2. Sejaktahun 2001 Indonesia secara formal telahmenjalankandesentralisasipemerintahan (ekonomi) dengansemangattunggalmemberikankewenangan yang lebihbesarkepadadaerahuntukmengurusdirinyasendiri, termasukurusanekonomi. Dasardiberlakukannyaotonomidaerahsecaramenyeluruhadalahdengandiciptakannya UU No.22/1999 dengandiikutidengan UU No.25/1999 Kedua UU tersebutmengaturtentangpemerintahandaerahdanperimbangankeuanganantarapemerintahpusatdandaerah
3. Pendekatan Big Bang atauZig-Zag Sejarahmencatatbahwaupayadesentralisasidi Indonesia bakayunan pendulum: polazig-zagterjadiantaradesentralisasidansentralisasi Karenapendekatanpemerintahpusat yang sentralistikmakaterjadilahketidakpuasanpadabanyakdaerah-daerah yang kayadanmemberikansumbanganberartibagipendapatannasional. KlimaksdariketidakpuasantersebutmunculketikarezimOrdeBarudigantikandenganrezimReformasidibawahpemerintahanPresidenHabibie. PemerintahanHabibie yang memerintahsetelahjatuhnyarezimSoehartoharusmenghadapitantanganuntukmempertahankanintegritasnasionaldandihadapkanpadapilihanuntukmelakukanpembagiankekuasaandaripemerintahpusatkepadapemerintahdaerah.
4.
5. PemerintahanHabibiememberlakukandasarhukumdesentralisasi, yaitu UU No.22/1999 mengenaiPemerintahan Daerah, dan UU No.25/1999 mengenaiPerimbanganKeuanganantaraPusatdan Daerah. UU No.22/1999 mendelegasikankekuasaantertentukepadapemerintahdaerahdanmembentukprosespolitikdaerah. UU No.25/1999 mendorongdesentralisasidenganmemberikanpembagiansumberdayafiskalkepadapemerintahdaerah. Setelahmenerapkansistem yang amatsentralistik, kedua UU diatasmenegaskanadanyafungsidankewenanganpemerintahdaerah yang lebihbesardibandingkan UU No.5/1975. Olehkarenaitu, beberapapengamatmenyebutditerapkannyapendekatanbig bang, radikal, dalamstrukturpemerintahandandesentralisasifiskalkarenamengubahdrastispolahubunganpusatdandaerah (Ma & Hofman,2002; Alm, Aten, & Bahl, 2001).
6. OtonomidaerahmenurutUndang-UndangNomor 22 Tahun 1999 menawarkanberbagaimacamparadigmadalampenyelenggaraanpemerintahandaerah yang berbasispadafilosofiKeanekaragamanDalamKesatuan. Paradigma yang ditawarkanantara lain: Kedaulatan Rakyat, Demokratisasi, PemberdayaanMasyarakat, PemerataandanKeadilan.
7. Undang-UndangNo.22/1999 menyerahkanfungsi, perosnil, dan asset pemerintahpusatkepadapemerintahpropinsi, kabupaten, dankota. Hal iniberartitambahankekuasaandantanggungjawabdiserahkankepadapemerintahkabupatendankota, sertamembentuksistem yang jauhlebihterdesentralisasidibandingkandengansistemdekonsentrasidankoadministratifdimasalalu (Kuncoro, 2004). UU No.22/1999 memperpendekjangkauanatasdekonsentrasi yang dibatasihanyasampaipemerintahanPropinsi
8. Perubahan yang dilakukan UU initerhadap UU No.5/1974 ditandaidengan (Pratikno, 1999, 2000): Istilahtingkatandaerahotonom (Dati I danDati II) dihapuskan Istilahpemerintahdaerahdalam UU No. 22/1999 digunakanuntukmerujukpadaBadanEksekutif Daerah yang terdiridariKepala Daerah danperangkat Daerah Otonom. Pemerintahanditingkatpropinsihampirtidakberubah. GubernurtetapmenjadiwakilpusatdansekaligusKepala Daerah, danKanwil (instrument Menteri) tetapada. JabatanKepala Wilayah padakabupatendankotasudahtidakdikenallagi.
9. Reformasipenting yang perludicatatadalahsebagaiberikut: Pertama, adabanyaktingkatandalampemerintahandaerahdan level yang manaseharusnyamenerimapelimpahankekuasaanmerupakanpertanyaanmendasar yang muncul. MenurutUU No.22/1999, pemerintahkabupatendankotatelahmenjadi level yang tepatuntukpelimpahankekuasaandanpengelolaansumberdaya
10. Kedua, Reformasistrukturpemerintahanseperti yang telahtercermindalam UU No.22/1999 adalahmemperlakukansemuapemerintahdaerahdi Indonesia secaraadil, denganpengecualianJakarta Hal inimencerminkanpenolakanpemerintahpusatakankonsepfederalismedanmemilihkonsepnegarakesatuan. Konsekuensinya, pembangunanpolitikmemerlukanpemberlakuanduaundang-undangkhususuntuk Aceh dan Papua, yaituderajatotonomidaerah yang lebihbesardiberikankepadapemerintahpropinsidaripadakepadapemerintahkabupatendankota.
11. Ketiga, halpenting lain dalam UU No.22/1999 adalahcakupan yang lebihluasuntukfungsidanaktivitaspemerintah yang diserahkankepadapemerintahdaerah Pemerintahpusathanyamemilikikewenangandantanggungjawabterhadappertahanandankeamanannasional, urusan agama danfungsikhusus lain sepertiperencanaanekonomimakro, sistem transfer fiskal, administrasipemerintah, pengembangansumberdayamanusia, pengembanganteknologidanstandarnasional. Fungsilain yang tidakdisebutkansecarakhususharusdilimpahkankepadapemerintahdaerah, danlebihkhususlagi, UU inimenyebutkantanggungjawabpemerintahdaerahdalampekerjaanumum, manajemenkesehatan, urusanpendidikandankebudayaan, pembangunanpertanian, transportasi, peraturankegiatanmanufakturdanpembangunansumberdayamanusia
12. KajianUU No.22/1999 dan UU No.32/2004 Padabulan September 2004 telahterjadiperubahanbesarmenyangkutperubahanparadigmadansubstansimaterimengenaiotonomidaerahdengandiundangkannyaUndang-UndangNomor 32 Tahun 2004 TentangPemerintahanDaerah. PengesahanUndang-undangOtonomi Daerah yang baruini, olehsebagiankalangandianggapsebagaikemundurankonseptualdankontekstualbagipelaksanaanotonomidaerah yang sesungguhnya. Pergeserandemipergeseranpemaknaantentangkonsepotonomidaerah yang fundamental dapatditemukandaripergantianUndang-undangtersebut Maknadesentralisasimisalnya, daripenyerahanwewenangpemerintahanolehpemerintahankepaladaerahotonomuntukmengaturdanmengurusurusanpemerintahandalamsistemPemerintahanRepublik Indonesia.
14. Perubahanmendasarjugaterjadipadakonsepotonomidesa yang diaturolehkeduaUndang-Undangini. Undang-UndangNomor 22 Tahun 1999 secaradefinitifmenyebutkan: “Desaataupunkampungnagari, betook, dllmerupakankesatuanmasyarakathukum yang memilikikewenanganmengaturdanmenguruskepentinganmasyarakatsetempatberdasarkanasal-usuldanadat-istiadatsetempat yang diakuidalamsistempemerintahannasionaldanberadadidaerahkabupaten”. Desaadalah “ sekumpulanmanusia yang hidupbersamaatausuatuwilayah, yang memilikisuatuorganisasipemerintahandenganserangkaianperaturan-peraturan yang sitetapkansendiri, sertaberadadibawahpimpinanpimpinandesa yang merekapilihdantetapkansendiri” ( Undang-Undang No.22 Tahun 1999 Pasal 1(o) ).
15. DefinisidesainiternyatajugamengalamiperbedaansejakdisahkannyaUndang-UndangNomor 32 Tahun 2004 ini. DefinisidesasebagaimanadimaksudpadaPasal 1 (12) Undang-UndangNomor 32 Tahun 2004 adalahkesatuanmasyarakathukum yang memilikibatas-bataswilayah yang berwenanguntukmengaturdanmenguruskepentinganmasyarakatsetempat, berdasarkanasal-usuldanadat-istiadatsetempat yang diakuidandihormatidalamSistemPemerintahan Negara KesatuanRepublikIndonesia. Perbedaanmendasarterjadidengandihapuskannyakalimat “beradadidaerahKabupaten”. Penghapusankalimatinimengisyaratkanbahwakewenangan yang diberikan, adalahkewenangan yang diberikanolehpemerintahanpusatdanbukan yang diberikanolehdaerahkarenakedudukannyadidaerahKabupaten. Perubahaninijugaakanmemberikanartibahwasemuawilayahterkecildaridaerahadalahdesabaik yang beradadiKotamadyamaupunKabupaten. Hal iniberbedadengankonsepUndang-undangsebelumnya yang menempatkandesahanyapadadaerahKabupaten.
16. ReformasiHubunganFiskalPusat-Daerah Sejaktahunanggaran 2001 Indonesia memasuki era baruyaitu era desentralisasifiskal. Tujuanumumdariperubahantersebutadalahuntukmembentukdanmembangunsistempublik yang dapatmenyediakanbarangdanjasapubliklokal yang semakinefektifdanefisien, dengantetapmenjagastabilitasmakroekonomi. Hal iniakanberwujuddalambentukpelimpahankewenangankepadatingkatpemerintahanuntukmelakukanpembelanjaan, kewenanganuntukmemungutpajak, danadanyabantuandalambentuk transfer daripemerintahpusatkepemerintahdaerah.
18. Secarakonseptual, desentralisasifiskalmensyaratkanbahwasetiapkewenangan yang diberikankepadadaerahaharusdisertaidenganpembiayaan yang besarnyasesuaideganbesarnyakewenangantersebut. Artinya, pertama-tama beberapatugasdankewenangan yang dipandangefisienditanganiolehdaerahataudengankata lain didelegasikandaripusatkepadadaerah. Kewajibanpemerintahpusatadalahmenjaminsumberkeuanganuntukpendelegasianwewenangtersebut. Hal iniberartibahwahubngankeuanganantarapusatdengandaerahperludiberikanpengaturansedemikianrupa, sehinggakebutuhanpengeluaran yang akanmenjaditanggungjawabdaerahdapatdibiayaidarisumber-sumberpenerimaan yang ada.
19. Impikasi UU No.33 Tahun2004 Seiringdenganprosespembaruanterhadapisuotonomidandesentralisasi, pemerintahtelahmelakukanrevisiatas UU No.25/1999 tentangPerimbanganKeuanganantaraPemerintahPusatdenganPemerintah Daerah menjadi UU No.33/2004. Menurut UU No.25/1999 tersebut, sumber-sumberpendanaanpelaksanaanpemerintahdaerahterdiriatasPendapatanAsli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang sah. PAD terdiridarikomponenPajak Daerah, Retribusi Daerah, hasilpengelolaankekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Dana Perimbanganmerupakanpendanaandaerah yang bersumberdari APBN yang terdiridari Dana BagiHasil (DBH), Dana AlokasiUmum (DAU), dan Dana AlokasiKhusus (DAK). Dana BagiHasilbersumberdaripajakdansumberdayaalam yang dibagikankepadadaerahberdasarkanpresentasetertentu.
20. DalamUU No.33/2004, terjadirevisimengenaidanareboisasi yang semulatermasukbagiandari DAK, kinimenjadibagiandari DBH. DAK merupakandana yang berasaldari APBN dandialokasikankepadadaerah yang dimaksudkanuntukmembantumembiayaikegiatankhususdaerahdansesuaidenganprioritasnasional. UU No.33/2004 mengubahpolabantuandansumbangandaripemerintahpusatkepemerintahdaerahdanberlakuhinggasaatini. SubsidiDaerah Otonomdan Dana Inpresdihapuskandandigantidengan DAU,
21. MenurutUU No.33/2004, DAU bertujuanuntukmengurangiketimpangankemampuankeuanganantardaerah (horizontal imbalance). Jumlah DAU yang dibagikan minimal 26% daripenerimaandalamnegeridanakandibagikankepadaseluruhpropinsidankabupaten/kota. Dalam UU tersebutsecaraeksplisitdisebutkanbahwakriteria DAU didasarkanpadaduafaktorpenting, yaknikebutuhandaerah (fiscal needs) danpotensiperekonomiandaerah (fiscal capacity). Celahfiskal (fiscal gap), yang merupakandasarpenentuan DAU, adalahselisihantarafiscal capacity denganfiscal needs. Dengankata lain, DAU digunakanuntukmenutupcelah yang terjadikarenakebutuhandaerahlebihbesardaripotensipenerimaandaerah yang ada.
22. Untukmenghindarikemungkinanterjadinyapenurunankemampuandaerahdalammembiayaibebanpengeluaran yang sudahmenjaditanggungjawabnya, selainmenggunakan formula fiscal gapperhitungan DAU jugamenggunakanfaktorpenyeimbang yang terdiridari: Lumpsumyang bgerasaldarisejumlahproporsi DAU yang akandibagikansecarameratakepadaseluruhdaerah yang besarnyatergantungpadakemampuankeuangannegara; Transfer daripemerintahpusat yang dialokasikansecaraproporsionaldarikebutuhangajipegawaimasing-masingdaerah. Denganadanyafaktorpenyeimbang, alokasi DAU kepadadaerahditentukandenganperhitungan formula fiscal gapdanfaktorpenyeimbang.
26. Global Corruption Barrometer Indonesia 2005 Sumber: TranparencyInterntional Indonesia, 2005 Keterangan: *) Kisaran 1-5 (semakintingginilaisemakinkorup)