1. Pertemuan X
Islam dan Budaya Lokal
dalam bidang Politik
Pengantar
Pembahasan judul di atas mengarahkan perhatian kita
kepada pemaknaan Islam dalam hubungannya dengan
negara atau politik, yang secara implisit perlu
dikembangkan tentang makna demokrasi berdasarkan
Islam dan implikasinya di dalam kehidupan bernegara.
Selanjutnya, pengembangan pemaknaan terhadap
demokrasi itu mesti didasarkan pada realitas
kemajemukan umat dan bangsa, sehingga Islam itu sendiri
dalam realitas kemajemukan umatnya dapat memunculkan
keragaman pola hidup bernegara, dan karenanya dapat
terungkap pula hubungan Islam dan budaya lokal dalam
perspektif politik.
2. Pranata politik
• Pranata politik (political institutions)
untuk memenuhi kebutuhan mengatur
dan mengelola kekuasaan dalam
masyarakat, seperti pemerintahan,
demokrasi, kehakiman, kepartaian, dan
sebagainya.
3. Islam dan Negara
• Hubungan Islam dan negara, atau lebih mudahnya memahami
negara dalam perspektif Islam, secara historis dapat dipahami dari
contoh-contoh Nabi dan Khulafa al-Rasyidin dalam
mengembangkan kehidupan politik Islam.
• Namun di dalam perkembangannya sesudah dua periode sejarah
itu, dapat pula dipahami tentang kehidupan politik Islam yang
berubah dan banyak menunjukkan hubungan dialektik antara Islam
dan politik lokal, sebagaimana masa Umayyah, Abbasiyah, dan
kakuasan-kekuasaan Islam sesudahnya yang tersebar di bebagai
kawasan.
• Kemudian pada periode modern, Islam dan politik mengalami
perubahan yang semakin beragam seiring pertumbuhan
nasionalisme. Justru, pada periode inilah makin semarak pola-pola
hubungan Islam dan politik yang bercorak lokal. Secara khusus,
dapat dipelajari dari perkembangan politik Islam di Indonesia
4. Islam dan negara: Kasus Indonesia
• Islam dan Pancasila
• Toleransi Beragama
• Kerukunan Hidup antar Umat Beragama
5. Contoh: Kraton Jogjakarta
• Didirikan oleh Hamengkubuwono I, setelah Perjanjian Giyanti 13
Pebruari 1755/29 Rabingulawal 1680
• Kedudukannya: sebagai pusat kekuasaan, pengembangan kegiatan
ekonomi dan budaya, juga pelindung agama (Islam)
• Peranannnya bagi agama, selain sebagai pelindung agama, juga
sejak awal kraton telah membangun beberapa masjid, dan
semenjak Pangeran Mangkubumi Islam diitetapkan sebagai agama
resmi kraton.
• Rajanya bergelar Sultan, dan gelar lainnya seperti Abdurrahman
Sayidin Panatagama, Kalifatullah.
6. kapengulon
• Pembahasan tersebut di sini disarikan dari karya Ibnu
Qayim Isma’il, Kyai Penghulu Jawa: Peranannya di
Masa Kolonial.[1] Lembaga penghulu atau kapengulon
merupakan suatu pranata sosial keagamaan yang di
dalamnya terhimpun kiai Jawa yang secara formal
bekerja di bidang keagamaan, hukum dan peradilan
menurut ajaran Islam, dan bertanggungjawab kepada
negara. Tugas ini merupakan pelaksanaan dari
kewajiban agama yang disebut fardu kifayah. Lembaga
kapengulon ini dalam konteks historisnya ternyata
menyimpan bahan-bahan sejarah yang menyangkut
ulama dan aktivitas keagamaan di tanah Jawa
[1] Ibnu Qayim Isma’il, Kyai Penghulu Jawa:
Peranannya di Masa Kolonial (Jakarta: Gema Insani
Press, 1997).
7. Kedudukan Penghulu
• Penghulu adalah ulama yang berkedudukan di jalur at-tasyri’ wal-
qadla, yakni aktivitas sosial keagamaan sebagai pelaksana bidang
kehakiman yang menyangkut hukum (syariat ) Islam.
• Kelompok penghulu sudah ada sejak kerajaan Islam berkuasa atas
tanah Jawa. Di antara sembilan wali ada yang menjadi penghulu
pada kerajaan Islam Demak, seperti Sunan Kudus dan Sunan
Kalijogo (konon kata Kali berasal dai kata Qadli, dan Jaka dari kata
Zaka, artinya hakim atau penghulu yang suci). Bahkan sebelum
para wali tersebut jabatan penghulu sudah ada yang memangkunya
• Pada zaman pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma, ulama
sebagai pejabat anggota Dewan Parampara (Penasihat Tinggi
Kerajaan) dan lembaga Mahkamah Agama Islam. Para pejabat
yang menempati kedudukan ini kemudian menjadi abdi dalem
(pegawai keraton) dalam urusan keagamaan dan dikepalai oleh
penghulu.
8. Penghulu masa Kolonial
• sejak tahun 1882 kedudukan Penghulu ditarik ke dalam lingkungan
pengadilan negeri (landraad) yang dibentuk oleh pemerintah
Belanda. Jabatan penghulu tersebut adalah penasihat hukum adat,
sehingga pejabatnya biasa dipanggil dengan sebutan Kanjeng
Penghulu Landraad. Oleh karena itu, penghulu pada masanya
memiliki rangkap jabatan, yakni sebagai pejabat pemerintah dalam
urusan agama Islam di satu segi dan di segi lain sebagai penasihat
pengadilan umum.
• Adapun hierarki jabatan penghulu adalah sebagai berikut:
Tingkat Pusat (Gubernemen) : Penghulu Ageng
Tingkat Kabupaten : Penghulu Kepala (Hoofdpenghulu) yang
diwakili Ajung Penghulu.
Tingkat Kawedanaan: Penghulu (Naib) dan wakilnya Ajung
Penghulu.
Tingkat Kecamatan : Penghulu atau Naib
Tingkat Desa : Modin, Kaum, Kayim, Lebe, atau Amil.
9. Tugas Penghulu
• Pada masa kekuasaan tradisional, tugas penghulu adalah sebagai
pelaksana pemerintah di bidang kehakiman, yang berarti selain
mengurusi masalah pernikahan, perceraian, talak, rujuk, kewarisan,
zakat, dan wakaf, adalah juga menangani masalah pidana dan
perdata.
• Pada masa pemerintahan kolonial, Penghulu hanya bertugas
sebagai kadi atau hakim pengadilan (raad) agama dan sebagai
mufti (penasihat) agama Islam. Masalah yang menyangkut bidang
hukum keluarga tetap menjadi tugas utama lembaga penghulu,
tetapi masalah kehakiman lainnya atau perkara-perkara adat
hanyalah bertugas sebagai pembantu di pengadilan negeri
(landraad). Adapaun kedudukannya sebagai mufti, kepada lembaga
Penghulu dibebankan kewajiban menyampaikan penerangan
tentang hukum-hukum Islam kepada masyarakat, di samping
menjadi penasihat masalah keagamaan bagi Bupati dan para
pembantunya.
10. • Mulai tahun 1918, pemerintah hanya mengangkat seorang pejabat
penghulu dalam statusnya sebagai Penghulu Landraad merangkap
Penghulu Masjid.
• Penghulu adalah juga Imam masjid, yang dalam menjalankan
tugasnya ia dibantu oleh 40 orang yang bertugas sebagai khatib,
muazin, marbot, juru tulis, syuhud (saksi), dan juru kunci.
• Penghulu sebagai imam masjid itu bertugas mengimami tiap waktu
salat wajib (lima waktu). Di samping itu, Penghulu juga mengurusi
keuangan (kas) masjid, berbagai kegiatan pengajian, dan perayaan
hari-hari besar Islam. Dana kas masjid biasa diperoleh dari berbagai
sumber, antara lain: biaya perkawinan, wakaf, zakat, sedekah, dan
infak.
• Oleh karena kedudukan penghulu di tingkat kabupatan adalah
sebagai pembantu Bupati, maka tugas-tugas Bupati dalam urusan
agama Islam seringkali dilimpahkan kepadanya. Penghulu
seringkali dibebani tugas mengawasi bidang pendidikan agama
yang diselenggarakan dan diasuh oleh para kyai atau ajengan,
bahkan memobilisasi kegiatan para guru agama Islam.