SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 61
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya sehingga laporan hasil TUTORIAL modul 3 pada skenario “Nyeri Perut
Akut” dari kelompok 4 ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami
kirimkan salam dan shalawat kepada nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad
SAW. Yang telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang
penuh kepintaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa
TUTORIAL khususnya kepada beberapa tutor sekaligus pembimbing kami yang
telah membantu selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan
permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah
baik disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak
yang telah membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri.
Diharapkan setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca
mengenai Gastroenterohepatologi.
Makassar, 3 Januari 2016
Kelompok 4
2
BAB 1
PENDAHULUAN
SKENARIO
Seorang laki-laki umur 55 tahun, MRS dengan keluhan berak darah segar yang
dialami sejak 3 minggu terakhir. Riwayat BAB tidak teratur sejak 5 tahun lalu,
kadang susah BAB dan kadang BAB encer bercampur darah dan lendir. Kebiasan
makan daging, tidak suka sayur dan buah-buahan.
KLARIFISKASI KATA SULIT
1. Berak darah segar (hematokesia) : darah segar yang keluar melalui anus
dan merupakan manifestasi tersering dari pendarahan saluran cerna bagian
bawah.
Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan
primer. 2014
KLARIFIKASI KATA / KALIMAT KUNCI
1. Seorang laki-laki 55 tahun
2. Berak darah segar yang dialami sejak 3 minggu terakhir
3. BAB tidak teratur sejak 5 tahun lalu
4. Kadang susah BAB dan kadang BAB encer bercampur darah dan lendir
5. Kebiasan makan daging, tidak suka sayur dan buah-buahan.
3
PERTANYAAN PENTING
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi organ yang terlibat!
2. Jelaskan proses terbentuknya feses!
3. Jelaskan bagaimana mekanismenya BAB encer bercampur darah dan
berlendir?
4. Bagaimana pengaruh kebiasaan makan terhadap gejala yang terjadi?
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis yang harus dilakukan pada scenario!
6. Apa saja diagnosis banding dari skenario?
7. Bagaimana penanganan awal dan pencegahan secara umum yang harus
dilakukan ?
4
JAWABAN PERTANYAAN
1. Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.(1)
a) Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk
system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh
selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di
permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin, dan pahit.
Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung,terdiri dari berbagai macam
bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.
Ludah juga mengandung antibody dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.
5
b) Kerongkongan (Esofagus)
Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung berotot yang
menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung.
Dari perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga
kompartemen dan dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu leher (pars
servikalis), sepanjang 5 cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna
vertebralis. Dada (pars thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di
mediastinum posterior mulai di belakang lengkung aorta dan bronkus cabang
utama kiri, lalu membelok ke kanan bawah di samping kanan depan aorta
thorakalis bawah. Abdomen (pars abdominalis), masuk ke rongga perut
melalui hiatus esofagus dari diafragma dan berakhir di kardia lambung,
panjang berkisar 2-4 cm. Esofagus mempunyai tiga daerah normal
penyempitan yang sering menyebabkan benda asing tersangkut di esofagus.
Penyempitan pertama adalah disebabkan oleh muskulus krikofaringeal, dimana
pertemuan antara serat otot striata dan otot polos menyebabkan daya propulsif
melemah. Daerah penyempitan kedua disebabkan oleh persilangan cabang
utama bronkus kiri dan arkus aorta. Penyempitan yang ketiga disebabkan oleh
6
mekanisme sfingter gastroesofageal yang menutup lumen dan mencegah
regurgitasi makanan yang sudah ditelan.
c) Lambung
Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak di
antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus. Lambung
merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di bawah diafragma,
terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria kiri pada regio
abdomen. Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu
kardiak, fundus, badan (body), antrum, dan pilori. Kardia adalah daerah kecil
yang berada pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan
terletak sebagai pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk
kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia. Badan (body) adalah suatu
rongga longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan merupakan bagian
terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang menghubungkan
badan (body) ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu
struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan duodenum dan
mengandung spinkter pilorik.
Fisiologi
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara
ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi
lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan
prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel –
7
sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan
suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein.
Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap
infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
d) Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
diantara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri
dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot
memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua
belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Anatomi. Duodenum merupakan bagian intestinum dengan
panjang dari duodenum ± 25 cm, dimulai dari akhir pylorus
lambung, disebelah kanan tulang belakang pada vertebra lumbal 1,
kemudian membentuk C-shaped curve mengelilingi kaput pankreas
dan akhirnya berhubungan dengan jejunum disebelah kiri vertebra
lumbal 2. Duodenum merupakan bagian paling proksimal, paling
8
lebar, paling pendek, dan paling sedikit pergerakannya dari bagian
usus halus lainnya.
Duodenum dibagi menjadi 4 bagian:
1) Bagian pertama / superior / bulbus duodeni / duodenal cap / D1
2) Bagian kedua / vertikal / descenden/ D2
3) Bagian ketiga / horizontal / tranversal/ D3
4) Bagian keempat / obliq / ascending / D4
Fisiologi. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal,
yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus
dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus
dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua
belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus
halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus
dalamjumlah yang bias di cerna oleh usus halus. Jika penuh,
duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di
antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-
2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam
usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili),
yang memperluas permukaan dari usus.
c. Usus Penyerapan (Illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4
m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh
9
usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)
dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu.
e) Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari
kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid
(berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus
besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan
air, dan terjadilah diare.
f) Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan
di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di
dalam rektum akan memicu system saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika
defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian
otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
10
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan
penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi utama anus.
11
2. Proses Pembentukan Feses(2)
Setiap harinya, sekitar 750 cc chyme masuk ke kolon dari ileum. Di kolon,
chime tersebut mengalami proses absorbsi air, natrium, dan klorida. Absorbsi ini
dibantu dengan adanya gerakan peristaltik usus. Dari 750 cc chyme tersebut,
sekitar 150-200 cc mengalami proses reabsorbsi. Chyme yang tidak direabsorbsi
menjadi bentuk semisolid yang disebut feses (Asmadi, 2008).
Selain itu, dalam saluran cerna banyak terdapat bakteri. Bakteri tersebut
mengadakan fermentasi zat makanan yang tidak dicerna. Proses fermentasi akan
menghasilkan gas yang dikeluarkan melalui anus setiap harinya, yang kita kenal
dengan istilah flatus. Misalnya, karbohidrat saat difermentasi akan menjadi
hidrogen, karbondioksida, dan gas metan. Apabila terjadi gangguan pencernaan
karbohidrat, maka akan ada banyak gas yang terbentuk saat fermentasi.
Akibatnya, seseorang akan merasa kembung. Protein, setelah mengalami proses
fermentasi oleh bakteri, akan menghasilkan asam amino, indole, statole, dan
hydrogen sulfide. Oleh karenannya, apabila terjadi gangguan pencernaan protein,
maka flatus dan fesesnya menjadi sangat bau (Asmadi, 2008).
Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme
berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.
Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di
medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis,
sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks
defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter anus bagian luar
diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur.
Selama defekasi, berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot-otot
dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis (Hidayat, 2006). Defekasi
bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sfingter ani. Kedua faktor tersebut
dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan kolon meliputi tiga gerakan
yaitu gerakan mencampur, gerakan peristaltik, dan gerakan massa kolon. Gerakan
12
massa kolon ini dengan cepat mendorong feses makanan yang tidak dicerna
(feses) dari kolon ke rektum (Asmadi,2008).
Secara umum, terdapat dua macam refleks dalam membantu proses defekasi,
refleks tersebut adalah sebagai berikut (Tarwoto & Wartonah, 2004) :
a. Refleks defekasi intrinsik Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke
rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan
rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik.
Setelah feses sampai ke anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi,
maka terjadilah defekasi. Universitas Sumatera Utara
b. Refleks defekasi parasimpatis Feses yang masuk ke rektum akan
merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke jaras spinal (spinal
cord). Dari jaras spinal kemudian dkembalikan ke kolon desenden,
sigmoid, dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi
sfingter internal, maka terjadilah defekasi. Dorongan feses juga
dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma, dan
kontraksi otot elevator.
Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas yang
dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang
terbanyak adalah CO2, metana, H2S, O2, dan Nitrogen (Tarwoto & Wartonah,
2004).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Defekasi
a. Usia Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol
defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol
secara penuh dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah
memiliki kemampuan mengontrol secara penuh, dan pada usia lanjut
proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan (Hidayat, 2006).
b. Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi
proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat
membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi pun
dapat memengaruhi (Hidayat, 2006).
13
c. Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras,
disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat (Tarwoto & Wartonah,
2006). Universitas Sumatera Utara
d. Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas
tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran
proses defekasi, sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon
dapat bertambah baik dan memudahkan dalam membantu proses
kelancaran proses defekasi (Hidayat, 2006).
e. Pengobatan Pengobatan dapat memengaruhi proses defekasi, dapat
mengakibatkan diare dan konstipasi, seperti penggunaan laksansia atau
antasida yang terlalu sering (Hidayat, 2006).
f. Gaya hidup Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil
secara teratur, fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air
besar. Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal
ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup
sehat/kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau
toilet. Maka, ketika orang tersebut buang air besar di tempat yang terbuka
atau tempat yang kotor, ia mengalami kesulitan dalam proses defekasi
(Hidayat, 2006).
g. Penyakit Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya
penyakit-penyakit yang berhubungan langsung pada sistem pencernaan,
seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya (Hidayat, 2006).
h. Nyeri Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk
berdefekasi, seperti pada beberapa kasus hemoroid, fraktur ospubis, dan
episiotomy akan mengurangi keinginan untuk buang air besar (Tarwoto &
Wartonah, 2006).
Kerusakan Sensoris dan Motoris Kerusakan pada sistem sensoris dan
motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses
penurunan stimulasi sensoris dalam berdefekasi. Hal tersebut dapat
diakibatkan oleh kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan saraf lainnya
(Hidayat, 2006).
14
3. Mekanisme BAB encer bercampur darah dan berlendir(3)
Ketika mukosa usus (terutama pada mukosa usus besar) teriritasi, maka dapat
menyebabkan sel goblet menjadi lebih aktif. Sel-sel goblet menghasilkan banyak
mucus yang berfungsi untuk proteksi mukosa. Ketika mucus jumlahnya terlalu
berlebihan, maka dapat muncul dalam feses dan bermanifestasi sebagai feses
berlendir.
Feses yang disertai darah diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah pada
dinding saluran cerna. Pembuluh darah pada dinding traktus gastrointestinal
mulai terdapat pada lamina propria tunika mukosa namun jumlah pembuluh darah
yang banyak ditemukan pada tunika submukosa. Hal ini berarti bahwa jika
terdapat ulkus yang mengenai tunika submukosa, maka dapat bermanifestasi
sebagai feses disertai darah. Darah dapat bermanisfestasi sebagai melena maupun
hematokezia. Darah yang berwarna lebih gelap terjadi akibat oksidasi hemoglobin
oleh bakteri usus. Melena atau “darah hitam” menunjukkan bahwa perdarahan
saluran cerna terjadi pada bagian usus proximal atau bagian usus distal dengan
masa transit yang lama sehingga memberi kesempatan bakteri untuk mengoksidasi
hemoglobin. Sedangkan hematokezia atau “darah segar” dapat disebabkan oleh
perdarahan saluran cerna bagian distal (misalnya rektum) atau pada proximal usus
tetapi dengan masa transit yang singkat sehingga tidak member kesempatan
bakteri usus untuk mengoksidasi hemoglobin secara maksimal.
15
4. Pengaruh kebiasaan makan terhadap gejala yang tejadi antara lain(4):
Serat pangan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : Serat pangan larut (soluble
dietary fiber), termasuk dalam serat ini adalah pektin dan gum merupakan bagian
dalam dari sel pangan nabati. Serat ini banyak terdapat pada buah dan sayur, dan
serat tidak larut (insoluble dietary fiber), termasuk dalam serat ini adalah selulosa,
hemiselulosa dan lignin, yang banyak ditemukan pada seralia, kacang-kacangan
dan sayuran. Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan
yang sangat mudah ditemukan dalam bahan makanan. Sayuran merupakan menu
yang hampir selalu terdapat dalam hidangan seharihari masyarakat Indonesia, baik
dalam keadaan mentah (lalapan segar) atau setelah diolah menjadi berbagai
macam bentuk masakan
(Anik Herminingsih, 2010), mengemukakan beberapa manfaat serat pangan
(dietary fiber) untuk kesehatan yaitu :
1. Mengontrol berat badan atau kegemukan (obesitas) Serat larut air (soluble
fiber), seperti pektin serta beberapa hemiselulosa mempunyai kemampuan
menahan air dan dapat membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan.
Sehingga makanan kaya akan serat, waktu dicerna lebih lama dalam lambung,
kemudian serat akan menarik air dan memberi rasa kenyang lebih lama
sehingga mencegah untuk mengkonsumsi makanan lebih banyak.Makanan
dengan kandungan serat kasar yang tinggi biasanya mengandung kalori
rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi
terjadinya obesitas.
2. Penanggulangan Penyakit Diabetes Serat pangan mampu menyerap air dan
mengikat glukosa, sehingga mengurangi ketersediaan glukosa. Diet cukup
serat juga menyebabkan terjadinya kompleks karbohidrat dan serat, sehingga
daya cerna karbohidrat berkurang. Keadaan tersebut mampu meredam
kenaikan glukosa darah dan menjadikannya tetap terkontrol.
3. Mencegah Gangguan Gastrointestinal Konsumsi serat pangan yang cukup,
akan memberi bentuk, meningkatkan air dalam feses menhasilkan feces yang
lembut dan tidak keras sehingga hanya dengan kontraksi otot yang rendah
16
feces dapat dikeluarkan dengan lancar. Hal ini berdampak pada fungsi
gastrointestinal lebih baik dan sehat.
4. Mencegah Kanker Kolon (Usus Besar) Penyebab kanker usus besar diduga
karena adanya kontak antara sel-sel dalam usus besar dengan senyawa
karsinogen dalam konsentrasi tinggi serta dalam waktu yang lebih lama.
Beberapa hipotesis dikemukakan mengenai mekanisme serat pangan dalam
mencegah kanker usus besar yaitu konsumsi serat pangan tinggi maka akan
mengurangi waktu transit makanan dalam usus lebih pendek, serat pangan
mempengaruhi mikroflora usus sehingga senyawa karsinogen tidak terbentuk,
serat pangan bersifat mengikat air sehingga konsentrasi senyawa karsinogen
menjadi lebih rendah.
5. Mengurangi Tingkat Kolesterol dan Penyakit Kardiovaskuler Serat larut air
menjerat lemak di dalam usus halus, dengan begitu serat dapat menurunkan
tingkat kolesterol dalam darah sampai 5% atau lebih. Dalam saluran
pencernaan serat dapat mengikat garam empedu (produk akhir kolesterol)
kemudian dikeluarkan bersamaan dengan feses. Dengan demikian serat
pangan mampu mengurangi kadar kolesterol dalam plasma darah sehingga
diduga akan mengurangi dan mencegah resiko penyakit kardiovalkuler.
Pengaruh merugikan serat makanan. Di samping memberikan pengaruh yang
menguntungkan bagi kesehatan, serat pangan diketahui juga memberikan
pengaruh yang merugikan. Adapun pengaruh yang merugikan serat pangan
dilaporkan Leveile (1977) dan EspinosaNava, (1982) dalam Deddy Muchtadi
(2001); yaitu sebagai penyebab ketidaktersediaan (unavailability) beberapa zat
gizi seperti vitamin-vitamin larut dalam lemak (terutama vitamin D dan E), serta
mempengaruhi aktivitas enzim-enzim protease. Dilaporkan Jansen Silalahi dan
Netty Hutagalung (2010) selain mengurangi absopsi zat gizi juga menyebabkan
flatulen, juga memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penyerapan
mineral dan dapat menyebabkan defisiensi mineral sehingga meningkatkan resiko
osteoporosis pada orang usia lanjut (Tensiska (2008).
17
Konstipasi
Peran utama serat dalam makanan ialah pada kemampuannya mengikat air,
sellulosa dan pektin. Serat dapat membantu mempercepat sisa-sisa makanan
melalui saluran pencernaan untuk diekskresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses
dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan
mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena
gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.
Salah satu bukti paling jelas manfaat serat adalah pada penanganan konstipasi
(sembelit). Serat mencegah dan mengurangi konstipasi karena ia menyerap air
ketika melewati saluran pencernaan sehingga meningkatkan ukuran feses. Akan
tetapi jika asupan air rendah, serat justru akan memperparah konstipasi atau
bahkan dapat menyebabkan gangguan pada usus besar. Tambahan 2 gelas air dari
kebutuhan 6 gelas air per hari diperlukan untuk mengim-bangi peningkatan
konsumsi serat
Hematokezia (BAB bercampur darah Segar)
Feses yang terlalu keras atau yang sering disebut sembelit/konstipasi sangat
umum menjadi penyebab berak darah. Sebab fese yang keras dapat melukai
bagian usus besar terutama pada daerah rektum sehingga menimbulkan
perdarahan. Darah yang keluar akibat feses yang keras ini biasanya berwarna
merah segar karena perlukaan terjadi pada saluran pencernaan bagian atas. Feses
yang terlalu keras biasanya diakibatkan karena kurangnya konsumsi serat dan
cairan dalam tubuh.
18
5. Langkah-langkah diagnosis(3)(6)
ANAMNESIS
Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu
dengan berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan
tujuh butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven). Yang dimaksud dengan empat
pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis dengan cara mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang(RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu(RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan
adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama
dan pekerjaan.
1. Riwayat Penyakit Sekarang,
Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama
adalah keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan
kesehatan untuk mencari pertolongan, misalnya : demam, sesak nafas, nyeri
pinggang, dll. Keluhan utama ini sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan.
Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan anamnesis secara sistematis
dengan menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu :
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2. Onset/awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapalama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7. Analisis system yang menyertai keluhan utama.
19
Anamnesis secara sistematis ini akan dibahas secara rinci, yaitu :
1. Lokasi Sakit
Seorang penderita yang datang dengan nyeri di ulu hati, perlu
ditanyakan lebih lanjut secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu
penderita diminta menunjukkan dengan tangannya, dimana bagian yang
paling sakit dan penjalarannya ke arah mana.
Bila pusat sakit di tengah (linea mediana) dicurigai proses terjadi di
pankreas dan duodenum; sebelah kiri  lambung; sebelah kanan 
duodenum, hati, kandung empedu; di atas  hati, oesofagus, paru, pleura
dan jantung.
Penjalaran nyeri tepat lurus di belakang menunjukkan adanya proses di
pankreas atau duodenum dinding belakang; di punggung lebih ke atas 
lambung dan duodenum; bawah belikat kanan  kandung empedu; bahu
kanan  duodenum, kandung empedu, diafragma kanan; bahu kiri 
diafragma kiri.
2. Onset dan kronologis.
Perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya sakit atau sudah berlangsung
berapa lama. Apakah keluhan itu timbul mendadak atau perlahan-lahan,
hilang timbul atau menetap. Apakah ada waktu-waktu tertentu keluhan
timbul. Misalnya bila nyeri ulu hati timbul secara ritmik  curiga ulkus
peptikum, malam hari  ulkus peptikum dan tiap pagi  dispepsia non
ulkus.
3. Kualitas(sifatsakit)
Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan,
misalnya rasa sakit yang tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih,
diiris, tertusuk, menunjukkan inflamasi organ. Rasa sakit yang tumpul
(dull) seperti diremas, kramp, kolik, sesuatu yang bergerak biasanya
menunjukkan proses pada organ yang berongga (saluran cerna, empedu).
Rasa sakit yang tidak khas menunjukkan organ padat (hati, pankreas).
20
4. Kuantitas (derajat sakit)
Ditanyakan seberapa berat rasa sakit yang dirasakan penderita. Hal ini
tergantung dari penyebab penyakitnya, tetapi sangat subjektif, karena
dipengaruhi antara lain kepekaan seorang penderita terhadap rasa sakit,
status emosi dan kepedulian terhadap penyakitnya. Dapat ditanyakan
apakah sakitnya ringan, sedang atau berat. Apakah sakitnya mengganggu
kegiatan sehari-hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik lainnya.
5. Faktor yang memperberat keluhan.
Ditanyakan adakah faktor-faktor yang memperberat sakit, seperti
aktifitas makan, fisik, keadaan atau posisi tertentu. Adakah makanan/
minuman tertentu yang menambah sakit, seperti makanan pedas asam,
kopi, alkohol panas, obat dan jamu. Bila aktifitas makan/ minum
menambah sakit menunjukkan proses di saluran cerna empedu dan
pankreas. Aktifitas fisik dapat menambah sakit pada pankreatitis,
kholesistitis, apendisitis, perforasi, peritonitis dan abses hati. Batuk, nafas
dalam dan bersin menambah sakit pada pleuritis.
6. Faktor yang meringankan keluhan.
Ditanyakan adakah usaha penderita yang dapat memperingan sakit,
misalnya dengan minum antasida rasa sakit berkurang, menunjukkan
adanya inflamasi di saluran cerna bagian atas. Bila posisi membungkuk
dapat mengurangi sakit menunjukkan proses inflamasi dari pankreas atau
hati.
7. Keluhan yang menyertai.
Perlu ditanyakan keluhan–keluhan lain yang timbul menyertai dan
faktor pencetusnya, misalnya bila penderita mengeluh nyeri ulu hati, yang
perlu ditanyakan lebih lanjut adalah :
1. Apakah keluhan tersebut berhubungan dengan aktifitas makan ?
2. Bagaimana buang air besarnya, adakah flatus ?
3. Adakah ikterik ?
4. Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?
21
5. Adakah demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar,
keringat dingin atau badan lemas ?
6. Adakah penurunan berat badan ?
Dalam anamnesis alur pikir yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan sistematis, sehingga perlu diingat : Fundamental Four
& Sacred Seven.
2. Mulai berfikir organ mana yang terkena dan jangan berpikir
penyakit apa, sehingga pengetahuan anatomi dan fisiologi harus
dikuasai dengan baik.
3. Anamnesis menggunakan keterampilan interpersonal sehingga
dibutuhkan pengetahuan sosiologi, psikologi dan antropologi.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan
kapan terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta
mencari penyakit yang relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik
(hipertensi, diabetes mellitus, dll), perawatan lama, rawat inap, imunisasi,
riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi (untuk wanita).
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan
dari pihak keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat
penyakit yang menular.
4. Riwayat sosial dan ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan,
pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum
alkohol atau merokok, obat- obatan, aktivitas seksual, sumber keuangan,
asuransi kesehatan dan kepercayaan).
Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan jasmani yang akurat merupakan data
penting untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Riwayat hemoroid atau IBD
sangat penting untuk dicatat. Nyeri abdomen atau diare merupakan petunjuk
kepada kolitis atau neoplasma. Keganasan kadang ditandai dengan
22
penurunan berat badan, anoreksia, limfadenopati atau massa yang teraba.
1. Keluhan pasien berupa perut kembng, nyeri, dan diare.
2. Apakah gangguan ini akut atau kronik ? proses akut menunjukkan proses
yang berhubungan dengan infeksi
3. Berapa umur dan apa etnik pasien? Usia lanjut tua menujukkan kelainan
usus yang difus atau sindrom paraneoplastik
4. Apakah ada mual dengan atau tanpa muntah( bila ya, ada gangguan
lambung)
5. Apakah konstipasi merupakan gejala utama? (jika ya, ada gangguan
kolon)
6. Apakah gejala subakut atau kronik, apakah secara cepat menjadi berat?
(jika ya, pikirkan obstruksi mekanik parsial karena tumor)
7. Apakah penurunan berat bedan merupakan gejala utama? (jika ya,
pikirkan kondisi yang menyebabkan maldigesti dan malabsorbsi. Juga
pikirkan sindrom paraneoplastik)
8. Apakah pasien memiliki riwayat penyakit sistemik(missal DM, sclerosis
sistemik, penyakit neurologic, penyakit spinal cord) ?
9. Obat-obat apa yang dikonsumsi?
10. Apakah ada riwayat keluarga yang serupa masalahnya?
11. Apakah ada bukti gangguan buang air kecil atau pada pria disfungsi
seksual? Apakah ada hipotensi ortostatik?
12. Apakah ada riwayat operasi lambung atau usus halus?
Pemeriksaan fisis :
Pemerikasaan sisik perlu dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan
seperti :
1) Pada kulit termasuk adanya scleroderma, neurofibromatosis, acanthosis
nigricans, lupus sistemik, dan jaringan parut operasi perlu dilakukan
2) Kelainan kardiovaskuler termasuk hipotensi postural dan kardiomegali
3) Kelainan neurologic termasuk parkinsonisme, distropika miotonia
23
4) Sebagai tambahan pada hipotensi postural, adanya disfungsi ototnom
mengenai saluran gastrointestinal termasuk succusio splash atau
intestinal rushes
5) Kelainan metabolic dan endokrinologik
Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi
Bilamana perdarahan saluran cerna berlangsung perlahan atau
sudah berhenti maka pemeriksaan kolonoskopi merupakan prosedur
diagnostik yang terpilih sebab akurasinya tinggi dalam menentukan sumber
perdarahan sekaligus dapat menghentikan tindakan terapeutik. Kolonoskopi
dapat menunjukkan adanya divertikel namun demikian sering tidak dapat
mengidentifikasikan sumber perdarahan yang sebenarnya. Pada perdarahan
yang hebat pemeriksaan kolonoskopi yang dilaksanakan setelah
pembersihan kolon singkat merupakan alat diagnostik yang baik dengan
akurasi yang menyamai bahkan melebihi angiografi. Sebaliknya enema
barium tidak mampu mendeteksi sampai 20% lesi yang ditemukan secara
endoskopi khususnya jejas angioplasia.
Pada perdarahan saluran cerna yang diduga berasal dari distal ligamentum
Treitz dan dengan pemeriksaan kolonoskopi memberikan hasil yang negatif
maka dapat dilakukan pemeriksaan enteroskopi atau endoskopi kapsul yang
dapat mendeteksi jejas angiodisplasia di usus halus.
2. Scintigraphy dan angiografi.
Kasus dengan perdarahan yang berat tidak memungkinkan pemeriksaan
dengan kolonoskopi maka dapat dilakukan pemeriksaan angiografi
dengan perdarahan lebih dari ½ ml per menit. Sebelum pemeriksaan
angiografi dilakukan sebaiknya periksa terlebih dahulu dengan scintigraphy
bilamana lokasi perdarahan tidak dapat ditemukan. Sebagian ahli
menganjurkan pendekatan tidak dapat ditemukan. Sebagian ahli
24
menganjurkan pendekatan angiografi dengan pemberian heparin atau
streptokinase untuk merangsang perdarahan sehingga mempermudah deteksi
lokasi perdarahan. Helical CT-angiography juga dapat mendeteksi
angiodisplasia. Divertikulum Meckel dapat didiagnosis dengan scanning
Meckel
Menggunakan radio label technetium yang akan berakumulasi pada
mukosa yang memproduksi asam di dalam divertikulum.
Pemeriksaan radiografi lainnnya.
Enema barium dapat bermanfaat untuk mendiagnosis sekaligus mengobati
intususepsi. Pemeriksaan usus halus dengan barium yang teliti juga dapat
menunjukkan divertikulum Meckel. Deteksi sumber perdarahan yang tidak
lazim di usus halus membutuhkan enteroclysis yaitu pemeriksaan usus halus
dengan barium yang melibatkan difusi barium, air, methyl selulosa melalui
tabungfluoroskopi yang melewati ligamentum Treitz untuk menciptakan
gambaran kontras ganda. Bila enteroskopi, kolonoskopi, radio barium tidak
dapat mengidentifikasi sumber perdarahan dan suplementasi besi dapat
mengatasi dampak kehilangan darah maka pemeriksaan lebih lanjut tidak
dapat dilanjutkan.
25
6. Diagnosis Banding
a. Hemoroid(7)
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur
berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal (Felix,
2006).
Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini
belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat
diantaranya adalah:
a. Penuaan
b. Kehamilan
c. Hereditas
d. Konstipasi atau diare kronik
e. Penggunaan toilet yang berlama-lama
f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
g. Obesitas.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus
mukosa (Schubert dkk, 2009). Selain itu dikatakan ada hubungan antara
hemoroid dengan penyakit hati maupun konsumsi alkohol (Mc Kesson Health
Solution LCC, 2004).
Patogenesis Hemoroid
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau
alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan
ikat yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap
bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur
vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya
inkontinensia (Nisar dan Scholefield, 2003).
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong
dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang
26
serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang
akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan
terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar
dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama
ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan
tekanan intra abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid
disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh
darah di bawahnya (Acheson dan Schofield, 2006).
Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran
multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin
yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi
bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos
yang diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang
akibat dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi
ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan
platelet-activating factor sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang
merupakan komplikasi akut hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan
mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan
granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi
jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-α
serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya
pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor
dari sel mast.
27
Klasifikasi Hemoroid
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line
menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:
a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi
oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan
serabut saraf nyeri somatic.
b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi
mukosa.
c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan
kulit pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri (Corman, 2004)
Derajat Hemoroid Internal
Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi
beberapa tingkatan yakni:
a. Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.
b. Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat
pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
c. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk
kembali secara manual oleh pasien.
d. Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal
meski dimasukkan secara manual.
Gejala klinis Hemoroid
Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid ,yaitu:
a. Hemoroid internal
1) Prolaps dan keluarnya mukus.
2) Perdarahan.
3) Rasa tak nyaman.
4) Gatal.
b. Hemoroid eksternal
28
1) Rasa terbakar.
2) Nyeri ( jika mengalami trombosis).
3) Gatal.
Diagnosis Hemoroid
Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis Hemoroid
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah
segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan
adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien
akan merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman.
Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah
mengalami trombosis (Canan, 2002).
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya
trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid
internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga
terjadi ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa
gejala atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan
akibat ulserasi dan trombosis ( Wexner, Person, dan Kaidar-person, 2006)
2) Pemeriksaan Fisik Hemoroid
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang
mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami
prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari
luar dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui
29
pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis
(Canan, 2002).
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura,
fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan
inflamasi juga harus dinilai (Nisar dan Scholefield, 2003).
Gambar 1. menunjukkan hemoroid yang mengalami trombosis (Schubert,
Schade, dan wexner, 2009).
3) Pemeriksaan Penunjang Hemoroid
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan
sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan
mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid (Halverson, 2007). Side-viewing
pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk
mengevaluasi hemoroid. Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar-
Person, Person, dan Wexner (2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan
dengan sigmodoskopi fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih
tinggi terhadap lesi di daerah anorektal.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal
dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan
rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk
perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula,
kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium
enema X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di
30
atas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan
pengobatan terhadap hemoroid (Canan, 2002).
Diagnosa Banding hemoroid
Menurut Kaidar-Person dkk (2007) selama evaluasi awal pasien,
kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala seperti perdarahan rektal, gatal
pada anus, rasa tak nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan. Kanker
kolorektal dan anal, dan melanoma anorektal merupakan contoh penyebab
gejala tersebut. Dibawah ini adalah diagnosa banding untuk gejala-gejala
diatas:
a. Nyeri
1) Fisura anal
2) Herpes anal
3) Proktitis ulseratif
4) Proctalgia fugax
b. Massa
1) Karsinoma anal
2) Perianal warts
3) Skin tags
c. Nyeri dan massa
1) Hematom perianal
2) Abses
3) Pilonidal sinus
d. Nyeri dan perdarahan
1) Fisura anal
2) proktitis
e. Nyeri, massa, dan perdarahan
1) Hematom perianal ulseratif
31
f. Massa dan perdarahan
1) Karsinoma anal
g. Perdarahan
1) Polips kolorektal
2) Karsinoma kolorektal
3) Karsinoma anal
Penatalaksanaan Hemoroid
Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid dapat
dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada
hemoroid.
Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika
ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang
dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein (Daniel, 2010) Penelitian
meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat dapat
memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada derajat
awal hemoroid (Zhou dkk, 2006). Perubahan gaya hidup lainnya seperti
meningkatkan konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi
mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat
membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak
penelitian yang mendukung hal tersebut.
Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat
mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan
steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping.
Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena,
mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum
diketahui bagaimana mekanismenya (Acheson dan Scholrfield, 2008).
32
Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal
derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat
dilakukan tindakan pembedahan.
HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi
tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.
Pembedahan yang sering dilakukan yaitu:
1. Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5%,
vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution.
Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut
adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis
intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada sumukosa
hemoroid. Hal ini akan mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan
hemoroid (Kaidar-Person dkk, 2007). Senapati (1988) dalam Acheson dan
Scholfield (2009) menyatakan teknik ini murah dan mudah dilakukan,
tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.
2. Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band
menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan
menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur
ini adalah nyeri dan perdarahan.
3. Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan
berubah menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan
untuk mengatur banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini
33
menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik
ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal.
4. Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi
jaringan hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya
digunakan pada hemoroid internal derajat rendah.
5. Laser haemorrhoidectomy
6. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini
dilakukan dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan
doppler probe yang dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang
memperdarahi jaringan hemoroid tersebut diligasi menggunakan absorbable
suture. Pemotongan aliran darah ini diperkirakan akan mengurangi ukuran
hemoroid.
7. Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang
sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal
yang terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan.
Namun prosedur ini menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup
mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang dilakukan
untuk hemoroid (American Gastroenterological Association, 2004).
8. Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan
hemoroid pada bagian proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled
hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu
teknik ini juga aman dan efektif sebagai standar hemorrhoidectomy
(Halverson, 2007).
Menurut Nagie (2007), pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan:
1. Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-
buahan, sayur-mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses menyerap
air di kolon. Hal ini membuat feses lebih lembek dan besar, sehingga
mengurangi proses mengedan dan tekanan pada vena anus.
2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
34
3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat merasa
akan buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses.
Hindari mengedan.
b. Kolitis Iskemik(8)
Kolitis iskemik adalah gangguan yang berkembang ketika aliran darah
ke suatu bagian dari usus besar (kolon) berkurang. Hal ini dapat
menyebabkan peradangan pada daerah usus besar dan, dalam beberapa
kasus, dapat menyebabkan kerusakan usus permanen. Kolitis iskemik dapat
mempengaruhi setiap bagian dari kolon, tapi kebanyakan orang yang terkena
rasa sakit berkembang di sisi kiri perut. Buang air besar yang mengedan dan
diare berdarah juga umum terjadi pada colitis iskemik.Kebanyakan kasus
kolitis iskemik adalah ringan dan dapat sembuh sendiri dalam
beberapa hari.
Tanda-tanda umum dan gejala kolitis iskemik meliputi:
1) Nyeri abdomen, nyeri atau kram, biasanya terlokalisasi ke sisi kiri bawah
2) perut, dapat tiba-tiba atau bertahap
3) Feses berwarna merah terang atau merah darah, suatu ketika dapat
keluar
4) Darah sendiri tanpa feses
5) Perasaan ingin mengedan
6) Diare
7) Mual
8) Muntah
35
Etologi
Kolitis iskemik melibatkan suplai darah yang tidak memadai mencapai
kolon. Pada kasus akut, penyebab paling sering adalah bekuan darah dalam
arteri yang memasok darah ke usus. Sedangkan pada kasus kronis biasanya
berhubungan dengan penumpukan simpanan lemak (aterosklerosis)
dalam pembuluh darah yang menuju ke usus Pada beberapa orang, kolitis
iskemik dapat disebabkan oleh atau berhubungan dengan kondisi medis
lainnya, termasuk:
1) peradangan (vaskulitis) pembuluh darah
2) penonjolan organ atau jaringan ke jaringan sekitarnya (hernia),
3) berhubungan dengan suplai darah arteri serta suplai darah vena ke usus
4) peningkatan gula (glukosa) dalam darah (diabetes)
5) mudah terjadi pembekuan darah (hiperkoagulasi)
6) radiasi abdomen
7) kanker colon
8) pembedahan perut, terutama ketika menyangkut perbaikan dinding arteri
yang menggembung (aneurisma) di wilayah tersebut
9) infeksi, seperti shigella, Escherichia coli 0157: H7 dan
Clostridium difficile
10) dehidrasi
Peran obat
Obat-obatan tertentu juga jarang menimbulkan kolitis iskemik
sebagai efek samping, seperti:
1) obat anti-inflamasi steroid
2) obat pengganti estrogen
3) obat golongan ergotamint
4) obat penurun tekanan darah
5) obat-obatan antipsikotik tertentu
36
6) pseudoefedrin (dekongestan yang ditemukan di banyak obat flu
dan obat alergi)
7) obat iritasi bowel syndrome (Lotronex)
Faktor risiko untuk kolitis iskemik meliputi:
1) Umur. Kondisi ini terjadi dengan frekuensi terbesar pada orang
dewasa yang lebih tua. Jika itu terjadi pada orang dewasa muda,
mungkin menjadi tanda kelainan pembekuan darah atau suatu
peradangan pembuluh darah (vaskulitis).
2) Faktor risiko penyakit jantung. Pengurangi aliran darah yang
memberi respon untuk kolitis iskemik, lebih cenderung terjadi pada
orang yang memiliki sifat-sifat atau kondisi yang umumnya terkait
dengan penyakit jantung, seperti penggunaan tembakau dan tingkat
kolesterol tinggi.
3) Kondisi medis tertentu. Beberapa gangguan dianggap faktor
predisposisi yang menempatkan pada risiko yang lebih besar
berkembangnya colitis iskemik, atau mereka dapat memperburuk
kolitis iskemik saat kondisi itu terjadi. Hal ini termasuk operasi
abdomen sebelumnya, gagal jantung, tekanan darah rendah dan
syok.
Komplikasi
Dalam kebanyakan kasus, kolitis iskemik sembuh sendiri
dalam waktu satu sampai dua hari. Dalam kasus yang lebih lanjut dari
kolitis iskemik, komplikasi dapat mencakup:
1) Gangren. Kolitis iskemik tidak diobati bisa mengakibatkan
kematian jaringan (gangren) di kolon. Gangren dapat berkembang
setelah penurunan awal aliran darah ke kolon dan dapat mengakibatkan
kematian jika tidak menerima pengobatan tepat waktu.
37
2) Perforasi dan Perdarahan. Kolitis iskemik juga dapat menyebabkan
sebuah lubang (perforasi) pada usus atau perdarahan persisten.
3) Nyeri dan obstruksi. Bahkan saat penyembuhan terjadi, kolitis iskemik
dapat menyebabkan jaringan parut pada dan penyempitan pada usus.
Hal ini dapat menyebabkan nyeri perut kronis dan obstruksi.
Tes dan diagnosis
Mendiagnosis penyebab gejala colitis iskemik adalah dengan cara
sebaga berikut:
1) Pemeriksaan fisik dan Riwayat penyakit.
2) Colonoscopy. Kolonoskopi dianggap uji definitif untuk
mendiagnosa kolitis iskemik. Dalam prosedur ini, tabung
berlampu fleksibel dimasukkan ke dalam rektum dan didorong ke
dalam kolon. Sebuah kamera kecil di ujung lingkup mengirimkan
gambar usus ke layar video. Kita dapat melihat lapisan interior kolon
dan mendeteksi adanya jaringan inflamasi dan abses.
3) Biopsi. Kadang-kadang, sebagai bagian dari kolonoskopi, kita
dapat mengambil sebuah sampel jaringan kecil (biopsi) dari kolon
untuk analisis laboratorium. Pada kolitis iskemik, pembengkakan dan
perdarahan dapat hadir di bawah lapisan usus (lapisan mukosa), dan
dapat dideteksi di laboratorium. Kolonoskopi dapat mengesampingkan
penyebab lain dari peradangan di usus, termasuk infeksi tertentu,
penyakit inflamasi usus, radang dinding usus (diverticulitis) dan kanker
usus besar. Jika peradangan berat, kita mungkin tidak dapat melihat
seluruh usus besar dengan baik atau mendapatkan biopsi
memadai.Jika hal ini terjadi, mungkin harus colonoscopy perlu
diulangi sekali lagi setelah peradangan telah mereda. Hal ini
memungkinkan kita untuk memastikan bahwa tidak ada
peradangan persisten, jaringan parut atau kanker kolon.
38
Pemeriksaan penunjang lainnya
1) X-ray abdomen dan pelvis. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi
barium enema. Dalam proses ini, bahan kontras (barium cair)
dimasukkan ke dalam kolon melalui anus. Setelah kolon
dilapisi dengan barium, radiolog mengambil gambar X-ray dari
kolon. Gambar-gambar ini, yang dapat dilihat pada monitor video,
dapat mendeteksi kelainan-kelainan dalam usus besar dan membantu
membedakan kolitis iskemik dari kondisi peradangan lainnya.
Gambar yang menunjukkan kolitis iskemik bisa menunjukkan
penebalan (thumbprinting) dari dinding kolon.
2) Abdomen arteriogram. Ini adalah X-ray dari arteri di abdomen. Cara ini
dapat menunjukkan penyempitan atau penyumbatan dalam
pembuluh, yang mengindikasikan adanya kolitis iskemik. Sebuah
pewarna kontras disuntikkan ke arteri sebelum X-ray diambil
untuk membantu menghasilkan gambar yang jelas.
3) USG. Tes pencitraan menggunakan gelombang suara untuk
menyediakan gambar kolon. Alat ini dapat membantu dalam
mengesampingkan gangguan lain, seperti penyakit inflamasi usus.
Untuk prosedur, alat yang disebut transduser yang memancarkan
gelombang suara disepanjang abdomen. Informasi yang ditangkap
oleh transduser tersebut dikirim ke komputer yang menghasilkan
gambar.
4) Abdomen Computerized Tomography (CT) scan. Terkadang CT-Scan
digunakan untuk menyingkirkan kondisi-kondisi lain yang dapat
menyebabkan gejala yang mirip dengan kolitis iskemik. Tes
ini menggunakan teknologi canggih X-ray untuk menghasilkan
gambar penampang kolon, dan mungkin dapat mendeteksi penebalan
dinding kolon.
5) Tes darah. Orang dengan kolitis iskemik mungkin memiliki jumlah sel
darah tinggi putih (WBC) yang terjadi bila ada peradangan atau tubuh
39
memerangi infeksi. Jika mencurigai adanya masalah pembekuan
darah,mungkin dilakukan pemeriksaan darah yang lebih spesifik.
Pencegahan
Karena penyebab kolitis iskemik tidak selalu jelas, tidak ada cara yang
pasti untuk mencegah gangguan tersebut. Tetapi mayoritas dari mereka yang
memilikinya pulih dengan cepat dan tidak pernah memiliki episode lain.
Menghindari obat yang mungkin telah menyebabkan kolitis iskemik di masa
lalu. Dan jika memiliki faktor risiko colitis iskemik termasuk penyakit
jantung dan tekanan darah tinggi hendaknya :
1) Berhenti merokok
2) Minum obat penurun kolesterol
3) Kontrol penyakit kronis, seperti diabetes
4) Olah raga teratur
c. Kanker Colon(9),(10),(11)(,12)(,13)
Kanker kolon ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan di
kolon.Kolon adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang
disebut juga traktus gastrointestina.Kolon merupakan bagian dari saluran
pencernaan atau saluran gastrointestinal di mana fungsinya adalah untuk
menghasilkan energi bagi tubuh , menyerap dan membuang zat-zat yang
tidak berguna.Menurut klasifikasi WHO sebagian besar kanker kolon adalah
Adenokarsinoma.Selain klasifikasi tersebut kanker kolon juga dibagi menjadi
grade I (diferensiasi baik),grade II (diferensiasi sedang),grade III (diferensiasi
buruk),dan grade IV (tidak berdiferensiasi).
40
Seperti pada penyakit lain pada umumnya,kanker kolon terjadi melalui
interaksi antara penjamu,agen,dan lingkungan.Beberapa faktor yang berperan
antara lain :
1. Lingkungan
a) Nutrisi
Pengaruh nutrisi sebagai penyebab kanker kolon berdasar atas pemikiran
bahwa makanan berkontak langsung dengan dinding mukosa kolon sehingga
berpotensi untuk menimbulkan efek prokarsinogenik.Asupan yang tinggi
serat ditemukan sebagai faktor protektif terhadap kanker kolon.Asupan tinggi
lemak dan alkohol merupakan faktor risiko terjadinya kanker kolon,konsumsi
daging merh juga meningkatkan risisko.Hal tersebut dihubungkan dengan
kandungan leak jenuh yang terkandung dan efek karsinogenik yang timbul
saat pengolahan daging karena terbentuknya mutagenic hseterocyclic
amines.Asupan rendah folat dan metionin juga menigkatkan risiko terjadinya
kanker kolon.
b) Keseimbangan Energi
Keseimbangan energi mencakup keseimbangan antara masukan dan
keluaran energi.Namun, pengukuran keseimbangan energi secara tepat amat
sulit sehingga digunakan indikator lain yang dapat secara tidak langsung
menggambarkan keseimbangan energi.Salah satu indikator adalah indeks
massa tubuh (IMT).IMT yang tinggi dihubungkan dngan peningkatan risiko
kanker kolon.Indikator yang lain yaitu kurangnya aktivitas fisik harian dan
obesitas sentral juga berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya
kanker kolon.
c) Paparan lingkungan
Paparan lingkungan yang berperan terhadap terjadinya kanker kolon
adalah rokok,asbes dan radiasi.
41
2. Pejamu
a) Genetik
Sebesar kurang dari 10% kanker kolon berhubungan dengan kelainan yang
bersifat familial.Familial Adenokarsinomatous polyposis (FAP) adalah
kelainan yang diturukan secara autosomal dominan dan ditandai oleh ratusan
hingga ribuan adenoma kolon pada usia 20-30 tahun.FAP adalah kelainan yang
diebabkan oleh defek pada salah satu alel gen APC yang merupakan tumor
supressor gene. Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC)
merupakan kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan dan ditandai
oleh gangguan pada DNA mismatch repair. Hal itu menyebabkan terjadinya
microsatellite instability. Karakteristik HNPCC adalah onset yang lebih awal
(pada usia 50 tahun),lokasi pada kolon poksimal dan adanya tumor ekstrakolon
yang bervariasi lokasinya (endometrium ovarium,saluran cerna
atas,pankreas,ureter aau pelvis renal).Inflammatory bowel disease (IBD) yang
terbagi dalam dua gambaran klinik kolitis ulseratif dan penyakit crohn
merupakan kelainan poligenik dengan komponen familial yang kuat.Risiko
kanker kolon pada penderita IBD timbul 20-30 tahun lebih awal dengan
gambaran fisiologis musinosa atau anaplastik,berasal dari lesi datar atau
displasia dan bersifat multiple.
b) Faktor somatik
Sebagian besar kanker kolon berasal dari adenoma meskopun hanya 10 %
adenom yang berkembang menjadi kanker kolon.Individu dengan riwayat
neoplasia kolon akan mengalami peningkatan risiko rekurensi kanker
kolon.Riwaya kolesistektomi juga meningkatkan risiko kanker kolon karena
eksresi asam empedu tanpa henti yang apabila dimetabolisme oleh bakteri
usus halusakan bersifat mutagenik.
42
Patogenesis
Karsinoma kolon adalah penyakit yang berasal dari sel epitel yang
karena faktor herediter atau mutasi somatik memicu terjadinya pembelahan
sel tanpa batas. Biar apapun precursornya,alterasi pada set genetik yang
membawa kepada malignan kolon. Model yang dibina oleh Fearon dan
Vogelstain sangat diterima sebagai prototype sekuens perkembangan kanker
kolon. Dasar patologik bagi model ini adalah adenoma-carcinoma sekuens.
Kejadian karsinoma tanpa bukti adenomatues precursor mencadangkan
bahawa ada beberapa lesi displastik dapat digenerasi menjadi malignan
tanpa melalui tahapan polipoid. Secara molekular karsinogenesis, telah
muncul beberapa studi yang mencadangkan mekanisme evolusi kanker.
Ada 2 alur patogenetik yang membawa kepada perkembangan kanker
kolon. Kedua-dua ada mutasi multiple tetapi yang membedakannya adalah
gen yang terlibat dan mekanisme akumulasi mutasi. Alur pertama adalah
APC/ β-catherin, diakibatkan oleh instabilitas kromosom yang
menyebabkan akumulasi mutasi dalam satu siri onkogen dan gen tumor
suppressor. Evolusi molekular dalam alur ini berlaku secara satu siri
tahapan identifikasi morfologi. Pertama adalah kolon yang normal, menjadi
mukosa yang beresiko, kemudian menjadi adenoma dan berkembang
menjadi karsinoma. Alur kedua pula adalah alur instabilitas mikrosatelite.
Alur ini dikarakteristik oleh lesi genetik pada DNA mismatch repair genes.
Seperti dalam alur pertama, juga ada akumulasi mutasi, tetapi pada alur
kedua melibatkan gen yang berbeda, tidak ada adenoma-carcinoma sekuens
atau tahapan identifikasi morfologi. Defek DNA repair yang disebabkan
oleh inaktivasi DNA mismatch repair genes menginisiasi permulaan kanker
kolon. Mutasi inheritan dalam gen yang terlibat dalam DNA repair
bertanggung jawab untuk familial sindrom.
43
Manifestasi klinis
Gejala Tanda dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak
spesifik.Gejala klinis karsinoma pada kolon kiri berbeda dengan
kanan.Karsinoma kolon kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak
menimbulkan stenosis dan obstruksi,terlebih karena feses sudah menjadi
padat.Pada karsinoma kolon kanan,jarang terjadi stenosis dan feses masih cair
sehingga tidak ada faktor obstuksi.Karsinoma kolon kiri menyebabkan
perubahan pola defekai,seperti konstipasi.Makin ke distal letak tumor,feses
makin menipis,atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau
lendir.Keluhan utama pasien dengan kanker kolon berhubungan dengan besar
dan lokasi dari tumor. Tumor yang berada pada kolon kanan, dimana isi
kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit
kecenderungan menyebabkan obstruksi karena lumen usus lebih besar dan
feses masih encer.Gejala klinis sering berupa rasa penuh, nyeri abdomen,
perdarahan dan symptomatik anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan
penurunan berat badan). Tumor yang berada pada kolon kiri cenderung
mengakibatkan perubahan pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon
refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran feses, dan konstipasikarena lesi
kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi.Nyeri pada
kolon kiri lebh nyata daripada kolon kanan.Tempat yang dirasa nyeri berbeda
karena asal embriogenik yang berlainan,yaitu dari usus tengah dan usus
belakang.Nyeri dari kolon kiri bermula dibawah umbilikus,sedangkan dari
kolon kanan di epigastrium.
Gejala subakut
Tumor yang berada di kolon kanan seringkali tidak menyebabkan
perubahan pada pola buang air besar (meskipun besar). Tumor yang
memproduksi mukus dapat menyebabkan diare. Pasien mungkin
memperhatikan perubahan warna feses menjadi gelap, tetapi tumor
seringkali menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh pasien.
Kehilangan darah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
44
anemia defisiensi besi. Ketika seorang wanita post menopouse atau seorang
pria dewasa mengalami anemia defisiensi besi, maka kemungkinan kanker
kolon harus dipikirkan dan pemeriksaan yang tepat harus dilakukan.
Karena perdarahan yang disebabkan oleh tumor biasanya bersifat
intermitten, hasil negatif dari tes occult blood tidak dapat menyingkirkan
kemungkinan adanya kanker kolon. Sakit perut bagian bawah biasanya
berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri, yang mereda
setelah buang air besar. Pasien ini biasanya menyadari adanya perubahan
pada pola buang air besar serta adanya darah yang berwarna merah
keluar bersamaan dengan buang air besar. Gejala lain yang jarang adalah
penurunan berat badan dan demam. Meskipun kemungkinannya kecil tetapi
kanker kolon dapat menjadi tempat utama intususepsi, sehingga jika
ditemukan orang dewasa yang mempunyai gejala obstruksi total atau
parsial dengan intususepsi, kolonoskopi dan double kontras barium enema
harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kanker kolon.
Gejala akut
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi,
sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka
kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul
pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah
keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan
penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak
bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang.
Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia
dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis
dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini
dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi
pada vesika urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda
pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus
45
dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan
gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.
Diagnosa
Gejala dan tanda yang menunjukkan nilai prediksi tinggi terhadap akan
adanya kanker kolon:
Keluhan utama dan pemeriksaan klinis
a) Perdarahan peranum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan diare
selama minimal 6 minggu (semua umur )
b) Perdarahan peranum tanpa gejala anal ( diatas 60 tahun ) Peningkatan
frekwensi defikasi atau diare selama minimal 6 minggu (diatas 60 th)
c) Massa teraba pada fossa iliaca dektra semua umur
d) Massa intra luminal didaiam rektum
e) Tanda -tanda obstruksi mekanik usus ( Ileus Obstruksi )
f) Setiap penderita dengan anemia defisiensi Fe (Hbcf r gr % pada pria dan Hb
< 10 gr pada wanita pasca menopause.
Pemeriksaan penunjang
a) Biopsi
Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat
penting. Jika terdapat sebuah obstruksi sehingga tidak memungkinkan
dilakukannya biopsi maka sikat sitologi akan sangat berguna. Jenis
histopatologi pada kanker kolorektal terdiri dari adenokarsinoma,
adenokarsinoma mucinous, radang non spesifik, signet sel karsinoma dan lain-
lain.
b) Carcinoembrionik Antigen (CEA)
Screening CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada
permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan
sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan
untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. CEA terlalu
46
insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai screening kanker
kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan
dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan
tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan kehadiran
metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan
faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan
bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan. Meskipun
keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun tes ini sering
diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA sebelum
operasi sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor primer
berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA
preoperatif berguna untuk identifikasi awal dari metatase karena sel tumor
yang bermetastase sering mengakibatkan naiknya nilai CEA.
c) Barium Enema
Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras
barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip
yang hberukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama fleksibel
sigmoidoskopi merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif
pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi
kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada
pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi.
Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu
sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras
larut air harus digunakan daripada barium enema. Barium peritonitis
merupakan komplikasi yang sangat serius yang dapat mengakibatkan
berbagai infeksi dan peritoneal fibrosis. Tetapi sayangnya sebuah kontras
larut air tidak dapat menunjukkan detail yang penting untuk menunjukkan
lesi kecil pada mukosa kolon.
47
Gambaran Barium Enema CA Colon
d) Endoskopi
Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena
3% dari pasien mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan
untuk mempunyai polip premaligna.
e) Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh
mukosa kolon. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai
160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat
menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari
pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema
yang keakuratannya hanya sebesar 67% .Sebuah kolonoskopi juga dapat
digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi
dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana
komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya
muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang
sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory
48
bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal
bleeding, megakolon non toksik, struktur kolon dan neoplasma. Komplikasi
lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi,
perdarahan merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik,
sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi
diagnostik.
f) Imaging Teknik
MRI dan CT scan merupakan bagian dari teknik imaging yang
digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker
kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan screening tes.
g) CT scan
CT scan dapat mengevaluasi rongga abdominal dari pasien kanker
kolon pre operatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar
adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan
sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA
yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan
mencapai 55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan
kanker kolon karena sulitnya dalam menentukan staging dari lesi sebelum
tindakan operatif. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi invasi tumor ke
dinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran
kelanjar getah bening >1 cm pada 75% pasien. Penggunaan CT dengan
kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada
hepar dan daerah intraperitonea
h) MRI
MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan
sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan
menggunakan CT scan.Karena sensifitasnya yang lebih tinggi daripada CT
scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke hepar.
49
Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Pembedahan tetap merupakan piiihan utama pada penatalaksaan kanker
kolon yang masih terlokalisir.Harus diusahakan agar antara saat membuat
diagnosis sampai melakukan operasi kanker kolon harus tidak boleh lebih lama
dari pada 4 minggu.ada dua hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan
pembedahan pada kanker kolon yaitu terjadinya trombosis vena dan infeksi
luka. Oleh karena itu perlu dilakukan persiapan pencegahan tromboemboli
vena dan antibiotika profilaksis serta persiapan operasi usus.Hubungan antara
transfusi darah dengan meningkatnya resiko kekambuhan masih terus menjadi
kontroversi sampai saat ini. Jadi jika pasien menjalani pembedahan kanker
kolon dan rektum memerlukan transfusi darah jangan ditunda.
2. Kolostomi
Kolostomi merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus
preternaturalis yang dibuat untuk sementara atau menetap.Kolostomi sementara
dibuat,misalnya pada penderita gawat perut dengan peritonitis yang telah
dilakukan reseksi sebagian kolon.Indikasi kolostomi ialah untuk
mendekompresi usus pada obstruksi,membuat stoma sementara pada bedah
reseksi usus akibat radang atau perforasi dan sebagai anus pasareseksi usus
distal untuk melindungi anastomosis distal.
Pada kolostomi sigmoid biasanya pola defekasi sama dengan semula.Banyak
penderita mengadakan pembilasan sekali sehari sehingga mereka tidak
terganggu oleh pengeluaran feses dari stomanya.Kolostomi pada kolon
transversum mengeluarkan isi usus beberapa kali sehari karena isi kolon
transversum tidak padat sehingga lebih sulit diatur.
3. Terapi Radiasi
Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-
ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara
pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi.
Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari
50
kanker. Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan
dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak
radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung
khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi
tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit.
Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi
yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel
kanker.Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa
dimasukkan dengan cara oral, parenteral atau implant langsung pada
tumor. Internal radiasi memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi
dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal
radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara sementara menetap
didalam tubuh.
4. Adjuvant Kemoterapi
Kanker kolon telah banyak resisten pada hampir sebagian besar agen
kemoterapi. Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari
tumor secara teoritis seharusnya dapat menambah efektifitas dari agen
kemoterapi.Kemoterapi sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor sangat
sedikit dan fraksi dari sel maligna yang berada pada fase pertumbuhan banyak.
Pencegahan
1. Diet
Peningkatan dari diet serat menurunkan insiden dari kanker pada pasien
yang mempunyai diet tinggi lemak. Diet rendah lemak telah dijabarkan
mempunyai efek proteksi yang lebih baik daripada diet tanpa lemak. The
National Research Council telah merekomendasikan pola diet pada tahun 1982.
Rekomendasi ini diantaranya :
a) menurunkan lemak total dari 40% ke 30% dari total kalori, (b)
meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung serat, (c)
membatasi makanan yang diasinkan, diawetkan dan diasapkan, (d)
51
membatasi makanan yang mengandung bahan pengawet, (e)
mengurangi konsumsi alkohol.
b) Non Steroid Anti Inflammation Drug
Penelitian pada pasien familial poliposis dengan menggunakan NSAID
sulindac dosis 150 mg secara signifikan menurunkan rata-rata jumlah dan
diameter dari polip bila dibandingkan dengan pasien yang diberi
plasebo.Ukuran dan jumlah dari polip bagaimanapun juga tetap meningkat
tiga bulan setelah perlakuan dihentikan. Data lebih jauh menunjukkan
bahwa aspirin mengurangi formasi, ukuran dan jumlah dari polip; dan
menurunkan insiden dari kanker kolon, baik pada kanker kolon familial
maupun non familial. Efek protektif ini terlihat membutuhkan pemakaian
aspirin yang berkelanjutan setidaknya 325 mg perhari selama 1 tahun.
d. Inflammatory Bowel Disease (IBD)(14)
Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang
melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum
diketahui jelas. Secara garis besar IBD terdiri dari 3 jenis, yaitu kolitis ulseratif,
penyakit Crohn, dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka
dimasukkan dalam kategori indeterminate colitis.
Kolitis ulseratif ditandai dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan
remisinya gejala klinik. Insiden penyakit kolitis ulseratif di Amerika Serikat
kira-kira 15 per 100.000 penduduk secara respektif dan tetap konstan.
Prevalensi penyakit ini diperkirakan sebanyak 200 per 100.000 penduduk.
Sementara itu, puncak kejadian penyakit tersebut adalah antara usia 15 dan 35
tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi pada setiap dekade kehidupan.
52
Etiologi
Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap tidak diketahui, gambaran
tertentu penyakit ini telah menunjukkan beberapa kemungkinan penting. Hal
ini meliputi faktor familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikologik.
1) Faktor familial/genetik
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada orang
kulit hitam dan orang Cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali
lipat) pada orang Yahudi dibandingkan dengan orang non Yahudi. Hal ini
menunjukkan bahwa dapat ada predisposisi genetik terhadap
perkembangan penyakit ini.
2) Faktor infeksi
Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus
menerus untuk kemungkinan penyebab infeksi. Di samping banyak usaha
untuk menemukan agen bakteri, jamur, atau virus, belum ada yang
sedemikian jauh diisolasi. Laporan awal isolat varian dinding sel
Pseudomonas atau agen yang dapat ditularkan yang menghasilkan efek
sitopatik pada kulturjaringan masih harus dikonfirmasi.
3) Faktor imunologik
Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep
bahwa manifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai kelainan ini
(misalnya artritis, perikolangitis) dapat mewakili fenomena autoimun dan
bahwa zat terapeutik tersebut, seperti glukokortikoid atau azatioprin, dapat
menunjukkan efek mereka melalui mekanisme imunosupresif. Pada 60-
70% pasien dengan kolitis ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA
(perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic antibodies). Walaupun p-ANCA
tidak terlibat dalam patogenesis penyakit kolitis ulseratif, namun ia
dikaitkan dengan alel HLA-DR2, di mana pasien dengan p-ANCA negatif
lebih cenderung menjadi HLA-DR4 positif.
53
4) Faktor psikologik
Gambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah ditekankan.
Tidak lazim bahwa penyakit ini pada mula terjadinya, atau berkembang,
sehubungan dengan adanya stres psikologis mayor misalnya kehilangan
seorang anggota keluarganya. Telah dikatakan bahwa pasien penyakit
radang usus memiliki kepribadian yang khas yang membuat mereka
menjadi rentan terhadap stres emosi yang sebaliknya dapat merangsang
atau mengeksaserbasi gejalanya.
5) Faktor lingkungan
Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis
ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif
menurun secara signifikan pada pasien yang menjalani operasi
apendiktomi pada dekade ke-3. Beberapa penelitian sekarang
menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis ulseratif di antara perokok
dibandingkan dengan yang bukan perokok. Analisis meta menunjukkan
risiko penyakit kolitis ulseratif pada perokok sebanyak 40% dibandingkan
dengan yang bukan perokok.
Gambaran Klinik
Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri abdomen,
seringkali dengan demam dan penurunan berat badan pada kasus berat. Pada
penyakit yang ringan, bisa terdapat satu atau dua feses yang setengah berbentuk
yang mengandung sedikit darah dan tanpa manifestasi sistemik.
Derajat klinik kolitis ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan,
berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia
yang terjadi dan laju endap darah (klasifikasi Truelove). Perjalanan penyakit
kolitis ulseratif dapat dimulai dengan serangan pertama yang berat ataupun
dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat
ringannya serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat.
Lesi mukosa bersifat difus dan terutama hanya melibatkan lapisan mukosa.
54
Secara endoskopik penilaian aktifitas penyakit kolitis ulseratif relatif mudah
dengan menilai gradasi berat ringannya lesi mukosa dan luasnya bagian usus
yang terlibat. Pada kolitis ulseratif, terdapat reaksi radang yang secara primer
mengenai mukosa kolon. Secara makroskopik, kolon tampak berulserasi,
hiperemik, dan biasanya hemoragik. Gambaran mencolok dari radang adalah
bahwa sifatnya seragam dan kontinu dengan tidak ada daerah tersisa mukosa
yang normal.
Gambaran Fisik Diagnostik
Temuan fisis pada kolitis ulseratif biasanya nonspesifik; bisa terdapat
distensi abdomen atau nyeri sepanjang perjalanan kolon. Pada kasus ringan,
pemeriksaan fisis umum akan normal. Demam, takikardia dan hipotensi
postural biasanya berhubungan dengan penyakit yang lebih berat.
Manifestasi ekstrakolon bisa dijumpai. Hal ini termasuk penyakit okular (iritis,
uveitis, episkleritis), keterlibatan kulit (eritema nodosum, pioderma
gangrenosum), dan artralgia/artritis (periferal dan aksial artropati). Kolangitis
sklerosing primer jarang dijumpai.
Gambaran Laboratorium
Temuan laboratorium seringkali nonspesifik dan mencerminkan derajat
dan beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat anemia yang
mencerminkan penyakit kronik serta defisiensi besi akibat kehilangan darah
kronik. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dan peningkatan laju endap
darah seringkali terlihat pada pasien demam yang sakit berat. Kelainan
elektrolit, terutama hipokalemia, mencerminkan derajat diare.
Hipoalbuminemia umum terjadi dengan penyakit yang ekstensif dan biasanya
mewakili hilangnya protein lumen melalui mukosa yang berulserasi.
Peningkatan kadar alkali fosfatase dapat menunjukkan penyakit hepatobiliaris
yang berhubungan.
55
Pemeriksaan kultur feses (patogen usus dan bila diperlukan, Escherichia
coliO157:H7), ova, parasit dan toksin Clostridium difficile negatif.2,6
Pemeriksaan antibodi p-ANCA dan ASCA (antibodi Saccharomyces cerevisae
mannan) berguna untuk membedakan penyakit kolitis ulseratif dengan penyakit
Crohn.
Gambaran Radiologi
a. Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen umumnya perhatian kita cenderung terfokus
pada kolon. Tetapi kelainan lain yang sering menyertai penyakit ini adalah batu
ginjal, sakroilitis, spondilitis ankilosing dan nekrosis avaskular kaput femur.
Gambaran kolon sendiri terlihat memendek dan struktur haustra menghilang.
Sisa feses pada daerah inflamasi tidak ada, sehingga, apabila seluruh kolon
terkena maka materi feses tidak akan terlihat di dalam abdomen yang disebut
dengan empty abdomen.
Kadangkala usus dapat mengalami dilatasi yang berat (toxic megacolon)
yang sering menyebabkan kematian apabila tidak dilakukan tindakan
emergensi. Apabila terjadi perforasi usus maka dengan foto polos dapat
dideteksi adanya pneumoperitoneum, terutama pada foto abdomen posisi tegak
atau left lateral decubitus (LLD) maupun pada foto toraks tegak. Foto polos
abdomen juga merupakan pemeriksaan awal untuk melakukan pemeriksaan
barium enema. Apabila pada pemeriksaan foto polos abdomen ditemukan
tanda-tanda perforasi maka pemeriksaan barium enema merupakan kontra
indikasi.
b. Barium enema
Barium enema merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan apabila ada
kelainan pada kolon. Sebelum dilakukan pemeriksaan barium enema maka
persiapan saluran cerna merupakan pendahuluan yang sangat penting.
Persiapan dilakukan selama 2 hari berturut-turut dengan memakan makanan
rendah serat atau rendah residu, tetapi minum air putih yang banyak. Apabila
56
diperlukan maka dapat diberikan laksatif peroral. Pemeriksaan barium enema
dapat dilakukan dengan teknik kontras tunggal (single contrast) maupun
dengan kontras ganda (double contrast) yaitu barium sulfat dan udara. Teknik
double contrast sangat baik untuk menilai mukosa kolon
dibandingkan dengan teknik single contrast, walaupun prosedur
pelaksanaan teknik double contrast cukup sulit. Barium enema juga merupakan
kelengkapan pemeriksaan endoskopi atas dugaan pasien dengan kolitis
ulseratif. Gambaran foto barium enema pada kasus dengan kolitis ulseratif
adalah mukosa kolon yang granuler dan menghilangnya kontur haustra serta
kolon tampak menjadi kaku seperti tabung. Perubahan mukosa terjadi secara
difus dan simetris pada seluruh kolon. Lumen kolon menjadi lebih sempit
akibat spasme. Dapat ditemukan keterlibatan seluruh kolon. Tetapi apabila
ditemukan lesi yang segmental maka rektum dan kolon kiri (desendens) selalu
terlibat, karena awalnya kolitis ulseratif ini mulai terjadi di rektum dan
menyebar ke arah proksimal secara kontinu. Jadi rektum selalu terlibat,
walaupun rektum dapat mengalami inflamasi lebih ringan dari bagian
proksimalnya.
Pada keadaan di mana terjadi pan-ulseratif kolitis kronis maka perubahan
juga dapat terjadi di ileum terminal. Mukosa ileum terminal menjadi granuler
difus dan dilatasi, sekum berbentuk kerucut (cone-shaped caecum) dan katup
ileosekal terbuka sehingga terjadi refluks, yang disebut backwash ileitis. Pada
kasus kronis, terbentuk ulkus yang khas yaitu collar-button ulcers. Pasien
dengan kolitis ulseratif juga menanggung resiko tinggi menjadi
adenokarsinoma kolon.
c. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasonografi sampai saat ini belum merupakan modalitas
pemeriksaan yang diminati untuk kasus-kasus IBD. Kecuali merupakan
pemeriksaan alternatif untuk evaluasi keadaan intralumen dan ekstralumen.
Sebelum dilakukan pemeriksaan USG sebaiknya pasien dipersiapkan saluran
cernanya dengan menyarankan pasien untuk makan makanan rendah residu dan
banyak minum air putih. Persiapan dilakukan selama 24 jam sebelum
57
pemeriksaan. Sesaat sebelum pemeriksaan sebaiknya kolon diisi dulu dengan
air. Pada pemeriksaan USG, kasus dengan kolitis ulseratif didapatkan
penebalan dinding usus yang simetris dengan kandungan lumen kolon yang
berkurang. Mukosa kolon yang terlibat tampak menebal dan berstruktur
hipoekhoik akibat dari edema. Usus menjadi kaku, berkurangnya gerakan
peristalsis dan hilangnya haustra kolon. Dapat ditemukan target sign atau
pseudo-kidney sign pada potongan transversal atau cross-sectional. Dengan
USG Doppler, pada kolitis ulseratif selain dapat dievaluasi penebalan dinding
usus dapat pula dilihat adanya hypervascular pada dinding usus tersebut.
d. CT-scan dan MRI
Kelebihan CT-scan dan MRI, yaitu dapat mengevaluasi langsung keadaan
intralumen dan ekstralumen. Serta mengevaluasi sampai sejauh mana
komplikasi ekstralumen kolon yang telah terjadi. Sedangkan kelebihan MRI
terhadap CT-scan adalah mengevaluasi jaringan lunak karena terdapat
perbedaan intensitas (kontras) yang cukup tinggi antara jaringan lunak satu
dengan yang lain. Gambaran CT-scan pada kolitis ulseratif, terlihat dinding
usus menebal secara simetris dan kalau terpotong secara cross-sectional maka
terlihat gambaran target sign. Komplikasi di luar usus dapat terdeteksi dengan
baik, seperti adanya abses ataufistula atau keadaan abnormalitas yang
melibatkan mesenterium. MRI dapat dengan jelas memperlihatkan fistula dan
sinus tract-nya.
Gambaran Endoskopi
Pada dasarnya kolitis ulseratif merupakan penyakit yang melibatkan
mukosa kolon secara difus dan kontinu, dimulai dari rektum dan
menyebar/progresif ke proksimal. Data dari beberapa rumah sakit di Jakarta
didapatkan bahwa lokalisasi kolitis ulseratif adalah 80% pada rektum dan
rektosigmoid, 12% kolon sebelah kiri (left side colitis), dan 8% melibatkan
seluruh kolon (pan-kolitis). Pada kolitis ulseratif, ditemukan hilangnya
vaskularitas mukosa, eritema difus, kerapuhan mukosa, dan seringkali eksudat
yang terdiri atas mukus, darah dan nanah. Kerapuhan mukosa dan keterlibatan
58
yang seragam adalah karakteristik. Sekalimukosa yang sakit ditemukan
(biasanya di rektum), tidak ada daerah mukosa normal yang menyela sebelum
batas proksimal penyakit dicapai. Ulserasi landai, bisa kecil atau konfluen
namun selalu terjadi pada segmen dengan kolitis aktif. Pemeriksaan
kolonoskopik penuh dari kolon pada kolitis ulseratif tidak diindikasikan pada
pasien yang sakit akut. Biopsi rektal bisa memastikan radang mukosa. Pada
penyakit yang lebih kronik, mukosa bias menunjukkan penampilan granuler,
dan bisa terdapat pseudopolip.
59
7. Penanganan awal dan terapi secara umum(15)
A. Terapi umum
1. Istirahat
1) Tirah baring
2) Puasa sampai perdarahan berhenti
3) Transfusi darah Hb > 10gr%
4) Infus cairan + elektrolit/ Resusitasi
Pada prinsipnya proses resusitasi sama dengan perdarahan SCBA atau
perdarahan akut lainnya, yaitu koreksi defisit volume intravaskular dan
stabilisasi hemodinamik. Pemasangan jalur intravena pada pembuluh besar
harus dikerjakan (bukan pada pembuluh vena kecil walaupun diduga
perdarahan sedikit).
2. Diet
1) Nutrisi parentral
2) Setelah membaik diet bubur sering dan berangsur-angsur menjadi
nasi biasa.
3. Medikamentosa
Tergantung pada etiloginya Obat pertama :
1) Demam tifoid: kloramfenikol 3-4 x 500 mg sampai bebas panas
7 hari
2) Amuba : metronidazol/seknidazol/tinidazol 3 x 500 mg
3) Kompilobakter: eritromisin 2 x 500 mg %, metronidazol,
amoksisili
4. Bedah
Pembedahan dilakukan bila keadaan penderita menjadi gawat yaitu :
1) Gawat I :Jika dalam waktu 8 jam, diperlukan tranfusi darah
lebih 2 liter
2) Gawat II:Jika dalam waktu 24 jam, diperlukan tranfusi lebih 2
liter
60
3) Gawat III : Jika dalam waktu 3 x 12 jam perdarahan belum
berhenti
61
Daftar Pustaka
1. Setiawan, GW. 2015. Saluran Pencernaan Manusia. Sumatera Utara: USU.
repository.usu.ac.id
2. Siregar, Rosmaito. (2015). “Asuhan Keperawatan pada An.Y dengan
Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Eliminasi di RS. DR. Pirngadi
Medan.”
3. Siti Setiati dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI.
Jakarta : Interna Publishing. Hal 1894-1895
4. Kusharto.Clara M.2006.Serat makanan & peranannya bagi kesehatan.
Jurnal Gizi dan PanganNovember 2016.45-54
5. Abdullah. Murdani, Sudoyo. Aru W dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Dep. IPD. FKUI.
6. Wandari, Novalita Ningtyas. "Prevalensi Hemoroid di RSUP Haji Adam
Malik Medan periode Januari 2009–Juli 2011." (2012).
7. Buku Ajar Gastroenterologi.ed. I.Interna Publishing
8. Rani,Aziz A , Simadibrata , Marcellus dan Syam
9. F,Ari.2011.Gastroenterologi.Jakarta:Internapublishing.
10. Ramachandaran,A.2011.Kanker kolon.Universitas Sumatera Utara
11. Sjamsuhidajat, R.2010.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta : EGC.
12. Sjamsuhidajat,R et al.2006. Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma Kolon
Revisi.Jakarta :EGC.
13. Ariestina,Dr.Dina Aprilia. 2008. Kolitis Ulsoratif dari aspek etiologi,
klinik dan patogenesa. Universitas Sumatera Utara.
14. Permatasari, DCI. 2013. Tatalaksana Hematokezia. Sumatera Utara: USU.
repository.usu.ac.id

Mais conteúdo relacionado

Mais procurados

7. peritonitis
7. peritonitis7. peritonitis
7. peritonitisPradasary
 
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi Kasus
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi KasusHipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi Kasus
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi KasusAris Rahmanda
 
Ppt hipertiroidisme
Ppt hipertiroidismePpt hipertiroidisme
Ppt hipertiroidismeKANDA IZUL
 
Nyeri pinggang bawah
Nyeri pinggang bawahNyeri pinggang bawah
Nyeri pinggang bawahregiregene
 
Pneumothorax powerpoint
Pneumothorax powerpointPneumothorax powerpoint
Pneumothorax powerpointDwika Marbun
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)dr. Bobby Ahmad
 
Dr.adam trauma urologi dan pelvis as
Dr.adam trauma urologi dan pelvis asDr.adam trauma urologi dan pelvis as
Dr.adam trauma urologi dan pelvis asMuhammad Nugroho
 
Ppt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec appPpt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec appPuteri Mentira
 
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.BMakalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.Bkoerniaso
 
Laporan kasus tetanus (slide)
Laporan kasus tetanus (slide)Laporan kasus tetanus (slide)
Laporan kasus tetanus (slide)Peter Obrian
 
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)fikri asyura
 

Mais procurados (20)

7. peritonitis
7. peritonitis7. peritonitis
7. peritonitis
 
Stilah untuk suara nafas
Stilah untuk suara nafasStilah untuk suara nafas
Stilah untuk suara nafas
 
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi Kasus
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi KasusHipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi Kasus
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi Kasus
 
Ppt hipertiroidisme
Ppt hipertiroidismePpt hipertiroidisme
Ppt hipertiroidisme
 
Nyeri pinggang bawah
Nyeri pinggang bawahNyeri pinggang bawah
Nyeri pinggang bawah
 
Case OMSK
Case OMSKCase OMSK
Case OMSK
 
Pneumothorax powerpoint
Pneumothorax powerpointPneumothorax powerpoint
Pneumothorax powerpoint
 
Glaukoma
GlaukomaGlaukoma
Glaukoma
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
 
Dr.adam trauma urologi dan pelvis as
Dr.adam trauma urologi dan pelvis asDr.adam trauma urologi dan pelvis as
Dr.adam trauma urologi dan pelvis as
 
Ppt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec appPpt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec app
 
Demam tifoid anak
Demam tifoid anakDemam tifoid anak
Demam tifoid anak
 
Radiology pada urolithiasis
Radiology pada urolithiasisRadiology pada urolithiasis
Radiology pada urolithiasis
 
Hemoroid
HemoroidHemoroid
Hemoroid
 
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.BMakalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
 
Abses hati
Abses hatiAbses hati
Abses hati
 
Demam reumatik
Demam reumatikDemam reumatik
Demam reumatik
 
Urolithiasis
UrolithiasisUrolithiasis
Urolithiasis
 
Laporan kasus tetanus (slide)
Laporan kasus tetanus (slide)Laporan kasus tetanus (slide)
Laporan kasus tetanus (slide)
 
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
 

Destaque

PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2
PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2
PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2NJL
 
PBL GATROENTEROHEPATOLOGI MODUL 1
PBL GATROENTEROHEPATOLOGI MODUL 1PBL GATROENTEROHEPATOLOGI MODUL 1
PBL GATROENTEROHEPATOLOGI MODUL 1Aulia Amani
 
Modul 2 kulit kuning GEH
Modul 2 kulit kuning GEHModul 2 kulit kuning GEH
Modul 2 kulit kuning GEHAulia Amani
 
Fisiologi gastro intestinal traktus
Fisiologi gastro intestinal traktusFisiologi gastro intestinal traktus
Fisiologi gastro intestinal traktusCahya
 
Pertemuan ke 3 uji fungsi hati edit
Pertemuan ke 3 uji fungsi hati editPertemuan ke 3 uji fungsi hati edit
Pertemuan ke 3 uji fungsi hati editYustinus_arie
 
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatanDiagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatansehunrima
 
pbl 3b Nyeri uluhati
pbl 3b Nyeri uluhatipbl 3b Nyeri uluhati
pbl 3b Nyeri uluhatiAi Coryde
 
Koagulasi dan-flokulasi (1)
Koagulasi dan-flokulasi (1)Koagulasi dan-flokulasi (1)
Koagulasi dan-flokulasi (1)Ecko Chicharito
 
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatanDiagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatansehunrima
 
Diagnosa keperawatan dan kasus
Diagnosa keperawatan dan kasusDiagnosa keperawatan dan kasus
Diagnosa keperawatan dan kasusRirinisahawaitun
 

Destaque (19)

PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2
PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2
PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2
 
PBL GATROENTEROHEPATOLOGI MODUL 1
PBL GATROENTEROHEPATOLOGI MODUL 1PBL GATROENTEROHEPATOLOGI MODUL 1
PBL GATROENTEROHEPATOLOGI MODUL 1
 
Modul 2 kulit kuning GEH
Modul 2 kulit kuning GEHModul 2 kulit kuning GEH
Modul 2 kulit kuning GEH
 
Fisiologi gastro intestinal traktus
Fisiologi gastro intestinal traktusFisiologi gastro intestinal traktus
Fisiologi gastro intestinal traktus
 
Pertemuan ke 3 uji fungsi hati edit
Pertemuan ke 3 uji fungsi hati editPertemuan ke 3 uji fungsi hati edit
Pertemuan ke 3 uji fungsi hati edit
 
Askep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppokAskep pada pasien ppok
Askep pada pasien ppok
 
Modul batuk
Modul batuk Modul batuk
Modul batuk
 
Asuhan keperawatan pada n1 AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada n1 AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan pada n1 AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan pada n1 AKPER PEMKAB MUNA
 
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatanDiagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan
 
Metabolisme Bilirubin
Metabolisme BilirubinMetabolisme Bilirubin
Metabolisme Bilirubin
 
Syndrom chusing AKPER PEMKAB MUNA
Syndrom chusing AKPER PEMKAB MUNA Syndrom chusing AKPER PEMKAB MUNA
Syndrom chusing AKPER PEMKAB MUNA
 
Ulkus peptik
Ulkus peptikUlkus peptik
Ulkus peptik
 
pathway dhfPathway dhf
pathway dhfPathway dhfpathway dhfPathway dhf
pathway dhfPathway dhf
 
pbl 3b Nyeri uluhati
pbl 3b Nyeri uluhatipbl 3b Nyeri uluhati
pbl 3b Nyeri uluhati
 
Koagulasi dan-flokulasi (1)
Koagulasi dan-flokulasi (1)Koagulasi dan-flokulasi (1)
Koagulasi dan-flokulasi (1)
 
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatanDiagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan
 
Diagnosa keperawatan dan kasus
Diagnosa keperawatan dan kasusDiagnosa keperawatan dan kasus
Diagnosa keperawatan dan kasus
 
Contoh Soal Sistem Pencernaan Manusia
Contoh Soal Sistem Pencernaan ManusiaContoh Soal Sistem Pencernaan Manusia
Contoh Soal Sistem Pencernaan Manusia
 
Contoh Modul
Contoh Modul Contoh Modul
Contoh Modul
 

Semelhante a PENDEK]Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan

tugas niki pencernaan.docx asuhan keperawatan
tugas niki pencernaan.docx asuhan keperawatantugas niki pencernaan.docx asuhan keperawatan
tugas niki pencernaan.docx asuhan keperawatanAnna Samsudin
 
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinalSistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinalOperator Warnet Vast Raha
 
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinalSistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinalOperator Warnet Vast Raha
 
Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusia
Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusiaAnatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusia
Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusiaArdy Super
 
Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusia
Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusiaAnatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusia
Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusiahanissa mutiarani
 
anatomi dan fungsi sitem pencernaan manusia
anatomi dan fungsi sitem pencernaan manusiaanatomi dan fungsi sitem pencernaan manusia
anatomi dan fungsi sitem pencernaan manusianataningtyas1987
 
Ilmu gizi_Proses Pencernaan
Ilmu gizi_Proses PencernaanIlmu gizi_Proses Pencernaan
Ilmu gizi_Proses Pencernaanserlinhalim
 
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptAnatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptSinarLombokJava
 
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptAnatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptAnisaYuni20
 
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptx
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptxAnatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptx
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptxssuser32283f
 
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptAnatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptKikiSupriatna1
 

Semelhante a PENDEK]Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan (20)

Askep ge anak
Askep ge anakAskep ge anak
Askep ge anak
 
tugas niki pencernaan.docx asuhan keperawatan
tugas niki pencernaan.docx asuhan keperawatantugas niki pencernaan.docx asuhan keperawatan
tugas niki pencernaan.docx asuhan keperawatan
 
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinalSistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal
 
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinalSistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal
 
Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusia
Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusiaAnatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusia
Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusia
 
Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusia
Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusiaAnatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusia
Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusia
 
Bab ii1 ican
Bab ii1 icanBab ii1 ican
Bab ii1 ican
 
anatomi dan fungsi sitem pencernaan manusia
anatomi dan fungsi sitem pencernaan manusiaanatomi dan fungsi sitem pencernaan manusia
anatomi dan fungsi sitem pencernaan manusia
 
Ilmu gizi_Proses Pencernaan
Ilmu gizi_Proses PencernaanIlmu gizi_Proses Pencernaan
Ilmu gizi_Proses Pencernaan
 
Bab ii ikhsan glukosa
Bab ii ikhsan glukosaBab ii ikhsan glukosa
Bab ii ikhsan glukosa
 
Bab ii1 ican
Bab ii1 icanBab ii1 ican
Bab ii1 ican
 
Tgas sistem pncernaan
Tgas sistem pncernaanTgas sistem pncernaan
Tgas sistem pncernaan
 
Tgas sistem pncernaan
Tgas sistem pncernaanTgas sistem pncernaan
Tgas sistem pncernaan
 
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptAnatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
 
Bab ii ikhsan glukosa
Bab ii ikhsan glukosaBab ii ikhsan glukosa
Bab ii ikhsan glukosa
 
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptAnatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
 
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptx
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptxAnatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptx
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptx
 
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.pptAnatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
Anatomi-dan-Fisiologi-Pertemuan-6.ppt
 
Tugas tik erliana
Tugas tik erlianaTugas tik erliana
Tugas tik erliana
 
Tugas tik erliana
Tugas tik erlianaTugas tik erliana
Tugas tik erliana
 

Mais de Aulia Amani

Persentation of HIV pada anak
Persentation of HIV pada anakPersentation of HIV pada anak
Persentation of HIV pada anakAulia Amani
 
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikAulia Amani
 
Kesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
Kesadaran Menurun ec Hemoragik StrokeKesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
Kesadaran Menurun ec Hemoragik StrokeAulia Amani
 
Deep Vein Trombosis
Deep Vein TrombosisDeep Vein Trombosis
Deep Vein TrombosisAulia Amani
 
Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Aulia Amani
 
Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun Aulia Amani
 
Modul Luka/trauma
Modul Luka/traumaModul Luka/trauma
Modul Luka/traumaAulia Amani
 
PBL Modul Keterlambatan Gerak Kasar
PBL Modul Keterlambatan Gerak KasarPBL Modul Keterlambatan Gerak Kasar
PBL Modul Keterlambatan Gerak KasarAulia Amani
 
Modul Gangguan Haid
Modul Gangguan HaidModul Gangguan Haid
Modul Gangguan HaidAulia Amani
 
Modul 2 BBLR Blok reproduksi
Modul 2 BBLR Blok reproduksi Modul 2 BBLR Blok reproduksi
Modul 2 BBLR Blok reproduksi Aulia Amani
 
Modul 2 BBLR Blok Reproduksi
Modul 2 BBLR Blok ReproduksiModul 2 BBLR Blok Reproduksi
Modul 2 BBLR Blok ReproduksiAulia Amani
 
Modul 2 Produksi Kencing Kurang
Modul 2 Produksi Kencing KurangModul 2 Produksi Kencing Kurang
Modul 2 Produksi Kencing KurangAulia Amani
 
Persentasi Modul Demam
Persentasi Modul DemamPersentasi Modul Demam
Persentasi Modul DemamAulia Amani
 
pbl report smelling
pbl report smellingpbl report smelling
pbl report smellingAulia Amani
 
persentasi laporan PBL Penghidu
persentasi laporan PBL Penghidupersentasi laporan PBL Penghidu
persentasi laporan PBL PenghiduAulia Amani
 

Mais de Aulia Amani (20)

Persentation of HIV pada anak
Persentation of HIV pada anakPersentation of HIV pada anak
Persentation of HIV pada anak
 
HIV pada Anak
HIV pada AnakHIV pada Anak
HIV pada Anak
 
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
 
Kesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
Kesadaran Menurun ec Hemoragik StrokeKesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
Kesadaran Menurun ec Hemoragik Stroke
 
Deep Vein Trombosis
Deep Vein TrombosisDeep Vein Trombosis
Deep Vein Trombosis
 
Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)
 
Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun
 
Modul Luka/trauma
Modul Luka/traumaModul Luka/trauma
Modul Luka/trauma
 
PBL Modul Jatuh
PBL Modul JatuhPBL Modul Jatuh
PBL Modul Jatuh
 
PBL Modul Keterlambatan Gerak Kasar
PBL Modul Keterlambatan Gerak KasarPBL Modul Keterlambatan Gerak Kasar
PBL Modul Keterlambatan Gerak Kasar
 
Modul Gangguan Haid
Modul Gangguan HaidModul Gangguan Haid
Modul Gangguan Haid
 
Modul Demam
Modul DemamModul Demam
Modul Demam
 
Modul SS Mata
Modul SS MataModul SS Mata
Modul SS Mata
 
Modul 2 BBLR Blok reproduksi
Modul 2 BBLR Blok reproduksi Modul 2 BBLR Blok reproduksi
Modul 2 BBLR Blok reproduksi
 
Modul 2 BBLR Blok Reproduksi
Modul 2 BBLR Blok ReproduksiModul 2 BBLR Blok Reproduksi
Modul 2 BBLR Blok Reproduksi
 
Modul 2 Produksi Kencing Kurang
Modul 2 Produksi Kencing KurangModul 2 Produksi Kencing Kurang
Modul 2 Produksi Kencing Kurang
 
Persentasi Modul Demam
Persentasi Modul DemamPersentasi Modul Demam
Persentasi Modul Demam
 
Modul Demam
Modul Demam Modul Demam
Modul Demam
 
pbl report smelling
pbl report smellingpbl report smelling
pbl report smelling
 
persentasi laporan PBL Penghidu
persentasi laporan PBL Penghidupersentasi laporan PBL Penghidu
persentasi laporan PBL Penghidu
 

Último

Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...jumadsmanesi
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaSABDA
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfGugunGunawan93
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanNiKomangRaiVerawati
 
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxKonflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxintansidauruk2
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.aechacha366
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxg66527130
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfNatasyaA11
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdfWahyudinST
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 

Último (20)

Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
 
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxKonflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 

PENDEK]Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan

  • 1. 1 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah- Nya sehingga laporan hasil TUTORIAL modul 3 pada skenario “Nyeri Perut Akut” dari kelompok 4 ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa TUTORIAL khususnya kepada beberapa tutor sekaligus pembimbing kami yang telah membantu selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah baik disengaja maupun tidak disengaja. Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca mengenai Gastroenterohepatologi. Makassar, 3 Januari 2016 Kelompok 4
  • 2. 2 BAB 1 PENDAHULUAN SKENARIO Seorang laki-laki umur 55 tahun, MRS dengan keluhan berak darah segar yang dialami sejak 3 minggu terakhir. Riwayat BAB tidak teratur sejak 5 tahun lalu, kadang susah BAB dan kadang BAB encer bercampur darah dan lendir. Kebiasan makan daging, tidak suka sayur dan buah-buahan. KLARIFISKASI KATA SULIT 1. Berak darah segar (hematokesia) : darah segar yang keluar melalui anus dan merupakan manifestasi tersering dari pendarahan saluran cerna bagian bawah. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. 2014 KLARIFIKASI KATA / KALIMAT KUNCI 1. Seorang laki-laki 55 tahun 2. Berak darah segar yang dialami sejak 3 minggu terakhir 3. BAB tidak teratur sejak 5 tahun lalu 4. Kadang susah BAB dan kadang BAB encer bercampur darah dan lendir 5. Kebiasan makan daging, tidak suka sayur dan buah-buahan.
  • 3. 3 PERTANYAAN PENTING 1. Jelaskan anatomi dan fisiologi organ yang terlibat! 2. Jelaskan proses terbentuknya feses! 3. Jelaskan bagaimana mekanismenya BAB encer bercampur darah dan berlendir? 4. Bagaimana pengaruh kebiasaan makan terhadap gejala yang terjadi? 5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis yang harus dilakukan pada scenario! 6. Apa saja diagnosis banding dari skenario? 7. Bagaimana penanganan awal dan pencegahan secara umum yang harus dilakukan ?
  • 4. 4 JAWABAN PERTANYAAN 1. Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.(1) a) Mulut Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin, dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung,terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibody dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
  • 5. 5 b) Kerongkongan (Esofagus) Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung berotot yang menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Dari perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga kompartemen dan dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu leher (pars servikalis), sepanjang 5 cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna vertebralis. Dada (pars thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di mediastinum posterior mulai di belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, lalu membelok ke kanan bawah di samping kanan depan aorta thorakalis bawah. Abdomen (pars abdominalis), masuk ke rongga perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan berakhir di kardia lambung, panjang berkisar 2-4 cm. Esofagus mempunyai tiga daerah normal penyempitan yang sering menyebabkan benda asing tersangkut di esofagus. Penyempitan pertama adalah disebabkan oleh muskulus krikofaringeal, dimana pertemuan antara serat otot striata dan otot polos menyebabkan daya propulsif melemah. Daerah penyempitan kedua disebabkan oleh persilangan cabang utama bronkus kiri dan arkus aorta. Penyempitan yang ketiga disebabkan oleh
  • 6. 6 mekanisme sfingter gastroesofageal yang menutup lumen dan mencegah regurgitasi makanan yang sudah ditelan. c) Lambung Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak di antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus. Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di bawah diafragma, terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria kiri pada regio abdomen. Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak, fundus, badan (body), antrum, dan pilori. Kardia adalah daerah kecil yang berada pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan terletak sebagai pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia. Badan (body) adalah suatu rongga longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan merupakan bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang menghubungkan badan (body) ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan duodenum dan mengandung spinkter pilorik. Fisiologi Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel –
  • 7. 7 sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. d) Usus halus (usus kecil) Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak diantara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum) Anatomi. Duodenum merupakan bagian intestinum dengan panjang dari duodenum ± 25 cm, dimulai dari akhir pylorus lambung, disebelah kanan tulang belakang pada vertebra lumbal 1, kemudian membentuk C-shaped curve mengelilingi kaput pankreas dan akhirnya berhubungan dengan jejunum disebelah kiri vertebra lumbal 2. Duodenum merupakan bagian paling proksimal, paling
  • 8. 8 lebar, paling pendek, dan paling sedikit pergerakannya dari bagian usus halus lainnya. Duodenum dibagi menjadi 4 bagian: 1) Bagian pertama / superior / bulbus duodeni / duodenal cap / D1 2) Bagian kedua / vertikal / descenden/ D2 3) Bagian ketiga / horizontal / tranversal/ D3 4) Bagian keempat / obliq / ascending / D4 Fisiologi. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalamjumlah yang bias di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. b. Usus Kosong (Jejenum) Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1- 2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. c. Usus Penyerapan (Illeum) Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh
  • 9. 9 usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu. e) Usus Besar (Kolon) Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare. f) Rektum dan Anus Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu system saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
  • 10. 10 permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi utama anus.
  • 11. 11 2. Proses Pembentukan Feses(2) Setiap harinya, sekitar 750 cc chyme masuk ke kolon dari ileum. Di kolon, chime tersebut mengalami proses absorbsi air, natrium, dan klorida. Absorbsi ini dibantu dengan adanya gerakan peristaltik usus. Dari 750 cc chyme tersebut, sekitar 150-200 cc mengalami proses reabsorbsi. Chyme yang tidak direabsorbsi menjadi bentuk semisolid yang disebut feses (Asmadi, 2008). Selain itu, dalam saluran cerna banyak terdapat bakteri. Bakteri tersebut mengadakan fermentasi zat makanan yang tidak dicerna. Proses fermentasi akan menghasilkan gas yang dikeluarkan melalui anus setiap harinya, yang kita kenal dengan istilah flatus. Misalnya, karbohidrat saat difermentasi akan menjadi hidrogen, karbondioksida, dan gas metan. Apabila terjadi gangguan pencernaan karbohidrat, maka akan ada banyak gas yang terbentuk saat fermentasi. Akibatnya, seseorang akan merasa kembung. Protein, setelah mengalami proses fermentasi oleh bakteri, akan menghasilkan asam amino, indole, statole, dan hydrogen sulfide. Oleh karenannya, apabila terjadi gangguan pencernaan protein, maka flatus dan fesesnya menjadi sangat bau (Asmadi, 2008). Proses Defekasi Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis (Hidayat, 2006). Defekasi bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sfingter ani. Kedua faktor tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan kolon meliputi tiga gerakan yaitu gerakan mencampur, gerakan peristaltik, dan gerakan massa kolon. Gerakan
  • 12. 12 massa kolon ini dengan cepat mendorong feses makanan yang tidak dicerna (feses) dari kolon ke rektum (Asmadi,2008). Secara umum, terdapat dua macam refleks dalam membantu proses defekasi, refleks tersebut adalah sebagai berikut (Tarwoto & Wartonah, 2004) : a. Refleks defekasi intrinsik Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses sampai ke anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi, maka terjadilah defekasi. Universitas Sumatera Utara b. Refleks defekasi parasimpatis Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke jaras spinal (spinal cord). Dari jaras spinal kemudian dkembalikan ke kolon desenden, sigmoid, dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi sfingter internal, maka terjadilah defekasi. Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO2, metana, H2S, O2, dan Nitrogen (Tarwoto & Wartonah, 2004). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Defekasi a. Usia Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol secara penuh, dan pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan (Hidayat, 2006). b. Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi pun dapat memengaruhi (Hidayat, 2006).
  • 13. 13 c. Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat (Tarwoto & Wartonah, 2006). Universitas Sumatera Utara d. Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi, sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan memudahkan dalam membantu proses kelancaran proses defekasi (Hidayat, 2006). e. Pengobatan Pengobatan dapat memengaruhi proses defekasi, dapat mengakibatkan diare dan konstipasi, seperti penggunaan laksansia atau antasida yang terlalu sering (Hidayat, 2006). f. Gaya hidup Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air besar. Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet. Maka, ketika orang tersebut buang air besar di tempat yang terbuka atau tempat yang kotor, ia mengalami kesulitan dalam proses defekasi (Hidayat, 2006). g. Penyakit Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit yang berhubungan langsung pada sistem pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya (Hidayat, 2006). h. Nyeri Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi, seperti pada beberapa kasus hemoroid, fraktur ospubis, dan episiotomy akan mengurangi keinginan untuk buang air besar (Tarwoto & Wartonah, 2006). Kerusakan Sensoris dan Motoris Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam berdefekasi. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan saraf lainnya (Hidayat, 2006).
  • 14. 14 3. Mekanisme BAB encer bercampur darah dan berlendir(3) Ketika mukosa usus (terutama pada mukosa usus besar) teriritasi, maka dapat menyebabkan sel goblet menjadi lebih aktif. Sel-sel goblet menghasilkan banyak mucus yang berfungsi untuk proteksi mukosa. Ketika mucus jumlahnya terlalu berlebihan, maka dapat muncul dalam feses dan bermanifestasi sebagai feses berlendir. Feses yang disertai darah diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah pada dinding saluran cerna. Pembuluh darah pada dinding traktus gastrointestinal mulai terdapat pada lamina propria tunika mukosa namun jumlah pembuluh darah yang banyak ditemukan pada tunika submukosa. Hal ini berarti bahwa jika terdapat ulkus yang mengenai tunika submukosa, maka dapat bermanifestasi sebagai feses disertai darah. Darah dapat bermanisfestasi sebagai melena maupun hematokezia. Darah yang berwarna lebih gelap terjadi akibat oksidasi hemoglobin oleh bakteri usus. Melena atau “darah hitam” menunjukkan bahwa perdarahan saluran cerna terjadi pada bagian usus proximal atau bagian usus distal dengan masa transit yang lama sehingga memberi kesempatan bakteri untuk mengoksidasi hemoglobin. Sedangkan hematokezia atau “darah segar” dapat disebabkan oleh perdarahan saluran cerna bagian distal (misalnya rektum) atau pada proximal usus tetapi dengan masa transit yang singkat sehingga tidak member kesempatan bakteri usus untuk mengoksidasi hemoglobin secara maksimal.
  • 15. 15 4. Pengaruh kebiasaan makan terhadap gejala yang tejadi antara lain(4): Serat pangan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : Serat pangan larut (soluble dietary fiber), termasuk dalam serat ini adalah pektin dan gum merupakan bagian dalam dari sel pangan nabati. Serat ini banyak terdapat pada buah dan sayur, dan serat tidak larut (insoluble dietary fiber), termasuk dalam serat ini adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang banyak ditemukan pada seralia, kacang-kacangan dan sayuran. Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang sangat mudah ditemukan dalam bahan makanan. Sayuran merupakan menu yang hampir selalu terdapat dalam hidangan seharihari masyarakat Indonesia, baik dalam keadaan mentah (lalapan segar) atau setelah diolah menjadi berbagai macam bentuk masakan (Anik Herminingsih, 2010), mengemukakan beberapa manfaat serat pangan (dietary fiber) untuk kesehatan yaitu : 1. Mengontrol berat badan atau kegemukan (obesitas) Serat larut air (soluble fiber), seperti pektin serta beberapa hemiselulosa mempunyai kemampuan menahan air dan dapat membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan. Sehingga makanan kaya akan serat, waktu dicerna lebih lama dalam lambung, kemudian serat akan menarik air dan memberi rasa kenyang lebih lama sehingga mencegah untuk mengkonsumsi makanan lebih banyak.Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas. 2. Penanggulangan Penyakit Diabetes Serat pangan mampu menyerap air dan mengikat glukosa, sehingga mengurangi ketersediaan glukosa. Diet cukup serat juga menyebabkan terjadinya kompleks karbohidrat dan serat, sehingga daya cerna karbohidrat berkurang. Keadaan tersebut mampu meredam kenaikan glukosa darah dan menjadikannya tetap terkontrol. 3. Mencegah Gangguan Gastrointestinal Konsumsi serat pangan yang cukup, akan memberi bentuk, meningkatkan air dalam feses menhasilkan feces yang lembut dan tidak keras sehingga hanya dengan kontraksi otot yang rendah
  • 16. 16 feces dapat dikeluarkan dengan lancar. Hal ini berdampak pada fungsi gastrointestinal lebih baik dan sehat. 4. Mencegah Kanker Kolon (Usus Besar) Penyebab kanker usus besar diduga karena adanya kontak antara sel-sel dalam usus besar dengan senyawa karsinogen dalam konsentrasi tinggi serta dalam waktu yang lebih lama. Beberapa hipotesis dikemukakan mengenai mekanisme serat pangan dalam mencegah kanker usus besar yaitu konsumsi serat pangan tinggi maka akan mengurangi waktu transit makanan dalam usus lebih pendek, serat pangan mempengaruhi mikroflora usus sehingga senyawa karsinogen tidak terbentuk, serat pangan bersifat mengikat air sehingga konsentrasi senyawa karsinogen menjadi lebih rendah. 5. Mengurangi Tingkat Kolesterol dan Penyakit Kardiovaskuler Serat larut air menjerat lemak di dalam usus halus, dengan begitu serat dapat menurunkan tingkat kolesterol dalam darah sampai 5% atau lebih. Dalam saluran pencernaan serat dapat mengikat garam empedu (produk akhir kolesterol) kemudian dikeluarkan bersamaan dengan feses. Dengan demikian serat pangan mampu mengurangi kadar kolesterol dalam plasma darah sehingga diduga akan mengurangi dan mencegah resiko penyakit kardiovalkuler. Pengaruh merugikan serat makanan. Di samping memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi kesehatan, serat pangan diketahui juga memberikan pengaruh yang merugikan. Adapun pengaruh yang merugikan serat pangan dilaporkan Leveile (1977) dan EspinosaNava, (1982) dalam Deddy Muchtadi (2001); yaitu sebagai penyebab ketidaktersediaan (unavailability) beberapa zat gizi seperti vitamin-vitamin larut dalam lemak (terutama vitamin D dan E), serta mempengaruhi aktivitas enzim-enzim protease. Dilaporkan Jansen Silalahi dan Netty Hutagalung (2010) selain mengurangi absopsi zat gizi juga menyebabkan flatulen, juga memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penyerapan mineral dan dapat menyebabkan defisiensi mineral sehingga meningkatkan resiko osteoporosis pada orang usia lanjut (Tensiska (2008).
  • 17. 17 Konstipasi Peran utama serat dalam makanan ialah pada kemampuannya mengikat air, sellulosa dan pektin. Serat dapat membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk diekskresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban. Salah satu bukti paling jelas manfaat serat adalah pada penanganan konstipasi (sembelit). Serat mencegah dan mengurangi konstipasi karena ia menyerap air ketika melewati saluran pencernaan sehingga meningkatkan ukuran feses. Akan tetapi jika asupan air rendah, serat justru akan memperparah konstipasi atau bahkan dapat menyebabkan gangguan pada usus besar. Tambahan 2 gelas air dari kebutuhan 6 gelas air per hari diperlukan untuk mengim-bangi peningkatan konsumsi serat Hematokezia (BAB bercampur darah Segar) Feses yang terlalu keras atau yang sering disebut sembelit/konstipasi sangat umum menjadi penyebab berak darah. Sebab fese yang keras dapat melukai bagian usus besar terutama pada daerah rektum sehingga menimbulkan perdarahan. Darah yang keluar akibat feses yang keras ini biasanya berwarna merah segar karena perlukaan terjadi pada saluran pencernaan bagian atas. Feses yang terlalu keras biasanya diakibatkan karena kurangnya konsumsi serat dan cairan dalam tubuh.
  • 18. 18 5. Langkah-langkah diagnosis(3)(6) ANAMNESIS Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven). Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis dengan cara mencari data : 1. Riwayat Penyakit Sekarang(RPS) 2. Riwayat Penyakit Dahulu(RPD) 3. Riwayat Kesehatan Keluarga 4. Riwayat Sosial dan Ekonomi Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan. 1. Riwayat Penyakit Sekarang, Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama adalah keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan, misalnya : demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dll. Keluhan utama ini sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan. Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan anamnesis secara sistematis dengan menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu : 1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?) 2. Onset/awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapalama?) 3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?) 4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?) 5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan. 6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan. 7. Analisis system yang menyertai keluhan utama.
  • 19. 19 Anamnesis secara sistematis ini akan dibahas secara rinci, yaitu : 1. Lokasi Sakit Seorang penderita yang datang dengan nyeri di ulu hati, perlu ditanyakan lebih lanjut secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu penderita diminta menunjukkan dengan tangannya, dimana bagian yang paling sakit dan penjalarannya ke arah mana. Bila pusat sakit di tengah (linea mediana) dicurigai proses terjadi di pankreas dan duodenum; sebelah kiri  lambung; sebelah kanan  duodenum, hati, kandung empedu; di atas  hati, oesofagus, paru, pleura dan jantung. Penjalaran nyeri tepat lurus di belakang menunjukkan adanya proses di pankreas atau duodenum dinding belakang; di punggung lebih ke atas  lambung dan duodenum; bawah belikat kanan  kandung empedu; bahu kanan  duodenum, kandung empedu, diafragma kanan; bahu kiri  diafragma kiri. 2. Onset dan kronologis. Perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya sakit atau sudah berlangsung berapa lama. Apakah keluhan itu timbul mendadak atau perlahan-lahan, hilang timbul atau menetap. Apakah ada waktu-waktu tertentu keluhan timbul. Misalnya bila nyeri ulu hati timbul secara ritmik  curiga ulkus peptikum, malam hari  ulkus peptikum dan tiap pagi  dispepsia non ulkus. 3. Kualitas(sifatsakit) Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan, misalnya rasa sakit yang tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih, diiris, tertusuk, menunjukkan inflamasi organ. Rasa sakit yang tumpul (dull) seperti diremas, kramp, kolik, sesuatu yang bergerak biasanya menunjukkan proses pada organ yang berongga (saluran cerna, empedu). Rasa sakit yang tidak khas menunjukkan organ padat (hati, pankreas).
  • 20. 20 4. Kuantitas (derajat sakit) Ditanyakan seberapa berat rasa sakit yang dirasakan penderita. Hal ini tergantung dari penyebab penyakitnya, tetapi sangat subjektif, karena dipengaruhi antara lain kepekaan seorang penderita terhadap rasa sakit, status emosi dan kepedulian terhadap penyakitnya. Dapat ditanyakan apakah sakitnya ringan, sedang atau berat. Apakah sakitnya mengganggu kegiatan sehari-hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik lainnya. 5. Faktor yang memperberat keluhan. Ditanyakan adakah faktor-faktor yang memperberat sakit, seperti aktifitas makan, fisik, keadaan atau posisi tertentu. Adakah makanan/ minuman tertentu yang menambah sakit, seperti makanan pedas asam, kopi, alkohol panas, obat dan jamu. Bila aktifitas makan/ minum menambah sakit menunjukkan proses di saluran cerna empedu dan pankreas. Aktifitas fisik dapat menambah sakit pada pankreatitis, kholesistitis, apendisitis, perforasi, peritonitis dan abses hati. Batuk, nafas dalam dan bersin menambah sakit pada pleuritis. 6. Faktor yang meringankan keluhan. Ditanyakan adakah usaha penderita yang dapat memperingan sakit, misalnya dengan minum antasida rasa sakit berkurang, menunjukkan adanya inflamasi di saluran cerna bagian atas. Bila posisi membungkuk dapat mengurangi sakit menunjukkan proses inflamasi dari pankreas atau hati. 7. Keluhan yang menyertai. Perlu ditanyakan keluhan–keluhan lain yang timbul menyertai dan faktor pencetusnya, misalnya bila penderita mengeluh nyeri ulu hati, yang perlu ditanyakan lebih lanjut adalah : 1. Apakah keluhan tersebut berhubungan dengan aktifitas makan ? 2. Bagaimana buang air besarnya, adakah flatus ? 3. Adakah ikterik ? 4. Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?
  • 21. 21 5. Adakah demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar, keringat dingin atau badan lemas ? 6. Adakah penurunan berat badan ? Dalam anamnesis alur pikir yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Pendekatan sistematis, sehingga perlu diingat : Fundamental Four & Sacred Seven. 2. Mulai berfikir organ mana yang terkena dan jangan berpikir penyakit apa, sehingga pengetahuan anatomi dan fisiologi harus dikuasai dengan baik. 3. Anamnesis menggunakan keterampilan interpersonal sehingga dibutuhkan pengetahuan sosiologi, psikologi dan antropologi. 2. Riwayat Penyakit Dahulu Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari penyakit yang relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes mellitus, dll), perawatan lama, rawat inap, imunisasi, riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi (untuk wanita). 3. Riwayat Penyakit Keluarga Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit yang menular. 4. Riwayat sosial dan ekonomi Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok, obat- obatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan). Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan jasmani yang akurat merupakan data penting untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Riwayat hemoroid atau IBD sangat penting untuk dicatat. Nyeri abdomen atau diare merupakan petunjuk kepada kolitis atau neoplasma. Keganasan kadang ditandai dengan
  • 22. 22 penurunan berat badan, anoreksia, limfadenopati atau massa yang teraba. 1. Keluhan pasien berupa perut kembng, nyeri, dan diare. 2. Apakah gangguan ini akut atau kronik ? proses akut menunjukkan proses yang berhubungan dengan infeksi 3. Berapa umur dan apa etnik pasien? Usia lanjut tua menujukkan kelainan usus yang difus atau sindrom paraneoplastik 4. Apakah ada mual dengan atau tanpa muntah( bila ya, ada gangguan lambung) 5. Apakah konstipasi merupakan gejala utama? (jika ya, ada gangguan kolon) 6. Apakah gejala subakut atau kronik, apakah secara cepat menjadi berat? (jika ya, pikirkan obstruksi mekanik parsial karena tumor) 7. Apakah penurunan berat bedan merupakan gejala utama? (jika ya, pikirkan kondisi yang menyebabkan maldigesti dan malabsorbsi. Juga pikirkan sindrom paraneoplastik) 8. Apakah pasien memiliki riwayat penyakit sistemik(missal DM, sclerosis sistemik, penyakit neurologic, penyakit spinal cord) ? 9. Obat-obat apa yang dikonsumsi? 10. Apakah ada riwayat keluarga yang serupa masalahnya? 11. Apakah ada bukti gangguan buang air kecil atau pada pria disfungsi seksual? Apakah ada hipotensi ortostatik? 12. Apakah ada riwayat operasi lambung atau usus halus? Pemeriksaan fisis : Pemerikasaan sisik perlu dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan seperti : 1) Pada kulit termasuk adanya scleroderma, neurofibromatosis, acanthosis nigricans, lupus sistemik, dan jaringan parut operasi perlu dilakukan 2) Kelainan kardiovaskuler termasuk hipotensi postural dan kardiomegali 3) Kelainan neurologic termasuk parkinsonisme, distropika miotonia
  • 23. 23 4) Sebagai tambahan pada hipotensi postural, adanya disfungsi ototnom mengenai saluran gastrointestinal termasuk succusio splash atau intestinal rushes 5) Kelainan metabolic dan endokrinologik Pemeriksaan Penunjang 1. Endoskopi Bilamana perdarahan saluran cerna berlangsung perlahan atau sudah berhenti maka pemeriksaan kolonoskopi merupakan prosedur diagnostik yang terpilih sebab akurasinya tinggi dalam menentukan sumber perdarahan sekaligus dapat menghentikan tindakan terapeutik. Kolonoskopi dapat menunjukkan adanya divertikel namun demikian sering tidak dapat mengidentifikasikan sumber perdarahan yang sebenarnya. Pada perdarahan yang hebat pemeriksaan kolonoskopi yang dilaksanakan setelah pembersihan kolon singkat merupakan alat diagnostik yang baik dengan akurasi yang menyamai bahkan melebihi angiografi. Sebaliknya enema barium tidak mampu mendeteksi sampai 20% lesi yang ditemukan secara endoskopi khususnya jejas angioplasia. Pada perdarahan saluran cerna yang diduga berasal dari distal ligamentum Treitz dan dengan pemeriksaan kolonoskopi memberikan hasil yang negatif maka dapat dilakukan pemeriksaan enteroskopi atau endoskopi kapsul yang dapat mendeteksi jejas angiodisplasia di usus halus. 2. Scintigraphy dan angiografi. Kasus dengan perdarahan yang berat tidak memungkinkan pemeriksaan dengan kolonoskopi maka dapat dilakukan pemeriksaan angiografi dengan perdarahan lebih dari ½ ml per menit. Sebelum pemeriksaan angiografi dilakukan sebaiknya periksa terlebih dahulu dengan scintigraphy bilamana lokasi perdarahan tidak dapat ditemukan. Sebagian ahli menganjurkan pendekatan tidak dapat ditemukan. Sebagian ahli
  • 24. 24 menganjurkan pendekatan angiografi dengan pemberian heparin atau streptokinase untuk merangsang perdarahan sehingga mempermudah deteksi lokasi perdarahan. Helical CT-angiography juga dapat mendeteksi angiodisplasia. Divertikulum Meckel dapat didiagnosis dengan scanning Meckel Menggunakan radio label technetium yang akan berakumulasi pada mukosa yang memproduksi asam di dalam divertikulum. Pemeriksaan radiografi lainnnya. Enema barium dapat bermanfaat untuk mendiagnosis sekaligus mengobati intususepsi. Pemeriksaan usus halus dengan barium yang teliti juga dapat menunjukkan divertikulum Meckel. Deteksi sumber perdarahan yang tidak lazim di usus halus membutuhkan enteroclysis yaitu pemeriksaan usus halus dengan barium yang melibatkan difusi barium, air, methyl selulosa melalui tabungfluoroskopi yang melewati ligamentum Treitz untuk menciptakan gambaran kontras ganda. Bila enteroskopi, kolonoskopi, radio barium tidak dapat mengidentifikasi sumber perdarahan dan suplementasi besi dapat mengatasi dampak kehilangan darah maka pemeriksaan lebih lanjut tidak dapat dilanjutkan.
  • 25. 25 6. Diagnosis Banding a. Hemoroid(7) Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal (Felix, 2006). Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah: a. Penuaan b. Kehamilan c. Hereditas d. Konstipasi atau diare kronik e. Penggunaan toilet yang berlama-lama f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama g. Obesitas. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus mukosa (Schubert dkk, 2009). Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid dengan penyakit hati maupun konsumsi alkohol (Mc Kesson Health Solution LCC, 2004). Patogenesis Hemoroid Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya inkontinensia (Nisar dan Scholefield, 2003). Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang
  • 26. 26 serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Acheson dan Schofield, 2006). Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid. Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-α serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel mast.
  • 27. 27 Klasifikasi Hemoroid Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu: a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf nyeri somatic. b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa. c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri (Corman, 2004) Derajat Hemoroid Internal Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan yakni: a. Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal. b. Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan. c. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk kembali secara manual oleh pasien. d. Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal meski dimasukkan secara manual. Gejala klinis Hemoroid Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid ,yaitu: a. Hemoroid internal 1) Prolaps dan keluarnya mukus. 2) Perdarahan. 3) Rasa tak nyaman. 4) Gatal. b. Hemoroid eksternal
  • 28. 28 1) Rasa terbakar. 2) Nyeri ( jika mengalami trombosis). 3) Gatal. Diagnosis Hemoroid Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan: a. Anamnesis. b. Pemeriksaan fisik. c. Pemeriksaan penunjang. 1) Anamnesis Hemoroid Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami trombosis (Canan, 2002). Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat ulserasi dan trombosis ( Wexner, Person, dan Kaidar-person, 2006) 2) Pemeriksaan Fisik Hemoroid Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui
  • 29. 29 pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis (Canan, 2002). Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai (Nisar dan Scholefield, 2003). Gambar 1. menunjukkan hemoroid yang mengalami trombosis (Schubert, Schade, dan wexner, 2009). 3) Pemeriksaan Penunjang Hemoroid Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid (Halverson, 2007). Side-viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid. Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar- Person, Person, dan Wexner (2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di daerah anorektal. Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di
  • 30. 30 atas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid (Canan, 2002). Diagnosa Banding hemoroid Menurut Kaidar-Person dkk (2007) selama evaluasi awal pasien, kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala seperti perdarahan rektal, gatal pada anus, rasa tak nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan. Kanker kolorektal dan anal, dan melanoma anorektal merupakan contoh penyebab gejala tersebut. Dibawah ini adalah diagnosa banding untuk gejala-gejala diatas: a. Nyeri 1) Fisura anal 2) Herpes anal 3) Proktitis ulseratif 4) Proctalgia fugax b. Massa 1) Karsinoma anal 2) Perianal warts 3) Skin tags c. Nyeri dan massa 1) Hematom perianal 2) Abses 3) Pilonidal sinus d. Nyeri dan perdarahan 1) Fisura anal 2) proktitis e. Nyeri, massa, dan perdarahan 1) Hematom perianal ulseratif
  • 31. 31 f. Massa dan perdarahan 1) Karsinoma anal g. Perdarahan 1) Polips kolorektal 2) Karsinoma kolorektal 3) Karsinoma anal Penatalaksanaan Hemoroid Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada hemoroid. Penatalaksanaan Konservatif Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein (Daniel, 2010) Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada derajat awal hemoroid (Zhou dkk, 2006). Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak penelitian yang mendukung hal tersebut. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya (Acheson dan Scholrfield, 2008).
  • 32. 32 Pembedahan Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain: a. Hemoroid internal derajat II berulang. b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala. c. Mukosa rektum menonjol keluar anus. d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura. e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif. f. Permintaan pasien. Pembedahan yang sering dilakukan yaitu: 1. Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5%, vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution. Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal ini akan mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid (Kaidar-Person dkk, 2007). Senapati (1988) dalam Acheson dan Scholfield (2009) menyatakan teknik ini murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi. 2. Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan perdarahan. 3. Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini
  • 33. 33 menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal. 4. Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya digunakan pada hemoroid internal derajat rendah. 5. Laser haemorrhoidectomy 6. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler probe yang dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan hemoroid tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan aliran darah ini diperkirakan akan mengurangi ukuran hemoroid. 7. Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun prosedur ini menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang dilakukan untuk hemoroid (American Gastroenterological Association, 2004). 8. Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan hemoroid pada bagian proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu teknik ini juga aman dan efektif sebagai standar hemorrhoidectomy (Halverson, 2007). Menurut Nagie (2007), pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan: 1. Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah- buahan, sayur-mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses menyerap air di kolon. Hal ini membuat feses lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses mengedan dan tekanan pada vena anus. 2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
  • 34. 34 3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses. Hindari mengedan. b. Kolitis Iskemik(8) Kolitis iskemik adalah gangguan yang berkembang ketika aliran darah ke suatu bagian dari usus besar (kolon) berkurang. Hal ini dapat menyebabkan peradangan pada daerah usus besar dan, dalam beberapa kasus, dapat menyebabkan kerusakan usus permanen. Kolitis iskemik dapat mempengaruhi setiap bagian dari kolon, tapi kebanyakan orang yang terkena rasa sakit berkembang di sisi kiri perut. Buang air besar yang mengedan dan diare berdarah juga umum terjadi pada colitis iskemik.Kebanyakan kasus kolitis iskemik adalah ringan dan dapat sembuh sendiri dalam beberapa hari. Tanda-tanda umum dan gejala kolitis iskemik meliputi: 1) Nyeri abdomen, nyeri atau kram, biasanya terlokalisasi ke sisi kiri bawah 2) perut, dapat tiba-tiba atau bertahap 3) Feses berwarna merah terang atau merah darah, suatu ketika dapat keluar 4) Darah sendiri tanpa feses 5) Perasaan ingin mengedan 6) Diare 7) Mual 8) Muntah
  • 35. 35 Etologi Kolitis iskemik melibatkan suplai darah yang tidak memadai mencapai kolon. Pada kasus akut, penyebab paling sering adalah bekuan darah dalam arteri yang memasok darah ke usus. Sedangkan pada kasus kronis biasanya berhubungan dengan penumpukan simpanan lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah yang menuju ke usus Pada beberapa orang, kolitis iskemik dapat disebabkan oleh atau berhubungan dengan kondisi medis lainnya, termasuk: 1) peradangan (vaskulitis) pembuluh darah 2) penonjolan organ atau jaringan ke jaringan sekitarnya (hernia), 3) berhubungan dengan suplai darah arteri serta suplai darah vena ke usus 4) peningkatan gula (glukosa) dalam darah (diabetes) 5) mudah terjadi pembekuan darah (hiperkoagulasi) 6) radiasi abdomen 7) kanker colon 8) pembedahan perut, terutama ketika menyangkut perbaikan dinding arteri yang menggembung (aneurisma) di wilayah tersebut 9) infeksi, seperti shigella, Escherichia coli 0157: H7 dan Clostridium difficile 10) dehidrasi Peran obat Obat-obatan tertentu juga jarang menimbulkan kolitis iskemik sebagai efek samping, seperti: 1) obat anti-inflamasi steroid 2) obat pengganti estrogen 3) obat golongan ergotamint 4) obat penurun tekanan darah 5) obat-obatan antipsikotik tertentu
  • 36. 36 6) pseudoefedrin (dekongestan yang ditemukan di banyak obat flu dan obat alergi) 7) obat iritasi bowel syndrome (Lotronex) Faktor risiko untuk kolitis iskemik meliputi: 1) Umur. Kondisi ini terjadi dengan frekuensi terbesar pada orang dewasa yang lebih tua. Jika itu terjadi pada orang dewasa muda, mungkin menjadi tanda kelainan pembekuan darah atau suatu peradangan pembuluh darah (vaskulitis). 2) Faktor risiko penyakit jantung. Pengurangi aliran darah yang memberi respon untuk kolitis iskemik, lebih cenderung terjadi pada orang yang memiliki sifat-sifat atau kondisi yang umumnya terkait dengan penyakit jantung, seperti penggunaan tembakau dan tingkat kolesterol tinggi. 3) Kondisi medis tertentu. Beberapa gangguan dianggap faktor predisposisi yang menempatkan pada risiko yang lebih besar berkembangnya colitis iskemik, atau mereka dapat memperburuk kolitis iskemik saat kondisi itu terjadi. Hal ini termasuk operasi abdomen sebelumnya, gagal jantung, tekanan darah rendah dan syok. Komplikasi Dalam kebanyakan kasus, kolitis iskemik sembuh sendiri dalam waktu satu sampai dua hari. Dalam kasus yang lebih lanjut dari kolitis iskemik, komplikasi dapat mencakup: 1) Gangren. Kolitis iskemik tidak diobati bisa mengakibatkan kematian jaringan (gangren) di kolon. Gangren dapat berkembang setelah penurunan awal aliran darah ke kolon dan dapat mengakibatkan kematian jika tidak menerima pengobatan tepat waktu.
  • 37. 37 2) Perforasi dan Perdarahan. Kolitis iskemik juga dapat menyebabkan sebuah lubang (perforasi) pada usus atau perdarahan persisten. 3) Nyeri dan obstruksi. Bahkan saat penyembuhan terjadi, kolitis iskemik dapat menyebabkan jaringan parut pada dan penyempitan pada usus. Hal ini dapat menyebabkan nyeri perut kronis dan obstruksi. Tes dan diagnosis Mendiagnosis penyebab gejala colitis iskemik adalah dengan cara sebaga berikut: 1) Pemeriksaan fisik dan Riwayat penyakit. 2) Colonoscopy. Kolonoskopi dianggap uji definitif untuk mendiagnosa kolitis iskemik. Dalam prosedur ini, tabung berlampu fleksibel dimasukkan ke dalam rektum dan didorong ke dalam kolon. Sebuah kamera kecil di ujung lingkup mengirimkan gambar usus ke layar video. Kita dapat melihat lapisan interior kolon dan mendeteksi adanya jaringan inflamasi dan abses. 3) Biopsi. Kadang-kadang, sebagai bagian dari kolonoskopi, kita dapat mengambil sebuah sampel jaringan kecil (biopsi) dari kolon untuk analisis laboratorium. Pada kolitis iskemik, pembengkakan dan perdarahan dapat hadir di bawah lapisan usus (lapisan mukosa), dan dapat dideteksi di laboratorium. Kolonoskopi dapat mengesampingkan penyebab lain dari peradangan di usus, termasuk infeksi tertentu, penyakit inflamasi usus, radang dinding usus (diverticulitis) dan kanker usus besar. Jika peradangan berat, kita mungkin tidak dapat melihat seluruh usus besar dengan baik atau mendapatkan biopsi memadai.Jika hal ini terjadi, mungkin harus colonoscopy perlu diulangi sekali lagi setelah peradangan telah mereda. Hal ini memungkinkan kita untuk memastikan bahwa tidak ada peradangan persisten, jaringan parut atau kanker kolon.
  • 38. 38 Pemeriksaan penunjang lainnya 1) X-ray abdomen dan pelvis. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi barium enema. Dalam proses ini, bahan kontras (barium cair) dimasukkan ke dalam kolon melalui anus. Setelah kolon dilapisi dengan barium, radiolog mengambil gambar X-ray dari kolon. Gambar-gambar ini, yang dapat dilihat pada monitor video, dapat mendeteksi kelainan-kelainan dalam usus besar dan membantu membedakan kolitis iskemik dari kondisi peradangan lainnya. Gambar yang menunjukkan kolitis iskemik bisa menunjukkan penebalan (thumbprinting) dari dinding kolon. 2) Abdomen arteriogram. Ini adalah X-ray dari arteri di abdomen. Cara ini dapat menunjukkan penyempitan atau penyumbatan dalam pembuluh, yang mengindikasikan adanya kolitis iskemik. Sebuah pewarna kontras disuntikkan ke arteri sebelum X-ray diambil untuk membantu menghasilkan gambar yang jelas. 3) USG. Tes pencitraan menggunakan gelombang suara untuk menyediakan gambar kolon. Alat ini dapat membantu dalam mengesampingkan gangguan lain, seperti penyakit inflamasi usus. Untuk prosedur, alat yang disebut transduser yang memancarkan gelombang suara disepanjang abdomen. Informasi yang ditangkap oleh transduser tersebut dikirim ke komputer yang menghasilkan gambar. 4) Abdomen Computerized Tomography (CT) scan. Terkadang CT-Scan digunakan untuk menyingkirkan kondisi-kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala yang mirip dengan kolitis iskemik. Tes ini menggunakan teknologi canggih X-ray untuk menghasilkan gambar penampang kolon, dan mungkin dapat mendeteksi penebalan dinding kolon. 5) Tes darah. Orang dengan kolitis iskemik mungkin memiliki jumlah sel darah tinggi putih (WBC) yang terjadi bila ada peradangan atau tubuh
  • 39. 39 memerangi infeksi. Jika mencurigai adanya masalah pembekuan darah,mungkin dilakukan pemeriksaan darah yang lebih spesifik. Pencegahan Karena penyebab kolitis iskemik tidak selalu jelas, tidak ada cara yang pasti untuk mencegah gangguan tersebut. Tetapi mayoritas dari mereka yang memilikinya pulih dengan cepat dan tidak pernah memiliki episode lain. Menghindari obat yang mungkin telah menyebabkan kolitis iskemik di masa lalu. Dan jika memiliki faktor risiko colitis iskemik termasuk penyakit jantung dan tekanan darah tinggi hendaknya : 1) Berhenti merokok 2) Minum obat penurun kolesterol 3) Kontrol penyakit kronis, seperti diabetes 4) Olah raga teratur c. Kanker Colon(9),(10),(11)(,12)(,13) Kanker kolon ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon.Kolon adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestina.Kolon merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran gastrointestinal di mana fungsinya adalah untuk menghasilkan energi bagi tubuh , menyerap dan membuang zat-zat yang tidak berguna.Menurut klasifikasi WHO sebagian besar kanker kolon adalah Adenokarsinoma.Selain klasifikasi tersebut kanker kolon juga dibagi menjadi grade I (diferensiasi baik),grade II (diferensiasi sedang),grade III (diferensiasi buruk),dan grade IV (tidak berdiferensiasi).
  • 40. 40 Seperti pada penyakit lain pada umumnya,kanker kolon terjadi melalui interaksi antara penjamu,agen,dan lingkungan.Beberapa faktor yang berperan antara lain : 1. Lingkungan a) Nutrisi Pengaruh nutrisi sebagai penyebab kanker kolon berdasar atas pemikiran bahwa makanan berkontak langsung dengan dinding mukosa kolon sehingga berpotensi untuk menimbulkan efek prokarsinogenik.Asupan yang tinggi serat ditemukan sebagai faktor protektif terhadap kanker kolon.Asupan tinggi lemak dan alkohol merupakan faktor risiko terjadinya kanker kolon,konsumsi daging merh juga meningkatkan risisko.Hal tersebut dihubungkan dengan kandungan leak jenuh yang terkandung dan efek karsinogenik yang timbul saat pengolahan daging karena terbentuknya mutagenic hseterocyclic amines.Asupan rendah folat dan metionin juga menigkatkan risiko terjadinya kanker kolon. b) Keseimbangan Energi Keseimbangan energi mencakup keseimbangan antara masukan dan keluaran energi.Namun, pengukuran keseimbangan energi secara tepat amat sulit sehingga digunakan indikator lain yang dapat secara tidak langsung menggambarkan keseimbangan energi.Salah satu indikator adalah indeks massa tubuh (IMT).IMT yang tinggi dihubungkan dngan peningkatan risiko kanker kolon.Indikator yang lain yaitu kurangnya aktivitas fisik harian dan obesitas sentral juga berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya kanker kolon. c) Paparan lingkungan Paparan lingkungan yang berperan terhadap terjadinya kanker kolon adalah rokok,asbes dan radiasi.
  • 41. 41 2. Pejamu a) Genetik Sebesar kurang dari 10% kanker kolon berhubungan dengan kelainan yang bersifat familial.Familial Adenokarsinomatous polyposis (FAP) adalah kelainan yang diturukan secara autosomal dominan dan ditandai oleh ratusan hingga ribuan adenoma kolon pada usia 20-30 tahun.FAP adalah kelainan yang diebabkan oleh defek pada salah satu alel gen APC yang merupakan tumor supressor gene. Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan dan ditandai oleh gangguan pada DNA mismatch repair. Hal itu menyebabkan terjadinya microsatellite instability. Karakteristik HNPCC adalah onset yang lebih awal (pada usia 50 tahun),lokasi pada kolon poksimal dan adanya tumor ekstrakolon yang bervariasi lokasinya (endometrium ovarium,saluran cerna atas,pankreas,ureter aau pelvis renal).Inflammatory bowel disease (IBD) yang terbagi dalam dua gambaran klinik kolitis ulseratif dan penyakit crohn merupakan kelainan poligenik dengan komponen familial yang kuat.Risiko kanker kolon pada penderita IBD timbul 20-30 tahun lebih awal dengan gambaran fisiologis musinosa atau anaplastik,berasal dari lesi datar atau displasia dan bersifat multiple. b) Faktor somatik Sebagian besar kanker kolon berasal dari adenoma meskopun hanya 10 % adenom yang berkembang menjadi kanker kolon.Individu dengan riwayat neoplasia kolon akan mengalami peningkatan risiko rekurensi kanker kolon.Riwaya kolesistektomi juga meningkatkan risiko kanker kolon karena eksresi asam empedu tanpa henti yang apabila dimetabolisme oleh bakteri usus halusakan bersifat mutagenik.
  • 42. 42 Patogenesis Karsinoma kolon adalah penyakit yang berasal dari sel epitel yang karena faktor herediter atau mutasi somatik memicu terjadinya pembelahan sel tanpa batas. Biar apapun precursornya,alterasi pada set genetik yang membawa kepada malignan kolon. Model yang dibina oleh Fearon dan Vogelstain sangat diterima sebagai prototype sekuens perkembangan kanker kolon. Dasar patologik bagi model ini adalah adenoma-carcinoma sekuens. Kejadian karsinoma tanpa bukti adenomatues precursor mencadangkan bahawa ada beberapa lesi displastik dapat digenerasi menjadi malignan tanpa melalui tahapan polipoid. Secara molekular karsinogenesis, telah muncul beberapa studi yang mencadangkan mekanisme evolusi kanker. Ada 2 alur patogenetik yang membawa kepada perkembangan kanker kolon. Kedua-dua ada mutasi multiple tetapi yang membedakannya adalah gen yang terlibat dan mekanisme akumulasi mutasi. Alur pertama adalah APC/ β-catherin, diakibatkan oleh instabilitas kromosom yang menyebabkan akumulasi mutasi dalam satu siri onkogen dan gen tumor suppressor. Evolusi molekular dalam alur ini berlaku secara satu siri tahapan identifikasi morfologi. Pertama adalah kolon yang normal, menjadi mukosa yang beresiko, kemudian menjadi adenoma dan berkembang menjadi karsinoma. Alur kedua pula adalah alur instabilitas mikrosatelite. Alur ini dikarakteristik oleh lesi genetik pada DNA mismatch repair genes. Seperti dalam alur pertama, juga ada akumulasi mutasi, tetapi pada alur kedua melibatkan gen yang berbeda, tidak ada adenoma-carcinoma sekuens atau tahapan identifikasi morfologi. Defek DNA repair yang disebabkan oleh inaktivasi DNA mismatch repair genes menginisiasi permulaan kanker kolon. Mutasi inheritan dalam gen yang terlibat dalam DNA repair bertanggung jawab untuk familial sindrom.
  • 43. 43 Manifestasi klinis Gejala Tanda dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik.Gejala klinis karsinoma pada kolon kiri berbeda dengan kanan.Karsinoma kolon kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi,terlebih karena feses sudah menjadi padat.Pada karsinoma kolon kanan,jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada faktor obstuksi.Karsinoma kolon kiri menyebabkan perubahan pola defekai,seperti konstipasi.Makin ke distal letak tumor,feses makin menipis,atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau lendir.Keluhan utama pasien dengan kanker kolon berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor. Tumor yang berada pada kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menyebabkan obstruksi karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer.Gejala klinis sering berupa rasa penuh, nyeri abdomen, perdarahan dan symptomatik anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan penurunan berat badan). Tumor yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran feses, dan konstipasikarena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi.Nyeri pada kolon kiri lebh nyata daripada kolon kanan.Tempat yang dirasa nyeri berbeda karena asal embriogenik yang berlainan,yaitu dari usus tengah dan usus belakang.Nyeri dari kolon kiri bermula dibawah umbilikus,sedangkan dari kolon kanan di epigastrium. Gejala subakut Tumor yang berada di kolon kanan seringkali tidak menyebabkan perubahan pada pola buang air besar (meskipun besar). Tumor yang memproduksi mukus dapat menyebabkan diare. Pasien mungkin memperhatikan perubahan warna feses menjadi gelap, tetapi tumor seringkali menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh pasien. Kehilangan darah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
  • 44. 44 anemia defisiensi besi. Ketika seorang wanita post menopouse atau seorang pria dewasa mengalami anemia defisiensi besi, maka kemungkinan kanker kolon harus dipikirkan dan pemeriksaan yang tepat harus dilakukan. Karena perdarahan yang disebabkan oleh tumor biasanya bersifat intermitten, hasil negatif dari tes occult blood tidak dapat menyingkirkan kemungkinan adanya kanker kolon. Sakit perut bagian bawah biasanya berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri, yang mereda setelah buang air besar. Pasien ini biasanya menyadari adanya perubahan pada pola buang air besar serta adanya darah yang berwarna merah keluar bersamaan dengan buang air besar. Gejala lain yang jarang adalah penurunan berat badan dan demam. Meskipun kemungkinannya kecil tetapi kanker kolon dapat menjadi tempat utama intususepsi, sehingga jika ditemukan orang dewasa yang mempunyai gejala obstruksi total atau parsial dengan intususepsi, kolonoskopi dan double kontras barium enema harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kanker kolon. Gejala akut Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus
  • 45. 45 dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon. Diagnosa Gejala dan tanda yang menunjukkan nilai prediksi tinggi terhadap akan adanya kanker kolon: Keluhan utama dan pemeriksaan klinis a) Perdarahan peranum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan diare selama minimal 6 minggu (semua umur ) b) Perdarahan peranum tanpa gejala anal ( diatas 60 tahun ) Peningkatan frekwensi defikasi atau diare selama minimal 6 minggu (diatas 60 th) c) Massa teraba pada fossa iliaca dektra semua umur d) Massa intra luminal didaiam rektum e) Tanda -tanda obstruksi mekanik usus ( Ileus Obstruksi ) f) Setiap penderita dengan anemia defisiensi Fe (Hbcf r gr % pada pria dan Hb < 10 gr pada wanita pasca menopause. Pemeriksaan penunjang a) Biopsi Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Jika terdapat sebuah obstruksi sehingga tidak memungkinkan dilakukannya biopsi maka sikat sitologi akan sangat berguna. Jenis histopatologi pada kanker kolorektal terdiri dari adenokarsinoma, adenokarsinoma mucinous, radang non spesifik, signet sel karsinoma dan lain- lain. b) Carcinoembrionik Antigen (CEA) Screening CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. CEA terlalu
  • 46. 46 insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai screening kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan kehadiran metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan. Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun tes ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA sebelum operasi sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA preoperatif berguna untuk identifikasi awal dari metatase karena sel tumor yang bermetastase sering mengakibatkan naiknya nilai CEA. c) Barium Enema Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang hberukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama fleksibel sigmoidoskopi merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium enema. Barium peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius yang dapat mengakibatkan berbagai infeksi dan peritoneal fibrosis. Tetapi sayangnya sebuah kontras larut air tidak dapat menunjukkan detail yang penting untuk menunjukkan lesi kecil pada mukosa kolon.
  • 47. 47 Gambaran Barium Enema CA Colon d) Endoskopi Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena 3% dari pasien mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan untuk mempunyai polip premaligna. e) Kolonoskopi Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67% .Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory
  • 48. 48 bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik, struktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik. f) Imaging Teknik MRI dan CT scan merupakan bagian dari teknik imaging yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan screening tes. g) CT scan CT scan dapat mengevaluasi rongga abdominal dari pasien kanker kolon pre operatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai 55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon karena sulitnya dalam menentukan staging dari lesi sebelum tindakan operatif. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran kelanjar getah bening >1 cm pada 75% pasien. Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitonea h) MRI MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT scan.Karena sensifitasnya yang lebih tinggi daripada CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke hepar.
  • 49. 49 Penatalaksanaan 1. Pembedahan Pembedahan tetap merupakan piiihan utama pada penatalaksaan kanker kolon yang masih terlokalisir.Harus diusahakan agar antara saat membuat diagnosis sampai melakukan operasi kanker kolon harus tidak boleh lebih lama dari pada 4 minggu.ada dua hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan pembedahan pada kanker kolon yaitu terjadinya trombosis vena dan infeksi luka. Oleh karena itu perlu dilakukan persiapan pencegahan tromboemboli vena dan antibiotika profilaksis serta persiapan operasi usus.Hubungan antara transfusi darah dengan meningkatnya resiko kekambuhan masih terus menjadi kontroversi sampai saat ini. Jadi jika pasien menjalani pembedahan kanker kolon dan rektum memerlukan transfusi darah jangan ditunda. 2. Kolostomi Kolostomi merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis yang dibuat untuk sementara atau menetap.Kolostomi sementara dibuat,misalnya pada penderita gawat perut dengan peritonitis yang telah dilakukan reseksi sebagian kolon.Indikasi kolostomi ialah untuk mendekompresi usus pada obstruksi,membuat stoma sementara pada bedah reseksi usus akibat radang atau perforasi dan sebagai anus pasareseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal. Pada kolostomi sigmoid biasanya pola defekasi sama dengan semula.Banyak penderita mengadakan pembilasan sekali sehari sehingga mereka tidak terganggu oleh pengeluaran feses dari stomanya.Kolostomi pada kolon transversum mengeluarkan isi usus beberapa kali sehari karena isi kolon transversum tidak padat sehingga lebih sulit diatur. 3. Terapi Radiasi Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x- ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari
  • 50. 50 kanker. Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit. Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker.Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara sementara menetap didalam tubuh. 4. Adjuvant Kemoterapi Kanker kolon telah banyak resisten pada hampir sebagian besar agen kemoterapi. Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari tumor secara teoritis seharusnya dapat menambah efektifitas dari agen kemoterapi.Kemoterapi sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor sangat sedikit dan fraksi dari sel maligna yang berada pada fase pertumbuhan banyak. Pencegahan 1. Diet Peningkatan dari diet serat menurunkan insiden dari kanker pada pasien yang mempunyai diet tinggi lemak. Diet rendah lemak telah dijabarkan mempunyai efek proteksi yang lebih baik daripada diet tanpa lemak. The National Research Council telah merekomendasikan pola diet pada tahun 1982. Rekomendasi ini diantaranya : a) menurunkan lemak total dari 40% ke 30% dari total kalori, (b) meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung serat, (c) membatasi makanan yang diasinkan, diawetkan dan diasapkan, (d)
  • 51. 51 membatasi makanan yang mengandung bahan pengawet, (e) mengurangi konsumsi alkohol. b) Non Steroid Anti Inflammation Drug Penelitian pada pasien familial poliposis dengan menggunakan NSAID sulindac dosis 150 mg secara signifikan menurunkan rata-rata jumlah dan diameter dari polip bila dibandingkan dengan pasien yang diberi plasebo.Ukuran dan jumlah dari polip bagaimanapun juga tetap meningkat tiga bulan setelah perlakuan dihentikan. Data lebih jauh menunjukkan bahwa aspirin mengurangi formasi, ukuran dan jumlah dari polip; dan menurunkan insiden dari kanker kolon, baik pada kanker kolon familial maupun non familial. Efek protektif ini terlihat membutuhkan pemakaian aspirin yang berkelanjutan setidaknya 325 mg perhari selama 1 tahun. d. Inflammatory Bowel Disease (IBD)(14) Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis besar IBD terdiri dari 3 jenis, yaitu kolitis ulseratif, penyakit Crohn, dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam kategori indeterminate colitis. Kolitis ulseratif ditandai dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan remisinya gejala klinik. Insiden penyakit kolitis ulseratif di Amerika Serikat kira-kira 15 per 100.000 penduduk secara respektif dan tetap konstan. Prevalensi penyakit ini diperkirakan sebanyak 200 per 100.000 penduduk. Sementara itu, puncak kejadian penyakit tersebut adalah antara usia 15 dan 35 tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi pada setiap dekade kehidupan.
  • 52. 52 Etiologi Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap tidak diketahui, gambaran tertentu penyakit ini telah menunjukkan beberapa kemungkinan penting. Hal ini meliputi faktor familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikologik. 1) Faktor familial/genetik Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada orang kulit hitam dan orang Cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali lipat) pada orang Yahudi dibandingkan dengan orang non Yahudi. Hal ini menunjukkan bahwa dapat ada predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini. 2) Faktor infeksi Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus menerus untuk kemungkinan penyebab infeksi. Di samping banyak usaha untuk menemukan agen bakteri, jamur, atau virus, belum ada yang sedemikian jauh diisolasi. Laporan awal isolat varian dinding sel Pseudomonas atau agen yang dapat ditularkan yang menghasilkan efek sitopatik pada kulturjaringan masih harus dikonfirmasi. 3) Faktor imunologik Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep bahwa manifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai kelainan ini (misalnya artritis, perikolangitis) dapat mewakili fenomena autoimun dan bahwa zat terapeutik tersebut, seperti glukokortikoid atau azatioprin, dapat menunjukkan efek mereka melalui mekanisme imunosupresif. Pada 60- 70% pasien dengan kolitis ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA (perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic antibodies). Walaupun p-ANCA tidak terlibat dalam patogenesis penyakit kolitis ulseratif, namun ia dikaitkan dengan alel HLA-DR2, di mana pasien dengan p-ANCA negatif lebih cenderung menjadi HLA-DR4 positif.
  • 53. 53 4) Faktor psikologik Gambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah ditekankan. Tidak lazim bahwa penyakit ini pada mula terjadinya, atau berkembang, sehubungan dengan adanya stres psikologis mayor misalnya kehilangan seorang anggota keluarganya. Telah dikatakan bahwa pasien penyakit radang usus memiliki kepribadian yang khas yang membuat mereka menjadi rentan terhadap stres emosi yang sebaliknya dapat merangsang atau mengeksaserbasi gejalanya. 5) Faktor lingkungan Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif menurun secara signifikan pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada dekade ke-3. Beberapa penelitian sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis ulseratif di antara perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok. Analisis meta menunjukkan risiko penyakit kolitis ulseratif pada perokok sebanyak 40% dibandingkan dengan yang bukan perokok. Gambaran Klinik Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri abdomen, seringkali dengan demam dan penurunan berat badan pada kasus berat. Pada penyakit yang ringan, bisa terdapat satu atau dua feses yang setengah berbentuk yang mengandung sedikit darah dan tanpa manifestasi sistemik. Derajat klinik kolitis ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan, berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap darah (klasifikasi Truelove). Perjalanan penyakit kolitis ulseratif dapat dimulai dengan serangan pertama yang berat ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat ringannya serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan terutama hanya melibatkan lapisan mukosa.
  • 54. 54 Secara endoskopik penilaian aktifitas penyakit kolitis ulseratif relatif mudah dengan menilai gradasi berat ringannya lesi mukosa dan luasnya bagian usus yang terlibat. Pada kolitis ulseratif, terdapat reaksi radang yang secara primer mengenai mukosa kolon. Secara makroskopik, kolon tampak berulserasi, hiperemik, dan biasanya hemoragik. Gambaran mencolok dari radang adalah bahwa sifatnya seragam dan kontinu dengan tidak ada daerah tersisa mukosa yang normal. Gambaran Fisik Diagnostik Temuan fisis pada kolitis ulseratif biasanya nonspesifik; bisa terdapat distensi abdomen atau nyeri sepanjang perjalanan kolon. Pada kasus ringan, pemeriksaan fisis umum akan normal. Demam, takikardia dan hipotensi postural biasanya berhubungan dengan penyakit yang lebih berat. Manifestasi ekstrakolon bisa dijumpai. Hal ini termasuk penyakit okular (iritis, uveitis, episkleritis), keterlibatan kulit (eritema nodosum, pioderma gangrenosum), dan artralgia/artritis (periferal dan aksial artropati). Kolangitis sklerosing primer jarang dijumpai. Gambaran Laboratorium Temuan laboratorium seringkali nonspesifik dan mencerminkan derajat dan beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat anemia yang mencerminkan penyakit kronik serta defisiensi besi akibat kehilangan darah kronik. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dan peningkatan laju endap darah seringkali terlihat pada pasien demam yang sakit berat. Kelainan elektrolit, terutama hipokalemia, mencerminkan derajat diare. Hipoalbuminemia umum terjadi dengan penyakit yang ekstensif dan biasanya mewakili hilangnya protein lumen melalui mukosa yang berulserasi. Peningkatan kadar alkali fosfatase dapat menunjukkan penyakit hepatobiliaris yang berhubungan.
  • 55. 55 Pemeriksaan kultur feses (patogen usus dan bila diperlukan, Escherichia coliO157:H7), ova, parasit dan toksin Clostridium difficile negatif.2,6 Pemeriksaan antibodi p-ANCA dan ASCA (antibodi Saccharomyces cerevisae mannan) berguna untuk membedakan penyakit kolitis ulseratif dengan penyakit Crohn. Gambaran Radiologi a. Foto polos abdomen Pada foto polos abdomen umumnya perhatian kita cenderung terfokus pada kolon. Tetapi kelainan lain yang sering menyertai penyakit ini adalah batu ginjal, sakroilitis, spondilitis ankilosing dan nekrosis avaskular kaput femur. Gambaran kolon sendiri terlihat memendek dan struktur haustra menghilang. Sisa feses pada daerah inflamasi tidak ada, sehingga, apabila seluruh kolon terkena maka materi feses tidak akan terlihat di dalam abdomen yang disebut dengan empty abdomen. Kadangkala usus dapat mengalami dilatasi yang berat (toxic megacolon) yang sering menyebabkan kematian apabila tidak dilakukan tindakan emergensi. Apabila terjadi perforasi usus maka dengan foto polos dapat dideteksi adanya pneumoperitoneum, terutama pada foto abdomen posisi tegak atau left lateral decubitus (LLD) maupun pada foto toraks tegak. Foto polos abdomen juga merupakan pemeriksaan awal untuk melakukan pemeriksaan barium enema. Apabila pada pemeriksaan foto polos abdomen ditemukan tanda-tanda perforasi maka pemeriksaan barium enema merupakan kontra indikasi. b. Barium enema Barium enema merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan apabila ada kelainan pada kolon. Sebelum dilakukan pemeriksaan barium enema maka persiapan saluran cerna merupakan pendahuluan yang sangat penting. Persiapan dilakukan selama 2 hari berturut-turut dengan memakan makanan rendah serat atau rendah residu, tetapi minum air putih yang banyak. Apabila
  • 56. 56 diperlukan maka dapat diberikan laksatif peroral. Pemeriksaan barium enema dapat dilakukan dengan teknik kontras tunggal (single contrast) maupun dengan kontras ganda (double contrast) yaitu barium sulfat dan udara. Teknik double contrast sangat baik untuk menilai mukosa kolon dibandingkan dengan teknik single contrast, walaupun prosedur pelaksanaan teknik double contrast cukup sulit. Barium enema juga merupakan kelengkapan pemeriksaan endoskopi atas dugaan pasien dengan kolitis ulseratif. Gambaran foto barium enema pada kasus dengan kolitis ulseratif adalah mukosa kolon yang granuler dan menghilangnya kontur haustra serta kolon tampak menjadi kaku seperti tabung. Perubahan mukosa terjadi secara difus dan simetris pada seluruh kolon. Lumen kolon menjadi lebih sempit akibat spasme. Dapat ditemukan keterlibatan seluruh kolon. Tetapi apabila ditemukan lesi yang segmental maka rektum dan kolon kiri (desendens) selalu terlibat, karena awalnya kolitis ulseratif ini mulai terjadi di rektum dan menyebar ke arah proksimal secara kontinu. Jadi rektum selalu terlibat, walaupun rektum dapat mengalami inflamasi lebih ringan dari bagian proksimalnya. Pada keadaan di mana terjadi pan-ulseratif kolitis kronis maka perubahan juga dapat terjadi di ileum terminal. Mukosa ileum terminal menjadi granuler difus dan dilatasi, sekum berbentuk kerucut (cone-shaped caecum) dan katup ileosekal terbuka sehingga terjadi refluks, yang disebut backwash ileitis. Pada kasus kronis, terbentuk ulkus yang khas yaitu collar-button ulcers. Pasien dengan kolitis ulseratif juga menanggung resiko tinggi menjadi adenokarsinoma kolon. c. Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ultrasonografi sampai saat ini belum merupakan modalitas pemeriksaan yang diminati untuk kasus-kasus IBD. Kecuali merupakan pemeriksaan alternatif untuk evaluasi keadaan intralumen dan ekstralumen. Sebelum dilakukan pemeriksaan USG sebaiknya pasien dipersiapkan saluran cernanya dengan menyarankan pasien untuk makan makanan rendah residu dan banyak minum air putih. Persiapan dilakukan selama 24 jam sebelum
  • 57. 57 pemeriksaan. Sesaat sebelum pemeriksaan sebaiknya kolon diisi dulu dengan air. Pada pemeriksaan USG, kasus dengan kolitis ulseratif didapatkan penebalan dinding usus yang simetris dengan kandungan lumen kolon yang berkurang. Mukosa kolon yang terlibat tampak menebal dan berstruktur hipoekhoik akibat dari edema. Usus menjadi kaku, berkurangnya gerakan peristalsis dan hilangnya haustra kolon. Dapat ditemukan target sign atau pseudo-kidney sign pada potongan transversal atau cross-sectional. Dengan USG Doppler, pada kolitis ulseratif selain dapat dievaluasi penebalan dinding usus dapat pula dilihat adanya hypervascular pada dinding usus tersebut. d. CT-scan dan MRI Kelebihan CT-scan dan MRI, yaitu dapat mengevaluasi langsung keadaan intralumen dan ekstralumen. Serta mengevaluasi sampai sejauh mana komplikasi ekstralumen kolon yang telah terjadi. Sedangkan kelebihan MRI terhadap CT-scan adalah mengevaluasi jaringan lunak karena terdapat perbedaan intensitas (kontras) yang cukup tinggi antara jaringan lunak satu dengan yang lain. Gambaran CT-scan pada kolitis ulseratif, terlihat dinding usus menebal secara simetris dan kalau terpotong secara cross-sectional maka terlihat gambaran target sign. Komplikasi di luar usus dapat terdeteksi dengan baik, seperti adanya abses ataufistula atau keadaan abnormalitas yang melibatkan mesenterium. MRI dapat dengan jelas memperlihatkan fistula dan sinus tract-nya. Gambaran Endoskopi Pada dasarnya kolitis ulseratif merupakan penyakit yang melibatkan mukosa kolon secara difus dan kontinu, dimulai dari rektum dan menyebar/progresif ke proksimal. Data dari beberapa rumah sakit di Jakarta didapatkan bahwa lokalisasi kolitis ulseratif adalah 80% pada rektum dan rektosigmoid, 12% kolon sebelah kiri (left side colitis), dan 8% melibatkan seluruh kolon (pan-kolitis). Pada kolitis ulseratif, ditemukan hilangnya vaskularitas mukosa, eritema difus, kerapuhan mukosa, dan seringkali eksudat yang terdiri atas mukus, darah dan nanah. Kerapuhan mukosa dan keterlibatan
  • 58. 58 yang seragam adalah karakteristik. Sekalimukosa yang sakit ditemukan (biasanya di rektum), tidak ada daerah mukosa normal yang menyela sebelum batas proksimal penyakit dicapai. Ulserasi landai, bisa kecil atau konfluen namun selalu terjadi pada segmen dengan kolitis aktif. Pemeriksaan kolonoskopik penuh dari kolon pada kolitis ulseratif tidak diindikasikan pada pasien yang sakit akut. Biopsi rektal bisa memastikan radang mukosa. Pada penyakit yang lebih kronik, mukosa bias menunjukkan penampilan granuler, dan bisa terdapat pseudopolip.
  • 59. 59 7. Penanganan awal dan terapi secara umum(15) A. Terapi umum 1. Istirahat 1) Tirah baring 2) Puasa sampai perdarahan berhenti 3) Transfusi darah Hb > 10gr% 4) Infus cairan + elektrolit/ Resusitasi Pada prinsipnya proses resusitasi sama dengan perdarahan SCBA atau perdarahan akut lainnya, yaitu koreksi defisit volume intravaskular dan stabilisasi hemodinamik. Pemasangan jalur intravena pada pembuluh besar harus dikerjakan (bukan pada pembuluh vena kecil walaupun diduga perdarahan sedikit). 2. Diet 1) Nutrisi parentral 2) Setelah membaik diet bubur sering dan berangsur-angsur menjadi nasi biasa. 3. Medikamentosa Tergantung pada etiloginya Obat pertama : 1) Demam tifoid: kloramfenikol 3-4 x 500 mg sampai bebas panas 7 hari 2) Amuba : metronidazol/seknidazol/tinidazol 3 x 500 mg 3) Kompilobakter: eritromisin 2 x 500 mg %, metronidazol, amoksisili 4. Bedah Pembedahan dilakukan bila keadaan penderita menjadi gawat yaitu : 1) Gawat I :Jika dalam waktu 8 jam, diperlukan tranfusi darah lebih 2 liter 2) Gawat II:Jika dalam waktu 24 jam, diperlukan tranfusi lebih 2 liter
  • 60. 60 3) Gawat III : Jika dalam waktu 3 x 12 jam perdarahan belum berhenti
  • 61. 61 Daftar Pustaka 1. Setiawan, GW. 2015. Saluran Pencernaan Manusia. Sumatera Utara: USU. repository.usu.ac.id 2. Siregar, Rosmaito. (2015). “Asuhan Keperawatan pada An.Y dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Eliminasi di RS. DR. Pirngadi Medan.” 3. Siti Setiati dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing. Hal 1894-1895 4. Kusharto.Clara M.2006.Serat makanan & peranannya bagi kesehatan. Jurnal Gizi dan PanganNovember 2016.45-54 5. Abdullah. Murdani, Sudoyo. Aru W dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Dep. IPD. FKUI. 6. Wandari, Novalita Ningtyas. "Prevalensi Hemoroid di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009–Juli 2011." (2012). 7. Buku Ajar Gastroenterologi.ed. I.Interna Publishing 8. Rani,Aziz A , Simadibrata , Marcellus dan Syam 9. F,Ari.2011.Gastroenterologi.Jakarta:Internapublishing. 10. Ramachandaran,A.2011.Kanker kolon.Universitas Sumatera Utara 11. Sjamsuhidajat, R.2010.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta : EGC. 12. Sjamsuhidajat,R et al.2006. Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma Kolon Revisi.Jakarta :EGC. 13. Ariestina,Dr.Dina Aprilia. 2008. Kolitis Ulsoratif dari aspek etiologi, klinik dan patogenesa. Universitas Sumatera Utara. 14. Permatasari, DCI. 2013. Tatalaksana Hematokezia. Sumatera Utara: USU. repository.usu.ac.id