1. Pengenalan Pajak Hijau
Sudarsono Soedomo
16 Oktober 2008
1 Pendahuluan
Tulisan singkat ini mendiskusikan beberapa poin penting mengenai pajak hijau
atau juga disebut dengan pajak lingkungan (Turner et. al., 1998; Salani´ , 2003;
e
Wu, et. al., 2004). Tujuan utama penerapan pajak lingkungan adalah untuk me-
ningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengurangan atau penghilangan
inefisiensi yang diakibatkan oleh eksternalitas.1 Setelah seksi pendahuluan ini,
sisa paper dibagi kedalam tiga seksi. Memahami eksternalitas dan kaitannya de-
ngan efisiensi ekonomi merupakan kunci bagi penyusunan pajak lingkungan yang
baik. Hal ini dibahas dalam seksi 2. Berikutnya, seksi 3 menguraikan berbagai
instrumen, termasuk pajak lingkungan, yang dapat digunakan untuk mengenda-
likan problem lingkungan. Seksi 4 mengangkat beberapa isu penting mengenai
pajak Pigou sebagai satu bentuk pajak lingkungan yang tertua dan terpopuler.
2 Eksternalitas dan Efisiensi Ekonomi
Beberapa kegiatan produksi dan konsumsi menimbulkan eksternalitas positif (pos-
itive externalities atau external economies) atau eksternalitas negatif (negative ex-
ternalities atau external diseconomies). Dalam proses produksi, eksternalitas ne-
gatif (positif) timbul ketika biaya marginal private (marginal private costs) lebih
rendah (tinggi) dari biaya marginal sosial (marginal social costs). Dalam proses
konsumsi, eksternalitas negatif (positif) timbul ketika manfaat marginal private
(marginal private benefits) lebih kecil (besar) dari manfaat marginal sosial (margin-
al social benefits).
Eksternalitas positif terjadi bila dampak yang ditimbulkan menguntungkan pi-
hak yang terkena dampak. Pada Gambar 1 panel (a) dan (c) masing-masing mem-
perlihatkan eksternalitas positif dari kegiatan konsumsi dan kegiatan produksi.
Panel (a) memperlihatkan bahwa manfaat marginal sosial (MSB) lebih tinggi
dari pada manfaat marginal private (MPB). Konsumsi optimal dari agen private
adalah qp , sedangkan tingkat konsumsi optimal secara sosial adalah qs yang lebih
1 Pajak lingkungan bukan untuk melegalkan perusakan lingkungan. Dengan mengendalikan ekster-
nalitas atau dampak lingkungan, inefisiensi dapat dikurangi atau dihilangkan sehingga kesejahteraan
sosial meningkat.
1
2. Gambar 1: Eksternalitas (a) Konsumsi Positif, (b) Konsumsi Negatif, (c) Produksi
Positif, (d) Produksi Negatif
besar dari qp . Panel (c) memperlihatkan biaya marginal private (MPC) yang lebih
tinggi daripada biaya marginal sosial (MSC). Agen private bersedia memproduksi
hanya qp , sedangkan masyarakat menghendaki qs , yang lebih tinggi dari qp .
Perbedaan antara tingkat konsumsi dan produksi dari agen private dengan
tingkat konsumsi dan produksi yang dikehendaki masyarakat secara sosial ini
merupakan inefisiensi. Secara sosial, tingkat konsumsi atau produksi sebesar qp
adalah terlalu rendah. Efisiensi secara penuh tercapai bila tingkat konsumsi atau
produksi agen private sama dengan qs .
Suatu eksternalitas adalah negatif bila pihak yang terkena mengalami pengu-
rangan utilitas yang tidak terkompensasi. Panel (b) dan (d) dari Gambar 1 mem-
perlihatkan adanya eksternalitas negatif berturut-turut dari konsumsi dan pro-
duksi. Kebalikan dari eksternalitas positif yang diuraikan sebelumnya, dalam
kasus eksternalitas negatif maka tingkat konsumsi atau produksi agen private
melampaui tingkat konsumsi atau produksi yang dikehendaki secara sosial, yakni
qp > qs .
Agar agen private bersedia mengkonsumsi atau memproduksi sebanyak qs ,
maka diperlukan upaya sosial untuk menginternalisasikan eksternalitas tersebut
kembali kepada agen private yang menimbulkan eksternalitas tersebut. Bila eks-
ternalitas yang ditimbulkan adalah positif (negatif), maka agen private tersebut
perlu diberi insentif (disinsentif). Pajak atau subsidi lingkungan merupakan salah
satu upaya sosial untuk mengubah keputusan agen private ke arah yang lebih
mendekati kepentingan masyarakat secara umum.
2
3. Eksternalitas merupakan salah satu sumber inefisiensi dalam ekonomi. Eks-
ternalitas mempunyai sifat “mendistorsi” (distortionary) proses produksi atau pro-
ses konsumsi. Untuk menghilangkan inefisiensi tersebut, maka distorsi yang ter-
jadi harus dihilangkan dengan instrumen yang mendistorsi ke arah yang berla-
wanan. Disinilah peran pajak atau subsidi yang bersifat mendistorsi (distortionary
taxes atau distortionary subsidies) diperlukan. Untuk sementara, kita abaikan
dahulu peringatan Buchanan (1969) bahwa pajak semacam ini dalam kondisi ter-
tentu berpotensi menambah inefisiensi.
3 Instrumen Pengendalian Eksternalitas
Ada berbagai instrumen yang dapat digunakan untuk mengatasi eksternalitas
(Gambar 2). Berbagai instrumen tersebut dapat dikelompokkan kedalam dua
pendekatan besar, yakni pendekatan pasar dan pendekatan kebijakan pemerin-
tah (Asafu-Adjaye, 2005). Dalam menjalankan kebijakan pemerintah, tersedia
berbagai instrument; beberapa instrumen tergolong berbasis pasar, beberapa in-
strumen tergolong command-and-control, dan masih ada beberapa instrumen lain
yang dapat digunakan yang tidak termasuk kedalam kedua kelompok yang dise-
but pertama.
Gambar 2: Instrumen Pengendalian Dampak Lingkungan (Asafu-Adjaye, 2005)
Pajak lingkungan merupakan salah satu instrumen yang berbasis pasar di-
antara berbagai instrumen yang tersedia. Pajak lingkungan yang paling populer
dan merupakan pendekatan insentif yang paling berkembang adalah pajak Pigou
dengan ide sentralnya menarik pajak pada kegiatan yang menimbulkan ekster-
nalitas sama dengan kerusakan sosial marginal (Sandmo, 1975; Cremer et. al.,
1998).
3
4. Pajak lingkungan dapat dikenakan langsung pada polutan (bads) atau pada
barang dan jasa (goods) yang secara langsung “berkaitan” dengan timbulnya eks-
ternalitas. Turner, et. al. (1998) menyebut pajak lingkungan yang disebut kedua
sebagai Pajak Fiskal Lingkungan, sedangkan yang pertama sebagai Pajak Ling-
kungan. Gambar 3 menunjukkan perbedaan cara pemungutan kedua pajak ling-
kungan tersebut.
Gambar 3: Perbedaan Pajak Lingkungan dan Pajak Fiskal Lingkungan
Kecenderungan internasional yang sedang tumbuh adalah bahwa pemerintah
menggeser beban pajak dari kegiatan produktif ke polutan. Kecenderungan ini
berakar dari pemahaman bahwa pajak bukan hanya untuk memperoleh reve-
nue yang perlu bagi pemerintah, tetapi juga untuk menghambat kegiatan yang
dipajaki. Bila dibebankan pada kegiatan yang produktif, pajak memberi beban
tambahan pada ekonomi, sedangkan bila dibebankan kepada polusi, pajak dapat
membantu mengendalikannya (Bernow et. al., 1998).
4 Isu-Isu Penting
Beberapa isu penting yang berkaitan dengan pajak Pigou sebagai salah satu ben-
tuk pajak lingkungan adalah:
1. Ada potensi terjadi keuntungan ganda (double dividend) yang berhubungan
dengan introduksi pajak lingkungan sebagai pengganti pajak yang mendis-
torsi lainnya - pajak lingkungan dapat mengurangi kerusakan lingkung-
an dan sebagai sumber penerimaan pemerintah menggantikan pajak yang
mendistorsi sebelumnya (Oates, 1995; Bernow et. al., 2001; Glomm et. al.,
2008).
2. Pajak Pigou juga berpotensi tidak mampu menangkap seluruh kerusakan
lingkungan yang terjadi. Beberapa kerugian lingkungan mempunyai jangka
waktu keberlangsungan yang lebih panjang dibanding jangka waktu kegiatan
produksi atau konsumsi.
4
5. 3. Perlu kecermatan agar tidak terjadi insentif yang kontraproduktif (perverse
incentive). Subsidi per unit penurunan emisi memberi insentif yang sama un-
tuk melakukan kegiatan abatement sebagaimana pajak dengan besaran yang
sama terhadap per unit limbah yang dibuang. Meskipun kedua kebijakan ini
ekuivalen dalam perhitungan ekonomi, namun mereka mempunyai implikasi
profitabilitas yang berbeda. Subsidi meningkatkan keuntungan, sedangkan
pajak menguranginya. Akibatnya, pendekatan subsidi dapat menghasilkan
peningkatan polusi total (lihat Cropper dan Oates, 1992).
4. Kebalikan dengan pajak pada sebagian besar barang, pajak pada sumber-
daya alam tidak dapat pulih cenderung merangsang perilaku menghindar
antar waktu (Gamponia and Mendelsohn, 1985). Tipe pajak menentukan
kapan dan berapa lama suatu sumberdaya alam dieksploitasi.
Pustaka
1. Asafu-Adjaye, John, E NVIRONMENTAL E CONOMICS FOR N ON -E CONOMISTS :
T ECHNIQUES AND P OLICIES FOR S USTAINABLE D EVELOPMENT, World Scientific,
Singapore, 2005.
2. Bernow, S., R. Costanza, H. Daly, R. DeGennaro, D. Erlandson, D. Ferris,
P. Hawken, J. A. Hoerner, J. Lancelot, T. Marx, D. Norland, I. Peters,
D. Roodman, C. Schneider, P. Shyamsundar, J. Woodwell, Society News:
Ecological Tax Reform, BioScience 48 (1998), 193-196.
3. Buchanan, J., External Diseconomies, Corrective Taxes, and Market Struktur,
The American Economic Review 59 (1969), 174-177.
4. Cremer, H., F. Gahvari, dan N. Ladoux, Externalities and Optimal Taxation,
Journal of Public Economics 70 (1998), 343-364.
5. Cropper, M. L. dan W. E. Oates, Environmental Economics: A Survey, Journal
of Economic Literature 30 (1992), 675-740.
6. Gamponia, V. dan R. Mendelsohn, The Taxation of Exhaustible Resources,
The Quarterly Journal of Economics 100 (1985), 165-181.
7. Glomm, G., D. Kawaguchi, dan F. Sepulveda, Green taxes and double divi-
dends in a dynamic economy, Journal of Policy Modeling 30 (2008), 19-32.
8. Oates, W. E., Green Taxes: Can We Protect the Environment and Improve
the Tax System at the Same Time?, Southern Economic Journal 61 (1995),
915-922.
9. Salani´ , B., T HE E CONOMICS OF T AXATION, The MIT Press, Cambridge, MA,
e
2003.
10. Sandmo, A., Optimal Taxation in the Presence of Externalities, The Swedish
Journal of Economics 77 (1975), 86-98.
11. Turner, R. K., R. Salmons, J. Powell, dan A. Craighill, Green Taxes, Waste
Management dan Political Economy, Journal of Environmental Management
53 (1998), 121-136.
12. Wu, X., Z. Zhang, Y. Chen, Study of the Environmental Impacts Based on
the “Green Tax” - Applied to Several Types of Building Materials, Building and
Environment 40 (2005), 227-237.
5