Makalah ini membahas tentang gaya bahasa yang digunakan dalam puisi oleh para ahli. Dibahas jenis-jenis puisi berdasarkan cara penyair menyampaikan gagasan, seperti puisi naratif, lirik, dan deskriptif. Jenis lainnya adalah puisi kamar, auditorium, fisikal, platonik, metafisikal, subjektif, dan objektif. Terakhir dibahas puisi konkret yang bersifat visual.
1. KARYA ILMIAH
MEMAHAMI MAKNA DARI SEBUAH PUISI
YANG DI BUAT OLEH PARA AHLI
Nama kelompok:
1.Hardi yanti purnama
Kelas: XI IPA 1
SMA N 6 MERANGIN
Tahun ajaran 2013/2014
2. Kata pengantar
Pertama-tama saya mengucapkan puji syukur atas kehadirat allah swt, yang telah
memberi penulis sehingga karya ilmiah ini dapat di selesaikan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah kami pakai sebagai data dan
fakta pada karya ilmiah ini.
tentunya dalam penulisan makalah ini penulis mendapatkan bimbingan, arahan
dan saran dari berbagai pihak, untuk itu rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis
sampaikan kepada:
1. Ayah bunda tercinta yang telah mencurahkan kasih sayangnya kepada anak-
anaknya. Sungguh segala darma baktiku tidak layak disejajarkan dengan ketulusan
mereka berdua.
2. Guru pembimbing ibu yuliswati S.pd yang telah membimbing penulis dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis mengakui bahwa penulis adalah manusia yang mempunyai keterbatasan,oleh
karena itu tidak ada hal yang dapat di selesaikan dengan sempurna. Maka dari itu kami
bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan karya ilmiah ini.
Demikian makalah ini penulis buat semoga dengan adanya karya ilmiah ini kita
dapat mengetahui tentang gaya bahasa apa saja yang dipakai oleh para ahli dalam
pembuatan puisinya tersebut. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca ataupun pendengar, dan dapat menjadi setitik harapan dalam ilmu pengetahuan
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Bangko, Oktober 2013
Penulis
3. Daftar isi
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
1.1 Latar belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................... 1
1.3 Tujuan penelitian ............................................................................................ 1
1.4 Manfaat penelitian .......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 2
2.1 Pengertian puisi............................................................................................... 2
2.2 Jenis-jenis puisi............................................................................................... 2
2.3 Teknik pembuatan puisi ............................................................................... 12
2.4 Faktor-faktor dalam membaca puisi ............................................................. 12
2.5 jenis-jenis gaya bahasa.................................................................................. 13
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 14
3.2 saran ............................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 16
4. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Puisi adalah karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan penuh
makna. Keindahan puisi di sebabkan oleh diksi, majas, rima dan irama yang terkandung
dalam puisi tersebut. Seorang penulis menciptakan puisi disebabkan ia mempunyai
persoalan atau masalah yang ingin di kemukakan dan bisa juga disebut puisi adalah
ungkapan hati sang penulis. Jika puisi tersebut berisi tentang kekecewaan, kesedihan,
maka sudah jelas si penulis sedang merasa sedih. Tiap-tiap penulis mempunyai cara yang
berbeda-beda dalam mengemukakan persoalan tersebut. Ada yang mengemukakan
dengan kata-kata yang indah atau bermakna sebenarnya, ada juga yang secara
terselubung. Oleh sebab itu, saya tertarik untuk membahas gaya bahasa yang terdapat
pada puisi dari berbagai ahli di bidang sastra dan bahasa.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat disusun beberapa rumusan
masalah seperti diawah ini:
a. Gaya bahasa apa saja yang banyak di gunakan dalam puisi pra ahli tersebut.
b. Bagaimana makna yang di timbulkan dari gaya bahasa puisi tersebut.
1.3 Tujuan penelitian
a. Mampu mengemukakan gaya bahasa apa saja yang banyak di gunakan dalam puisi
para ahli
b. Mampu mengungkapkan makna yang di timbulkan dari gaya bahasa puisi tersebut.
1.4 Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam
menentukan rencana pembelajaran apresiasi kajian puisi, mengkaji atau menganalisis
puisi atau karya sastra lainnya, dan meningkatkan kualitas pembelajaran yang lainnya.
5. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian puisi
Puisi sebagai kreasi manusia selalu berkembang dari masa ke masa.
Perkembangan puisi merupakan refleksi pemikiran penyair dalam menyikapi zaman,
sekaligus menyikapi perpuisian itu sendiri. Akan tetapi, walaupun puisi berubah menjadi
seribu macam bentuk, ada yang tetap melekat dalam puisi sebagai hakekatnya, yaitu
menyampaikan sesuatu secara tidak langsung. Hal itu merupakan pemikiran Riffaterre
(lewat Sarjono, 2001:124) bahwa “a poem says one thing and means another.”
Di Indonesia, puisi telah mulai ditulis oleh Hamzah Fansuri dalam bentuk syair Melayu
dan ditulis dengan huruf Arab di akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17 (Ismail, 2001:5).
Menurut Teeuw, (1994:58), puisi yang ditulis kala itu sudah menunjukkan
individualitas seorang Fansuri, yaitu :
1. puisi tidak anonim dan
2. melibatkan (nama) diri dalam teks. Selanjutnya, puisi berkembang pesat seiring
berkembangnya idealisme tentang individualisme dan kemerdekaan.
Ahli-ahli sastra banyak yang membedakan dan membagi perpuisian Indonesia
menjadi puisi lama dan puisi baru. Namun, apa yang disebut ‘puisi lama’ itu pun
masih tetap diapresiasi dan diproduksi sampai saat ini, misalnya pantun, tetap
dilestarikan dan diproduksi dalam tradisi lisan masyarakat Indonesia. Di samping
itu, puisi baru juga tidak bisa melepaskan puisi lama karena ia bisa jadi ilham yang
penuh keindahan untuk digarap. Sebagai contoh, puisi mantra Sutardji.
2.2 Jenis-jenis puisi
Berikut adalah jenis-jenis puisi yang dirangkum oleh Waluyo (1995:135).
2.2.1 Puisi Naratif, Lirik, dan Deskriptif
Berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang akan
disampaikan, maka puisi dapat diklasifisikasikan menjadi berikut ini :
A. Puisi naratif.
Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair, baik secara
sederhana, sugestif, atau kompleks. Puisi naratif diklasifikasikan lagi menjadi
balada, romansa, epik, dan syair. Balada adalah jenis puisi yang berisi cerita
tentang orang-orang perkasa, tokoh pujan, atau orang-orang yang menjadi pusat
perhatian. Salah satu contohnya adalah Balada Terbunuhnya Atmo Karpo karya
W.S.Rendra.
6. Balada Terbunuhnya Atmo Karpo
Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi
bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya
di pucuk-pucuk para
mengepit kuat-kuat lutut penungang perampok
yang diburu
surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang
Segenap warga desa mengepung hutan tu
dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo
mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang
berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri.
Satu demi satu yang maju tersadap darahnya
penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka
- Nyawamu baran pasar, hai orang-orang bebal!
Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa
Majulah Joko Pandan! Di mana ia?
Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa
Anak panah empat arah dan musuh tiga silang
Atmo Karpo masih tegak, luka tujuh liang
- Joko Pandan! Di mana ia?
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Bedah perutnya tapi masih setan ia!
menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala
- Joko Pandan! Di mana ia?
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan
segala menyibak bagi derapnya kuda hitam
ridla dada bagi derunya dendam yang tiba
Pada langkah pertama keduanya sama baja
Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka
Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka
pesta bulan, sorak-sorai, anggur darah.
7. Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang
Ia telah membunuh bapanya.
(Waluyo, 2003:88)
Romansa adalah jenis puisi cerita yang menggunakan bahasa
romantik dan berisi ungkapan cinta kasih maupun kisah percintaan. Menurut
Waluyo (1995:136), romansa dapat juga berarti cinta tanah kelahiran.
B. Puisi lirik.
Dalam puisi lirik, penyair tidak bercerita. Puisi lirik merupakan sarana
penyair untuk mengungkapkan aku lirik atau gagasan pribadinya (Waluyo,
1995:136). Elegi, ode, dan serenada bisa dikategorikan ke dalam jenis ini. Elegi
banyak mengungkapkan perasaan duka atau kesedihan, serenada merupakan sajak
percintaan yang dapat dinyanyikan, sedangkan ode adalah puisi yang berisi pujaan
terhadap seseorang, sesuatu hal, atau sesuatu keadaaan (Waluyo, 1995:136).
C. Puisi deskriptif.
Dalam puisi deskriptif, penyair memberi kesan terhadap suatu peristiwa
atau fenomena yang dipandang menarik perhatian penyair (Waluyo, 1995:137).
Jenis puisi yang dapat dikategorikan ke dalam jenis ini adalah satire, kritik sosial,
dan puisi-puisi impresionistik.
2.2.2 Puisi Kamar dan Puisi Auditorium
Istilah puisi kamar dan puisi auditorium dipopulerkan oleh Leon Agusta
dalam buku kumpulan puisinya, Hukla. Puisi kamar ialah puisi yang cocok dibaca
sendirian atau dengan satu atau dua pendengar saja. Puisi kamar lebih berisi
perenungan sehingga pemaknaannya bisa dicapai lewat pemikiran yang tenang.
Kebanyakan puisi Sapardi Djoko Damono bisa dikategorikan dalam jenis puisi
kamar. Salah satu contoh untuk disebutkan adalah puisi berjudul Aku Ingin.
Aku Ingin
Aku ngin mencintaimu dengan sederhana :
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ngin mencintaimu dengan sederhana :
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
(Waluyo, 2003:117)
Puisi Auditorium adalah puisi yang cocok dibacakan di auditorium, mimbar
8. yang jumlah pendengarnya bisa dikatakan banyak. Puisi auditorium disebut juga
puisi mimbar, puisi yang keindahannya semakin bergelora ketika dibaca dengan
suara lantang. Untuk disebutkan sebagai contoh, Sajak Lisong karya W.S. Rendra
bisa dikategorikan dalam jenis puisi mimbar.
2.2.3 Puisi Fisikal, Platonik, dan Metafisikal
Puisi fisikal berisi pelukisan kenyataan yang sebenarnya, apa yang dilihat,
didengar, atau dirasakan oleh penyair. Puisi-puisi naratif, balada, puisi
impresionistik, dan puisi dramatis biasanya merupakan puisi fisikal (Waluyo,
1995:138).
Puisi platonik adalah puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yan bersifat
spiritual atau kejiwaan. Puisi tentang ide, cita-cita, dan cinta luhur dapat di
nyatakan sebagai puisi platonik.
Puisi metafisikal adalah puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca
merenungkan kehidupan atau ketuhanan. Puisi religius di satu sisi dapat
dinyatakan sebagai puisi platonik (menggambarkan ide atau gagasan penyair), dan
di sisi lain dapat juga disebut sebagai puisi metafisik (mengajak pembaca
merenungkan kehidupan atau ketuhanan). Sebagai contoh, puisi-puisi yang ditulis
oleh A. Mustofa Bisri selain sebagai puisi platonik, juga merupakan puisi
metafisik.
Ittihad
lalu atas izinmu
kita pun bertemu
dan senyummu
menghentikan jarak dan waktu
lalu atas izinku
kita pun menyatu
(Negeri Daging, hal.33)
2.2.4 Puisi Subjektif dan Objektif
Puisi subjektif atau bisa disebut puisi personal adalah puisi yang
mengungkapkan gagasan, pemikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair
sendiri. Puisi-puisi ekspresionis semacam puisi lirik dapat dikategorikan sebagai
puisi subjektif.
Puisi objektif atau puisi impersonal merupakan puisi yang mengungkapkan hal-hal
di luar diri penyair itu sendiri. Jenis-jenis puisi yang bisa digolongkan sebagai
9. puisi objektif adalah puisi naratif dan deskritptif, meskipun ada di antaranya yang
subjektif (Waluyo, 1995:138)
2.2.5 Puisi Konkret
Puisi konkret (poems for the eye) diartikan sebagai puisi yang bersifat
visual, yang dapat dihayati keindahannya dari sudut penglihatan (Kennedy lewat
Waluyo, 1995:138). Jenis puisi ini mulai dipopulerkan sejak tahun 1970-an oleh
Sutardji Calzoum Bachri. Pada tahun 1975, Jeihan Sukmantoro juga menulis puisi
konkret, walau masih dalam geliat puisi mbeling.
HAL, 2
ooooooooo
ooooooooo
ooooooooo
ooooooooo
ooooooooooooooooooooooooooo
ooooooooooooooooooooooooooo
ooooooooooooooooooooooooooo
ooooooooooooooooooooooooooo
ooooooooo
ooooooooo
ooooooooo
ooooooooo
S.O.S
O 2
!
(Mata Mbeling Jeihan, hal. 49)
2.2.6 Puisi Diafan, Gelap, dan Prismatis
Puisi diafan atau puisi polos adalah puisi yang kurang sekali menggunakan
pengimajian, kata konkret, dan bahasa figuratif, sehingga bahasa dalam puisi mirip
dengan bahasa sehari-hari (Waluyo, 1995:140). Biasanya, para pemula dalam hal
menulis puisi cenderung menghasilkan karya dalam jenis ini. Mereka belum
mampu mempermainkan kiasan, majas, dan sebagainya, sehingga puisi menjadi
kering dan lebih mirip catatan pada buku harian.
Puisi gelap menurut Waluyo (1995:140), adalah puisi yang terbentuk dari
dominasi majas atau kiasan sehingga menjadi gelap dan sukar ditafsirkan.
Sementara itu, Sutardji Calzoum Bachri mengidentifikasikan puisi-puisi yang
ditulis era 80-90an sebagai puisi gelap. Afrizal Malna adalah salah satu penyair
yang menulis puisi “gelap” kala itu. Menurut Sutardji, (lewat Sarjono, 2001:102),
gelapnya puisi 80-90an memiliki pengertian mendua, yakni (1) persoalan
komunikasi puisi (2) persoalan gagalnya pengucapan puitik. Sementara itu, Abdul
10. Wachid B.S. (2005:50) dan Korrie Layun Rampan (2000:xxxiii) memandangnya
lain. Fenomena puisi gelap dan gelapnya puisi dipahami sebagai ‘taktik’ untuk
tetap berpuisi dalam situasi dan kondisi kehidupan bernegara yang represif.
Berangkat dari realitas sosial yang dipahami oleh penyair sebagai peristiwa
individu di satu sisi dan sebagai peristiwa sosial di sisi lain, puisi gelap pada
waktu itu tetap menyampaikan ironi dan kritik sosial sebagai tugas sastra.
Puisi prismatis sudah menggambarkan kemampuan penyair majas, diksi,
dan sarana puitik yang lain, sehingga puisi bisa dikatakan sudah ‘menjadi’. Puisi
prismatis kaya akan makna, namun tidak gelap (Waluyo, 1995:140).
Puisi karya para penyair besar adalah puisi berjenis ini. Penyair besar
adalah orang yang telah melewati proses kreatif yang matang sehingga mereka
telah menemukan dirinya dan menemukan bentuk bagi puisinya.
2.2.7 Puisi Parnasian dan Puisi Inspiratif
Puisi parnasian diciptakan dengan pertimbangan ilmu atau pengetahuan dan
bukan didasari oleh inspirsi karena adanya mood dalam jiwa penyair (Waluyo,
1995:140). Puisi-puisi ini biasanya ditulis oleh ilmuwan yang kebetulan
mempunyai kemampuan menulis puisi. Walaupun demikian, puisi parnasian tetap
merupakan puisi, yang akan tetap diapresiasi dan diproduksi oleh masyarakat
sastra Indonesia. Bahkan, Wellek dan Warren (Budianta, 1993:28) menyamakan
puisi sebagai sejenis pengetahuan. Apapun pengetahuan yang akan disampaikan
dan apapun latar belakang keilmuan penyair, sesuatu akan menjadi puisi jika ia
diciptakan dengan segala piranti puitik yang ada.
Puisi inspiratif diciptakan berdasarkan mood atau passion penyair (Waluyo,
1995: 141). Dalam tataran ini, menurut istilah Subagyo Sastrwardoyo (dalam
Eneste, 1982:22), puisi atau sajak benar-benar merupakan suara-suara dari bawah
sadar. Selanjutnya, penyair menulis sajak dari “gelegak sukma yang menjelma ke
indah kata”, istilah Tatengkeng dan Rustam Effendi (via Sarjono, 2001:103). Puisi
pun lahir dalam keutuhannya yang paling bernas.
2.2.8 Stansa
Stansa adalah jenis puisi yang masih mengikat bentuknya dalam kaidah
baris, yaitu terdiri dari delapan baris. Malam Kelabu yang ditulis W.S. Rendra
adalah salah satu contoh stansa.
Malam Kelabu
Ada angin menerpa jendela
Ada langit berwarna kelabu
Hujan titik satu-satu
Menatap cakrawala malam jauh
Masih adakah kuncup-kuncup mekar
Atau semua telah layu
Kelu dalam seribu janji
11. Kelam dalam penantian
(Teori dan Apresiasi Puisi, hal. 141)
2.2.8 Puisi Demonstrasi dan Pamflet
Dalam mengidentifikasikan jenis puisi ini, Waluyo menyaran pada puisi-
puisi yang ditulis oleh Taufiq Ismail dan mereka yang oleh H.B. Jassin disebut
sebagai Angkatan ’66 (1995:141).
Puisi demonstrasi merupakan pelukisan dan hasil refleksi demonstrasi para
mahasiswa dan pelajar sekitar tahun 1966. Menurut Sastrowardoyo, (lewat
Waluyo, 1995: 142), puisi-puisi demonstrasi 1966 bersifat kekitaan, yaitu
melukiskan perasaan kelompok. Di samping itu, puisi juga merupakan endapan
dari pengalaman fisik, mental, dan emosional penyair selama terlibat dalam
demonstrsi tahun 1966. Gaya yang dipakai penyair adalah ironi dan paradoks.
Puisi pamflet tidak berbeda jauh dengan puisi demonstrasi. Keduanya
sama-sama bernada protes dan kritik sosial. Kata-katanya selalu menunjukkan rasa
tidak puas kepada keadaan (Waluyo, 1995:142).
Sajak Lisong karya W.S. Rendra adalah salah satu contoh puisi pamflet.
Dalam puisi pamfletnya, selain menggugat keadaan, Rendra juga mengkritik para
penguasa dengan simbolisasi yang berani dan tajam.
2.2.9 Alegori
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, alegori adalah cerita yang dipakai
sebagai lambang (ibarat atau kias) perikehidupan manusia yang sebenarnya untuk
mendidik (terutama moral) atau menerangkan sesuatu (gagasan, cita-cita atau nilai
kehidupan, seperti kebijakan, kesetiaan, dan kejujuran). Jadi, dalam hal ini, alegori
adalah puisi yang memanfaatkan cerita, bisa dongeng atau hikayat, sebagai sarana
penyair untuk mengungkapkan pemikiran-pemikirannya. Salah satu puisi yang
bisa dijadikan contoh alegori adalah Ken Arok karya Omi Intan Naomi berikut ini
Ken Arok
saat tertikam keris anusapati
berkata ia, revolusi takkan mati
akan tumbuh bagai duit di jalan tol
ken arok-ken arok baru yang bahkan
lebih dahsyat mengukir dalam-dalam namanya di peradaban
ia akan bunuh setiap tunggul ametung
dan akan seret setiap ken dedes ke ranjang
meraup negeri dan isinya habis-habis
lalu mulai bermimpi tentang
kerajaan miliknya
ia kagumi diri sendiri betapa kuatnya tangan-tangannya
yang telah mencekik kediri
menjual kelahirannya dan meninggikan singasari
12. dan anak-anak haram yang akan mendepani pasukan
menyeru perang dan lapar wewenang
akan mengawini kegelapan, dan
dalam kuasanya ia tertikam.
(Apresiasi Puisi, hal. 178)
Selain jenis-jenis puisi yang telah dipaparkan, masih ada jenis puisi
lain yang juga pernah dan masih menjadi bahan pembicaraan masyarakat puisi
Indonesia. Jenis-jenis puisi itu adalah sebagai berikut ini :
A. Puisi Mbeling
Puisi mbeling pertama kali populer di Indonesia pada tahun 1970-an.
“Puisi mbeling” adalah nama yang diberikan oleh pengasuh rubrik puisi dalam
majalah Aktuil untuk sajak-sajak yang dimuat dalam majalah itu (Soedjarwo,
2001:1). Hal yang mendorong lahirnya puisi mbeling antara lain ialah tidak
imbangnya antara hasrat dan kreativitas anak-anak muda dalam menulis puisi
dengan majalah kesusastraan yang tersedia. Puisi mbeling kala itu juga sering
disebut dengan puisi pop, puisi lugu, atau puisi awam.
Tema-tema yang digarap oleh puisi mbeling adalah kelakar, ejekan,
kritik, dan main-main (Soedjarwo, 2001:2). Yang dipentingkan, sekaligus
menjadi tujuan, penulisan puisi mbeling adalah kesan sesaat pada waktu
membaca sajak tersebut. Jika pembaca tersenyum, tertawa lepas, manggut-
manggut, atau sedikit terkejut membaca pernyatan-pernyataan yang nakal dan
berani, itu sudah cukup (Soedjarwo, 2001:3). Berikut adalah beberapa contoh
puisi mbeling yang ditulis oleh Yudhistira Ardi Noegraha (Kesaksian di Hari
Natal), Nhur Effendi Ardhianto (Pesan Pelacur pada Langganannya), dan
Remy Silado (Buat Iin Suwardjo sebelum Mandi).
KESAKSIAN DI HARI NATAL
Ketika pipi kananku ditampar
plak!
kuturuti sabdamu, ya bapak
kuberikan pipi kiriku
dan
plak!
duh, larane.
(Puisi Mbeling: Kitsch dan Sastra Sepintas, hal. 33)
PESAN PELACUR PADA LANGGANANNYA
13. mas
kapan rene maneh
(Puisi Mbeling: Kitsch dan Sastra Sepintas, hal. 35)
BUAT IIN SUWARDJO SEBELUM MANDI
ceweku wangi baunya
wangi bau ceweku
wangi ceweku
ceweku
cewe
cewecewecewecewecewe
ce
we
ce
we
c
w
c
w
w.c.
w.c bau c.w
c.w bau w.c
ceweku bau w.c.
(Puisi Mbeling: Kitsch dan Sastra Sepintas, hal. 37)
B. Puisi Imajis
Puisi imajis mengandung makna bahwa puisi itu sarat dengan imaji
(visual, auditif, dan taktil) atau mendayagunakan imaji sebagai kekuatan
literernya. Imaji bisa dimanfaatkan sebagai rasa (kesatuan makna kata),
metafora (perbandingan makna kata), maupun sebagai muatan utama sebuah
puisi (Banua, 2004). Selanjutnya ditambahkan oleh Banua, agar imajinasi bisa
maksimal, diperlukan keberanian membangun dimensi makna lewat
perumpamaan yang tidak lazim, memperlawankan, atau mempersandingkan
dengan kata atau imaji lain yang luas dan kreatif. Menurut analisis Banua
(2004) dan Abdul Wachid B.S. (2005:23), puisi-puisi yang ditulis oleh Sapardi
Djoko Damono adalah salah satu contoh puisi imajis. Berikut adalah salah satu
contoh puisinya.
Hujan Bulan Juni
14. Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik hujannya
kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
(Apresiasi Puisi, hal.117)
Pembedaan puisi ke dalam jenis-jenis puisi seperti yang telah
dipaparkan, tidaklah bermaksud untuk memisah-misahkan puisi menjadi
terkotak-kotakkan. Karena, pada hakikatnya, semua puisi adalah sama, yaitu
menyampaikan sesuatu secara tidak langsung. Semua puisi adalah ungkapan
perasaan dan pemikiran penyairnya yang ingin dikomunikasikan kepada publik
pembaca. Yang ingin dikomunikasikan itu tidak lain adalah manusia, hidup,
kemanusiaan, dan kehidupan. “Lantaran puisi ditulis sebab keterlibatannya
dalam kehidupan, karenanya puisi adalah kehidupan itu sendiri, yang di
dalamnya ada tanda-tanda kehidupan” (Wachid, B.S. 2005:23)
B.1 Puisi sebagai Produk Kreatif
Penyair adalah orang yang kreatif. Ia merepresentasikan hidup,
kehidupan, manusia, serta kemanusiaan dalam interpretasinya sebagai makhluk
yang berpikir. Mencipta sajak juga merupakan kerja yang kreatif. Kerja yang
melibatkan seluruh indera manusia, bahkan lebih dari itu. Dari pribadi yang
kreatif dan proses yang kreatif itulah, maka puisi lahir sebagai produk
kreativitas. Setelah lahir, puisi mencari kehidupannya sendiri di masyarakat.
Puisi menghidupi masyarakat dan sebaliknya masyarakat juga menghidupi
puisi.
Sebagai produk kreatif, hendaknya puisi menawarkan hal-hal yang
baru, seperti keindahan bahasa, keindahan suasana, muatan, dan makna
(Banua, 2004). Kebaruan adalah inti dari kreativitas. Sesuatu yang baru itu bisa
saja merupakan kombinasi dari usaha perbandingan, penambahan,
pengurangan, atau perlawanan berbagai hal yang sudah ada sebelumnya. Hal
ini sangat berbeda dengan tiruan. Tiruan hanya mengulang tanpa melihat
adanya kesempatan untuk menjadi berbeda. Puisi pun demikian. Tak ada satu
pun unsur-unsur di dalamnya yang bisa dibilang baru, karena bahasa, kata-kata,
bunyi, setting, tema, perasaan, nada, dan amanat adalah buatan manusia. Amir
15. Hamzah, Chairil Anwar, dan Sutardji Calzoum Bachri yang pernah disebut
sebagai sastrawan yang begitu orisinil, yang tidak setiap seperempat abad lahir
pun, pada dasarnya mencipta puisi dari sesuatu yang telah ada sebelumnya.
Namun, yang membedakan, mereka bukanlah epigon, sehingga ada hal-hal
baru yang berani ditawarkan pada perpuisian Indonesia.
2.3 TEKNIK PEMBUATAN PUISI
Proses pembuatan puisi ada beberapa tahap,antara lain ;
1. TAHAP MENGUNGKAPKAN FAKTA DIRI
Puisi pada tahap ini, biasanya lahir berdasarkan obsevasi pada sekitar diri
sendiri terutama pada faktor fisik. Misal nya pada saat berkaca
2. TAHAP MENGUNGKAPKAN RASA DIRI
Pada tahap ini akan lahir puisi yang mampu mengungkapkan rasa atau
perasaan diri sendiri atas obyek yang bersinggungan atau interaksi. Perasaan
yang terungkap bisa berupa sedih, senang, benci, cinta, dan patah hati.
3. TAHAP MENGUNGKAPKAN FAKTA OBYEK LAIN
Pada tahap ini puisi dilahirkan berdasarkan fakta-fakta diluar diri dan
dituliskan begitu saja apa adanya, tanpa tambahan kata bersayap atau metafora,
misal nya tatkala melihat meja kemudian muncul gagasan untuk menulis puisi.
4. TAHAP MENGUNGKAPKAN RASA OBYEK LAIN
Pada tahap ini penulis puisi mencoba berusaha mengungkapkan perasaan suatu
obyek baik perasaan orang lain maupun benda-benda disekitarnya yang seolah-
olah menjelma menjadi manusia. Misal nya tatkala melihat orang muda
bersandar dibawah pohon rindang dapat terlahir sebuah puisi.
5. TAHAP MENGUNGKAPKAN KEHADIRAN YANG BELUM HADIR
Pada tahap ini puisi sudh merupakan hasil kristalisasi yang sangat mendalam
atas segala fakta, rasa, dan analisa menuju jangkauan yang bersifat lintas ruang
dan waktu, menuju kejadian dimasa depan. Misal nya cita-cita anak manusia,
budaya, dan gaya hidup masyarakat dimasa depan.
2.4 FAKTOR-FAKTOR DALAM MEMBACA PUISI
Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membaca puisi antara lain ;
1. Jenis acara : pertunjukan, pembuka acara resmi, performance-art, dll
2. Pencarian jenis puisi yang cocok dengan tema : perenungan, perjuangan,
pemberontakan, perdamaian, ketuhanan, dendam, keadilan, kemanusiaan, dll
3. Pemahaman puisi yang utuh
4. Pemilihan bentuk dan gaya baca puisi, meliputi poetry reading, deklamasi, dan
teaterikal
5. Tempat acara : indoor atau outdoor
6. Audien
7. Kualitas komunikasi
8. Totalitas vokal, meliputi volume suara, irama
9. Kesesuaian gerak,
16. 2.5 JENIS-JENIS GAYA BAHASA
Majas perbandingan
1. Metafora : pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan
kata seperti layaknya, bagaikan, dll
2. Sinestesia : majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang
dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya
3. Hiperbola : pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan
tersebut menjadi tidak masuk akal
4. Personifikasi : pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang
diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia
5. Depersonifikasi : pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati
6. Fabel : menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berfikir dan
bertutur kata
Majas sindiran
1. Ironi : sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan
kebalikan dari fakta tersebut
2. Sinisme : ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan
terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi)
Majas penegasan
1. Apofasis : penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan
2. Pararima : pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata
yang berlainan
3. Tautologi : pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya
4. Klimaks : pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang
sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting
Majas pertentangan
1. Paradoks : pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah
bertentangan, namun sebenarnya kedua nya benar
2. Antitesis : pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti
satu dengan yang lainnya.
17. BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Puisi di pahami bukan hanya berdasarkan makna yang tersurat,
melainkan juga berdasarkan makna yang tersirat. Makna yang tersirat dapat di
telusuri berdasarkan konteksnya. Konteks disini berarti segala hal yang ada
disekitar teks termasuk proses pembuatan puisi itu sendiri. Puisi yang
menggunakan kata-kata konotatif, relatif lebih sulit dipahami. Pembaca di tuntut
untuk menafsirkan makna kata-kata serta bentu-bentuk kalimat yang agak lain dari
pemakaian biasa.
Selain itu, beberapa puisi tersebut yang saya analisis banyak
menggunakan bermacam-macam gaya bahasa, namun dari beberapa puisi yang
kamu analisis secara etimologis, kata puisi dalam bahasa yunani berasal dari poesis
yang artinya berarti penciptaan. Dalam bahasa inggris, padanan kata puisi ini
adalah poetry yang erat dengan poetry yang erat dengan –poet dan –poem.
Mengenai kata poet, coulter (dalam taringan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet
berasal dari bahasa yunani yang berarti membuat atau mencipta. Membaca puisi
bukan sekedar menyampaikan arus pemikiran penyair, tapi kita juaga harus
mengahadirkan jiwa sang penyair. Kita harus menyelami dan memahami proses
kreatif sang penyair, bagaimana ia dapat melahirkan karya puisi.
Teknik pembacaan puisi
Interpretasi (penafsiran/pemahaman makna puisi)
Vocal
Diksi
Tempo
Dinamika
Modulasi
Intonasi
Jeda
Pernafasan
Penampilan
Gerak
Ekspresi
Komunikasi
Konsentrasi
18. 3.2 Saran
Hendak nya pihak sekolah memberikan bimbingan atau (kurikulum) kepada siswa
yang memiliki potensial dibidang bahasa indonesia
Hendak nya pihak sekolah mengadakan lomba karya tulis ilmiah, agar para penulis
puisi akan lebih kompetitif