1. BPUPKI dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang pada April 1945 untuk membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI membahas bentuk negara dan rumusan dasar negara selama dua sidang.
2. Pada sidang pertama Mei-Juni 1945, Soekarno memperkenalkan konsep Pancasila sebagai dasar negara yang terdiri dari lima sila. Gagasan Pancasila kemudian diadopsi sebagai dasar negara Indonesia.
1. Jawaban Soal No. 1
Rumusan dengan Pancasila
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
3. Mufakat,-atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi para pemeluknya
Rumusan dengan Piagam Jakarta
Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada
sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945, delapan
orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan
menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil
tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat
tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan
"Panitia Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan
Agama.
Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara
golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang
menghendaki bentuk negara sekuler dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di
bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan
tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula
yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan
dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum
Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of
independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para
"Pendiri Bangsa".
Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Alternatif pembacaan
Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada Piagam
Jakarta dimaksudkan untuk memperjelas persetujuan kedua golongan
dalam BPUPKI sebagaimana terekam dalam dokumen itu dengan menjadikan anak kalimat
terakhir dalam paragraf keempat tersebut menjadi sub-sub anak kalimat.
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan,
[A] dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut
dasar[:]
[A.1] kemanusiaan yang adil dan beradab,
[A.2] persatuan Indonesia, dan
[A.3] kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan[;]
serta
[B] dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya
2. 2. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan populer
Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar di
masyarakat adalah:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Jawaban Soal No. 2
3.
4. Jawaban Soal No. 3
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (atau dalam bahasa
Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Dokuritsu Junbi
Chōsakai jp:独立準備調査会) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan
balatentara Jepang pada
tanggal 29
April 1945 bertepatan
dengan
hari
ulang
tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari
bangsa Indonesia dengan
menjanjikan
bahwa Jepang akan
membantu
proses
kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng
Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase
Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.
Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang
beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan
wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari
BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek
5. poplitik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan
negara Indonesia merdeka.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan kemudian membentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai,
dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari
berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda[1], terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang
asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa
Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.
Awal persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI[sunting]
Kekalahan Jepang dalam perang Pasifik semakin jelas, Perdana Menteri Jepang, Jenderal
Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944 mengumumkan bahwa Indonesia akan
dimerdekakan kelak, sesudah tercapai kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya.
Dengan cara itu, Jepang berharap tentara Sekutu akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai
penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan
militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan dibentuknya suatu badan
khusus yang bertugas menyelididki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yang
dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI)
atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai. Pembentukan BPUPKI juga untuk
menyelidiki, mempelajari dan memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan
masalah tata pemerintahan guna mendirikan suatu negara Indonesia merdeka.
BPUPKI resmi dibentuk pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan ulang
tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman
Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan
didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji
Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji
Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI (semacam sekretariat)
dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan
67 orang, yang terdiri dari: 60 orang anggota aktif adalah tokoh utama pergerakan
nasional Indonesia dari semua daerah dan aliran, serta 7 orang anggota istimewaadalah
perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak
mempunyai hak suara (keanggotaan mereka adalah pasif, yang artinya mereka hanya hadir dalam
sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).
Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga
adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu adalah
sebagai berikut :
Sidang resmi pertama[sunting]
Persidangan resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal29 Mei-1 Juni 1945
Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan
masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman
kolonial Belanda gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam
lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia-Belanda" di masa penjajahan Belanda), dan kini
gedung itu dikenal dengan sebutanGedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6
– Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama)
diadakan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29
Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas
6. bentuk negara Indonesia, filsafat negara "IndonesiaMerdeka" serta merumuskan dasar
negara Indonesia.
Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama
ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu:
Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara
Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan
resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota
BPUPKI.
Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk
negara Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"),
kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara KesatuanRepublik
Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih
dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah merupakan konstitusi Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka
agenda acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan pidato
dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan pendapatnya
tentang dasar negara Republik Indonesia itu adalah sebagai berikut :
1. Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato
mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik
Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan;
4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.
2. Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan
gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang
beliau namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2.
Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan
Sosial”.
3. Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan
mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang beliau
namakan "Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme
dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial;
dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan
oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih menurut
beliau bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi
"Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan
Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak
diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan sila:
“Gotong-Royong”, ini adalah merupakan upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa
konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya
tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan
lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik
lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juniditetapkan dan diperingati sebagai hari
lahirnya Pancasila.
Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama,
setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama
satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia
kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan diketuai
oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk mengolah usul dari konsep para anggota BPUPKI
mengenai dasar negara Republik Indonesia.
7. Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua[sunting]
Naskah Asli "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" yang dihasilkan oleh "Panitia
Sembilan" pada tanggal 22 Juni1945
Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik
temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar
tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut di atas guna menggodok berbagai
masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah dikemukakan oleh para anggota
BPUPKI itu. Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini adalah sebagai
berikut :
1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
4. Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)
5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
6. Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
7. Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)
8. Haji Agus Salim (anggota)
9. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan
(pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada
tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali bertemu dan menghasilkan rumusan
dasar negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau
"Jakarta Charter", yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement
Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil
kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen
rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta"
itu. Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemelukpemeluknya,
8. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan,
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan
BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.
Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan
tak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi ini
dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas mengenai rancangan
"Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang
kemudian dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua
(10 Juli-17 Juli 1945).
Sidang resmi kedua[sunting]
Persidangan resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-17 Juli 1945
Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10
Juli 1945 hingga tanggal 17 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas
tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia,
rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta
pendidikan dan pengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota
BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk
itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir.
Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno
Tjokrosoejoso), dan PanitiaEkonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad
Hatta).
Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang
diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya,
yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang
beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :
1. Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil)
2. Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota)
3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
4. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
5. Mr. Raden Panji Singgih (anggota)
6. Haji Agus Salim (anggota)
7. Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)
Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar,
yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya,
yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang
beranggotakan 7 orang tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan
panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua
panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut membahas mengenai
rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah
pokok yaitu :
1. Pernyataan tentang Indonesia Merdeka
9. •
•
•
•
•
2. Pembukaan Undang-Undang Dasar
3. Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai
"Undang-Undang Dasar 1945", yang isinya meliputi :
Wilayah
negara Indonesia adalah
sama
dengan
bekas
wilayah HindiaBelanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang adalah
wilayah Sabah dan wilayahSerawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei
Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang adalah wilayah negara Timor Leste),
dan pulau-pulau di sekitarnya,
Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan,
Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik,
Bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih,
Bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia.
Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya akan
disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan
konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea
keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di
antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam, Syariat
Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta
Charter" pada akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksional yang sedikit
berbeda.
Persiapan kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI[sunting]
Persidangan resmi PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah
dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun
rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia Merdeka, dan
digantikan dengan dibentuknya "Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi
Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.
Tugas "PPKI" ini yang pertama adalah meresmikan pembukaan (bahasa
Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar1945.
Tugasnya yang kedua adalah melanjutkan hasil kerja BPUPKI,
mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan
militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala sesuatu
yang menyangkut masalah ketatanegaraan bagi negara Indonesia baru.
Anggota "PPKI" sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan
nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari
berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3
orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asalKalimantan, 1 orang
asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal
etnis Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya
adalah Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr.
Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI"
ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar
Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa
Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.
Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9
Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad
Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman
10. Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành
phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), adalah kota terbesar di
negara Vietnam dan terletak dekat deltaSungai Mekong.
Pada saat "PPKI" terbentuk, keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka
semakin memuncak. Memuncaknya keinginan itu terbukti dengan adanya
tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki agar
kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah
pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan
dalam sidang "PPKI". Pada saat itu ada anggapan dari golongan muda bahwa
"PPKI" ini adalah hanya merupakan sebuah badan bentukan pihak
pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak "PPKI" adalah sebuah
badan yang ada waktu itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu bagi
terbentuknya suatu negaraIndonesia baru.
Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh
pemerintah pendudukan militer Jepang adalah tergantung kepada sejauh
mana semua hasil kerja dari "PPKI". Jendral Terauchi kemudian akhirnya
menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa
kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945.
Seluruh
persiapan
pelaksanaan
kemerdekaan Indonesia diserahkan
sepenuhnya kepada "PPKI". Dalam suasana mendapat tekanan atau beban
berat seperti demikian itulah "PPKI" harus bekerja keras guna meyakinkan
dan mewujud-nyatakan keinginan atau cita-cita luhur seluruh
rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan
kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
•
•
Ir. Soekarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia yang sudah diketik olehMohamad Ibnu Sayuti Melik dan telah
ditandatangani olehSoekarno-Hatta
Sementara itu dalam sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam
hitungan kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas
lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yang beragama nonMuslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut ajaran kebatinan, yang
kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna
melunakkan
hati
pihak
tokoh-tokoh
kaum
keagamaan
yang beragama Islam guna dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam
Jakarta" atau "Jakarta Charter".
Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan
membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas
lobi-lobi politik tersebut. Hasil perubahan yang kemudian disepakati sebagai
"pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang tubuh UndangUndang Dasar 1945", yang saat ini biasa disebut dengan
hanya UUD '45 adalah :
Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti
dengan kata “Pembukaan”.
Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
11. •
•
Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan
beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret
kata-kata “dan beragama Islam”.
Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula
berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban
menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi:
“Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
"PPKI" sangat berperan dalam penataan awal negara Indonesia baru.
Walaupun kelompok muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai
sebuah lembaga buatan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang,
namun terlepas dari anggapan tersebut, peran serta jasa badan ini sama
sekali tak boleh kita remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan.
Anggota "PPKI" telah menjalankan tugas yang diembankan kepada
mereka dengan sebaik-baiknya, hingga pada akhirnya "PPKI" dapat
meletakkan
dasar-dasar
ketatanegaraan
yang
kuat
bagi
negara Indonesia yang saat itu baru saja berdiri.
Rujukan[sunting]
Catatan kaki
1. ^ Pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 PPKI
berfungsi
dan
berperan
secara
ex
officio:
a. Sebagai representasi perwakilan seluruh rakyat Indonesia
b. Sebagai lembaga resmi yang mempunyai kewenangan untuk
mengesahkan
UUD
Negara
c. Sebagai lembaga yang dapat memilih dan mengangkat
presiden
dan
wakil
presiden
d. Sebagai lembaga pendiri negara Republik Indonesia
e. Sebagai lembaga tertinggi dalam Negara Republik Indonesia.
Lihat:
- Yunarti, Dorothea Rini (2003). BPUPKI, PPKI, proklamasi
kemerdekaan
RI.
University
of
Michigan
Press. ISBN 9797090779,
9789797090777 Check|isbn= value
(help).
- Amini, Aisyah (2004). Pasang surut peran DPR-MPR, 19452004. University of Michigan Press.ISBN 9799825245,
9789799825247 Check |isbn=value (help).
Daftar pustaka
• Achmad Soebardjo.(1970). Lahirnja Republik Indonesia. Jakarta
Times. Jakarta.
• Genzo Oku. Tranlated.(1973). Achmad Soebardjo. Indonesia No
Dokuritsu To Kakumei. Ryukeishosha. Tokyo.
Jawaban Soal No. 4
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI adalah panitia yang bertugas untuk
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, sebelum panitia ini terbentuk, sebelumnya telah
berdiriBPUPKI namun karena dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan,
maka Jepang membubarkannya dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia(PPKI)
( ja:独立準備委員会 ,Dokuritsu Junbi Iinkai atau Komite Persiapan Kemerdekaan) pada tanggal 7
Agustus 1945 yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Badan ini merupakan badan yang dibentuk
sebelum MPR dibentuk.[1].
12. Keanggotaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar anggota BPUPKI-PPKI
Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2
orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1
orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut [2] [3]:
1. Ir. Soekarno (Ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
3. Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
4. KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
5. R. P. Soeroso (Anggota)
6. Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
7. Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
8. Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
9. Otto Iskandardinata (Anggota)
10. Abdoel Kadir (Anggota)
11. Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
12. Pangeran Poerbojo (Anggota)
13. Dr. Mohammad Amir (Anggota)
14. Mr. Abdul Maghfar (Anggota)
15. Mr. Teuku Mohammad Hasan (Anggota)
16. Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)[4]
17. Andi Pangerang (Anggota)
18. A.H. Hamidan (Anggota)
19. I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
20. Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
21. Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)
Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu[5] :
1. Achmad Soebardjo (Penasehat)
2. Sajoeti Melik (Anggota)
3. Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
4. R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
5. Kasman Singodimedjo (Anggota)
6. Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)
Persidangan
Tanggal 8 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman
Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan tersebut,
PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak
dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat16
Agustus 1945 tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok[6].
Sidang 18 Agustus 1945[sunting]
13. Persidangan resmi PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945
Setelah proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang di bekas Gedung Road
van Indie di Jalan Pejambon –Jakarta
Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945
Sebelum disahkan, terdapat perubahan dalam UUD 1945, yaitu:
1. Kata Muqaddimah diganti dengan kata Pembukaan.
2. Pada pembukaan alinea keempat anak kalimat Ketuhanan, dengan menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan Ketuhanan yang Maha Esa.
3. Pada pembukaan alinea keempat anak kalimat Menurut kemanusiaan yang adil dan
beradab diganti menjadi Kemanusiaan yang adil dan beradab.
4. Pada Pasal 6 Ayat (1) yang semula berbunyi Presiden ialah orang Indonesia asli dan
beragama Islam diganti menjadi Presiden ialah orang Indonesia asli.
Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
Pemilihan Presiden dan Wakil Presidan dilakukan dengan aklamasi atas usul dari Otto
Iskandardinata dan mengusulkan agar Ir. Soekarno menjadi presiden dan Moh. Hatta sebagai wakil
presiden. Usul ini diterima oleh seluruh anggota PPKI.
Tugas Presiden sementara dibantu oleh Komite Nasional sebelum dibentuknya MPR dan DPR
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Komite Nasional Indonesia Pusat
Sidang 19 Agustus 1945
PPKI mengadakan sidang kedua pada tanggal 19 Agustus 1945.[8]
Membentuk 12 Kementerian dan 4 Menteri Negara
Membentuk Pemerintahan Daerah
Indonesia dibagi menjadi 8 provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur.
No.
Provinsi
Nama Gubernur
No. Provinsi
1
Sumatera
5
Sunda
Kecil
I Gusti Ketut Pudja
Mr. Teuku Muhammad Hasan
2
Jawa Barat
6
Mas Sutardjo Kertohadikusumo
Nama Gubernur
Maluku
Mr. Johannes Latuharhary
14. Jawa
Tengah
3
7
Sulawesi
Raden Pandji Soeroso
4
Jawa Timur
Dr. G. S. S. Jacob Ratulangi
8
Borneo
R. M. T. Ario Soerjo
Ir. H. Pangeran Muhammad
Noor
Sidang 22 Agustus 1945
Membentuk Komite Nasional Indonesia
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Komite Nasional Indonesia Pusat
Membentuk Partai Nasional Indonesia
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Partai Nasional Indonesia
Membentuk Badan Keamanan Rakyat
Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) bertujuan agar tidak memancing permusuhan dengan
tentara asing di Indonesia. Anggota BKR adalah himpunan bekas anggota PETA, Heiho,
Seinendan, Keibodan, dan semacamnya.
Notes
1. ^ http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/2145}
2. ^ http://inzpirasikuw.blogspot.com/2010/07/pembentukan-dokuritsu-zyunbi-inkai.html
3. ^ http://ngada.org/ppki1-1945.htm
4. ^ https://laniratulangi.wordpress.com/2011/08/16/sam-ratulangie-di-panitia-persiapankemerdekaan-indonesia/
5. ^ http://wikandatu.blogspot.com/2009/08/ppki-panitia-persiapan-kemerdekaan.html}
6. ^ http://www.eocommunity.com/showthread.php?tid=21624
7. ^ http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=19&Itemid=33
8. ^ http://hendrysuwarno.wordpress.com/bpupki-ppki/
Referensi
1. ^ http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/2145}
2. ^ http://inzpirasikuw.blogspot.com/2010/07/pembentukan-dokuritsu-zyunbi-inkai.html
3. ^ http://ngada.org/ppki1-1945.htm
4. ^ https://laniratulangi.wordpress.com/2011/08/16/sam-ratulangie-di-panitia-persiapankemerdekaan-indonesia/
5. ^ http://wikandatu.blogspot.com/2009/08/ppki-panitia-persiapan-kemerdekaan.html}
15. 6. ^ http://www.eocommunity.com/showthread.php?tid=21624
7. ^ http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=19&Itemid=33
8. ^ http://hendrysuwarno.wordpress.com/bpupki-ppki/
•
Achmad Soebardjo.(1970). Lahirnja Republik Indonesia. Jakarta Times. Jakarta.
•
Genzo Oku. Tranlated.(1973). Achmad Soebardjo. Indonesia No Dokuritsu To Kakumei.
Ryukeishosha. Tokyo.
Jawaban Soal No. 5
1. Dr. Sutomo, Pendiri Boedi Oetomo
Lahir di Nganjuk, 30 Juli 1888, dari keluarga Raden Suwaji, seorang priyayi pegawai
pangrehpraja yang berkecukupan dan berpikiranmodern. Sutomo masuk STOVIA
(School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) pada 1903.
Lalu, ia bersama beberapa mahasiswa mendirikan organisasi Budi Utomo, pada 1908,
yang dianggap sebagai tonggak pergerakan bangsa. Tahun 1930, Sutomo mendirikan
Partai Bangsa Indonesia, dan berlanjut pada 1935 mendirikan Parindra (Partai
Indonesia Raya) yang menjadi wadah perjuangannya merintis kemerdekaan.
2. KH. Samanhudi, Pedagang Sekaligus Pejuang
Lahir di Lawayen, Solo pada 1868, dari keluarga pedagang. Pada 1905, ia mendirikan
Sarekat Dagang Islam (SDI), organisasi nasional yang menentang Belanda dan
memperjuangkan martabat pedagang pribumi. SDI kemudian berubah menjadi Sarekat
Islam (SI) pada 1912, dan pada konggres tahun 1913, KH Samanhudi terpilih menjadi
ketua. Terlibat dalam gejolak politik pasca-kemerdekaan dengan mendirikan organisasi
Barisan Pemberontak Indonesia yang melawan Belanda NICA, dan laskar rakyat
bernama Gerakan Kesatuan Alap-Alap.
3. HOS. Cokroaminoto, Pendiri Sarekat Islam
16. Lahir di Ponorogo pada 1882 dari keluarga R. M. Cokroamiseno, seorang pegawai
pemerintahan yang pernah menjabat bupati. Menamatkan sekolah di Oplayding School
Foor Inladishe Ambegtenaren (OSVIA), Magelang, dan sempat menjadi pegawai
sebelum memutuskan keluar dan aktif dalam pergerakan nasional melawan Belanda.
Sepak terjang politiknya sangat menonjol pada era 1912, di mana ia mendirikan SDI
yang kelak berubah menjadi SI. Kata mutiaranya yang termasyhur: “Setinggi-tinggi
ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat.”
4. H. Agus Salim, The Grand Old Man
Lahir di Sumatera, 8 Oktober 1884 dengan nama Mashudul Haq yang berarti pembela
kebenaran. Ayahnya, Angku Sutan Mohammad Salim, adalah seorang kepala jaksa di
Pengadilan Tinggi Riau. Sepak terjang politiknya cukup meresahkan Belanda sejak ia
bergabung di koran Harian Neratja pada 1915, dan masuk organisasi Sarekat Islam.
Namanya meroket diera 1946-1950, dan mendapat julukan Orang Tua Besar (The
Grand Old Man).
5. Abdul Muis, Sang Pahlawan Pena
Lahir di Bukit Tinggi, 3 Juli 1883, Abdul Muis adalah pejuang rakyat dengan senjata
pena yang tajam menusuk tirani Belanda. Dengan pena pula ia mengobarkan semangat
perlawanan dan memperjuangkan kemerdekaan. Menempuh pendidikan dokter di
STOVIA, Batavia, ia memutuskan berhenti dan aktif menulis di koran De Express.Ia
bergabung dengan Sarekat Islam, sebelum mendirikan Komite Bumiputera bersama
tokoh pergerakan nasional lainnya untuk melawan Belanda. Ia juga menulis buku sastra
berjudul Salah Asuhan.
6. RM. Suwardi Suryaningrat, Pendiri Taman Siswa
17. Lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889, lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantoro. Ia
seorang aktivis pergerakan nasional dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi, salah
satunya dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa. Hari kelahirannya diperingati
sebagai Hari Pendidikan Nasional. Semboyannya yang terkenal adalah: “Ing ngarsa
sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.”
7. Dr Cipto Mangunkusumo, Pendiri Indische Partij
Lahir di Ambarawa, 1886, adalah tokoh pendiri Indische Partij, dan dikenal sebagai
Tiga Serangkai bersama Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara. Cipto aktif
menulis di koran De Locomotief sejak 1907. Tulisannya banyak mengkritik Belanda
maupun budaya feodal para priyayi. Sebelum mendirikan Indische Partij bersama Tiga
Serangkai, Cipto aktif dalam pergerakan Budi Utomo. Namun, karena perbedaan visi
dan Cipto merasa Budi Utomo kurang mewakili aspirasi politiknya, maka ia
mengundurkan diri dari kepengurusan dan bahkan keluar. Cipto terlibat dalam aksi
Komite Bumi Putera melawan Belanda, berbuntut penangkapan terhadap Tiga
Serangkai oleh pemerintah Belanda. Selama masa pembuangan, mereka tetap
mengobarkan perlawanan lewat tulisan.
8. Ernest François Eugène Douwes Dekker
Tokoh ini masih juga berdarah Indonesia. Namun tidak sepenuhnya. Tetapi
keberadaanya bagi Indonesia sangat bermakna. Beliau mendirikan Nationale Indische
Partij pada tahun 1912, Nationale Indische Partij merupakan sebuah partai politik.
Menilai Budi Utomo terbatas pada bidang kebudayaan saja, maka Douwes Dekker
mendirikan sebuah partai politik. Ernest François Eugène Douwes Dekker masih
terhitung saudara dengan pengarang buku Max Haveelar, Eduard Douwes Dekker.
Douwes Dekker sendiri yang tidak sepenuhnya berdarah Indonesia, namun ia dengan
18. segenap jiwa dan raga berjuang untuk pergerakan nasional Indonesia. National Indische
Partij pun aktif dalam berbagai organisasi internasional, seperti Liga Penentang
Imperialisme dan Penindasan, serta Liga Demokrasi Internasional untuk menarik
perhatian dunia internasional. Douwes Dekker mencurahkan pikiran dan tenaganya
demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
9. Soekarno
Sejujurnya bukan tokoh kebangkitan nasional, tapi bagi gw, beliau berjasa besar dalam
kebangkitan nasional Indonesia. Kebangkitan nasional bukan saja pada masa berdirinya
organisasi-organisasi pergerakan nasional, namun hingga saat ini juga. Soekarno
berjasa besar bagi bangsa Indonesia. Perjuangannya menjelang detik-detik proklamasi
tidak dapat dilupakan. Aktif dalam organisasi PUTRA yang berjuang demi kemerdekaan
bangsa Indonesia pun tidak dapat dilupakan. Walaupun setelah kemerdekaan, pada
masa demokrasi terpimpin ia bertindak bagaikan diktator, semua jasanya tak dapat
dilupa. Pada saat agresi militer I ketika Indonesia terdesak, beliau memerintahkan
Syafrudin Prawiranegara untuk melanjutkan perjuangan Indonesia dengan mendirikan
Pemerintah Darurat Republik Indonesia. Walaupun dengan risiko ditangkap oleh
Belanda karena kondisi Yogyakarta pada saat itu masih sangat rawan. Inilah semangat
perjuangan yang harus dimiliki segenap bangsa.
10. Mohammad Hatta
Beliau turut aktif dalam beberapa organisasi pergerakan. Beberapa kali ditangkap oleh
Belanda tidak memupuskan semangat perjuangannya. Beberapa organisasi seperti
Indische Vereeniging dan Club Pendidikan Nasional Indonesia pernah ia geluti.
Perannya sebagai Bapak Proklamator menjadi faktor utama yang membuat dirinya
dikenal oleh khalayak ramai. Pada sidang BPUPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari
setelah kemerdekaan Indonesia, beliau diangkat menjadi wakil presiden Republik
Indonesia dan Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia.