganggu dalam berkomunikasi tersebut bisa dalam pengertian atau arah yang positif dan juga
justru sebaliknya kearah negative.Dalam situasi dan kondisi seperti itulah maka dalam
berkomunikasi pesan (informasi) perlu dijaga agar tetap efektif ada pada arti, tujuan, maksud dan
makna dari komunikasi yang dilakukan terutama oleh si pengirim pesan dan tentunya masyarakat
dan lingkungan turut menjaganya.Tanpa dilakukan penjagaan terhadap pesan atau informasi
maka dapat menjadikan komunikasi berjalan tidak efektif, kesimpansiuran informasi,
penyalagunaan informasi untuk yang tidak berkepentingan, kegaduhan masyarakat dan akhirnya
dapat memicu lahirnya keresahan dan merupakan benih-benih awal untuk lahirnya kekerasan
dalam masyarakat.
Dalam proses komunikasi politik perlu disadari dan dimengerti tidak semua orang tahu arti,
maksud dan makna dari sebuah pesan/informasi oleh si pengirim, dengan kata lain akan ada
pihak-pihak tertentu yang bisa jadi tidak tahu duduk perkara(masalahnya) apalagi pihak-pihak
diluar tersebut berasal dari berbagai latarbelakang yang berbedatetapi ingin terlibat. Sedangkan
untuk melarang pihak lain ambil bagian padahal mempunyi keinginan terlibat jelas bukan
merupakan langkah yang arif dan bijaksana serta tidak mudah. Disitulah arti pentingnya
penjagaan terhadap pesan/informasi agar tetap efektif dan proporsional.Bila penjagaan terhadap
pesan/informasi terlalu longgar, kurang penjagaan bahkan tanpa penjagaan maka yang terjadi
adalah arti, maksdu dan makna berkomunikasi bisa jauh dari arti, maksud dan makna orang yang
mau berkomunikasi, artinya akan terjadi bias. Bias dalam komunikasi akan semakin lebar bila
kurang penjagaan sedangkan pihak lain terutama yang tidak tahu duduk perkara (masalanya) dan
yangtidak berkepentingan ikut terlibat begitu dalam. Bila demikian yang terjadi pada haikatnya
tidak terjadi komunikasi yang efektifyang terjadi adalah komunikasi yang buruk, bias, hiruk
pikuk informasi palsu, simpang siur, dan sederetan ketidakpastian informasi lainnya.
Peran media dalam penyampaian informasi yang efektif sangat perlu. Media adalah saluran yang
perlu untuk menyampaikan amanat sipengirim pesan dengan benar dan tentunya juga perlu
menjaga agar arti, maksud dan makna sama dengan si pemberi pesan/informasi. Keakuratan dan
validitas informasi yang diberikan oleh media sangat tergantung dari maksud dan tujuan serta
makna serta pengartian dari sebuah pesan yang asli. Semakin pesan itu tidak terjaga dan
dimanfaatkan oleh orang atau kelompok yang tidak tahu duduk perkara(masalah) nya maka
subtansi dari pesan/informasi itu akan semakin jauh dan justru menimbulkan kesimpangsiuran
berita dan kegaduhan di masyarakat, dan itu bukan merupakan tugas media yang benar (akurat).
Akar Konflik di Indonesia
1. 1. Mayarakat Indonesia Yang Beragam
Negara Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan berpeduduk sekitar 245 juta orang, mendiami di
sekitar 17600 pulau dengan sekitar 200 dialek suku bangsa dan bahasa serta ditandai dengan
adanya perbedaan agama, keyakinan dan kepercayaan.Kondisi Indonesia seperti itu, memberi
gambaran terdapat perbedaan tajam ditengah-ditengah kehidupan rakyat Indonesia. Perbedaan
6. demikian akan rumit bila diteliti misalnya dari satu orang dengan orang lainnya saja dalam
memandang suatu masalah termasuk kebijakan negara berbeda-beda. Perbedaan antara satu
dengan orang lain, kelompok, kelompok-masyarakat dan negara akan terjadi dalam banyak hal
dan hal terebut menjadi hal biasa dalam masyarakat Indonesia. Demikian pula antara satu pulau,
satu pulau dengan yang lainnya pasti ada perbedaan yang bila ditilik pasti rumit, ada pulau yang
lebih sejahtera dan makmur tetapi ada pulau yang tertinggal jauh, ada daerah yang maju pesat
tetapi juga ada daerah yang tertinggal jauh. Hal demikian akan semakin rumit bila dikaitkan
dengan suku bangsa dengan ras yang berbeda (Papua, Ambon, Keturuan Cina, Arab,
Pribumi/Jawa), memiliki dialeg bahasa yang berbeda. Pebedaan yang tajam dan rumit tersebut
dapatmemicu lahirnya berbagai bentuk konflik baru dan berujung pada berbagai kekerasan
termasuk berbagai bentuk terorisme yang mengatas namakan agama[1].
Dalam menyikapi situasi dan kondisi masyarakat Indonesia yang beragam tersebut, maka
peranan komunikasi politik menjadi sangat sentral dalam merumuskan penyelesaian masalah
dalam kehidupan global dan modern Indonesia saat ini. Tanpa ada komunikasi politik yang baik
maka segala hal yang berkaitan dengan perbedaan apalagi yang tajam dan menyangkut
kehidupan, mata pencaharian, ekonomi, kepercayaan keyakinan dan agama maka akan
melahirkan bentu-bentuk kekerasan yang semakin meluas.Dalam masyarakat beragam berbagai
perbedaan yang mengarah keberbagai bentuk kekerasan tersebut untuk dihilangkan seratus
persen jelas tidak mungkin, yang bisa adalah ditekan dan dieliminasi serendah mungkin dan
dengan komunikasi yang efektif maka hal demikian dapat ditekan serendah mungkin. Sebagai
contoh aksi terorisme atas nama agama sendiri dalam sejarah tidak pernah punah dan aksi
terorisme agama ini ada pada semua bentuk agama dan kepercayaan serta keyakinan di dunia ini,
bukan hanya oleh kelompok Islam, tetapi juga bisa dilakukan oleh kelompok Budha, Hindhu,
Kristen, Jahudi dan tentunya juga kelompok agama, kepercayaan dan keyakinan lainnya juga
terbuka untuk melakukan teror. Keberagaman masyarakat Indonesia itu sendiri bukan merupakan
faktor tunggal(satu hal) yang tidak terkait dengan situasi dan kondisi lainnya termasuk situasi
dan kondisi dunia global. Hal demikian dapat menambah luas dan rumitnya memahami
masyarakat Indonesia.[2]Contoh lainnya yang terjadi dalam negeri Indonesia adalah aksi-aksi
Front Pembela Islam (FPI) sebelum Lebaran tahun 2013 ini yang banyak menimbulkan pro dan
kontra ditengah-tengah masyarakat bisa jadi diakibatkan pola komunikasi yang kurang baik antar
pihak-pihak yang terlibat.
1. 2. Warisan Masa Lalu: Bangunan Masyarakat Politik Yang Eksklusif bukan
Inklusif
Pola berpikir tertentu dan warisan masa sebelumnya termasuk Budaya Jawa, Orde Lama, dan
Orde Baru yang telah tertanam kuat dan membudaya mengakibatkan sulitnya membangun
masyarakat Indonesia baru. Pola pikir masyarakat secara umum telah dibangun dengan pola
tertentu dan juga bisa jadi pola pikir pada masa sebelumnya lebih mengarah bahkan dapat
dikatakan dominan ke masyarakat yang ekslusif. Pola pikir sebagian masyarakat yang terpola
ekslusif tersebut mengakibatkan didalam kehidupan masyarakat Indonesia berkembang pola
pikir yang mengarah ekslusif negatif seperti menganggab diri, kelompoknya adalah paling benar,
paling hebat, paling kaya, paling wah, saya berbeda dengan yang lain. Pemikiran demikian
7. sebenarnya juga banyak dipengaruhi pikiran-pikiran yang feudal(isme), dan pengaruh masa
kolonial (penjajahan) dahulu. Dalam masa demokratis modern dewasa ini, pola pikir eksklusif
akan dapat menjadikan sangat negatif dan merusak, sangat berbahaya terutama bila sampai
merendahkan (menyinggung)harga diri orang(manusia), kelompok, suku, agama kepercayaan
dan keyakinan lainnya apalagi bila sampai menginjak-injak nilai-nilai orang (kemanusiaan),dan
kelompok lainnya.
Pola pikir yang ekslusif (tertutup) mengarah negative tersebut bila berhadapan dengan
masyarakat demokrasi modern yangdituntut egalitarian dapat menimbulkan masalah yang
berujung konflik.Hal demikian dapat terjadi karena masyarakat modern demokrasi egalitarian
menuntut persamaan perlakuan (egaliter) terhadap manusia dalam berbagai hal dan
bentuk.Dalam masyarakat demokrasi egaliter, kebenaran yang dirasakan oleh orang atau
kelompok pun tidak dapat dirasakan oleh orang atau kelompok tersebut sendiri tetapi perlu
dirasakan secara adil bagi orang atau kelompok lain, itu artinya menghendaki dan menuntut
adanya keadilan dalam memandang sesuatu.
Dalam masyarakat yang majemuk Indonesia pola pikir yang ekslusif negatif tersebut dapat
memicu munculnya berbagai konflik yang sifatnya latent dan memancing berbagai bentuk
kekerasan. Sebagai contoh sering Front Pembela Islam (FPI) berjuang ingin menegakan Syariat
Islam dengan caranya, yang menurut orang atau kelompok FPIcara tersebut diyakini yang paling
benar sedangkan menurut orang atau kelompok lainbahkan oleh sebagian umat Islam sendiri cara
yang dilakukan oleh FPI belum tentu benar. Hal seperti itu juga terjadi di Ahmadiyah Indonesia
yang mengaku umat Islam sedangkan orang atau kelompok Islam yang lainnya berpandangan
tidak sesuai dengan agama Islam.Perbedaan sudut pandang, wacana, diskurus dan pola pikir
antara Ahmadiyah dan sebagian umat Islam seringkali mengeras dan mengerucut pada konflik
yang berujung kekerasan. Sifat ekslusif negatif itu bukan hanya dalam masalah agama,
kepercayaan dan keyakinan tetapi juga hampir disemua bidang kehidupan masyarakat Indonesia.
Didalam masyarakat pola pikir ekslusif juga nampak terutama bila ada orang, kelompok yang
menganggab paling hebat, paling benar (elitis-senior) dan orang, kelompok lain dianggabnya
tidak hebat bahkan rendah. Pola pikir manusia yang ekslusif akan membuat situasi dan kondisi
ekslusif juga. Kondisi kehidupan yang serba ekslusif tersebutbisa mengarah dan memicu lahirnya
kebentuk-bentuk konflik dan berujung pada berbagai bentuk kekerasan baru.
Berbalikan dengan pola pikir ekslusif adalah pola pikir insklusif (memadu-membaur-sederajat-
terbuka).Pola pikir insklusif ini sejalan dengan pikiran demokratis egalitarian. Pola pikir inklusif
memandang manusia dalam masyarakat dalam keadaan sama dan sederajat. Kehidupan orang,
kelompok apapun dan dimanapun memiliki kedudukan samaseimbang, adil dan sama sederajat.
Dari sudut pikir yang inklusif adanya Suku, agama kepercayaan dan keyakinan, Ras dan antar
Golongan (SARA) dalam masyarakat Indonesia dipandang dalam kedudukan yang sama dan
sederjat (egaliter), tidak ada pembedaan atas dasar kemanusiaan dan menekankan keadilan yang
sederajat. Pikiran-pikiran insklusif melihat kebenaran dengan mendengar dan memperhatikan
pihak lain, memandang pentingnya keadilan dalam memandang suatu hal atau persoalan.
Kebenaranpun bersifat dapat didiskusikan dan menghindari monopoli terhadap kebenaran,
kebeanaran yang dikejar adalah pada subtansi dan hakikat kebenaran itu sendiri, bila ada orang
atau kelompok yang salah maka akan terbuka untuk menerima kebenaran dari pihak lain.
8. Didalam Islam pun sebenarnya tidak boleh mengikuti hal secara membabi buta perlu dicari nilai-
nilai kebenaran didalamnya.
Pola pikir insklusif yang berkembang di masyarakat demokratis Indonesia dewasa ini seiring
sejalan dengan perkembangan masyarakat yang semakin maju, modern, dan global, maka
berkembang pesat pula sikap mau menghargai, mendengar dan menempatkan orang, kelompok
lain pada posisi yang sama dengan dirinya. Dalam masyarakat insklusif, kemampuan mendengar
tanpa merendahkan pihak lain serta kesediaan menghormati dan menghargai orang atau
kelompok lain tentunya menjadikan masyarakat terikat secara kuat kedalam. Untuk menciptakan
dan membangun pola pikir orang (manusia), sebagai dasar bangunan masyarakat yang insklusif
bukan hal yang mudah karena sangat tergantung dari banyak hal, termasuk faktor pendidikan
yang bukan sekedar pendidikan tetapi pendidikan yang benar perlu dilakukan baik oleh keluarga,
masyarakat dan tentunya juga oleh negara menjadi faktor penting.
Dalam masyarakat terdapat pola pikir ekslusif dan insklusif yang melekat dalam keberagaman
masyarakat Indonesia.Untuk menghilangkan pikiran yang ekslusif tidak mungkin, yang mungkin
adalah meminimalisir atau menekan penggunaan pikiran eksklusif tersebut serendah
mungkin.Untuk menyikapi pola pikir yang eksklusif dan insklusif diatas yang terpenting adalah
perlunya komunikasi menjadi kata kunci. Untuk mewujudkan dan membangun kehidupan
masyarakat yang inklusif tidak dapat dilepaskan dengan komunikasi yang baik. Dalam
masyarakat insklusif sebenarnya akan terdapat komunikasi yang lebih baik daripada dalam
masyarakat yang berpola pikir eksklusif.
Berbagai bentuk konflik yang berujung pada kekerasan dalam masyarakat akan dapat diantisipasi
secara dini terutama bila ada komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik dalam masyarakat
akan dapat mencegah terjadinya konflik berlarut-larut dan dapat menekan lahirnya berbagai
bentuk kekerasan.Bila konflik yang berujung pada berbagai bentuk kekerasan sampai berlarut-
larut, meluas dan melibatkan atau menyinggung berbagai sumber daya kekuasaan baik ditengah-
tengah masyarakat maupun dalam kekuasaan negara apalagi penyelesaiannya memerlukan atau
diperlukan bahkan menuntut campur tangan kekuasan dalam masyarakat dan atau negaramaka
perlu ada komunikasi politik yang efektif. Dengan komunikasi politik yang efektif maka
akanmampu menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat dengan lebih baik.
1. 3. Kepentingan Yang Beragam
Beragamnya masyarakat Indonesia mengakibatkan juga beragamnya kepentingan dalam
masyarakat.Kentingan yang beragam itu terjadi karena terjadi perbedaan yang tajam antar
keinginan dan kebutuhan orang (manusia) dalam masyarakat Indonesia. Menghilangkan
kepentingan dalam masyarakat yang beragam tidak akan mungkin, yang mungkin adalah
bagaimana menyalurkan dan mengelola berbagai kepentingan yang disamping banyak
jumlahnya, berbeda-beda dan juga sering saling berlawanan tersebut menjadi mosaid yang indah.
Bicara kepentingan sendiri sebenarnya bicara politik.Hal itu karena hakikat politik adalah
kepentingan. Dalam proses seperti itu komunikasi politik memegang peranan penting dalam
membantu memadukan dan mencarikan solusi atas berbagai kepentingan yang berbeda dan
9. mungkin berlawanan. Komunikasi politik yang efektif akan mampu membantu berbagai
kepentingan tersebut berproses dan akhirnya dapat menyelesaikan masalah yang dapat dipahami,
dimengerti dan juga diterima oleh semua pihak yang terlibat. Dengan komunikasi politik yang
efektif maka akan dapat memangkas kemungkinan lahirnya kekerasan yang tidak perlu didalam
masyarakat.
1. 4. Penjagaan Atas Pesan (Informasi)
Kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini mengarah ke demokratis modern dan global yang
ditandai dengan keberagaman kepentingan dan kebebasan menyampaikan kepentingan tersebut
menjadikan kehidupan menjadi dinamis.Dalam kehidupan masyarakat yangdinamis, sering
terjadi konflik yang disebabkan kesimpangsiuran informasi (pesan), berbagai bentuk
kesalahpahaman dan juga penyalagunaan infomasi (pesan) oleh pihak yang tidak berkepntingan.
Tidak berkepentingan dalam arti dan bentuk yang sangat bervariasi, misal orang atau kelompok
yang tidak tahu duduk perkara atas suatu masalahnya tetapi ingin terlibat, mempengaruhi untuk
kepentingannya sendiri bukan untuk kepentingan si pemberi pesan(sumber pesan), ada lagi orang
atau kelompok yang untuk mengerti dan memahami suatu masalah dengan topik tertentu perlu
konsep, pemikiran dan pendidikan tertentutetapi orang tersebut memaksakan masuk dan ambil
bagian padahal tidak mengerti dan memahami konsep-konsep tersebut dan lain sebagainya.
Informasi yang simpang siur, saling bertentangan, tidak jelas unsur dan sumbernya apalagi
minim keabsahannya (validitasnya) mengakibatkan masyarakat Indonesia sering dalam kondisi
berlawanan dan terpecah belah, gaduh dan saling menyebar pesan yang hoak (ada unsur
kebohongan) serta saling memfitnah.Bila situasi dan kondisi yang serba tidak benar berkembang
luas maka akan menebar benih-benih konflik. Benih konflik yang luas (berifat massif) tersebut
dapat merusak masyarakat secara mendalam termasuk sistem politik kenegaraan dan tentunya
juga hukum.Situasi dan kondisi seperti itu sebenarnya diakibatkan buruknya komunikasi politik,
terutama dengan kurangnya atau lemahnya penjagaan dari setiap informasi (pesan) yang
dikeluarkan oleh sumber pesan (komunikator).Dalam komunikasi politik, peran penjagaan
terhadap pesan (informasi) agar tetap memiliki akurasi dan validitas yang tinggi, dengan tingkat
kebenaran informasi yang tinggi pula merupakan hal yang sangat penting dan mendasar.
Semakin rendah penjagaan terhadap pesan (informasi) maka akan rendah pula akurasi dan
validitas kebenaran. Tingkat akurasi dan kebenaran yang rendah pada informasi akan
mengakibatkan informasi yang tidak efektif dan bahkan buruk. Informasi yang dengan kualitas
yang buruk tersebut memicu lahirnya berbagai bentuk konflik yang berujung pada lahirnya
berbagai kekerasan dalam masyarakat.Peran dan tugas utama dari penjagaan terhadap pesan ada
pada sumber informasi dan juga masyarakat.
Masyarakat perlu juga mengerti dan memahami akan pentingnya penjagaan informasi agar tidak
disalahgunakan oleh pihak yang tidak tepat.Untuk mengerti, memahami pentingnya penjagaan
terhadap informasi dapat dilihat dari kasus Bahan Bakar Minyak (BBM) pada masa
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).Arah, arti, maksud dan tujuan dari sumber
pesan terkait kenaikan BBM bukannya dipahami dan dimengerti oleh sasaran pesan ditujukan
tetapi justru mengakibatkan kesalapahaman dan kegaduhan dan demonstrasi dimana-mana.
10. Dalam kasus kenaikan BBM itu bukannya rakyat memahami dan mengerti apa maksud
pemerintah tetapi justru banyak yang tidak mengerti akan arti, maksud dan makna untuk apa
pesan itu harus disampaikan.
1. 5. Medium Pesan
Pesan (informasi) untuk sampai ke sasaran(komunikan) perlu perantara atau media (medium).
Dalam masyarakat demokratis, modern dan global dewasa ini Peran media sangat penting dan
menentukan. Media perlu menyampaikan pesan dengan memiliki akurasi dn validitas kebanaran
yang baik. Kebenaran atas informasi perlu selalu ditekankan dan menghindari keterlibatan dalam
politik praktis. Bila media ikut terlibat dalam politik praktis dan kurang objektif maka
mengakibatkan komunikasi politik yang secara benar ke masyarakat akan terabaikan.
Komunikasi politik dengan tingkat kebenaran yang tinggi perlu didepankan oleh media dengan
tetap menjaga jarak dengan permainan politik praktis.Bila media bermain pada politik praktis
dan mengedepankan kepentingan kekuatan politik tertentu maka yang menjadi akibat adalah
kehidupan masyarakat yang simpang siur dan gaduh. Hal demikian terjadi karena sifat media
dalam komunikasi politik itu berjangkauan luas dengan waktu yang cepat.
Kegaduhan dan kesimpangsiuran informasi mengakibatkan masyarakat terbelah dan terkota-
kotak. Masyarakat yang terkotak-kotak dengan tarikan kekuatan politik yang berbeda-beda
merupakan benih-benih awal dari konflik, yang bisa merupakan embrio awal bila situasi dan
kondisi lainnya mendukung untuk melahirkan berbagai bentuk kekerasan.Untuk menjaga
komunikasi politik agar memiliki akurasi dan validitas kebenaran yang baik maka pola
recruitmen pekerja media (termasuk wartawan) perlu diperbaiki dan diperbaharui, tentunya
didalamnya perlu disertai dengan etika profesi (jurnlis) dan kode perilku pekerja media yang
professional serta tidak lupa ditekankan pula perlunya pertanggungjawaban dalam setiap
pemberitaan pesan yang yang ada. Dan perlu ditegaskan pula bahwa fungsi media termasuk
pekerja media juga terkait dengan penjagaan atas informasi yang akan disebarkan. Tanpa
penjagaan yang memadai maka informasi yang disampaikan ke khalayak luas (public) bisa
menjadi liar dan tidak terkontrol jauh dari nilai-nilai media yang mementingkan akurasi terhadap
kebenaran.Penjagaan informasi oleh media sangat luas, dari pemilihan nara sumber, topik, waktu
tayang, efek media dan lain sebagainya. Pemilihan narasumber yang tidak kredibel dan akuntabel
akan mengakibatkan efek negative bukan hanya pada pesan yang disampaikan tetapi juga akan
terkait dengan kredibiitas media itu sendiri. Bila terjadi masalah yang perlu penanganan dan
keterlibatan lembaga Pengawas maka hal itu perlu dilakukan agar media dalam koridor peran
dan fungsinya secara lebih baik.
1. 6. Umpan Balik: Masukan Positif
Dalam era modern, demokrasi dan global di Indonesia dewasa ini, dalam proses kehidupan
bermasyarakat terdapat keterbukaan terhadap masukan. Kehidupan sosial politik kenegaraan
sendiri sebenarnya perlu banyak masukan. Masukan atau saran yang positif akan merupakan
11. energi positif bagi masyarakat dan negara. Dalam komunikasi politik yang baik didalamnya akan
bersifat terbuka terhadap segala masukan. Komunikasi Politik yang efektif bukan berarti segala
hal perlu berlawanan dan saling berbeda.Pemikiran bahwa komunikasi Politik perlu secara
sinergi dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat perlu dilandasi dengan akal pikiran yang
jernih. Dengan pikiran yang jernih akanlebih mudah terhadap penerimaan kebenaran yang
diterima semua pihak. Konflik akan terjadi bila diantara komunikator dan komunikan tidak
terjalin hubungan yang komunkatif. Membangun hubungan yang komunikatif akan berarti juga
dapat mendengar dan merasakan apa keinginan dari masyarakat sebagai sasaran dari komunikasi
yang dilakukan. Bila keinginan antara komunikator dan komunikan dapat dikompromikan,
terjadi saling mengerti dan memahami maka komunikasi politik akan berjalan dengan baik dan
akan menekan terjadinya konflik dan sebaliknya akan terjadi konflik yang bisa jadi meluas bila
terjadi komunikasi politik yang buruk, dalam proses komunikasi seperti itulah arti penting
masukan dari komunikan. Penjagaan agar tidak terjadi konflik akan lebih mudah bila baik
komunikator dan komunikan menjaganya sendiri, itu artinya masukan berupa keinginan dan
kebutuhan komunikan(sasaran komunikasi) perlu dijadikan dasar pertimbangan dalam
penyampaian informasi(pesan) yang akan disampaikan. Proses seperti itu tentunya juga
memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat secara menyeluruh.
Simpulan
Kajian terkait telaah kritis komunikasi politik atas berbagai konflik ini menemukan arti penting
karena banyaknya terjadi konflik yang berujung pada kekerasan di Indonesia.Akar masalah
menjadi sumber yang berpotensi melahirkan konflik berujungpada kekerasan di Indonesia pada
prinsipnya tidak dapat dihapuskan, tetapi dapat ditekan atau diminimalisir. Sumber potensial
yang dapat melahirkan konflik di Indonesia antara lain; masyarakat Indonesia yang sangat
beragam (plural), warisan bangunan masyarakat masa kolonial, feudal, Orde Lama, dan Orde
Baru dimana bangunan masyarakat lebih eksklusif daripada insklusif, kepentingan(sebagai dasar
dari politik) yang sangat beragam, penjagaan atas pesan(informasi) dari sumber
pesan(komunikator) yang lemah bahkan terkadang tidak dijaga sama sekali sehingga
mengakibatkan setiap ada informasi terutama dari Pemerintah semisal kenaikan BBM yang
terjadi justru kesimpangsiuran kesalahpahaman dan kegaduhan masyarakat jauh dari
pemahaman dan pengertian dari masyarakat (sebagai tujuan dari komunikasi itu dilakukan),
Media informasi yang kurang professional dan masukan terhadap pesan yang sering dipandang
dan disikapi harus beda, asal beda jauh dari akal sehat dan jernih.
Komunikasi politik yang efektif (baik) akan mampu memberikan solusi atas masalah yang terkait
dengan masyarakat Indonesia yang beragam. Semakin komunikasi politik berjalan efektif maka
akan semakin mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa Indonesia yang beragam
dan demikianpula sebaliknya semakin tidak efektif (buruk) komunikasi politik yang terjadi maka
akan semakin menebar benih-benih koflik yang semakin meluas. Konflik yang meluas tersebut
dapat melahirkan berbagai bentuk kekerasan.
12. Saran
1. Pendidikan yang benar perlu dilakukan, baik oleh keluarga, masyarakat dan negara.
Pendidikan yang benar tersebut perlu diarahkan untuk membangun dan menciptakan
bangunan masyarakat yang insklusif.
2. Penjagaan Informasi perlu dilakukan oleh sumber informasi dan masyarakat. Penjagaan
tersebut perlu dilakukan untuk menghindari penyalagunaan informasi oleh pihak yang
kurang tepat
3. Para pemangku kepentingan (stekeholder) perlu berkomunikasi politik secara efektif
(lebih baik) agar dapat menyelesaikan konflik yang ada di Indonesia.
Batas
Komunikasi Politik, Power dan Authority
Filedunder:Uncategorized — chairulums@10:13
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi politik adalah proses penyampaian pesan, proses dimana informasi politik yang
relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik pada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem
sosial dengan sistem-sistem politik. Proses ini berlangsung disemua tingkat masyarakat disetiap
tempat yang memungkinkan terjadinya pertukaran informasi diantara individu-individu dengan
berbagai kelompok juga. Sebab dalam kehidupan bernegara setiap individu memerlukan
informasi terutama mengenai kegiatan masing-masing pihak.
Tetapi sering juga timbul keluhan-keluhan yang berupa kurangnya memahami dan
mendefinisikan komunikasi politik, terutama dipengaruhi oleh keragaman sudut pandang atau
paradigma terhadap kompleksitas realitas sehari-hari, padahal perlu diketahui bahwa
pengetahuan terhadap komunikasi dan politik merupakan suatu peranan yang sangat penting
terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dan perlu diketahui bahwa politik menyangkut prilaku penguasa dan berupa lahirnya partai
politik-partai politik baru yang kita hanya menganggap persaingan-persaingan kegiatan berupa
pemilu merupakan sebuah pesta politik untuk kalangan elit tetapi pemilu merupakan kegiatan
yang amat penting dalam menegakkan kedaulatan rakyat dan karena melalui pemilu seleksi
kepemimpinan dan perwakilan dapat dilakukan secara lebih fear.
13. Kebesaran suatu bangsa bergantung pada kemampuan rakyat, masyarakat umum, dan massa
untuk menemukan simbol dalam orang pilihan, karena orang pilihanlah yang mampu
membimbing massa. Setiap pemimpin dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi,
membentuk komunikasi, membentuk sikap dan prilaku khalayak, masyarakat yang mendukung
terhadap aktivitas kepemimpinannya.
Oleh karena itu kita mengangkat tema komunikasi politik untuk dibahas lebih lanjut karena
komunikasi politik memainkan peranan penting sekali didalam sistem politik dan menjadi bagian
menentukan dari sosialisasi politik, partisipasi politik, dan perekrutan politik
B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian komunikasi politik?
2) Bagaimana proses komunikasi politik?
3) Bagaimana hakikat dari komunikasi politik?
4) Bagaimana sikap/ prilaku penguasa politik dalam komunikasi politik?
C. Tujuan
1) Menjelaskan pengertian komunikasi politik
2) Menjelaskan proses komunikasi politik
3) Menjelaskan hakikat dari komunikasi politik
4) Menjelaskan sikap/ prilaku penguasa politik dalam komunikasi politik
C. Manfaat
1) Berperan aktif dalam menyampaikan aspirasi ataupun pesan kepada penguasa sebagai
masyarakat yang memepunyai kewajiban bersama dalam membangun bangsa dan negara yang
adil dan maju.
2) Memberikan indikasi atau petunjuk kepada masyarakat dan para pemerintah negara
(penguasa) entang pentingnya komunikasi politik.
3) Mencegah dan menghindari serta menanggulangi bagaiman agar masyarakat paham akan
pengetian, proses, dan hakikat komunikasi politik, serta kewenangan dan kewajiban penguasa
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KOMUNIKASI POLITIK
Para pakar ilmu politik dan pakar ilmu komunikasi berupaya untuk memberikan suatu pengertian
tentang apa itu komunikasi politik. Sulit kiranya untuk menstandarisasi satu pengertian yang
dapat memenuhi semua disiplin ilmu, namun para pakar di dalam merumuskan suatu pengertian
telah berupaya secara maksimal sebagai sumbangan (kontribusi) yang sangat berharga yang
dapat memperkaya rujukan dunia ilmu pengetahuan khususnya ilmu komunikasi. Proses
14. komunikasi politik bukan membahas suatu proses yang bersifat temporer atau situasional
tertentu, namun bahasan komunikasi politik akan menampakkan identitas keilmuan, baik sebagai
ilmu murni (pure science) yang bersifat ideal, maupun sebagai ilmu terapan (applied science)
yang berada dalam dunia empiris.
Sebagai ilmu terapan (applied science) maka bahasan komunikasi akan terus berkembang sesuai
dengan perubahan-perubahan dan peristiwa-peristiwa politik yang terjadi atau sebagai akibat
temuan-temuan teoritis, produk berpikir dan hasil penelitian para ilmuwan politik atau ilmuwan
komunikasi.
“Komunikasi politik (political communication) adalah suatu proses dan kegiatan-kegiatan
membentuk sikap dan perilaku politik yang terintegrasi ke dalam suatu sistem politik dengan
menggunakan seperangkat simbol-simbol yang berarti yang melibatkan pesan-pesan politik dan
aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah.”.
Maswadi Rauf melihat komunikasi politik dari dua dimensi, yaitu komunikasi politik sebagai
sebuah kegiatan politik dan sebagai kegiatan ilmiah.
Komunikasi sebagai kegiatan politik merupakan penyampaian pesan-pesan yang bercirikan
politik oleh aktor-aktor politik kepada pihak lain. Kegiatan ini bersifat empirik, karena dilakukan
secara nyata dalam kehidupan sosial. Sedangkan sebagai kegiatan ilmiah, komunikasi politik
adalah salah satu kegiatan politik dalam sistem politik (Rauf, 32 – 33).
Rusadi Kantaprawira seorang pakar hukum, melihat komunikasi politik dari sisi kegunaannya.
Menurut Rusadi komunikasi politik adalah untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup
dalam masyarakat, baik pikiran intern golongan, instansi, asosiasi, ataupun sektor kehidupan
politik masyarakat dengan sektor kehidupan politik pemerintah (Rusadi, 1984: 14.
Astrid S. Soesanto dalam buku Komunikasi Sosial di Indonesia mengangkat suatu formulasi
pengertian komunikasi politik yang hampir diwarnai kajian ilmu hukum. Hal ini tampak dari
kalimat yang diturunkan dalam formulasi pengertiannya. Menurut Astrid komunikasi politik
adalah komunikasi diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga
masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini dapat mengikat semua warganya
melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik”.
Formulasi pengertian yang sangat unik yaitu yang diangkat Dan Nimmo dalam buku Political
Communication and Public Opinion in America menyatakan sebagai berikut : ” … It is a book of
Political Communication (activity) consider political by virtue of its consequences (actual and
potential) which regulate human conduct under conditions of conflict” (Dan Nimmo, 1980: 7).
”… Buku ini (komunikasi politik) menggunakan istilah politik hanyalah untuk mengartikan
kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial”.
Roelofs mengangkat buah pikirannya tentang komunikasi politik dalam kalimat sederhana yang
menyatakan bahwa komunikasi politik adalah pembicaraan tentang politik atau kegiatan politik
adalah berbicara.
Dan menurut Gabriel Almond (1960) bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang
selalu ada dalam setiap sistem politik. “All of the functions performed in the political system,
15. political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making,
rule application, and rule adjudication,are performed by means of communication.”
Apa yang dikemukakan oleh para pakar tersebut di atas cukup untuk memberi pedoman dalam
membentuk suatu pengertian tentang apa itu politik. Format pengertian itu semua muncul dalam
visi (sisi pandang) beragam sesuai disiplin ilmu yang melatarbelakanginya.
Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam
pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa –”penggabungan
kepentingan” (interest aggregation” dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk
diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam Budiardjo).
Jack Plano dkk. Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau pesan yang bersangkutan
dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur komunikasi seperti komunikator,
pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-
lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun
demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari
lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen.
Pengertian tersebut menunjukkan pada sikap dan perilaku seluruh individu yang berada dalam
lingkup sistem politik, sistem pemerintahan atau sistem nilai baik sebagai pemegang kekuasaan
maupun sebagai masyarakat untuk terwujudnya suatu jalinan komunikasi antara pemegang
kekuasaan (pemerintah) dengan masyarakat yang mengarah kepada sifat-sifat integratif.
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam
fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara
inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.
B. PROSES KOMUNIKASI POLITIK
Pesan-SUMBER-Saluran-PENDENGAR-Umpan Balik
1. Komunikator/ sender/ sumber = Pengirim pesan
Encoding : Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan
2. Message = Pesan
3. Media = Saluran
Decoding – Proses pemecahan/ penerjemahan simbol-simbol
4. Feed back = Umpan balik/ respon
5. Komunikan (receiver)/ pendengar (audiens) = Penerima pesan
KOMUNIKATOR POLITIK (SUMBER)
16. Komunikator Politik pada dasarnya adalah semua orang yang berkomunikasi tentang politik,
mulai dari obrolan warung kopi hingga sidang parlemen untuk membahas konstitusi negara.
Namun, yang menjadi komunikator utama adalah para pemimpin politik atau pejabat pemerintah
karena merekalah yang aktif menciptakan pesan politik untuk kepentingan politis mereka.
Mereka adalah pols, yakni politisi yang hidupnya dari manipulasi komunikasi, dan vols, yakni
warganegara yang aktif dalam politik secara part timer ataupun sukarela.
Komunikator politik utama memainkan peran sosial yang utama, teristimewa dalam proses opini
publik. Karl Popper mengemukakan “teori pelopor mengenai opini publik”, yakni opini publik
seluruhnya dibangun di sekitar komunikator politi.
Menurut JD.Halloran, kominikator massa berlaku juga bagi komunikator politik. Dan menurut
James Rosenau adalah “pembuat opini pemerintah” atas “hal ihwal nasional yang multimasalah”.
Klasifikasi tersebut adalah :
1. Pejabat Eksekutif (Presiden, kabinet, Ka. Penasihat)
2. Pejabat Legislatif (Senator atau DPD, Pimpinan Utama DPR)
3. Pejabat Yudukatif (Para Hakim MA, MK)
Komunikator Politik terdiri dari tiga kategori: Politisi, Profesional, dan Aktivis.
1. Politisi adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah, seperti
aktivis parpol, anggota parlemen, menteri, dsb.;
2. Profesional adalah orang yang menjadikan komunikasi sebagai nafkah pencahariannya, baik di
dalam maupun di luar politik, yang muncul akibat revolusi komunikasi: munculnya media massa
lintas batas dan perkembangan sporadis media khusus (majalah internal, radio siaran, dsb.) yang
menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Terdiri dari jurnalis
(wartawan, penulis) dan promotor (humas, jurubicara, jurukampanye, dsb.).
3. Aktivis –
(a) Jurubicara (spokesman) bagi kepentingan terorganisasi, tidak memegang atau mencita-
citakan jabatan pemerintahan, juga bukan profesional dalam komunikasi. Perannya mirip
jurnalis.
(b) Pemuka pendapat (opinion leader) –orang yang sering dimintai petunjuk dan informasi oleh
masyarakat; meneruskan informasi politik dari media massa kepada masyarakat. Misalnya tokoh
informal masyarakat kharismatis, atau siapa pun yang dipercaya publik.
MESSAGE (PESAN)
Pesan komunikasi merupakan produk penguasa atau lembaga kekuasaan setelah melalui proses
encoding (proses penyusunan ide menjadi simbol atau pesan) atau setelah diformulasikan
kedalam simbol-simbol yang sesuai dengan kapasitas sasaran.
Pesan komunikasi politik adalah pesan yang berkaitan dengan peran negara dalam melindungi
17. semua kepentingan masyarakat (warga negara). Bentuk pesannya dapat berupa keputusan,
kebijakan, dan peraturan yang menyangkut kepentingan dari keseluruhan masyarakat, bangsa,
dan negara. Dalam pembicaraan politik, komunikator lebih banyak menggunakan instrumen
komunikasi yang meliputi :
1. Lambang
Pembicaraan politik adalah kegiatan simbiotik. Kegiatan ini dapat berupa, (a) pembicaraan
otoritas dilambangkan oleh konstitusi, hukum.
(b) pembicaraan kekuasaan dilambangkan oleh Parade Militer.
(c)Pembicaraan pengaruh dilambangkan oleh Mimbar partai, Slogan, Pidato, editorial.
2. Bahasa
Bahasa dalam komunikasi politik merupakan suatu sarana yang sangat penting yang memiliki
fungsi sebagai “cover” bagi isi pesan (content message) yang akan disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan sehingga pesan tersebut memiliki daya tarik (interest) serta
mudah diterima oleh komunikan (masyarakat).
3. Opini Publik (Pendapat Umum)
Pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator politik dilakukan dengan memperhatikan
secara seksama pendapat umum atau pendapat yang berkembang dalam realitas keidupan
masyarakat yang ada dan mengemuka melalui media massa cetak, audio, maupun audio visual
serta media komunikasi langsung yang berasal dari elemen infrastruktur politik yang
mengartikulasi kepentingan masyarakat luas, baik melalui media dialog, diskusi, konsep
pemikiran maupun orasi di lapangan (demonstrasi). Semuanya ditujukan untuk memelihara
harmonisasi komunikasi antara komunikator politik dengan komunikan atau khalayak
(masyarakat).
MEDIA KOMUNIKASI (SALURAN)
Media komunikasi sebagai alat transformasi pesan-pesan komunikasi dari penguasa kepada
masyarakat.
Media komunikasi menjadi pusat perhatian penguasa sebagai alat untuk mendapat legitimasi
rakyat di dalam memperkuat kedudukan penguasa melalui informasi- informasi yang
disampaikan.
Dalam menyampaikan komunikasi politik para komunikator politik mrnggunakan saluran
komunikasi politik dan saluran komunikasi persuasif politik yang memiliki kemampuan
menjangkau lapisan masyarakat, bangsa, dan negara.
Tipe-tipe saluran kominikasi politik yang dimaksud meliputi:
18. 1) Komunikasi massa
Adalah proses penyampaian pesan (message) oleh komunikator politik kepada komunikan
(khalayak) melalui media komunikasi massa, seperti surat kabar, radio, televisi.
2) Komunikasi Interpersonal
Adalah proses penyampaian pesan (message) oleh komunikator kepada komunikan (khalayak)
secara langsung atau tatap muka (face to face). Contohnya dialog, lobby, komfrensi tingkat
tinggi (KTT), temui publik, rapat umum, konfrensi pers, dan lain-lain.
3) Komunikasi Organisasi
Adalah proses penyampaian pesan (message) oleh komunikator politk kepada komunikan
(khalayak) atau komunikasi vertikal (dari atas ke bawah) dan horizontal (dari kiri ke kanan)
sejajar. Contohnya komunikasi antar sesama atasan, dan komunikasi sesama bawahan (staf),
serta komunikasi berperantara (pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, news letter,
lokakarya).
Adapun tipe saluran komunikasi persuasif politik adalah meliputi:
1. Kampanye massa
Adalah proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh) yang berupa program asas, platform
partai politik yang dilakukan oleh komunikator politik kepada calon pemilih (calon konstituen)
melaui media massa, cetak, radio, maupun televisi, agar memilih partai politik yang
dikampanyekannya. Contohnya kesejahteraan seluruh petani, akan terwujud apabila memilih
partai politik yang saya pimpin menang pemilu.
2. Kampanye Interpersonal
Adalah proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh) yang berupa program, asas, platform
(garis perjuangan), pembagian kekuasaan partai politik yang dilakukan oleh kemunikator politik
kepada tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh yang luas terhadap calon pemilih (calon
konstituen) agar menyerukan untuk memilih partai politik yang dikampanyekannya. Contohnya
Dialog dan Lobby Ketua Tim Sukses Capres-cawapres SBY-JK kepada Ketua Umum Partai
Politik Bintang Reformasi dan tim lain kepada partai politik lain.
3. Kampanye Organisasi
Adalah proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh) yang berupa program, asas, platform
(garis perjuangan), pembagian kekuasaan partai politik yang dilakukan oleh kemunikator politik
kepada kader, fungsionaris, dan anggota dalam satu organisasi partai politik dan antar sesama
anggota agar memilih partai politik yang dikampanyekannya. Contohnya Ketua Partai Politik
memberi pesan persuasif kepada anggotanya (vertiakal), dan atau antar sesama anggotanya
(horizontal).
EFEK (UMPAN BALIK/ FEEDBACK)
Menurut Ball Rokeah dan De Fleur, akibat (efek) potensial komunikasi dapat dikategorikan
dalam tiga macam, yaitu:
1. Akibat (efek) kognitif
19. Yaitu efek yang berkaitan dengan pengetahuan komunikan terhadap pesan yang disampaikan.
Dalam kaitannya dengan kominikasi plitik, efek yang timbul adalah menciptakan dan
memecahkan ambiguitas dalam pikiran orang, menyajikan bahan mentah bagi interpretasi
personal, memperluas realitas sosial dan politik, menyusun agenda, media juga bermain di atas
sistem kepercayaan orang.
2. Akibat (efek) afektif
Yaitu efek yang berkaitan dengan pemahaman komunikan terhadap pesan yang disampaikan.
Dalam hal ini ada 3 efek komunikasi politik yang timbul, yaitu:
a. Seseorang dapat menjernihkan atau mengkristalkan nilai politik melalui komunikasi politik
b. Komunikais bisa memperkuat nilai komunikasi politik
c. Komunikasi poltik bisa memperkecil nilai yang dianut
3. Akibat Konatif (perubahan prilaku)
Yaitu efek yang berkaitan dengan perubahan prilaku dalam melaksanakan pesan komunikasi
olitik yang dierimanya dari komunikator politik
Perwujuadan efek komunikasi poliik yang timbul adalah dapat berupa “partisipasi politik” nyata
untuk memberikan suara dalam pemilihan umum DPR, DPD, DPRD, dan Presiden serta Wakil
Presiden dan aau bersedia melaksanakan kebijakan serta keputusan politik yang
dikomunikasikan oleh komunikator politik.
KOMUNIKAN (PENDENGAR)
Komunikan atau khlayak dalam komunikasi politik adalah semua khalayak yang tergolong
dalam infrasturktur atau suprastruktu politik. Atau dengan kata lain semua komunikan yang
secara hukum terikat oleh konstitusi, hukum, dan ruang lingkup komunikator suatu negara.
Komunikan dapat bersifat individual atau perorangan, dapat juga berupa institusi, organisasi,
masyarakat secara keseluruhan, partai politik atau negara lain.
Apabila komunikan dijadikan sebagai objek dengan berbagai ketentuan normatif yang
mengikatnya, sehingga komunikasi tidak memiliki ruang gerak yang bebas, dapat dipastikan
bahwa proses komunikasi berada dalam sistem totaliter. Sebaliknya apabila komunikan bukan
hanya sebagai objek tapi dijadikan partner bagi komunikator, sehingga pertukaran pesan-pesan
komunikasi dalam frekuensi tinggi, maka dapat dipastikan bahwa sitem politik yang melandasi
proses komunikasi tersebut berada pada sistem demokrasi. Tolok ukur ini dapat pula digunakan
bagi perkembangan pendapat umum (public opinion) atau feedback (umpan balik). Dalam sistem
totaliter baik pendapat umum atau umpan balik hampir tidak berfungsi. Sedangkan dalam sisem
demokrasi pendapat umum atau umpan balik dijadikan alasan sebagai masukan (input) bagi
penguasa untuk menyempurnakan kebijaksanaan komunikasi pemerintah.
2.3. HAKIKAT KOMUNIKASI POLITIK
2.3.1. Pokok – Pokok Komunikasi Politik
20. Dalam memahami dan mendalami komunikasi politk, perlu terlebih dahulu mengetahui dan
mempelajari hakikat komunikasi yang meliputi pengertian, unsur, dan fungsi dari komunikasi
politik. Pembahasan mengenai hakikat komunikasi yang meliputi hal diatas adalah sebagai
berikut:
a. Pengertian komunikasi politik
Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh
sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini dapat
mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama melalui lembaga
politik (Astrid S. Susanto).
(Telah dijelaskan di 2.1 Pengertian Komunikasi Politik)
b. Unsur-unsur Komunikasi Politik
Menurut Drs. Sumarno, AP, unsur komunikasi politik meliputi dua unsur, yaitu:
1) Unsur Komunikasi Politik dalam Lembaga Suprastruktur
Dalam unsur ini terdiri dari tiga kelompok yaitu yang berada pada lembaga Legislatif, Eksekutif,
dan Yudikatif. Pada ketiga kelompok tersebut terdiri dari elit politik, elit militer, teknokrat, dan
profesional group.
2) Unsur Komunikasi Politik dalam Lembaga Infrastruktur Politik
Dalam unsur ini terdiri dari beberapa kelompok, yaitu:
a) Partai politik
b) Interest group
c) Media komunikasi politik
d) Kelompok wartawan (sebagai within-put)
e) Kelompok mahasiswa (sebagai within-put)
f) Para tokoh politik
c. Fungsi Komunikasi Politik
Fungsi komunikasi poitk dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu:
1) Aspek Totalitas
Fungsi komunikasi politik dalam aspek totalitas adalah mewujudkan suatu kondisi negara yang
stabil dengan terhindar dari faktor-faktor negatif yang mengganggu keutuhan nasional.
Artinya bahwa negara berkewajiban menyampaikan komunikasi politik kepada masyarakat
secara terbuka (transparan) serta menyeluruh (komprehensif) serta menghilangkan hambatan
(barier) komunikasi antara negara dengan masyarakat sehingga tercipta hubungan yang harmonis
diantara keduanya.
2) Aspek Hubungan Suprastruktur dan Infrastruktur Politik
Fungsi komunikasi politik dalam hubungan suprastruktur dan infrastruktur politik adalah sebagai
jembatan penghubung antara kedua suasana tersebut dalam totalitas nasional yang bersifat
independen dalam berlangsungnya suatu sistem pada ruang lingkup negara.
21. Artinya bahwa pemerintah berkewajiban menyampaikan (artikulasi) semua kebijakan dan
keputusan politik kepada masyarakat dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Aspek yang dimaksud adalah aspek ideologi, ekonomi, sosial politik, hukum, dan hankam serta
aspek lain yng berhubungan dengan sikap dan perilaku politik Indonesia kepada pihak
internasional (luar negeri).
2.3.2. Konsep Pembahasan Komunikasi Politik
Menurut ilmuwan komunikasi, pembagian teori komunikasi dalam beberapa konsep disesuaikan
dengan sistem poliik yang berlaku pada negara yang bersangkutan. W. L. Rivers, W. Schramm
dan C. G. Cristians dalam bukunya “ Responsibility in Mass Communications” membagi tiga
konsep, yaitu:
1) Authoritharianism
Konsep komunikasi politik dalam sistem Authoritharianism adalah komunikasi politik dimana
lembaga suprastruktur politik mengatur bahkan menguasai sistem komunikasi politik yang
menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur.
Artinya, Negara lebih besar memiliki pengaruh dalam mengendalikan media komunikasi politik
kepada masyarakat. Masyarakat tidak memiliki daya yang kuat untuk mengendalikan sistem
komunikasi atau bahkan hanya bisa menerima semua pesan komunikasi politik yan disampaikan
oleh negara aau pemerintah.
Contoh: Penerapan Sistem Komunikasi Politik dalam Negara Sosialis Komunis
2) Liberitarianism
Konsep komunikasi politik dalam sistem Liberitarianism adalah komunikasi politik dimana
lembaga infrastruktur politik memiliki kewenangan yang bersifat besar untuk mengatur bahkan
menguasai sistem komunikasi politk yang menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur
politik.
Artinya, Masyarakat (society) lebih besar memiliki pengaruh dalam mengendalikan media
komunikasi politik dalam kehidupan masyarakat dan negara. Negara hanya memiliki daya untuk
memantau atau mengendalikan sistem komunikasi agar tidak melanggar semua aturan atau
hukum yang berlaku dalam negara yang dapat berakibat
kerugian pada masyarakat umum.
Contoh : Penerapan Sistem Komunikasi Politik dalam Negara Demokrasi.
3) Social Responsibility Theory
Konsep komunikasi politik dalam sistem Social Responsibility Theory adalah komunikasi politik
dimana lembaga suprastruktur politik mengatur bahkan menguasai sebagian besar sistem
komunikasi politik yang menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur.
22. Artinya, Negara lebih besar memiliki pengaruh dalam mengendalikan media komunikasi politik
kepada masyarakat. Masyarakat tidak memiliki daya yang kuat untuk mengendalikan sistem
komunikasi politik atau bahkan hanya dapat menerima sebagian besar pesan komunikasi politik
yang disampaikan oleh negara atau pemerintah.
Contoh : Penerapan Sistem Komunikasi Politik dalam Negara Sosialis Demokrat.
2.4. PERILAKU PENGUASA
Seorang penguasa haruslah dapat memberikan kebijakan-kebijakan yang adil serta
menyelesaikan masalah dengan tepat. Tapi dapat dilihat dari para penguasa saat ini, kebanyakan
dari mereka kurang dapat memberikan solusi yang tepat terhadap permasalahannya. Masih
banyak dari kebijakan penguasa merugikan banyak pihak serta lebih menguntungkan pihak
lainnya. Biasanya yang menjadi korban ketiadkadilan dari penguasa adalah rakyat kecil yang
semakin hari semakin susah menjalani kehidupan. Akibatnya banyak rakyat kecil yang menderita
gizi buruk, dan tingkat penggaguran yang tinggi. Maka dari itu, penguasa haruslah
mencerminkan keadilannya. Saling menguntungkan semua pihak dan meminimalkan akibat yang
bersifat merugikan.
Dalam kajian komunikasi politik sikap perilaku penguasa (elit berkuasa pemerintah) merupakan
pokok bahasan utama, karena para penguasa sangat menentukan berlangsungnya proses
komunikasi. Pada tangga tertentu sikap perilaku merupakan warna dominan dan merupakan
tolok ukur untuk menentukan dalam sistem politik apa proses komunikasi itu berlangsung. Sikap
perilaku penguasa memberi dampak cukup berarti terhadap lalu lintas transformasi pesan-pesan
komunikasi baik yang berada dalam struktur formal, maupun yang berkembang dalam
masyarakat. Terutama bagaimana sikap terhadap pendapat umum apakah mendapat tempat
cukup bebas untuk mengembangkan fungsi dan kompetensinya sebagai input bagi penguasa, atau
sebaliknya bahwa pendapat umum sebagai faktor yang membahayakan bagi kedudukan
penguasa, sehingga pendapat umum berada pada ruang gerak yang kaku dan terbatas. Karena itu
dalam kajian komunikasi politik sikap penguasa terhadap pendapat umum dapat dijadikan
sebagai tolok ukur untuk menentukan dalam sistem politik apa pendapat umum itu berada. Untuk
memperoleh rujukan lebih lengkap Anda dapat pahami dalam kajian berikut.
1. Teori Elit Politik
Banyak teoritisi dan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu sosial mengangkat bahasan tentang
penguasa, di antaranya menggunakan istilah elit berkuasa, pemimpin, The Great Man dan
banyak lagi. Di antara sekian banyak istilah yang paling sering digunakan yaitu elit berkuasa dan
istilah pemimpin terutama dalam modul ini. Istilah elit khususnya elit politik dikembangkan oleh
Vilfedro Pareto (1848-1923) sebagai sinisme terhadap kekuasaan aristokrat. Pareto
mengembangkan konsep “residu”-nya yang didasarkan pada tindakan logisdan tindakan non-
logis (S.P. Varma menempatkan logis dan non-logis lebih daripada rasional dan non-rasional).
Tindakan logis yaitu tindakan-tindakan yang mempunyai arah tujuan. Sedangkan non-logis yaitu
tindakan-tindakan yang tidak di arahkan kepada suatu tujuan. Pareto mengikatkan kepentingan
utamanya pada residu kombinasi dan residu keuletan bersama. Residu kombinasi diartikan
sebagai kelicikan, sedangkan residu keuletan bersama diartikan sebagai kekerasan. Karakteristik
penguasa (elit politik) menurut teori residu menunjukkan dalam kesamaan dengan konsep
kekuasaan dari Niccolo Machiavelli (1469 – 1527) bukunya I Principe. Menurut Machiavelli
bahwa seorang penguasa harus memiliki karakter cerdik seperti Jerapah dan kejam seperti singa.
23. Sifat jerapah tidak menghindar dari terkaman serigala, tapi jerapah dapat menghindar dari
jeratan. Sedangkan singa tidak dapat menghindar dari jeratan, tapi ia dapat mengejutkan serigala.
Dari kedua konsep pemikiran tersebut nampak kecenderungan kepada sistem politik totaliter,
baik totaliter tradisional maupun totaliter modern. Totaliter tradisional dialamatkan pada bentuk
Monarki sedangkan totaliter modern dialamatkan pada bentuk Fasis, Nazi dan Komunis. Teori
elit dikembangkan oleh Gaetano Mosca (1858 – 1941) berdasar disiplin ilmu yang dimilikinya
yaitu sebagai psikolog dan sosiolog. Mosca mengkualifikasikan elit ini ke dalam dua status, yaitu
elit yang berada dalam struktur kekuasaan dan elit masyarakat. Elit berkuasa menurut Mosca
yaitu elit yang mampu dan memiliki kecakapan untuk memimpin dan menjalankan kontrol
politik.
Dalam proses komunikasi elit berkuasa merupakan komunikator utama yang mengelola dan
mengendalikan sumber-sumber komunikasi, sekaligus mengatur lalu lintas transformasi pesan-
pesan komunikasi yang mengalir secara vertikal maupun horisontal.
Elit berkuasa selalu menjalin komunikasi dengan elit masyarakat untuk
memperkuat kedudukannya dan mempertahankan status quo.
Teori elit politik ini diperkuat oleh Ortega Y. Gasset (1833 – 1955) dalam bukunya Obras
Completas dalam bahasa Spanyol. Ortega mengembangkan teorinya tentang massa. Menurut
Ortega kebesaran suatu bangsa bergantung kepada kemampuan rakyat, masyarakat umum,
kerumunan, massa untuk menemukan simbol dalam orang pilihan tertentu.
“Orang pilihan” adalah orang-orang yang terkenal dan merekalah yang membimbing massa.
Orang yang tidak terpilih adalah efektif dalam masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
Selanjutnya Ortega menyatakan bahwa suatu bangsa merupakan suatu massa manusia yang
terorganisasi, dan disusun oleh suatu minoritas individu yang terpilih (lihat S.P. Varma, 208).
Dari hasil pemikiran para ilmuwan tersebut pada prinsipnya menempatkan elit ke dalam dua
status yang berbeda, yaitu elit pemerintah (elit berkuasa) dan elit masyarakat. Elit berkuasa
merupakan kelompok kecil yang dapat menentukan arah kehidupan negara. Sedangkan elit
masyarakat merupakan elit yang dapat mempengaruhi masyarakat lingkungan di dalam
mendukung atau menolak segala kebijaksanaan elit berkuasa. Karena itu elit berkuasa sangat
berkepentingan untuk menjalin komunikasi dengan elit masyarakat di dalam upaya mewujudkan
ideal kekuasaan.
Ideal kekuasaan dapat dalam warna totaliter, dapat pula dalam warna demokrasi. Hal ini akan
sangat bergantung pada sistem politik yang dianutnya.
Dalam kaitan elit politik, Karl Mannheim (1893 – 1947) dalam buku berjudul Ideology and
Utopia: An Introduction to the Sociology of Knowledge, menghubungkan teori-teori elit dengan
fasisme dan anti intelektualisme. Mannheim membenarkan teori Pareto tentang kekuasaan politik
selalu dijalankan oleh minoritas (elit). Dalam pemikiran Mannheim terdapat pula pemikiran-
pemikiran demokratis. Hal ini dapat diperhatikan dari ungkapannya bahwa: Pembentukan
kebijakan sebetulnya ada di tangan elit, tetapi hal ini bukan berarti masyarakat tidak demokratis.
Menurut Mannheim bahwa dalam negara demokrasi, masyarakat secara individual terbuka
24. kesempatan untuk menjalankan pemerintahan, paling tidak individu dapat menyalurkan
aspirasinya. Hal ini mengandung makna bahwa kelompok bawah dapat menggeser elit berkuasa
selama mendapat dukungan masyarakat. Kelompok ini akan merupakan elit baru yang
memegang puncak kekuasaan.
Tipe elit tidak dapat digeneralisasikan ke dalam satu macam tipe, sebagaimana diungkap oleh
Schoorl dalam bukunya Sosiologi dan Pembangunan (alih bahasa dari Sosiologie der
Modernisering) mengangkat lima tipe elit, yaitu:
a. elit kelas menengah;
b. elit dinasti;
c. elit kolonial;
d. kaum intelek revolusioner;
e. pemimpin-pemimpin nasional
Pertama, elit menengah. Elit ini berasal dari kelompok pedagang dan tukang yang termasuk
golongan minoritas keagamaan atau kebangsaan. Pola keyakinan atau ideologi elit ini mudah
berubah dan bersifat individualistis. Struktur masyarakat yang dicita-citakan bersifat bebas dan
terbuka terhadap inisiatif dan aktivitas swasta.
Kedua, elit dinasti. Elit ini sebagai elit aristokrat yang mempertahankan tradisi dan status quo.
Tradisi pulalah yang dijadikan dasar untuk melegitimasi kekuasaan dan kewibawaan. Negara-
negara yang termasuk elit ini, seperti: Jepang, Jerman, Iran dan beberapa di kawasan Amerika
Latin, Timur Tengah dan sebagian kecil di kawasan Asia.
Ketiga, elit revolusioner. Elit ini berpandangan bahwa nilai-nilai lama perlu dihapus karena tidak
cocok dengan tingkat kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Elit ini berupaya
mewujudkan suatu sistem sosial politik baru yang diabdikan untuk kepentingan revolusi.
Perhatikan negara-negara komunis seperti Libia, Cekoslovakia, dan lain-lain (juga Uni Soviet
sebagai negara nasional sebelum musnah di penghujung tahun 1991).
Keempat, elit nasionalistik. Elit ini merupakan kelompok pluralis, sehingga mudah mengundang
konflik antar pluralis. Adakalanya elit ini sering bertindak tidak atas dasar kenyataan. Elit ini
timbul dari kegiatan sosio politik melawan penjajahan.
Kelima, adalah elit kolonial. Elit ini jarang mendapat kajian yang karena dianggap kurang
bermanfaat dan tidak memberi kontribusi terhadap referensi ilmu pengetahuan. Namun demikian
sekedar untuk mengetahui bagaimana pengaruh elit kolonial terhadap proses komunikasi, berikut
ini penulis mengangkat teori yang diungkap Galtung tentang teori “Centrum dan Peri-peri”
sebagai penyempurnaan teori imperialisme. Menurut Galtung, dua prinsip mekanisme untuk
menciptakan dan memelihara imperialisme, yaitu:
a. Prinsip relasi interaksi vertikal.
b. Prinsip struktur interaksi feodal.
Dua prinsip yang diangkat Galtung, dijadikan tipe imperialisme dalam berbagai bidang, yaitu
bidang politik, ekonomi dan militer.
Dalam bahasan ini penulis hanya mengangkat prinsip struktur feodal yang diragakan dalam suatu
ragaan berikut ini:
25. Keterangan:
C = Negara Centrum (Imperialis, Kolonialis)
P = Negara Periferi (Negara yang bersifat ketergantungan, negara koloni
atau jajahan).
Dari ragaan tersebut Anda dengan jelas dapat melihat bahwa negara jajahan tidak dapat
mengadakan komunikasi dengan jajahan lainnya (= dalam konteks komunikasi internasional),
kecuali hanya dapat mengadakan komunikasi atau relasi dengan negara penjajah sebagai negara
Centrum.
Dengan bergesernya isu global dari isu ideologi ke isu hak-hak asasi manusia sebagai akibat
perubahan peta politik global (polarisasi ideologis antara Uni Soviet dan Amerika Serikat), maka
konsep ini telah banyak ditinggalkan oleh berbagai negara di kawasan global ini.
Ungkapan di atas memberi suatu informasi bahwa peran elit, bagaimana pun bentuk dan tipenya
selalu menempati posisi penting, sikap perilaku memberi warna dominan terhadap kondisi
kehidupan masyarakat. Pada umumnya setiap elit berupaya untuk menguasai dan mengendalikan
sumber-sumber komunikasi untuk mempertahankan status quo-nya.
2. Teori Kepemimpinan
Cecil A. Gibb menyatakan bahwa ahli pikir telah memusatkan perhatian terhadap kepemimpinan
ini sejak zaman Confuscius. Setelah itu banyak rumusan dan teori kepemimpinan yang diungkap
oleh para ilmuwan dan para pemikir lainnya.
Dari sekian banyak teori kepemimpinan pada prinsipnya meliputi empat macam teori, yaitu:
Unitary Traits Theory, Constellation of Traits Theory, Situational Theory dan Interaction
Theory. Teori pertama, menunjukkan bahwa seorang pemimpin selalu memiliki karakter tertentu
sebagai faktor pembeda terhadap masyarakat biasa. Teori ini disebut pula teori orang besar (the
great man theory) yang memunculkan keistimewaan sikap perilaku. Contoh Napoleon Bonaparte
(1769 – 1981), seorang prajurit Perancis yang mampu menjadi seorang Kaisar Perancis,
Alexander The Great (356 – 323 SM) terkenal keberaniannya di dalam memenangkan
peperangan dan lain-lain.
Teori kedua, Constellation of Traits Theory yaitu teori yang memunculkan ciri-ciri seorang
pemimpin yang mempunyai nilai secara psikis dan fisik.
Teori ketiga, Situational theory yaitu teori kepemimpinan yang ditentukan oleh situasi waktu dan
tempat. Teori ini sebenarnya tidak mampu menggeneralisasikan tipe pemimpin yang muncul
pada waktu berbeda.
Teori keempat, Interaction Theory yaitu teori yang mempelajari dampak interaksi, sehingga
pemimpin dalam aktivitasnya merupakan replika atau cerminan dari pengikutnya dan masyarakat
yang dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan mereka.
Teori-teori tersebut pada akhirnya bermuara pada sikap dan perilaku pemimpin. Seorang
pemimpin dituntut mampu mengonstruksi nilai-nilai ideal ke dalam kenyataan empiris yang
dapat ditransformasi kepada pengikut dan masyarakat sekitarnya. Dampak yang lebih luas
26. diharapkan agar para pengikut tersebut mampu meng-encode (memformulasikan ke dalam
simbol-simbol) ulang sesuai kapasitas masyarakat, sehingga tumbuh sikap positif sebagai
dukungan terhadap kedudukan pemimpin dalam melakukan seluruh kebijaksanaannya. Seorang
pemimpin yang berhasil bukan hanya diukur oleh hasil yang dicapai selama masa jabatannya,
namun sampai batas mana dapat membentuk citra positif terhadap pribadi pemimpin tersebut,
sehingga ia dijadikan cerminan bagi pemimpin-pemimpin berikutnya.
Menurut Dan Nimmo pemimpin yang berhasil yaitu pemimpin yang mendapat dukungan dari
semua unsur kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Pemimpin semacam ini Dan Nimmo
menyebutnya sebagai symbolic leader (pemimpin simbolik).
Dalam praktek, kepemimpinan simbolik harus tampil sebagai penggugah imajinasi dan sebagai
simbol aktivitas kehidupan. Ia bagaikan seorang actor yang bermain di pentas panggung drama
yang mampu menghanyutkan emosi semua penonton ke dalam alur cerita yang dipentaskan. Ia
dapat mentransformasi problem kehidupan ke dalam kenyataan empiris yang dapat diterima para
pengikut dan masyarakat umum. Kemampuan mentransformasi adalah kemampuan
berkomunikasi, kemampuan membentuk sikap dan perilaku khalayak, masyarakat yang
mendukung terhadap aktivitas kepemimpinannya. Minat para teoritisi dan ilmuwan sangat tinggi
intensitasnya di dalam menekuni masalah kepemimpinan (terutama kepemimpinan negara),
karena kewenangan dan kekuasaan yang melekat pada pemimpin, dapat menentukan nasib
berjuta-juta bahkan beratus juta umat manusia. Karena itu kekuasaan adalah hakikat
kepemimpinan yang mampu menggunakan kekuasaan tersebut. Kekuasaan sebagai batu penguji
bagi pemimpin untuk mempelajari dampak yang ditimbulkan dari dirinya terhadap orang lain
(lihat Natemeyer, 1978: 166).
Kekuasaan yang melekat pada pemimpin dapat diperhatikan dari berbagai landasan, yaitu:
a.Expert power, kekuasaan yang berlandaskan pada suatu persepsi bahwa pemimpin harus
memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu.
b.Referent power, kekuasaan yang berlandaskan pada kesenangan, kekaguman pengikut,
sehingga mengidentifikasikan diri mereka terhadap pemimpin.
c.Reward power, kekuasaan yang berlandaskan pada keahlian dalam menggunakan metode
penghargaan terhadap pengikut dan masyarakatnya.
d.Legimate power, kekuasaan yang berlandaskan pada suatu persepsi pengikutnya bahwa
pemimpin memiliki legalitas atau kewenangan untuk melaksanakan pengaruh-pengaruh atas
mereka.
e.Coersive power, kekuasaan yang berlandaskan pada rasa takut dari para pengikutnya yang
tidak mengindahkan keinginan pimpinan yang selalu disertai hukuman (lihat Astrid, 1975).
Kelima dasar kekuasaan tersebut dalam praktek adakalanya diaktualisasikan sekaligus sesuai
kondisi dan situasi serta sistem nilai yang melandasinya. Kekuasaan pada prinsipnya selalu
melekat pada struktur kekuasaan. Struktur inilah yang menentukan luas lingkup kekuasaan dan
wewenang pimpinan. Astrid S. Soesanto dalam judul bukunya Filsafat Komunikasi mengangkat
27. pendapat Form dan Miler tentang struktur kekuasaan yang membaginya ke dalam lima bagian,
yaitu:
a.Struktur yang tersebar di masyarakat dan wewenang lembaga-lembaga sosial.
b.Kekuasaan pengambilan keputusan yang dipegang oleh lembaga-lembaga sosial lokal.
c.Kekuasaan yang berada pada grup-grup informasi yang mengambil sikap terhadap suatu
masalah yang aktual.
d.Kekuasaan yang dipegang oleh kelompok yang paling menentukan dalam suatu masyarakat
yang luas.
e.Kekuasaan yang berada pada kelompok yang mempunyai lingkungan pengaruh yang luas.
Struktur kekuasaan sebagaimana diungkap di atas menentukan lingkup kewenangan dan
kekuasaan di dalam menentukan kebijaksanaan yang berkaitan dengan kepentingan umum
(kepentingan masyarakat negara). Kekuasaan yang tertinggi berada pada negara, karena diberi
atribut kekuasaan mengatur kepentingan umum atau kepentingan warga negara, tidak pernah
atribut ini diberikan pada struktur kekuasaan lain.
Kekuasaan negara yang diaktualisasikan ke dalam wujud pemerintahan akan
selalu berorientasi kepada tujuan negara, sehingga semua aspek kehidupan negara termasuk di
dalamnya pengendalian sumber-sumber komunikasi terarah pada upaya tercapainya tujuan
negara.
Dari ungkapan di atas Anda dapat melihat bahwa, kekuasaan akan memberi warna dominan
terhadap proses komunikasi baik yang berlangsung dalam struktur formal maupun yang
berkembang di dalam masyarakat.
Karena itu kepemimpinan elit berkuasa sekaligus dengan sistem kekuasaannya sebagai objek
kajian komunikasi politik, karena berlangsung tidaknya proses komunikasi sesuai dengan
hukum-hukum komunikasi atau nilai-nilai normatif yang melandasinya, dan sedikit banyaknya
bergantung kepada perilaku elit atau pemimpin yang mengoperasikan kekuasaannya.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi politik (political communication) adalah suatu proses dan kegiatan-kegiatan
membentuk sikap dan perilaku politik yang terintegrasi ke dalam suatu sistem politik dengan
menggunakan seperangkat simbol-simbol yang berarti yang melibatkan pesan-pesan politik dan
aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah.”
Unsur-unsur komunikasi yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya proses komunikasi
yaitu unsur komunikator, karena komunikator dapat mewarnai dan mengubah arah tujuan
komunikasi. Sikap prilaku penguasa (elit politik) memberi dampak cukup berarti terhadap lalu
28. lintas transformasi pesan-pesan kominikasi baik yang berada dalam dalam struktur formal,
maupun yang berkembang dalam masyarakat. Sebagai elit berkuasa ia mampu mengendalikan
dan menjalankan kontrol politik, sekaligus mengendalikan sumber-sumber komunikasi. Setiap
pemimpin dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi, membentuk sikap dan prilaku
khalayak, masyarakat yang mendukung terhadap aktivitas pemimpinannya.
3.2 Saran
Kebesaran suatu bangsa bergantung pada kemampuan rakyat, masyarakat umum, dan massa
untuk menemukan simbol dalam orang pilihan, karena orang pilihanlah yang mampu
membimbing massa.
Kita sebagai mahasiswa sekaligus masyarakat umum harus jeli dalam memilih calon pemimpin
bangsa. Ajang pemilihan umum merupakan pesta demokrasi bagi rakyat, adalah salah satu jalan
untuk menentukan orang pilihan yang mampu memimpin bangsa dan membimbing rakyat.
Untuk itu, gunakan hak pilih kita dengan sebaik-baiknya. Karena satu suara sangat menentukan
nasib bangsa kita ke depannya.
Daftar Pustaka
1. Romeltea. 2009. Komunikasi Politik_Romeltea Magazine.. http://www.romeltea.com/?p=170.
02/05/2009 12.58
2. Sukosd, Miklos.2008.Political Communication_Intro.ppt.
http://www.abdn.ac.uk/pir/notes05/Level4/PI4052/Political%20Communication_Intro.ppt02/05/
2009 15.37
3. Sukosd, Miklos. 2008. Political Communication,pdf.
http://www.hc.ceu.hu/polsci/syllabi/0809/MA/fall/PoliticalCommunication.pdf. 02/05/2009
15.58
4. Ian, Coldwell. 2001. The Ethics Political Communication, pdf.
http://www.psa.ac.uk/journals/pdf/5/2002/coldwell.pdf. 02/05/2009 12.58
5. Rachman, A. 2009. Komunikasi Politik.
http://www.pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files modul. 02/05/2009 14.35
6. Political Communication on Television.
http://www.epra.org/content/english/press/papers/epra0002.doc.02/05/2009 14.28
7. Massofa. 2008. Teori Pendekatan Komunikasi Politik. http://www. massofa.wordpress.com.
06/05/2009 14.30
8. Coleman, Stephen. 2001. „E-Politics: democracy or marketing?” Voxpolitics.com
http://www.voxpolitics.com/news/voxfpub/story266.shtml
9. Soemarno. 2009. Komunikasi Politik.LKP.
http://dc123.4shared.com/download/83545952/bdcceafa/Komunikasi_PolitikLKP.rar?tsid=2009
0502
10. Adzkiya. 2008. Penguasa yang Adil. http://adzkiya.blog.uns.ac.id/2008/12/19/penguasa-
yang-adil. 06/05/2009 14.16
11. Maswadi Rauf dan Mappa Nasrun. (1993.) Indonesia dan Komunikasi Politik. Jakarta:
Gramedia.
12. Astrid S. Susanto. (1975). Komunikasi Sosial. Jakarta: Bima Cipta.