Analisis fosfor dan krom(VI) dilakukan dengan spektrofotometri UV-Vis. Untuk fosfor, panjang gelombang optimum adalah 331 nm dan waktu kestabilan kompleks adalah 20 menit. Untuk krom(VI), panjang gelombang optimum adalah 545 nm dengan penggunaan H2SO4 atau HCl sebagai larutan pengasam. Kedua analisis melibatkan pembuatan kurva kalibrasi untuk menentukan konsentrasi sampel.
Analisis Fosfor dan Krom(VI) dengan Spektrofotometri UV-Vis
1. Pada percobaan ini akan dilakukan analisis fosfor dan krom(VI) dengan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis. Pada penentuan fosfor digunakan penambahan ammonium
molibdovanadat. Sementara pada penentuan krom(VI) digunakan metode difenilkarbazida.
Penggunaan larutan standard dan sampel harus diencerkan dahulu saat preparasi karena proses
analisis dengan spektrofotometer tidak bisa dilakukan dengan larutan yang memiliki konsentrasi
tinggi. Jika digunakan larutan dengan konsentrasi tinggi justru akan menyebabkan
penyimpangan nilai absorbansinya. Grafik antara absorbansi vs konsentrasi akan linear untuk
konsentrasi larutan yang kecil, sedangkan jika konsentrasinya terlalu besar justru akan
menyimpang (tidak linear lagi). Hal ini karena konsentrasi yang tinggi akan terdapat banyak
molekul dalam larutan, sehingga justru terjadi interaksi antar molekul sendiri. Hal ini
menyebabkan interaksi molekul dengan cahaya atau penyerapan radiasi menjadi tidak maksimal.
Setiap analisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis, perlu diukur terlebih dahulu panjang
gelombang optimumnya. Hal ini dikarenakan panjang gelombang optimum merupakan panjang
gelombang di mana absorbansi yang dialami oleh suatu zat terjadi yang paling besar. Hal ini
karena pada panjang gelombang tertentu absorbansi akan kecil dan pada panjang gelombang
optimum inilah nilai absorbansinya paling tinggi. Namun, jika panjang gelombang terus
dinaikkan, justru nilai absorbansinya akan kembali menurun. Sehingga, pada panjang gelombang
optimum inilai yang merupakan kondisi paling sesuai untuk melakukan analisis. Pada penentuan
panjang gelombang optimum, digunakan salah satu jenis larutan standar dengan konsentrasi
tertentu. Penggunaan konsentrasi yang akan digunakan tidak terlalu berpengaruh ingin
digunakan konsentrasi berapa saja asalkan saat pengujian selalu digunakan konsentrasi yang
sama. Larutan yang akan diuji nantinya dimasukkan ke dalam kuvet. Penggunaan kuvet untuk
mengukur sampel harus dengan bentuk dan ukuran yang sama antara larutan satu dengan yang
lainnya. Hal ini dimaksudkan agar luasan daerah paparan penyerapan sinar oleh larutan dapat
sama pada setiap analisis larutan. Jika penggunaan ukuran kuvet berbeda, maka dapat
mempengaruhi perbandingan hasil absorbansi yang terjadi. Penuangan larutan yang akan
dianalisis juga harus sama pada setiap larutan (volumenya harus sama). Hal ini dikarenakan jika
volumenya berbeda antar larutan satu dengan lainnya, maka tentu saja besarnya komposisi yang
terpapar oleh sinar pun akan berbeda, sehingga juga dapat mempengaruhi perbandingan
absorbansi
7. k.wr ‘14 yang terjadi. Sebelum dimasukkan ke sel sampel, bagian luar kuvet juga perlu
dibersihkan dengan tisu agar tidak basah, karena kondisi luar kuvet yang tidak kering juga dapat
berpengaruh pada hasil absorbansinya. Setiap pengukuran spektrofotometri harus ada larutan
blangko. Larutan blangko ini bertujuan untuk mengetahui besarnya absorbansi terhadap larutan
jika tanpa analit. Larutan blanko biasanya digunakan untuk tujuan kalibrasi sebagai larutan
pembanding dalam analisis. Dapat dikatakan juga sebagai larutan penetralan, karena untuk
menstabilkan absorbsi akibat perubahan voltase dari sumber cahaya. Sehingga, saat pengujian
dengan spektrofotometri UV-Vis, pengujian harus selalu diawali pengujian terhadap larutan
blangko dahulu baru pengujian pada larutan yang akan dianalisis. Larutan dalam kuvet yang
kemudian masuk ke dalam sel sampel pada spektrofotometri UV-Vis nantinya akan dikenai sinar
dari lampu. Sinar ini akan terserap oleh molekul pada larutan. Namun, tidak semua sinar
terabsorb oleh molekul karena ada sebagian sinar yang diteruskan. Sinar yang diteruskan inilah
yang kemudian masuk ke detector dan diubah ke dalam sinyal listrik. Sinyal listrik yang
dihasilkan sangat lemah sehingga harus diamplifikasi dan baru dapat terbaca sebagai data pada
rekorder (absorbansi). Analisis Fosfor secara Spektrofotometri Pada analisis fosfor dilakukan
empat macam percobaan, yaitu penentuan panjang gelombang optimum, penentuan waktu
2. kestabilan kompleks, pembuatan kurva kalibrasi (penentuan absorbansi larutan standar), dan
penentuan absorbansi sampel. Analisis fosfor dilakukan dengan melakukan penambahan
ammonium molibdovanadat. Pada percobaan ini, digunakan larutan standar P dengan konsentrasi
bervariasi, yakni dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm dari larutan stock P 100 ppm. Adanya
penambahan ammonium molibdovanadat bertujuan agar fosfor bereaksi dengan ammonium
molibdovanadat membentuk kompleks dengan warna yang khas, yakni warna kompleks kuning.
Reaksi yang terjadi saat fosfor direaksikan dengan ammonium molibdovanadat adalah sebagai
berikut. Pada analisis fosfor ini digunakan spektrofotometer UV. Hal ini dikarenakan panjang
gelombang yang diserap oleh fosfor berada di bawah 400 nm, yang sudah masuk dalam kawasan
daerah sinar UV. Penggunaan spektrofotometri UV ini juga karena energi cahaya UV lebih besar
dari energi cahaya tampak maka energi UV dapat menyebabkan transisi elektron σ dan μ.
Sementara lampu yang digunakan yakni lampu deuterium dengan panjang gelombang 190-380
nm. Pada penentuan panjang gelombang optimum, digunakan larutan P 0 ppm sebagai larutan
blangko dan larutan P 3 ppm sebagai larutan yang akan diuji. Larutan bangko di sini merupakan
pengenceran 1 ml ammonium molibdovanadat dalam labu takar 25 ml (tidak mengandung
fosfor). Penentuan panjang gelombang optimum
8. k.wr ‘14 dilakukan pada panjang gelombang 305 – 400 nm dengan interval 5 nm. Semakin
pendek interval akan semakin baik karena ketelitian. Sebelum larutan diukur, perlu dimasukkan
dahulu larutan blangko dan diatur panjang gelombangnya 305 nm dan diatur pada absorbansi 0.
Hal ini karena larutan blangko tidak menyerap radiasi dan memiliki transmitansi 100%. Setelah
itu baru dimasukkan larutan yang akan diuji. Jika akan mengubah ke panjang gelombang
berikutnya, spektrofotometri harus dinetralkan terlebih dahulu dengan memasukkan larutan
blangko, begitu pula seterusnya. Berdasarkan hasil percobaan penentuan panjang gelombang
maksimum, kemudian dibuat grafik λ vs A yang ditunjukkan pada grafik di bawah ini.
Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa nilai absorbansi tertinggi yakni pada 0,907545 yang
diperoleh saat nilai panjang gelombangnya 331,3147 nm. Hal ini berarti bahwa panjang
gelombang optimumnya adalah 331,3147 nm. Pada panjang gelombang inilah kemudian
digunakan untuk analisis larutan selanjutnya. Namun, pada teoritis seharusnya warna kuning dari
hasil pereaksian fosfor dengan ammonium molibdovanadat dapat diukur pada panjang
gelombang 460 nm. Sehingga, hasil itu belum sesuai teoritisnya. Dengan panjang gelombang
optimumnya 331,3147 nm, setiap larutan standar yang akan dianalisis dan larutan sampel diuji
absorbansinya. Hal ini untuk mengoptimalkan hasil absorbansi yang diperoleh dengan
menggunakan larutan blangko P 0 ppm. Waktu kestabilan kompleks perlu ditentukan karena
waktu itu merupakan waktu yang dibutuhkan senyawa dan pengompleksnya untuk membentuk
senyawa kompleks yang stabil. Artinya, kondisi di mana pada watu tersebut senyawa telah
mempentuk senyawa kompleks yang kuat yang ditunjukkan dengan besarnya nilai absorbansi.
Nilai absorbansi yang semakin tinggi (paling tinggi) menunjukkan waktu di mana senyawa
kompleks telah mencapai kestabilan.
9. k.wr ‘14 Waktu yang dibutuhkan senyawa untuk mencapai kestabilan kompleksnya
berbeda-beda tiap senyawa. Pada kurun waktu singkat umumnya senyawa kompleks masih
belum stabil. Namun, jika pada kurun waktu yang terlalu lama juga justru akan melemah
kembali. Sehingga, pada analisis fosfor perlu diuji waktu saat kompleks mencapai kestabilan
tertingginya, dengan menggunakan larutan P 3 ppm sebagai penguji dan larutan P 0 ppm sebagai
larutan blangko. Berdasarkan hasil percobaan waktu kestabilan kompleks, kemudian dibuat
grafik t vs A yang ditunjukkan pada grafik di bawah ini. Berdasarkan grafik di atas terlihat
bahwa nilai absorbansi tertinggi yakni pada 2,8090 yang diperoleh saat nilai waktunya 20 menit.
3. Hal ini berarti bahwa waktu kestabilan kompleksnya adalah 20 menit. Sehingga, pada penentuan
absorbansi sampel, sampel perlu didiamkan selama 20 menit untuk menjadi stabil pada kondisi
kompleksnya. Kamudian, baru diukur absorbansinya dengan menggunakan panjang gelombang
331,3147 nm. Berdasarkan hasil percobaan penentuan absorbansi larutan standar 1, 2, 3, 4, dan 5
ppm dan nilai absorbansi sampel yakni 2,3067, sehingga dapat dibuat kurva kalibrasi antara C vs
A, di mana akan membentuk garis lurus dengan persamaan garis y = 1,121 x – 1,93 dan R2 =
0,531. Dengan menggunakan persamaan garis tersebut, maka dapat diketahui konsentrasi fosfor
dalam sampel yakni 18,897 ppm. Analisis Krom(VI) secara Spektrofotometri Pada analisis krom
(VI) akan dilakukan empat macam percobaan, yaitu penentuan panjang gelombang optimum,
pembuatan kurva kalibrasi (penentuan absorbansi larutan standar), penentuan absorbansi sampel,
dan penentuan pengaruh Cr (III) terhadap analisis Cr (VI). Analisis Cr(VI) ini digunakan metode
difenilkarbazida dan menggunakan spektrofotometri visible, sehingga larutan yang diamati harus
berwarna (mengandung kromofor). Sementara itu, lampu yang
10. k.wr ‘14 digunakan yakni lampu Wolfram yang memiliki panjang gelombang 350-800 nm.
Lampu ini hanya dapat digunakan untuk mengukur sampel pada daerah tampak saja. Pada
percobaan ini, digunakan larutan standar Cr(VI) dengan konsentrasi bervariasi, yakni dengan
konsentrasi 0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5 ppm dari larutan stock Cr(VI) 10 ppm. Terdapat 2 variasi
penggunaan asam, yakni H2SO4 dan HCl. Larutan Cr(VI) yang digunakan adalah larutan CrO4
2- . Adanya penambahan larutan asam bertujuan untuk memberikan suasana asam pada larutan.
Hal ini dikarenakan saat larutan Cr(VI) direaksikan dengan 1,5-difenilkarbazida 0,01%, maka
reaksi pengompleksan Cr(VI) hanya berlangsung pada kondisi asam. Adanya ion-ion hydrogen
dari asam ini juga menyebabkan kromat berubah menjadi drikromat. Reaksi yang terjadi saat
larutan Cr(VI) direaksikan dengan asam adalah sebagai berikut. Adanya penambahan larutan
1,5-difenilkarbazida 0,01% bertujuan agar Cr(VI) bereaksi dengan larutan 1,5-difenilkarbazida
0,01% membentuk kompleks dengan warna kompleks merah keungungan (pink) jernih. Proses
ini harus dalam suasana asam. Adanya warna tersebut sangat diperlukan karena proses analisis
yang menggunakan spektrofotometri visible sangat disyaratkan untuk larutan berwarna. Reaksi
yang terjadi saat penambahan larutan larutan 1,5-difenilkarbazida 0,01% adalah sebagai berikut.
Pada analisis ini digunakan variasi larutan pengasam H2SO4 dan HCl. Variasi ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh perbedaan larutan pengasam yang digunakan. Seperti yang diketahui
bahwa pada analisis Cr(VI) mengandung interferensi berupa Mo(VI), Hg(I), Hg(II), Fe(III), dan
V. Penggunaan H2SO4 akan lebih baik dibandingkan HCl, karena jika dalam larutan
mengandung interferensi Fe(III) maka akan membentuk warna kompleks yang lebih rendah. Jika
warna kompleks dengan Fe(III) terlalu terlihat (menggunakan HCl), maka tentu akan
mempengaruhi proses absorbansi yang terjadi karena penyerapan cahaya oleh Cr(VI) juga akan
berbeda. Larutan dengan HCl akan berwarna lebih pink jika dibandingkan dengan H2SO4. Pada
penentuan panjang gelombang optimum, digunakan larutan Cr(VI) 0 ppm sebagai larutan
blangko dan larutan Cr(VI) 0,3 ppm sebagai larutan yang akan
11. k.wr ‘14 diuji. Pengujian dilakukan pada panjang gelombang 500 – 550 nm dengan
interval 5 nm. Semakin pendek interval akan semakin baik karena lebih teliti. Berdasarkan hasil
percobaan penentuan panjang gelombang maksimum, kemudian dibuat grafik λ vs A yang
ditunjukkan pada grafik di bawah ini. Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa pada
penambahan dengan H2SO4, nilai absorbansi tertinggi yakni pada 0,099 yang diperoleh saat
nilai panjang gelombangnya 545 nm. Sementara itu, pada penambahan dengan HCl, nilai
absorbansi tertinggi yakni pada 0,092 yang diperoleh saat nilai panjang gelombangnya 545 nm.
Hal ini berarti bahwa panjang gelombang optimum pada H2SO4 dan HCl adalah 545 nm. Pada
4. panjang gelombang tersebutlah yang lalu digunakan untuk analisis larutan krom selanjutnya.
Dengan panjang gelombang optimumnya 545 nm, setiap larutan standar yang akan dianalisis dan
larutan sampel dengan menggunakan larutan P 0 ppm sebagai blangko.
12. k.wr ‘14 Berdasarkan hasil percobaan diperoleh panjang gelombang optimum baik pada
pada penambahan H2SO4 maupun HCl yakni 545 nm. Seperti yang telah dijelaskan di atas
bahwa penambahan 1,5-difenilkarbazida akan menyebabkan terbentuknya senyawa kompleks
berwarna merah keunguan. Warna ini merupakan warna yang diamati, namun warna yang
diserap merupakan warna komplementernya. Warna merah keunguan memiliki warna
komplementer hijau dengan panjang gelombang 495 – 570 nm. Sehingga, hasil 540 nm sebagai
panjang gelombang optimum sudah benar karena berada pada rentang panjang gelombang warna
hijau yang merupakan warna komplementer dari larutannya. Berdasarkan hasil percobaan
penentuan absorbansi larutan standar 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 ppm dan nilai absorbansi sampel
pada penambahan H2SO4 yakni 0,199 dan pada penambahan HCl yakni 0,163 , sehingga dapat
dibuat kurva kalibrasi antara C vs A. Kurva akan membentuk garis lurus dengan persamaan garis
pada penambahan H2SO4 yakni y = 0,27 x + 0,011 dan R2 = 0,974, sedangkan pada
penambahan HCl yakni y = 0,255 x + 0,011 dan R2 = 0,982. Dengan menggunakan persamaan
garis tersebut, maka dapat diketahui konsentrasi Cr(VI0 dalam sampel dengan penambahan
H2SO4 yakni 8,7 ppm, sedangkan dengan penambahan HCl yakni 7,45 ppm. Jika dibandingkan
antara penambahan H2SO4 dengan HCl, terlihat bahwa nilai absorbansi tiap senyawa dengan
penambahan HCl akan lebih rendah disbanding dengan penambahan H2SO4. Hal ini
dimungkinkan karena adanya interferensi Fe(III) dalam larutan yang mana jika dalam kondisi
asam HCl akan membentuk sedikit kompleks warna dibandingkan dengan asam H2SO4.
Sehingga, penyerapan sinar pada molekul senyawa pun akan berbeda, yang akibatnya nilai
absorbansinya juga akan berbeda. Berdasarkan hasil percobaan tentang pengaruh Cr(III)
terhadap analisis Cr(VI) menunjukkan hasil bahwa dalam konsentrasi Cr(III) berapapun tidak
memberikan efek terhadap absorbansinya. Tapi, ada penyimpangan di mana saat ditambah 10 ml
Cr(III) terjadi perbedaan absorbansi yang cukup signifikan. Namun, jika dibandingkan dengan 3
data sebelumnya masih dapat disimpulkan kalau Cr(III) tidak berpengaruh. KESIMPULAN ...
DAFTAR PUSTAKA Bassett, dkk., 1991, Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis
Including Elementary Instrumental Analysis, Longman Group UK Limited, London. Beatty, R.,
2001, The Elements Phosphorous, Marshall Cavendish Corporation, Tarrytown.
13. k.wr ‘14 Day, dkk., 1989, Analisis Kimia Kuantitatif, (ditejermahkan oleh: Pujaatmaka),
Erlangga, Jakarta. Harvey, D., 2000, Modern Analytical Chemistry, McGraw-Hill Companies,
USA. Kakhki, R. M. et al., 2013, Extraction and Determination of Rose Bengal in Water Sample
by Dispersive Liquid-Liquid Microextraction Coupled to Uv-Vis Spectrophotometry, Arabian
Journal Of Chemistry, Hal 1-5. Skoog, dkk., 2004, Fundamentals of Analytical Chemistry, Edisi
Kedelapan, Thomsons Learning Inc., Canada. Meng, Z. D. et al., 2013, Enhanced Visible Light
Photocatalytic Activity of Ag2S- Graphene/TiO2 Nanocomposites Made by Sonochemical
Synthesis, Chin. J. Catal., Vol 34, No 8, 1527-1533. National Research Council, 1974,
Chromium, National Academy of Science, Washington. Pudjaatmaka, A. H., 2002, Kamus
Kimia, Balai Pustaka, Jakarta. Svehla, G., 1979, Textbook of Macro and Semimicro Qualitative
Inorganic Analysis, Edisi Kelima, Longman Group Limited, London. Wright, H., 1994, A
Handbook of Soil Analysis, Logos Press, New Delhi.