SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 14
TUNTUNAN KEKERASAN DALAM TONTONAN ANAK 
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Audience Analysis 
Oleh: 
Ayu Noor Asry Sy. Saad 111400340 
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS TELEKOMUNIKASI DAN 
INFORMATIKA 
SEKOLAH MANAJEMEN TELEKOMUNIKASI DAN MEDIA 
INSTITUT MANAJEMEN TELKOM 
2013
KATA PENGANTAR 
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan 
hidayahNya penulis mampu menyelesaikan makalah berjudul “Tuntunan Kekerasan Dalam 
Tontonan Anak”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Audience 
Analaysis.Saat ini kekerasan tidak hanya dirasakan secara langsung melalui kekrasan fisik. 
Namun, kekerasan yang saat ini banyak terjadi adalah kekerasan simbolik kepada audience 
melalui tontonan ditelevisi. 
Sebelum mengetahui tentang kekerasan simbolik, kita harus mengetahui dan memahami 
apa sebenarnya kekerasan simbolik itu?, Mengapa kekerasan simbolik itu bisa terjadi?, Apa saja 
yang yang menjadi faktor utama dalam kekerasan simbolik?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut 
menjadi fokus makalah yang penulis susun. Maka dari itu, penulis akan membahas dan 
menguraikan studi kasus mengenai Kekerasan Simbolik Pada Penonton. Dengan analisis dan 
penjelasan ini, penulis harap pembaca mampu memahami dan membelajari hal-hal yang penulis 
uraikan dalam makalah ini. 
Penulis menyadari bahwa selama pembuatan makalah penulis banyak mendapat bantuan 
dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 
1. Ibu Ella Jouvani Sagala,S.Psi,Msc,Psikolog, selaku dosen mata kuliah Audience 
Analaysis yang telah mengarahkan penulis dalam penyusunan makalah ini; 
2. Rekan-rekan satu kelas yan dukungan kepada penulis sehingga makalah dapat 
diselesaikan dengan baik; 
3. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. 
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan, 
baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, penulis sangat 
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, 
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca. Amin. 
Bandung, Juni 2013 
Penulis
BAB I 
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang 
Perkembangan teknologi informasi dan media massa saat ini telah memasuki era tanpa 
batas. Setiap orang termasuk anak-anak dapat mengakses informasi melalui beragam bentuk 
media, termasuk televisi. Tayangan anak merupakan satu dari sekian banyak program 
tayangan yang disuguhkan di layar kaca televisi. Program tersebut pada dasarnya ditujukan 
bagi anak-anak agar mereka mendapat nilai-nilai positif bagi perkembangan dirinya, seperti 
nilai agama, pendidikan, budi pekerti, dan moral. 
Sesuai dengan tingkat perkembangannya, anak-anak memiliki kecenderungan untuk 
meniru apa pun yang mereka lihat dari lingkungannya tanpa mempertimbangkan sisi baik 
atau buruk dan manfaat atau kerugian yang ditimbulkan dari tayangan yang ditontonnya. Hal 
ini terjadi karena anak-anak belum cukup memiliki daya pikir yang kritis sehingga mudah 
percaya dan terpengaruh oleh isi dan materi media yang dikonsumsinya. Itulah sebabnya, 
mereka memerlukan hiburan yang khusus dibuat untuk anak, yaitu hiburan yang 
memperhatikan berbagai kebutuhan mereka. 
B. Rumusan Masalah 
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah 
sebagai berikut: 
1. Apa yang dimaksud kekerasan simbolik ? 
2. Siapa saja yang dapat dirugikan dari kekerasan tersebut ? 
3. Mengapa kekerasan simbolik bisa terjadi ? 
C. Tujuan Makalah 
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: 
1. Mengetahui kekerasan simbolik pada penonton, terutama pada anak-anak. 
2. Mendeskripsikan hal yang terjadi dalam kekerasan simbolik.
3. Efek yang dirasakan oleh masyarakat lain terhadap kekerasan simbolik kepada penonton. 
D. Kegunaan Makalah 
Makalah ini disusun dengan tujuan memberikan manfaat baik secara teoritis 
maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan 
informasi mengenai bagaimana perilaku youth audience memerangi kekerasan simbolik 
yang mulai mempengaruhi masyarakat. Sedangkan, secara praktis makalah ini 
diharapkan dapat bermanfaat bagi: 
1. Penulis, sebagai sarana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang 
hal apa saja yang tergolong kekerasan simbolik. 
2. Dosen dan pembaca, sebagai media informasi mengenai tuntunan kekerasan dalam 
tontonan anak baik secara teoritis maupun secara praktis. 
E. Prosedur Makalah 
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang 
digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini, penulis akan menguraikan pokok 
bahasan yang dibahas secara jelas dan komprehensif. Data teoritis dalam makalah ini 
dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, artinya situs internet yang relevan 
dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analisis isi melalui kegiatan 
mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks tema makalah.
BAB II 
PEMBAHASAN 
Kekerasan Simbolik Pada Penonton 
I. Kekerasan 
Kekerasan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu : 
a. Kekerasan fisik : kekerasan yang melibatkan kontak langsung dan 
dimaksudkan untuk menimbulkan perasaan intimidasi, cedera, atau penderitaan 
fisik lain atau kerusakan tubuh. 
b. Kekerasan simbolik : Kekerasan yang halus dan tak tampak yang beroperasi 
pada tingkat symbol (gambar,teks,foto) berupa pemalsuan identitas pelencengan 
makna & misinformasi. 
Kekerasan menjadi sebuah : 
a. Kesenangan 
b. Hiburan 
c. Estetik 
Berbagai penelitian yang dilakukan (Liebert dan Baron, 1972; Joy, 1977) 
memberikan suatu kesimpulan bahwa efek adegan kekerasan terjadi dalam tiga tahap, 
yaitu: 
1. Penonton mempelajari metode agresi setelah melihat contoh (observational 
learning). 
2. Kemampuan penonton dalam mengendalikan dirinya berkurang (disinhibition). 
3. Perasaan mereka menjadi tidak tersentuh walaupun melihat korban tindakan 
agresinya (desensitization). 
II. Representasi 
Merupakan reproduksi kenyataan dari objek dan kontruksi dari teknik, narasi dan, 
ideologi.
Sebuah proses kontruksi didalam tiap medium (khususnya media massa), aspek-aspek 
realitas seperti orang, tempat, kejadian, identitas kultural, dan konsep abstrak 
lainnya (Daniel Chandler). 
Tiga konsep teori dari Representasi 
a. Kontruksi 
Melihat fakta atau asumsi diri sendiri. Kontruksi Sosial ( Berger & 
Luckmann ) 
1. Ekternalisasi adalah usaha ekspresi diri manusia ke dalam dunia luar, baik 
kegiatan mental maupun fisik. 
2. Objektivikasi adalah hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik 
dari kegiatan eksternalisasi manusia. 
3. Internalisasi adalah penyerapan kembali dunia objektif ke dalam 
kesadaran subjektif sedemikian rupa sehingga individu dipengaruhi oleh 
struktur sosial atau dunia sosial. 
Kontruksi Sosial ( Fotografi ) 
Determinisme kelas melalui mediasi “simbolisme kelompok” dan praktis 
individu mengkonstruktur apa yang layak difoto, subjek apa saja yang layak 
diterima. Mereka didefinisikan sebagian, oleh pandangan tentang aturan 
komposisi dan oleh pemahaman tentang situasi yang dapat dan harus dihargai 
oleh fotografi 
b. Reproduksi 
Dari fakta & asumsi kemudian menganalisi kembali hal yang terjadi. 
Realitas (Berger & Luckmann) : 
 Plurar : Kontruksi berdasarkan pengalaman, prefensi, 
tingkat pendidikan, lingkungan, atau pergaulan sosial tertentu 
 Dinamis : Realitas subjektif dan realitas objektif. 
Reproduksi (Pieere Bourieul)
 Adalah system yang mengkonsentrasikan privilase (nilai), dengan 
memperlakukan semua orang seolah-olah mereka setara dengan 
rintangan yang berbeda berdasarkan dukungan budaya. 
 Melalui aktivitas produksi, strategi, sistem ketertarikan objektif 
yang ditandai oleh sistem mode reproduksi tertentu. 
 Berbagai strategi yang digunakan untuk mempertahankan dan 
mendapatkan berbagai bentuk modal. 
Eksploitasi 
Tindakan berlebihan kepentingan dan pencitraan tertentu realitas 
dalam media. 
Dominasi Sosial 
Memanfaatkan life-style menghegemoni masyarakat, manipulasi 
budaya, agresiativitas politik. 
c. Ideologi (Louis Althusser) 
1. Sistem kepercayaan (believe system) yang dianut karakteristik kelas 
atau kelompok tertentu. 
2. Sistem kepercayaan ilusif-ide palsu atau kesadaran palsu (false 
consciousness) kontras dengan pengetahuan ilmiah. 
Contoh : Polisi benar, anti kekerasan, jujur, mahasiswa subversive, 
salah. 
3. Proses umum produksi makna dan ide-ide (the rhetoric of ideology)
BAB III 
STUDI KASUS 
Tuntunan Kekerasan Pada Tontonan Anak 
"Biar melihat celana dalam kecil Nene, aku sama 
sekali tidak merasa apa-apa. Ya, Kazao?" Gadis kecil yang 
disebut Nene itu hanya cemberut sambil pipinya merona 
merah. Ia malu dan marah pada Shinchan tidak hanya akibat 
persoalan celana dalam itu, melainkan juga penolakan teman-temannya 
atas idenya untuk bermain rumah tangga-rumah 
tanggaan. Nene senang sekali menjadi ibu bersuamikan si Bo. 
Demikian salah satu adegan dalam serial Crayon 
Shinchanepisode "Tahayul Kesialan Kazao", yang diputar 
salah satu stasiun televisi nasional pada 2 April 2006. Beberapa adegan melecehkan wanita juga 
ditemukan dalam beberapa episode film animasi "anak-anak" buatan Jepang ini. 
Segmen "anak-anak" memang perlu diberi tanda kutip karena cara berpikir yang ditampilkan 
anak TK berusia lima tahun dari Kasukabe, Distrik Saitama, Jepang, itu memang tidak lazim 
untuk ukuran anak-anak sebaya dengannya. Hal itu disebabkan tokoh animasi buatan Yoshito 
Usui ini selalu terobsesi pada seksualitas wanita dewasa.Dalam salah satu episode, misalnya, 
Shinchan minta pada Jin Termos untuk didatangkan seorang model wanita cantik berbikini. 
Dengan kekuatan sihirnya, model cantik itu memang hadir di hadapan Shinchan, tapi tanpa 
bikini. Soalnya, lagi kena flu!.Kekerasan seksual semacam itu ditemukan dalam penelitian 
"Kekerasan Televisi Terhadap Wanita", yang saya lakukan beberapa waktu lalu. Kekerasan 
personal lain yang ditemukan adalah kekerasan psikologis dan fungsional yang dilakukan tokoh 
pria terhadap tokoh wanita. Upaya Shinchan memaksa model cantik yang lagi kena flu untuk 
hadir di hadapannya itu masuk kategori kekerasan fungsional.Selain kekerasan personal, 
ditemukan juga adanya kekerasan struktural. Kekerasan jenis ini dilakukan oleh nilai, norma, 
atau sistem sosial tertentu melalui karakterisasi tokoh-tokohnya. Dari beberapa
episode Doraemon, Crayon Shinchan, dan P-Man ditemukan adanya dominasi tokoh pria atas 
tokoh wanita, peneguhan stereotipe peran gender, domestikasi dan ekstensinya sebagai profesi, 
serta objektivikasi seksualitas wanita. 
Adanya kekerasan personal dan struktural dalam tayangan untuk anak-anak ini tentu sangat 
memprihatinkan. Hal itu disebabkan televisi telah menjadi media keluarga yang banyak menyita 
waktu anak-anak dibandingkan dengan aktivitas lain, kecuali tidur (Chen, 1996; 
Greenfield,1989). Kedekatan semacam ini tentu mempunyai implikasi serius terhadap proses 
internalisasi nilai-nilai ideologis tertentu yang bersifat diskriminatif dan seksis (Littlejohn, 1996, 
2002; Shoemaker dan Reese, 1991, 1996). Artinya, karena konsep mental psikologis anak belum 
terbentuk dengan baik, kekerapanexposure tayangan semacam itu bisa menjadikan kekerasan 
artifisial menjadi natural. Inilah bahaya tontonan yang tidak bisa jadi tuntunan. 
Teori strukturasi gender (Wolffensperger, 1991) membantu untuk memahami mengapa ideologi 
gender dominatif-represif dalam film animasi anak-anak tersebut gagal untuk dikenali oleh 
khalayaknya (misrecognition). Teori ini merupakan modifikasi teori strukturasi Anthony 
Giddens (1986; 1986) sebagai varian dari teori ekonomi-politik komunikasi massa dalam 
paradigma kritis struktural dikaitkan dengan analisis feminis (Golding dan Murdock, 1995). 
Teori strukturasi menegaskan, produksi dan reproduksi sistem sosial bergantung pada 
optimalisasi penggunaan struktur aktor dalam interaksi. Proses produksi ataupun reproduksi 
sistem sosial ini bisa dilakukan dengan cara kursif (kekerasan aktual) atau persuasif (kekerasan 
simbolik). Pada teori strukturasi gender, hal itu ditafsirkan, produksi dan reproduksi sistem sosial 
dominatif-represif ditentukan oleh optimalisasi penggunaan struktur gender aktor wanita dan 
aktor pria dalam interaksi sosial yang berlangsung.Menurut teori strukturasi, struktur dominasi 
dipertahankan oleh kelompok dominan melalui struktur signifikasi dan struktur legitimasi yang 
mampu menyembunyikan wajah dominasi untuk dikenali oleh korbannya (misrecognition). 
Mekanisme ideologis semacam itu bekerja melalui proses naturalisasi praktek sosial yang 
berlangsung.Melalui proses naturalisasi ini, praktek sosial dominatif-represif dengan 
menggunakan kekerasan bisa dipandang sebagai bagian dari praktek sosial normal dan wajar. 
Upaya penyingkapan selubung naturalisasi akan mempunyai potensi besar bagi terjadinya 
produksi sistem sosial egaliter. Hal itu bisa terjadi apabila terdapat kepentingan emansipatoristik 
dalam proses strukturasi.Melalui pendekatan feminis dengan bantuan Bourdieu (1990; 1993), 
Connell (1987), dan Habermas (1996; 2005), teori strukturasi mentransformasikan dirinya dalam
teori strukturasi gender. Dalam teori strukturasi gender, struktur dominasi gender terjadi melalui 
penundukan agen wanita oleh agen pria dan agen pemilik modal (biasanya juga agen pria) 
dengan menggunakan struktur signifikasi dan struktur legitimasi.Struktur dominasi gender terjadi 
dalam interaksi kekuasaan dengan menggunakan komunikasi, sanksi, dan kekerasan berdasarkan 
modalitas fasilitas (alokatif dan otoritatif), skema interpretasi, norma, dan seksualitas. Dalam 
teori strukturasi gender, proses ideologis untuk menyembunyikan wajah dominasi gender agen 
pria terjadi melalui proses naturalisasi kekerasan terhadap agen wanita sebagai bagian dari 
praktek sosial yang wajar dan normal. 
Proses naturalisasi untuk "menormalkan" struktur dominatif-represif itu dilakukan melalui 
politisasi relasi gender dan purifikasi kognisi gender. Politisasi relasi gender mewujud dalam 
bentuk pembagian kerja (division of labour) secara seksual dan justifikasi terhadap relasi 
heteroseksual. Purifikasi kognisi gender dilakukan dengan peneguhan stereotipe peran gender 
melalui media massa, eksklusi dan marjinalisasi wanita dari narasi publik, serta dikotomisasi 
domain publik-privat melalui romantisme bagi agen wanita untuk menemukan cinta sejati dan 
heroisme bagi agen pria untuk menggunakan kekerasan. 
Penggunan kekerasan oleh agen pria untuk mendapatkan kepatuhan agen wanita tersebut 
mendapat justifikasi dari ideologi gender dominan: patriarkisme, kapitalisme, dan misoginisme. 
Dalam proses penormalan itu, ideologi patriarkisme membenarkan penggunaan kekerasan fisik 
dan seksual oleh agen pria atas agen wanita di rumah maupun di tempat kerja. 
Ideologi kapitalisme membenarkan penggunaan kekerasan alienatif dalam wujud pembagian 
kerja secara seksual dengan implikasi pada kekerasan psikologis dalam bentuk diskriminasi dan 
prasangka negatif terhadap peran sosial wanita di masyarakat sebagai kelompok inferior. 
Ideologi misoginisme membenarkan terjadinya proses dehumanisasi wanita melalui perendahan 
derajat (objek kekerasan simbolik, fisik, seksual, kriminal) dan pengangkatan derajat (idealisasi 
peran sosial wanita sebagai istri dan ibu rumah tangga yang sempurna). 
Dalam kasus penayangan film animasi anak-anak asing, praktek institusional industri televisi 
nasional yang menjadi situs pengamatan dalam penelitian ini ternyata belum mampu
memberdayakan (constraining) struktur gender agen wanita pengelola program untuk 
memproduksi nilai-nilai egalitarian dalam relasi gender tokoh-tokoh yang ada tanpa harus 
menunjukkan perilaku diskriminatif dan represif terhadap keberadaan tokoh wanitanya. Sistem 
kapitalisme global dalam proses pemerolehan program anak-anak menjadi faktor penentu 
minimalisasi struktur gender agen wanita itu. 
Situasi semacam itu tidak ditemukan oleh agen wanita ini ketika menayangkan program 
sinetron produksi lokal. Melalui tayangan sinetron itu, struktur gender agen wanita ini mampu 
memberdayakan agensinya (enabling) untuk mengurangi eksploitasi seksualitas dan kekerasan. 
Sebuah situasi yang sedang diupayakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melalui 
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) sebagai amanat Undang- 
Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran untuk melindungi kepentingan anak-anak, 
remaja, dan kaum wanita dari semua bentuk perilaku kekerasan simbolik. Masalahnya, 
program lokal untuk anak-anak di Indonesia masih merupakan produk langka, sehingga 
ketergantungan pada program asing untuk anak-anak itu masih belum dapat dihindari 
sepenuhnya 
Persoalan kekerasan televisi terhadap wanita ini tampaknya masih merupakan pekerjaan 
rumah serius di masa mendatang bagi semua stakeholders yang terlibat ketika struktur sosial di 
belakang praktek institusional industri televisi belum sepenuhnya dapat digenderkan.Kita 
memang sudah mempunyai berbagai ketentuan yang melarang praktek diskriminasi dan represi 
terhadap kaum wanita. Antara lain dijumpai pada Pasal 28I ayat 2 UUD 1945 Amandemen, UU 
Nomor 7/1984 tentang Konvensi Wanita, UU Nomor 23/ 2004 tentang Penghapusan Kekerasan 
dalam Rumah Tangga, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tahun 2007, 
Inpres Nomor 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender, serta larangan kekerasan simbolik 
dalam UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran. 
Meski demikian, kita juga mempunyai ketentuan segregasi peran sosial bagi kaum pria 
dan wanita, sebagaimana tampak dalam UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan. Selain itu, 
munculnya RUU Anti-Pornografi dan Pornoaksi serta adanya ketentuan semacam Perda Nomor 
8/2005 tentang Pelarangan Pelacuran di Tangerang, apabila tidak disikapi dan dicermati dengan 
seksama, bukan tidak mungkin akan mencederai struktur gender sistem sosial karena ketentuan
semacam itu mempunyai potensi besar untuk mengkriminalisasikan kaum wanita. Benar-benar 
pekerjaan rumah besar bersama. 
Analisis Kasus Terkait dengan Tuntunan Kekerasan Pada Tontonan Anak-Anak 
Dari artikel kasus di atas tidak hanya menunjukkan kekerasan simbolik kepada anak-anak 
melalui tontonan yang biasanya banyak diminati anak-anak tersebut, namun memperlihatkan 
beberapa adegan yang melecehkan kaum wanita .Adegan yang tujukkan adalah "Biar melihat 
celana dalam kecil Nene, aku sama sekali tidak merasa apa-apa. Ya, Kazao?" Gadis kecil yang 
disebut Nene itu hanya cemberut sambil pipinya merona merah. Ia malu dan marah pada 
Shinchan tidak hanya akibat persoalan celana dalam itu, melainkan juga penolakan teman-temannya 
atas idenya untuk bermain rumah tangga-rumah tanggaan. Nene senang sekali 
menjadi ibu bersuamikan si Bo. Dari adegan tersebut sangat jelas menunjukkan bahwa ada 
tindakan kekerasan simbolik karena dilakukan yang halus dan tak tampak yang beroperasi pada 
tingkat symbol (gambar,teks,foto) berupa pemalsuan identitas pelencengan makna & 
misinformasi.Kekerasan personal lain yang ditemukan adalah kekerasan psikologis dan 
fungsional yang dilakukan tokoh pria terhadap tokoh wanita. Seperti upaya Shinchan memaksa 
model cantik yang lagi kena flu untuk hadir di hadapannya itu masuk kategori kekerasan 
fungsional. 
Dan unsur kekerasan pada program anak tersebut ditemukan dalam bentuk penayangan 
adegan kekerasan simbolik yang mudah ditiru anak-anak. Pertama, menampilkan kekerasan 
secara berlebihan sehingga menimbulkan kesan, kekerasan adalah hal yang lazim dilakukan. 
Kedua, kekerasan dalam hal ini tidak saja dalam bentuk fisik, tetapi juga verbal, seperti memaki 
dengan kata-kata.
BAB IV 
PENUTUP 
A. Kesimpulan 
Dalam kasus kekerasan simbolik pada penonton untuk penayangan animasi anak-anak 
ditelevisi nasional masih menjadi pengamatan dalam penelitian. Pengolahan 
program untuk memproduksi nilai-nilai gender atau tokoh-tokoh masih menunjukkan 
perilaku diskriminatif terhadap tokoh wanitanya . 
Dalam penyajian program televisi untuk anak-anak pun masih banyak terkandung 
unsure kekerasan tidak pantas ditonton oleh anak-anak, karena mengandung kekerasan 
yang frekuensi kemunculannya cukup tinggi sehingga keberadannya tidak lagi untuk 
mengembangkan cerita, namun menjadi inti bagian utama. Kekerasan yang dimaksud 
bukan lagi dari perkataan kasar dan perkelahian, namun kemungkinan anak-anak untuk 
meniru dan mengaplikasikannya. 
B. Saran 
Sangat diperlukan perhatian khusus dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 
Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran untuk melindungi 
kepentingan anak-anak, remaja, dan kaum wanita dari semua bentuk perilaku kekerasan 
simbolik. Selain itu perlunya perhatian dari semua stakeholders yang terlibat.
DAFTAR PUSTAKA 
http://arsip.gatra.com//2007-09-02/artikel.php?id=107371 (Pada Jumat, 31 Mei 2013, 13:15 WIB) 
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2011/03/04/kekerasan-dalam-tayangan-anak-anak-di-televisi- 
345028.html (Pada Rabu, 05 Juni 2013, 13:33 WIB)

Mais conteúdo relacionado

Semelhante a Tugas kekerasan simbolik

kd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptx
kd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptxkd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptx
kd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptxfirmansyah960116
 
PKM M game sains (sosiometri alien infeksi)
PKM M game sains (sosiometri alien infeksi)PKM M game sains (sosiometri alien infeksi)
PKM M game sains (sosiometri alien infeksi)Sansanikhs
 
Sosiologi sma kelas x vina dwi laning-2009
Sosiologi sma kelas x vina dwi laning-2009Sosiologi sma kelas x vina dwi laning-2009
Sosiologi sma kelas x vina dwi laning-2009Rohadi Rohadi
 
Copy of psikologi media massa
Copy of psikologi media massaCopy of psikologi media massa
Copy of psikologi media massaApratama C T
 
Media_XI IPS_3.4_1.pptx
Media_XI IPS_3.4_1.pptxMedia_XI IPS_3.4_1.pptx
Media_XI IPS_3.4_1.pptxratnapramudya
 
Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...
Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...
Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...Operator Warnet Vast Raha
 
Fenomena Beauty Vlogger: Penguatan Konstruksi Realitas Sosial tentang Penting...
Fenomena Beauty Vlogger: Penguatan Konstruksi Realitas Sosial tentang Penting...Fenomena Beauty Vlogger: Penguatan Konstruksi Realitas Sosial tentang Penting...
Fenomena Beauty Vlogger: Penguatan Konstruksi Realitas Sosial tentang Penting...manik madyni
 
MAKALAH METODOLOGI_PENELITIAN KENAKALAN_R.docx
MAKALAH METODOLOGI_PENELITIAN KENAKALAN_R.docxMAKALAH METODOLOGI_PENELITIAN KENAKALAN_R.docx
MAKALAH METODOLOGI_PENELITIAN KENAKALAN_R.docxJusdiRajuni
 
Buku Murid IPS - Ilmu Pengetahuan Sosial Tema 02 - Fase E (1).pdf
Buku Murid IPS - Ilmu Pengetahuan Sosial Tema 02 - Fase E (1).pdfBuku Murid IPS - Ilmu Pengetahuan Sosial Tema 02 - Fase E (1).pdf
Buku Murid IPS - Ilmu Pengetahuan Sosial Tema 02 - Fase E (1).pdfNoorLailyFitriyati
 
Tugas Presentasi Sosiologi
Tugas Presentasi SosiologiTugas Presentasi Sosiologi
Tugas Presentasi Sosiologiplainzahra
 
Tugas kelompok sosiologi x4
Tugas kelompok sosiologi x4Tugas kelompok sosiologi x4
Tugas kelompok sosiologi x4plainzahra
 
Tugas kelompok sosiologi x4
Tugas kelompok sosiologi x4Tugas kelompok sosiologi x4
Tugas kelompok sosiologi x4plainzahra
 
Stop Anti Perundungan
Stop Anti Perundungan Stop Anti Perundungan
Stop Anti Perundungan rikaefirianti1
 
Sosialisasidanpembentukankepribadian 120104184002-phpapp01
Sosialisasidanpembentukankepribadian 120104184002-phpapp01Sosialisasidanpembentukankepribadian 120104184002-phpapp01
Sosialisasidanpembentukankepribadian 120104184002-phpapp01Fathur Marah
 
Sosialisasi dan pembentukan kepribadian
Sosialisasi dan pembentukan kepribadianSosialisasi dan pembentukan kepribadian
Sosialisasi dan pembentukan kepribadianhamdani15
 
UAS FORMATOLOGI BERITA - RANGKUMAN PART 2
UAS FORMATOLOGI BERITA - RANGKUMAN PART 2UAS FORMATOLOGI BERITA - RANGKUMAN PART 2
UAS FORMATOLOGI BERITA - RANGKUMAN PART 2Diana Amelia Bagti
 
Teorikognitifsosial 111003002258-phpapp02
Teorikognitifsosial 111003002258-phpapp02Teorikognitifsosial 111003002258-phpapp02
Teorikognitifsosial 111003002258-phpapp02Kasih Kisah
 

Semelhante a Tugas kekerasan simbolik (20)

ToT Literasi Media
ToT Literasi MediaToT Literasi Media
ToT Literasi Media
 
kd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptx
kd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptxkd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptx
kd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptx
 
PKM M game sains (sosiometri alien infeksi)
PKM M game sains (sosiometri alien infeksi)PKM M game sains (sosiometri alien infeksi)
PKM M game sains (sosiometri alien infeksi)
 
Eksploitasi rasa takut
Eksploitasi rasa takutEksploitasi rasa takut
Eksploitasi rasa takut
 
Sosiologi sma kelas x vina dwi laning-2009
Sosiologi sma kelas x vina dwi laning-2009Sosiologi sma kelas x vina dwi laning-2009
Sosiologi sma kelas x vina dwi laning-2009
 
Copy of psikologi media massa
Copy of psikologi media massaCopy of psikologi media massa
Copy of psikologi media massa
 
Media_XI IPS_3.4_1.pptx
Media_XI IPS_3.4_1.pptxMedia_XI IPS_3.4_1.pptx
Media_XI IPS_3.4_1.pptx
 
Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...
Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...
Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...
 
Fenomena Beauty Vlogger: Penguatan Konstruksi Realitas Sosial tentang Penting...
Fenomena Beauty Vlogger: Penguatan Konstruksi Realitas Sosial tentang Penting...Fenomena Beauty Vlogger: Penguatan Konstruksi Realitas Sosial tentang Penting...
Fenomena Beauty Vlogger: Penguatan Konstruksi Realitas Sosial tentang Penting...
 
MAKALAH METODOLOGI_PENELITIAN KENAKALAN_R.docx
MAKALAH METODOLOGI_PENELITIAN KENAKALAN_R.docxMAKALAH METODOLOGI_PENELITIAN KENAKALAN_R.docx
MAKALAH METODOLOGI_PENELITIAN KENAKALAN_R.docx
 
Ilo
IloIlo
Ilo
 
Buku Murid IPS - Ilmu Pengetahuan Sosial Tema 02 - Fase E (1).pdf
Buku Murid IPS - Ilmu Pengetahuan Sosial Tema 02 - Fase E (1).pdfBuku Murid IPS - Ilmu Pengetahuan Sosial Tema 02 - Fase E (1).pdf
Buku Murid IPS - Ilmu Pengetahuan Sosial Tema 02 - Fase E (1).pdf
 
Tugas Presentasi Sosiologi
Tugas Presentasi SosiologiTugas Presentasi Sosiologi
Tugas Presentasi Sosiologi
 
Tugas kelompok sosiologi x4
Tugas kelompok sosiologi x4Tugas kelompok sosiologi x4
Tugas kelompok sosiologi x4
 
Tugas kelompok sosiologi x4
Tugas kelompok sosiologi x4Tugas kelompok sosiologi x4
Tugas kelompok sosiologi x4
 
Stop Anti Perundungan
Stop Anti Perundungan Stop Anti Perundungan
Stop Anti Perundungan
 
Sosialisasidanpembentukankepribadian 120104184002-phpapp01
Sosialisasidanpembentukankepribadian 120104184002-phpapp01Sosialisasidanpembentukankepribadian 120104184002-phpapp01
Sosialisasidanpembentukankepribadian 120104184002-phpapp01
 
Sosialisasi dan pembentukan kepribadian
Sosialisasi dan pembentukan kepribadianSosialisasi dan pembentukan kepribadian
Sosialisasi dan pembentukan kepribadian
 
UAS FORMATOLOGI BERITA - RANGKUMAN PART 2
UAS FORMATOLOGI BERITA - RANGKUMAN PART 2UAS FORMATOLOGI BERITA - RANGKUMAN PART 2
UAS FORMATOLOGI BERITA - RANGKUMAN PART 2
 
Teorikognitifsosial 111003002258-phpapp02
Teorikognitifsosial 111003002258-phpapp02Teorikognitifsosial 111003002258-phpapp02
Teorikognitifsosial 111003002258-phpapp02
 

Último

Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"baimmuhammad71
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...pipinafindraputri1
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptnovibernadina
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfWidyastutyCoyy
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxriscacriswanda
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYNovitaDewi98
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfAkhyar33
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKgamelamalaal
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxIvvatulAini
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxSaujiOji
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptStoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptannanurkhasanah2
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...MuhammadSyamsuryadiS
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 

Último (20)

Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptStoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 

Tugas kekerasan simbolik

  • 1. TUNTUNAN KEKERASAN DALAM TONTONAN ANAK Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Audience Analysis Oleh: Ayu Noor Asry Sy. Saad 111400340 PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA SEKOLAH MANAJEMEN TELEKOMUNIKASI DAN MEDIA INSTITUT MANAJEMEN TELKOM 2013
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayahNya penulis mampu menyelesaikan makalah berjudul “Tuntunan Kekerasan Dalam Tontonan Anak”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Audience Analaysis.Saat ini kekerasan tidak hanya dirasakan secara langsung melalui kekrasan fisik. Namun, kekerasan yang saat ini banyak terjadi adalah kekerasan simbolik kepada audience melalui tontonan ditelevisi. Sebelum mengetahui tentang kekerasan simbolik, kita harus mengetahui dan memahami apa sebenarnya kekerasan simbolik itu?, Mengapa kekerasan simbolik itu bisa terjadi?, Apa saja yang yang menjadi faktor utama dalam kekerasan simbolik?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi fokus makalah yang penulis susun. Maka dari itu, penulis akan membahas dan menguraikan studi kasus mengenai Kekerasan Simbolik Pada Penonton. Dengan analisis dan penjelasan ini, penulis harap pembaca mampu memahami dan membelajari hal-hal yang penulis uraikan dalam makalah ini. Penulis menyadari bahwa selama pembuatan makalah penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Ella Jouvani Sagala,S.Psi,Msc,Psikolog, selaku dosen mata kuliah Audience Analaysis yang telah mengarahkan penulis dalam penyusunan makalah ini; 2. Rekan-rekan satu kelas yan dukungan kepada penulis sehingga makalah dapat diselesaikan dengan baik; 3. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca. Amin. Bandung, Juni 2013 Penulis
  • 3. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi dan media massa saat ini telah memasuki era tanpa batas. Setiap orang termasuk anak-anak dapat mengakses informasi melalui beragam bentuk media, termasuk televisi. Tayangan anak merupakan satu dari sekian banyak program tayangan yang disuguhkan di layar kaca televisi. Program tersebut pada dasarnya ditujukan bagi anak-anak agar mereka mendapat nilai-nilai positif bagi perkembangan dirinya, seperti nilai agama, pendidikan, budi pekerti, dan moral. Sesuai dengan tingkat perkembangannya, anak-anak memiliki kecenderungan untuk meniru apa pun yang mereka lihat dari lingkungannya tanpa mempertimbangkan sisi baik atau buruk dan manfaat atau kerugian yang ditimbulkan dari tayangan yang ditontonnya. Hal ini terjadi karena anak-anak belum cukup memiliki daya pikir yang kritis sehingga mudah percaya dan terpengaruh oleh isi dan materi media yang dikonsumsinya. Itulah sebabnya, mereka memerlukan hiburan yang khusus dibuat untuk anak, yaitu hiburan yang memperhatikan berbagai kebutuhan mereka. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud kekerasan simbolik ? 2. Siapa saja yang dapat dirugikan dari kekerasan tersebut ? 3. Mengapa kekerasan simbolik bisa terjadi ? C. Tujuan Makalah Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: 1. Mengetahui kekerasan simbolik pada penonton, terutama pada anak-anak. 2. Mendeskripsikan hal yang terjadi dalam kekerasan simbolik.
  • 4. 3. Efek yang dirasakan oleh masyarakat lain terhadap kekerasan simbolik kepada penonton. D. Kegunaan Makalah Makalah ini disusun dengan tujuan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan informasi mengenai bagaimana perilaku youth audience memerangi kekerasan simbolik yang mulai mempengaruhi masyarakat. Sedangkan, secara praktis makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Penulis, sebagai sarana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang hal apa saja yang tergolong kekerasan simbolik. 2. Dosen dan pembaca, sebagai media informasi mengenai tuntunan kekerasan dalam tontonan anak baik secara teoritis maupun secara praktis. E. Prosedur Makalah Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini, penulis akan menguraikan pokok bahasan yang dibahas secara jelas dan komprehensif. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, artinya situs internet yang relevan dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analisis isi melalui kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks tema makalah.
  • 5. BAB II PEMBAHASAN Kekerasan Simbolik Pada Penonton I. Kekerasan Kekerasan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu : a. Kekerasan fisik : kekerasan yang melibatkan kontak langsung dan dimaksudkan untuk menimbulkan perasaan intimidasi, cedera, atau penderitaan fisik lain atau kerusakan tubuh. b. Kekerasan simbolik : Kekerasan yang halus dan tak tampak yang beroperasi pada tingkat symbol (gambar,teks,foto) berupa pemalsuan identitas pelencengan makna & misinformasi. Kekerasan menjadi sebuah : a. Kesenangan b. Hiburan c. Estetik Berbagai penelitian yang dilakukan (Liebert dan Baron, 1972; Joy, 1977) memberikan suatu kesimpulan bahwa efek adegan kekerasan terjadi dalam tiga tahap, yaitu: 1. Penonton mempelajari metode agresi setelah melihat contoh (observational learning). 2. Kemampuan penonton dalam mengendalikan dirinya berkurang (disinhibition). 3. Perasaan mereka menjadi tidak tersentuh walaupun melihat korban tindakan agresinya (desensitization). II. Representasi Merupakan reproduksi kenyataan dari objek dan kontruksi dari teknik, narasi dan, ideologi.
  • 6. Sebuah proses kontruksi didalam tiap medium (khususnya media massa), aspek-aspek realitas seperti orang, tempat, kejadian, identitas kultural, dan konsep abstrak lainnya (Daniel Chandler). Tiga konsep teori dari Representasi a. Kontruksi Melihat fakta atau asumsi diri sendiri. Kontruksi Sosial ( Berger & Luckmann ) 1. Ekternalisasi adalah usaha ekspresi diri manusia ke dalam dunia luar, baik kegiatan mental maupun fisik. 2. Objektivikasi adalah hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia. 3. Internalisasi adalah penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran subjektif sedemikian rupa sehingga individu dipengaruhi oleh struktur sosial atau dunia sosial. Kontruksi Sosial ( Fotografi ) Determinisme kelas melalui mediasi “simbolisme kelompok” dan praktis individu mengkonstruktur apa yang layak difoto, subjek apa saja yang layak diterima. Mereka didefinisikan sebagian, oleh pandangan tentang aturan komposisi dan oleh pemahaman tentang situasi yang dapat dan harus dihargai oleh fotografi b. Reproduksi Dari fakta & asumsi kemudian menganalisi kembali hal yang terjadi. Realitas (Berger & Luckmann) :  Plurar : Kontruksi berdasarkan pengalaman, prefensi, tingkat pendidikan, lingkungan, atau pergaulan sosial tertentu  Dinamis : Realitas subjektif dan realitas objektif. Reproduksi (Pieere Bourieul)
  • 7.  Adalah system yang mengkonsentrasikan privilase (nilai), dengan memperlakukan semua orang seolah-olah mereka setara dengan rintangan yang berbeda berdasarkan dukungan budaya.  Melalui aktivitas produksi, strategi, sistem ketertarikan objektif yang ditandai oleh sistem mode reproduksi tertentu.  Berbagai strategi yang digunakan untuk mempertahankan dan mendapatkan berbagai bentuk modal. Eksploitasi Tindakan berlebihan kepentingan dan pencitraan tertentu realitas dalam media. Dominasi Sosial Memanfaatkan life-style menghegemoni masyarakat, manipulasi budaya, agresiativitas politik. c. Ideologi (Louis Althusser) 1. Sistem kepercayaan (believe system) yang dianut karakteristik kelas atau kelompok tertentu. 2. Sistem kepercayaan ilusif-ide palsu atau kesadaran palsu (false consciousness) kontras dengan pengetahuan ilmiah. Contoh : Polisi benar, anti kekerasan, jujur, mahasiswa subversive, salah. 3. Proses umum produksi makna dan ide-ide (the rhetoric of ideology)
  • 8. BAB III STUDI KASUS Tuntunan Kekerasan Pada Tontonan Anak "Biar melihat celana dalam kecil Nene, aku sama sekali tidak merasa apa-apa. Ya, Kazao?" Gadis kecil yang disebut Nene itu hanya cemberut sambil pipinya merona merah. Ia malu dan marah pada Shinchan tidak hanya akibat persoalan celana dalam itu, melainkan juga penolakan teman-temannya atas idenya untuk bermain rumah tangga-rumah tanggaan. Nene senang sekali menjadi ibu bersuamikan si Bo. Demikian salah satu adegan dalam serial Crayon Shinchanepisode "Tahayul Kesialan Kazao", yang diputar salah satu stasiun televisi nasional pada 2 April 2006. Beberapa adegan melecehkan wanita juga ditemukan dalam beberapa episode film animasi "anak-anak" buatan Jepang ini. Segmen "anak-anak" memang perlu diberi tanda kutip karena cara berpikir yang ditampilkan anak TK berusia lima tahun dari Kasukabe, Distrik Saitama, Jepang, itu memang tidak lazim untuk ukuran anak-anak sebaya dengannya. Hal itu disebabkan tokoh animasi buatan Yoshito Usui ini selalu terobsesi pada seksualitas wanita dewasa.Dalam salah satu episode, misalnya, Shinchan minta pada Jin Termos untuk didatangkan seorang model wanita cantik berbikini. Dengan kekuatan sihirnya, model cantik itu memang hadir di hadapan Shinchan, tapi tanpa bikini. Soalnya, lagi kena flu!.Kekerasan seksual semacam itu ditemukan dalam penelitian "Kekerasan Televisi Terhadap Wanita", yang saya lakukan beberapa waktu lalu. Kekerasan personal lain yang ditemukan adalah kekerasan psikologis dan fungsional yang dilakukan tokoh pria terhadap tokoh wanita. Upaya Shinchan memaksa model cantik yang lagi kena flu untuk hadir di hadapannya itu masuk kategori kekerasan fungsional.Selain kekerasan personal, ditemukan juga adanya kekerasan struktural. Kekerasan jenis ini dilakukan oleh nilai, norma, atau sistem sosial tertentu melalui karakterisasi tokoh-tokohnya. Dari beberapa
  • 9. episode Doraemon, Crayon Shinchan, dan P-Man ditemukan adanya dominasi tokoh pria atas tokoh wanita, peneguhan stereotipe peran gender, domestikasi dan ekstensinya sebagai profesi, serta objektivikasi seksualitas wanita. Adanya kekerasan personal dan struktural dalam tayangan untuk anak-anak ini tentu sangat memprihatinkan. Hal itu disebabkan televisi telah menjadi media keluarga yang banyak menyita waktu anak-anak dibandingkan dengan aktivitas lain, kecuali tidur (Chen, 1996; Greenfield,1989). Kedekatan semacam ini tentu mempunyai implikasi serius terhadap proses internalisasi nilai-nilai ideologis tertentu yang bersifat diskriminatif dan seksis (Littlejohn, 1996, 2002; Shoemaker dan Reese, 1991, 1996). Artinya, karena konsep mental psikologis anak belum terbentuk dengan baik, kekerapanexposure tayangan semacam itu bisa menjadikan kekerasan artifisial menjadi natural. Inilah bahaya tontonan yang tidak bisa jadi tuntunan. Teori strukturasi gender (Wolffensperger, 1991) membantu untuk memahami mengapa ideologi gender dominatif-represif dalam film animasi anak-anak tersebut gagal untuk dikenali oleh khalayaknya (misrecognition). Teori ini merupakan modifikasi teori strukturasi Anthony Giddens (1986; 1986) sebagai varian dari teori ekonomi-politik komunikasi massa dalam paradigma kritis struktural dikaitkan dengan analisis feminis (Golding dan Murdock, 1995). Teori strukturasi menegaskan, produksi dan reproduksi sistem sosial bergantung pada optimalisasi penggunaan struktur aktor dalam interaksi. Proses produksi ataupun reproduksi sistem sosial ini bisa dilakukan dengan cara kursif (kekerasan aktual) atau persuasif (kekerasan simbolik). Pada teori strukturasi gender, hal itu ditafsirkan, produksi dan reproduksi sistem sosial dominatif-represif ditentukan oleh optimalisasi penggunaan struktur gender aktor wanita dan aktor pria dalam interaksi sosial yang berlangsung.Menurut teori strukturasi, struktur dominasi dipertahankan oleh kelompok dominan melalui struktur signifikasi dan struktur legitimasi yang mampu menyembunyikan wajah dominasi untuk dikenali oleh korbannya (misrecognition). Mekanisme ideologis semacam itu bekerja melalui proses naturalisasi praktek sosial yang berlangsung.Melalui proses naturalisasi ini, praktek sosial dominatif-represif dengan menggunakan kekerasan bisa dipandang sebagai bagian dari praktek sosial normal dan wajar. Upaya penyingkapan selubung naturalisasi akan mempunyai potensi besar bagi terjadinya produksi sistem sosial egaliter. Hal itu bisa terjadi apabila terdapat kepentingan emansipatoristik dalam proses strukturasi.Melalui pendekatan feminis dengan bantuan Bourdieu (1990; 1993), Connell (1987), dan Habermas (1996; 2005), teori strukturasi mentransformasikan dirinya dalam
  • 10. teori strukturasi gender. Dalam teori strukturasi gender, struktur dominasi gender terjadi melalui penundukan agen wanita oleh agen pria dan agen pemilik modal (biasanya juga agen pria) dengan menggunakan struktur signifikasi dan struktur legitimasi.Struktur dominasi gender terjadi dalam interaksi kekuasaan dengan menggunakan komunikasi, sanksi, dan kekerasan berdasarkan modalitas fasilitas (alokatif dan otoritatif), skema interpretasi, norma, dan seksualitas. Dalam teori strukturasi gender, proses ideologis untuk menyembunyikan wajah dominasi gender agen pria terjadi melalui proses naturalisasi kekerasan terhadap agen wanita sebagai bagian dari praktek sosial yang wajar dan normal. Proses naturalisasi untuk "menormalkan" struktur dominatif-represif itu dilakukan melalui politisasi relasi gender dan purifikasi kognisi gender. Politisasi relasi gender mewujud dalam bentuk pembagian kerja (division of labour) secara seksual dan justifikasi terhadap relasi heteroseksual. Purifikasi kognisi gender dilakukan dengan peneguhan stereotipe peran gender melalui media massa, eksklusi dan marjinalisasi wanita dari narasi publik, serta dikotomisasi domain publik-privat melalui romantisme bagi agen wanita untuk menemukan cinta sejati dan heroisme bagi agen pria untuk menggunakan kekerasan. Penggunan kekerasan oleh agen pria untuk mendapatkan kepatuhan agen wanita tersebut mendapat justifikasi dari ideologi gender dominan: patriarkisme, kapitalisme, dan misoginisme. Dalam proses penormalan itu, ideologi patriarkisme membenarkan penggunaan kekerasan fisik dan seksual oleh agen pria atas agen wanita di rumah maupun di tempat kerja. Ideologi kapitalisme membenarkan penggunaan kekerasan alienatif dalam wujud pembagian kerja secara seksual dengan implikasi pada kekerasan psikologis dalam bentuk diskriminasi dan prasangka negatif terhadap peran sosial wanita di masyarakat sebagai kelompok inferior. Ideologi misoginisme membenarkan terjadinya proses dehumanisasi wanita melalui perendahan derajat (objek kekerasan simbolik, fisik, seksual, kriminal) dan pengangkatan derajat (idealisasi peran sosial wanita sebagai istri dan ibu rumah tangga yang sempurna). Dalam kasus penayangan film animasi anak-anak asing, praktek institusional industri televisi nasional yang menjadi situs pengamatan dalam penelitian ini ternyata belum mampu
  • 11. memberdayakan (constraining) struktur gender agen wanita pengelola program untuk memproduksi nilai-nilai egalitarian dalam relasi gender tokoh-tokoh yang ada tanpa harus menunjukkan perilaku diskriminatif dan represif terhadap keberadaan tokoh wanitanya. Sistem kapitalisme global dalam proses pemerolehan program anak-anak menjadi faktor penentu minimalisasi struktur gender agen wanita itu. Situasi semacam itu tidak ditemukan oleh agen wanita ini ketika menayangkan program sinetron produksi lokal. Melalui tayangan sinetron itu, struktur gender agen wanita ini mampu memberdayakan agensinya (enabling) untuk mengurangi eksploitasi seksualitas dan kekerasan. Sebuah situasi yang sedang diupayakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melalui Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) sebagai amanat Undang- Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran untuk melindungi kepentingan anak-anak, remaja, dan kaum wanita dari semua bentuk perilaku kekerasan simbolik. Masalahnya, program lokal untuk anak-anak di Indonesia masih merupakan produk langka, sehingga ketergantungan pada program asing untuk anak-anak itu masih belum dapat dihindari sepenuhnya Persoalan kekerasan televisi terhadap wanita ini tampaknya masih merupakan pekerjaan rumah serius di masa mendatang bagi semua stakeholders yang terlibat ketika struktur sosial di belakang praktek institusional industri televisi belum sepenuhnya dapat digenderkan.Kita memang sudah mempunyai berbagai ketentuan yang melarang praktek diskriminasi dan represi terhadap kaum wanita. Antara lain dijumpai pada Pasal 28I ayat 2 UUD 1945 Amandemen, UU Nomor 7/1984 tentang Konvensi Wanita, UU Nomor 23/ 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tahun 2007, Inpres Nomor 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender, serta larangan kekerasan simbolik dalam UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran. Meski demikian, kita juga mempunyai ketentuan segregasi peran sosial bagi kaum pria dan wanita, sebagaimana tampak dalam UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan. Selain itu, munculnya RUU Anti-Pornografi dan Pornoaksi serta adanya ketentuan semacam Perda Nomor 8/2005 tentang Pelarangan Pelacuran di Tangerang, apabila tidak disikapi dan dicermati dengan seksama, bukan tidak mungkin akan mencederai struktur gender sistem sosial karena ketentuan
  • 12. semacam itu mempunyai potensi besar untuk mengkriminalisasikan kaum wanita. Benar-benar pekerjaan rumah besar bersama. Analisis Kasus Terkait dengan Tuntunan Kekerasan Pada Tontonan Anak-Anak Dari artikel kasus di atas tidak hanya menunjukkan kekerasan simbolik kepada anak-anak melalui tontonan yang biasanya banyak diminati anak-anak tersebut, namun memperlihatkan beberapa adegan yang melecehkan kaum wanita .Adegan yang tujukkan adalah "Biar melihat celana dalam kecil Nene, aku sama sekali tidak merasa apa-apa. Ya, Kazao?" Gadis kecil yang disebut Nene itu hanya cemberut sambil pipinya merona merah. Ia malu dan marah pada Shinchan tidak hanya akibat persoalan celana dalam itu, melainkan juga penolakan teman-temannya atas idenya untuk bermain rumah tangga-rumah tanggaan. Nene senang sekali menjadi ibu bersuamikan si Bo. Dari adegan tersebut sangat jelas menunjukkan bahwa ada tindakan kekerasan simbolik karena dilakukan yang halus dan tak tampak yang beroperasi pada tingkat symbol (gambar,teks,foto) berupa pemalsuan identitas pelencengan makna & misinformasi.Kekerasan personal lain yang ditemukan adalah kekerasan psikologis dan fungsional yang dilakukan tokoh pria terhadap tokoh wanita. Seperti upaya Shinchan memaksa model cantik yang lagi kena flu untuk hadir di hadapannya itu masuk kategori kekerasan fungsional. Dan unsur kekerasan pada program anak tersebut ditemukan dalam bentuk penayangan adegan kekerasan simbolik yang mudah ditiru anak-anak. Pertama, menampilkan kekerasan secara berlebihan sehingga menimbulkan kesan, kekerasan adalah hal yang lazim dilakukan. Kedua, kekerasan dalam hal ini tidak saja dalam bentuk fisik, tetapi juga verbal, seperti memaki dengan kata-kata.
  • 13. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dalam kasus kekerasan simbolik pada penonton untuk penayangan animasi anak-anak ditelevisi nasional masih menjadi pengamatan dalam penelitian. Pengolahan program untuk memproduksi nilai-nilai gender atau tokoh-tokoh masih menunjukkan perilaku diskriminatif terhadap tokoh wanitanya . Dalam penyajian program televisi untuk anak-anak pun masih banyak terkandung unsure kekerasan tidak pantas ditonton oleh anak-anak, karena mengandung kekerasan yang frekuensi kemunculannya cukup tinggi sehingga keberadannya tidak lagi untuk mengembangkan cerita, namun menjadi inti bagian utama. Kekerasan yang dimaksud bukan lagi dari perkataan kasar dan perkelahian, namun kemungkinan anak-anak untuk meniru dan mengaplikasikannya. B. Saran Sangat diperlukan perhatian khusus dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran untuk melindungi kepentingan anak-anak, remaja, dan kaum wanita dari semua bentuk perilaku kekerasan simbolik. Selain itu perlunya perhatian dari semua stakeholders yang terlibat.
  • 14. DAFTAR PUSTAKA http://arsip.gatra.com//2007-09-02/artikel.php?id=107371 (Pada Jumat, 31 Mei 2013, 13:15 WIB) http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2011/03/04/kekerasan-dalam-tayangan-anak-anak-di-televisi- 345028.html (Pada Rabu, 05 Juni 2013, 13:33 WIB)