SlideShare uma empresa Scribd logo
1 de 7
Jebakan Hukum Swakelola Rehabilitasi Sekolah
Beberapa hari lalu saya dibuat tercengang dengan berita pada laman
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang berjudul “Swakelola Rehabilitasi
Sekolah Dinilai Lebih Baik.”
Yang membuat saya tercengang adalah, tulisan tersebut sama sekali tidak mencantumkan dasar
hukum apapun untuk mendukung pernyataan yang tertulis. Tulisan tersebut juga mencantumkan
beberapa pernyataan di bawah ini:
1. Mekanisme pembangunan ruang kelas lebih baik menggunakan sistem swakelola
dibandingkan dengan proses tender;
2. Sistem swakelola dapat menghemat anggaran 25-30 persen;
3. Dicontohkannya, di SDN Kendayakan Kragilan, dengan dana rehabilitasi Rp196 juta
untuk tiga lokal dapat menambah satu lokal untuk guru dan untuk sanitasi; dan
4. Keuntungan lainnya adalah dapat menciptakan lapangan kerja.
Apakah benar pernyataan-pernyataan tersebut? Mari kita telaah.
Dasar Hukum
Pelaksanaan pengadaan rehabilitasi sekolah wajib mengacu pada Perpres Nomor 54 Tahun 2010
karena anggaran yang digunakan adalah APBN. Hal ini tertuang pada Pasal 2 Perpres 54/2010
yaitu “Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik sebagian atau
seluruhnya bersumber dari APBN/APBD.”
Khusus swakelola, dijelaskan pada Pasal 26 Ayat 1 Perpres 54/2010 yaitu “Swakelola
merupakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan
dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah
lain dan/atau kelompok masyarakat.”
Pada pasal ini dapat dilihat bahwa swakelola terdiri atas 3 jenis, yaitu:
1. K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran;
2. Instansi Pemerintah Lain; atau
3. Kelompok Masyarakat.
Persyaratan sebuah pekerjaan dapat diswakelolakan yang dituangkan dalam Pasal 26 Ayat 2
adalah:
a. pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan
kemampuan teknis sumber daya manusia serta sesuai dengan tugas pokok K/L/D/I;
b. pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung
masyarakat setempat;
c. pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati
oleh Penyedia Barang/Jasa;
d. pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ ditentukan terlebih dahulu,
sehingga apabila dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkan
ketidakpastian dan risiko yang besar
e. penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan;
f. pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk
pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh Penyedia
Barang/Jasa;
g. pekerjaan survei, pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di
laboratorium dan pengembangan sistem tertentu;
h. pekerjaan yang bersifat rahasia bagi K/L/D/I yang bersangkutan;
i. pekerjaan Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri;
j. penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan/atau
k. pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista dan industri almatsus
dalam negeri.
Mari ditelaah satu persatu persyaratan tersebut:
1. Tugas pokok sekolah adalah menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar bukan untuk
melaksanakan rehabilitasi gedung dan bangunan, sehingga seharusnya sekolah tidak
dapat melaksanakan swakelola untuk rehabilitasi gedung dan melanggar Pasal 26 Ayat 2
Huruf a.
2. Gedung sekolah juga tidak masuk dalam klasifikasi pekerjaan yang operasi dan
pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat karena operasi
dan pemeliharaan sehari-hari dilaksanakan oleh manajemen sekolah. Contoh pekerjaan
yang operasi dan pemeliharaan memerlukan partisipasi langsung masyarakat adalah WC
Umum atau jalan desa karena memang digunakan langsung sehari-hari oleh masyarakat.
3. Pasal 26 Ayat 2 huruf c hingga k juga tidak dapat dijadikan dasar untuk swakelola
rehabilitasi sekolah.
Sehubungan dengan hal tersebut maka sekolah tidak dapat melaksanakan rehabilitasi gedung
dengan cara swakelola.
Salah satu alasan yang sering disampaikan adalah dana rehabilitasi merupakan dana hibah,
sehingga dapat dilakukan dengan cara swakelola.
Pendapat ini merupakan pendapat yang masih berdasarkan kepada Keputusan Presiden (Keppres)
Nomor 80 Tahun 2003 yang memang menyebutkan bahwa salah satu tipe swakelola adalah
“Kelompok masyarakat penerima hibah.”
Kata “penerima hibah” ini telah dihilangkan pada Perpres Nomor 54 Tahun 2010.
Bahkan khusus untuk kelompok masyarakat yang boleh melaksanakan swakelola, telah
ditekankan pada Pasal 31 Huruf b Perpres 54/2010 yaitu “pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
hanya diserahkan kepada Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola yang mampu
melaksanakan pekerjaan.” Hal ini menegaskan bahwa harus ada penilaian terlebih dahulu apakah
kelompok tersebut mampu atau tidak. Kemampuan biasanya sejalan dengan tugas pokok dari
kelompok masyarakat setempat, misalnya kelompok masyarakat petani pasti memiliki
kemampuan dalam hal pertanian, demikian juga dengan kelompok masyarakat nelayan yang
memiliki kemampuan dalam bidang perikanan.
Hal ini saya ungkapkan karena ada juga yang menyampaikan bahwa swakelola dapat dilakukan
oleh Komite Sekolah, karena komite sekolah merupakan kelompok masyarakat. Nah, selain tidak
memenuhi Pasal 26 Ayat 2, kemampuan komite sekolah untuk melaksanakan rehabilitasi sekolah
apakah sudah dipastikan? Berapa banyak diantara mereka yang memiliki kemampuan dalam
bidang Jasa Konstruksi? Juga apakah mereka memiliki SKA atau SKT dalam bidang Jasa
Konstruksi sesuai wewenang Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi?
Berdasarkan paparan di atas, maka pelaksanaan Rehabilitasi Sekolah dengan cara swakelola oleh
sekolah penerima hibah/bantuan tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Lebih Baik dan Lebih Hemat
Beberapa alasan lain yang digunakan untuk membenarkan pelaksanaan swakelola adalah
swakelola lebih baik daripada proses tender, sistem swakelola dapat menghemat anggaran, lebih
banyak bangunan yang dapat dibangun dengan menggunakan cara swakelola dibandingkan
dengan lelang, dan dapat menciptakan lapangan kerja.
Swakelola lebih baik?
Kata-kata “baik adalah sebuah kata yang amat subjektif karena bergantung cara pandang dan
pengalaman seseorang dalam memandang.
Memang benar bahwa di beberapa daerah, sekolah yang dulu dibangun dengan cara swakelola,
kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan cara lelang/tender. Hal ini karena kepala sekolahnya
amat komit terhadap kualitas sehingga sangat mengawasi pelaksanaan pembangunan. Juga orang
tua siswa yang ikut membangun, dilandasi dengan semangat bahwa anaknya bersekolah di
sekolah tersebut, maka mereka akan mengerjakan dengan baik.
Tetapi tidak bisa dipungkiri juga, beberapa kepala sekolah malah masuk bui alias hotel prodeo
alias penjara karena dituduh korupsi dana swakelola pembangunan gedung. Salah satu beritanya
dapat dibaca disini.
Juga banyak sekolah yang dibangun dengan mekanisme swakelola, belum lama digunakan malah
rubuh. Hal ini dapat dilihat pada pembangunan gedung perpustakaan SD Negeri Pemurus 8
Banjarmasin yang umur bangunannya baru 1 tahun. Contoh lain adalah pembangunan Gedung
Laboratorium IPA SMPN 1 Grogol yang rusak padahal umurnya baru 2 (dua) minggu.
Masih banyak contoh-contoh lain yang amat mudah diperoleh hanya dengan melakukan
pencarian menggunakan Google.
Ini membuktikan, metode pengadaan, tidak menjamin mutu pekerjaan.
Swakelola lebih hemat?
Sama dengan tulisan “swakelola lebih baik”, hemat adalah sebuah sifat yang bersifat subjektif
dan sulit diukur. Bisa saja pada saat pelaksanaan pembangunan gedung sekolah dilakukan
penghematan, tetapi baru 1 bulan dipakai malah rubuh, maka sia-sialah pekerjaan yang telah
dilakukan.
Yang harus diingat, swakelola dan menggunakan penyedia barang/jasa harus berlandaskan Harga
Perhitungan Sendiri (HPS) yang telah disusun. Penghematan dapat dilakukan apabila
penyusunan HPS dilakukan secara profesional dan tidak di-mark-up sehingga menguntungkan
diri sendiri atau orang lain. HPS juga harus berdasarkan kepada harga pasar setempat dan telah
memperhitungkan pajak dan keuntungan yang wajar.
Pajak tidak bergantung kepada proses pengadaan, swakelola dan penyedia barang/jasa tetap
harus menghitung PPn sesuai aturan yang berlaku. Jadi tidak benar bahwa kalau swakelola maka
tidak dikenakan pajak.
Kalimat “di SDN Kendayakan Kragilan, dengan dana rehabilitasi Rp196 juta untuk tiga lokal
dapat menambah satu lokal untuk guru dan untuk sanitasi” juga tidak menunjukkan bahwa
swakelola bisa lebih hemat. Hal ini berarti HPS yang ditetapkan sebelumnya masih terlalu tinggi
sehingga sebenarnya setelah dilaksanakan dapat menambah satu lokal lagi.
Penciptaan lapangan kerja dengan metode swakelola juga adalah lapangan kerja semu karena
yang bekerja bukan merupakan orang-orang yang ahli di bidangnya. Juga kalau dilaksanakan
menggunakan metode lelang/tender, tetap dapat menciptakan lapangan kerja.
Jebakan Hukum
Yang saya khawatirkan sebenarnya adalah jebakan hukum dari pelaksanaan swakelola ini,
karena dengan pertanyaan sederhana saja, maka Kepala Sekolah penerima bantuan rehabilitasi
sudah sulit untuk menjelaskan. Pertanyaan tersebut adalah “sebutkan dasar hukum dari peraturan
perundang-undangan yang membolehkan swakelola rehabilitas bangunan sekolah dilaksanakan
oleh sekolah itu sendiri.”
Kalau pembaca searching di google, terlihat sebagian besar yang menjadi korban adalah Kepala
Sekolah, karena kepala sekolah sebagai Pengguna Anggaran (PA) bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan swakelola di sekolahnya, sehingga apabila ada gugatan hukum, maka yang terkena
secara langsung adalah kepala sekolah itu sendiri dan bukan pemberi bantuan.
Apalagi dalam juklak bantuan sering dituliskan “pengadaan barang/jasa dilakukan sesuai
ketentuan perundang-undangan,” sehingga apabila pemberi bantuan ditanya maka bisa menjawab
dengan jawaban “diplomatis” bahwa pada juknis sudah ditetapkan tetapi kepala sekolah sendiri
yang tidak melaksanakan.
Selain itu, jangan sampai pemberian bantuan ini merupakan cara untuk mempercepat “daya serap
anggaran” tanpa memperhitungkan konsekwensi hukum yang akan diterima oleh penerima
bantuan pada masa yang akan datang.
Apabila Bapak Menteri bersikeras bahwa sekolah dapat melaksanakan swakelola untuk
rehabilitasi, maka silakan mengusulkan aturan khusus kepada Presiden agar diterbitkan Peraturan
Presiden (Perpres) yang spesifik mengatur mengenai pembangunan atau rehabilitasi sekolah.
Hal tersebut bukan tidak mungkin, dibuktikan dengan telah dikeluarkannya Perpres Nomor 59
Tahun 2011 yang mengatur mengenai penunjukan langsung pengadaan barang/jasa untuk
kegiatan Sea Games ke XVI di Palembang.
Jalan Keluar
Pertanyaan berikutnya setelah pembahasan di atas adalah ” Bagaimana apabila sekolah telah
terlanjur menerima dana untuk rehabilitasi dan diperintahkan melaksanakan melalui metode
Swakelola?”
Menafikan pelanggaran pasal 26 Ayat 2 Perpres 54/2010, maka kita dapat menganggap
swakelola tersebut adalah swakelola yang dilaksanakan oleh K/L/D/I penanggung jawab
anggaran, sehingga dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 27 ayat 1 dan 2 serta
Pasal 29 Perpres 54/2010.
Hal-hal yang wajib diperhatikan adalah:
1. Jumlah tenaga dari luar sekolah (termasuk tukang, pengawas, dll) tidak boleh melewati
50% dari jumlah keseluruhan pegawai sekolah yang terlibat dalam pelaksanaan
pembangunan. Hal ini karena tujuan utama swakelola adalah menggunakan tenaga yang
dimiliki sendiri dan tidak sekedar menjadi broker pekerjaan dan selanjutnya dikerjakan
oleh pengusaha secara total. Hal ini tertuang pada ketentuan Pasal 27 Ayat 2 Perpres
54/2010
2. Pengadaan bahan/barang, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan tenaga ahli dilakukan
oleh ULP/Pejabat Pengadaan dan dilaksanakan menggunakan metode pengadaan
barang/jasa sesuai Perpres 54/2010. Hal ini berarti apabila bahan bangunan yang apabila
dijumlahkan nilainya melebihi 100 juta, tetap wajib dilelangkan oleh Kepala Sekolah,
tidak boleh hanya dibeli langsung ke toko. Apabila nilainya dibawah 100 juta, maka
menggunakan metode pengadaan langsung dan memperhatikan bukti-bukti pembayaran
sesuai Pasal 55 Perpres 54/2010 dan menggunakan Standard Bidding Document (SBD)
Pengadaan Langsung yang dikeluarkan oleh LKPP.
3. Hal ini juga berlaku untuk tenaga ahli dan tenaga terampil yang digunakan, tetap harus
memperhatikan ketentuan tenaga ahli dan terampil berdasarkan peraturan perundang-
undangan dalam bidang Jasa Konstruksi, yaitu UU Nomor 18/1999 dan peaturan
turunannya, termasuk Peraturan Menteri PU (PermenPU) Nomor 7 Tahun 2011. Salah
satunya adalah tenaga ahli dan terampil wajib memiliki sertitikat keahlian atau
keterampilan yang dikeluarkan oleh LPJK.
4. Kepala sekolah tetap wajib membentuk 3 tim, yaitu tim perencana, pelaksana dan
pengawas untuk melaksanakan pekerjaan sesuai tahapan dan bidang tugas yang telah
diuraikan pada Lampiran VI Perpres 54/2010.
Semoga amanah yang diberikan dapat dilaksanakan dan tidak menjadi sebuah jebakan hukum
yang akan menjerat beberapa tahun yang akan datang.
Pembangunan Sesuaikan Gambar Dan Spesifikasi
Senin, 20 Mei 201308:10 pm
Reporter
Ditayangkan
Agam, InfoPublik - Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Agam, menghimbau
sekolah dasar penerima dana alokasi Khusus (DAK) laksanakan pekerjaan sesuai dengan gambar
dan spesikasi yang ada dalam dokumen perencanaan.
"Kita mengimbau kepada kepala sekolah yang menerima dana DAK lanjutan dari tahun 2012
untuk dapat memperhatikan dokumen perencanaan sesuai dengan ketentuan gambar dan
spesifikasi yang ada," kata Kepala Disdikpora Agam,Fauzir, Senin (20/5).
Dia menjelaskan, pelaksanaan rehabilitasi pembangunan ruang kelas baru dan pembangunan
perpustakaan dengan sumber dana alokasi khusus lanjutan dari tahun 2012 agar dilaksanakan
dengan baik.
Dia menambahkan, pengelolaan dana dak harus benar-benar dilakukan sesuai juknis dan rap
yang dikeluarkan oleh Penerintah Pusat. Dan ketentuan tersebut harus di laksanakan dengan
baik.
"Apabila ada perubahan pekerjaan menurut kebutuhan dan kondisi lapangan agar mengajukan
permohonan tertulis terhadap perubahan tersebut dengan melengkapi berita acara rapat panitia,"
imbuhnya.
Selain itu, dalam pelaksaaan pekerjaan panitia pelaksana agar selalu berkoordinasi dengan
konsultan pengawas. Kepada konsultan pengawas diminta mengawasi dan memberikan arahan
kepada panitia pelaksana sekolah sebelum pelaksanaan pekerjaan.
Sedangkan, kepada UPT pendidikan TK, SD dan LS ikut serta melakukan pengawasan dan
pembinaan pada masing-masing sekolah tersebut, dan sekolah penerima DAK pengirimkan
laporan kemajuan pekerjaan secara berkala.(mc agam/toeb)

Mais conteúdo relacionado

Destaque

FlexNet Manager for VMware
FlexNet Manager for VMwareFlexNet Manager for VMware
FlexNet Manager for VMwareFlexera
 
Guia de ordenamiento para la firma del libro de acta 2012 ii estudios juridicos
Guia de ordenamiento para la firma del libro de acta 2012 ii estudios juridicosGuia de ordenamiento para la firma del libro de acta 2012 ii estudios juridicos
Guia de ordenamiento para la firma del libro de acta 2012 ii estudios juridicosDavid Leon Sicilia
 
ADLAND Carbon Neutral Business Proposal
ADLAND Carbon Neutral Business ProposalADLAND Carbon Neutral Business Proposal
ADLAND Carbon Neutral Business ProposalJessica Brookes
 
Membership Site With Google Plus Community
Membership Site With Google Plus CommunityMembership Site With Google Plus Community
Membership Site With Google Plus CommunityLouisa Chan 陈毅信
 
Onlinetoekomst voor Netwerk (NCRV/EO)
Onlinetoekomst voor Netwerk (NCRV/EO)Onlinetoekomst voor Netwerk (NCRV/EO)
Onlinetoekomst voor Netwerk (NCRV/EO)guest8abb13
 
Community Land Trusts and Social/Neighborhood Outcomes in Athens, GA
Community Land Trusts and Social/Neighborhood Outcomes in Athens, GACommunity Land Trusts and Social/Neighborhood Outcomes in Athens, GA
Community Land Trusts and Social/Neighborhood Outcomes in Athens, GAAndy Carswell
 
Magazine Analysis.
Magazine Analysis.Magazine Analysis.
Magazine Analysis.BecWalton1
 
Pradip Children Book Illustrator
Pradip Children Book IllustratorPradip Children Book Illustrator
Pradip Children Book IllustratorFreelancer
 
Build vs. Buy: Designing an Effective Software Update Delivery Solution
Build vs. Buy: Designing an Effective Software Update Delivery SolutionBuild vs. Buy: Designing an Effective Software Update Delivery Solution
Build vs. Buy: Designing an Effective Software Update Delivery SolutionFlexera
 
Cpd Presentation Learning Walks
Cpd Presentation Learning WalksCpd Presentation Learning Walks
Cpd Presentation Learning Walksguest176a68
 
Designing Our Communities - ISA14 Keynote
Designing Our Communities - ISA14 KeynoteDesigning Our Communities - ISA14 Keynote
Designing Our Communities - ISA14 KeynoteErik Dahl
 

Destaque (15)

FlexNet Manager for VMware
FlexNet Manager for VMwareFlexNet Manager for VMware
FlexNet Manager for VMware
 
SOCIAL MEDIA ME
SOCIAL MEDIA MESOCIAL MEDIA ME
SOCIAL MEDIA ME
 
Guia de ordenamiento para la firma del libro de acta 2012 ii estudios juridicos
Guia de ordenamiento para la firma del libro de acta 2012 ii estudios juridicosGuia de ordenamiento para la firma del libro de acta 2012 ii estudios juridicos
Guia de ordenamiento para la firma del libro de acta 2012 ii estudios juridicos
 
Programa de Ciencias Educación Básica
Programa de Ciencias Educación Básica Programa de Ciencias Educación Básica
Programa de Ciencias Educación Básica
 
ADLAND Carbon Neutral Business Proposal
ADLAND Carbon Neutral Business ProposalADLAND Carbon Neutral Business Proposal
ADLAND Carbon Neutral Business Proposal
 
Membership Site With Google Plus Community
Membership Site With Google Plus CommunityMembership Site With Google Plus Community
Membership Site With Google Plus Community
 
Onlinetoekomst voor Netwerk (NCRV/EO)
Onlinetoekomst voor Netwerk (NCRV/EO)Onlinetoekomst voor Netwerk (NCRV/EO)
Onlinetoekomst voor Netwerk (NCRV/EO)
 
Community Land Trusts and Social/Neighborhood Outcomes in Athens, GA
Community Land Trusts and Social/Neighborhood Outcomes in Athens, GACommunity Land Trusts and Social/Neighborhood Outcomes in Athens, GA
Community Land Trusts and Social/Neighborhood Outcomes in Athens, GA
 
Magazine Analysis.
Magazine Analysis.Magazine Analysis.
Magazine Analysis.
 
Pradip Children Book Illustrator
Pradip Children Book IllustratorPradip Children Book Illustrator
Pradip Children Book Illustrator
 
Build vs. Buy: Designing an Effective Software Update Delivery Solution
Build vs. Buy: Designing an Effective Software Update Delivery SolutionBuild vs. Buy: Designing an Effective Software Update Delivery Solution
Build vs. Buy: Designing an Effective Software Update Delivery Solution
 
Hardware komputer-dan-fungsinya
Hardware komputer-dan-fungsinyaHardware komputer-dan-fungsinya
Hardware komputer-dan-fungsinya
 
Iim 1
Iim 1Iim 1
Iim 1
 
Cpd Presentation Learning Walks
Cpd Presentation Learning WalksCpd Presentation Learning Walks
Cpd Presentation Learning Walks
 
Designing Our Communities - ISA14 Keynote
Designing Our Communities - ISA14 KeynoteDesigning Our Communities - ISA14 Keynote
Designing Our Communities - ISA14 Keynote
 

Semelhante a Jebakan hukum swakelola rehabilitasi sekolah

Smkn8 semarang buku_pedoman_dan_panduan_prakerin
Smkn8 semarang buku_pedoman_dan_panduan_prakerinSmkn8 semarang buku_pedoman_dan_panduan_prakerin
Smkn8 semarang buku_pedoman_dan_panduan_prakerinSriIlyensPdsriilyens
 
Panduan bantuan praktik kerja lapangan
Panduan bantuan praktik kerja lapanganPanduan bantuan praktik kerja lapangan
Panduan bantuan praktik kerja lapanganHerry Siswanto
 
Makalah penerapan kode etik pada profesi guru
Makalah penerapan kode etik pada profesi guruMakalah penerapan kode etik pada profesi guru
Makalah penerapan kode etik pada profesi guruWarnet Raha
 
Makalah penerapan kode etik pada profesi guru SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah penerapan kode etik pada profesi guru SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA Makalah penerapan kode etik pada profesi guru SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah penerapan kode etik pada profesi guru SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
DWI MAULANA K_Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar.pptx
DWI MAULANA K_Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar.pptxDWI MAULANA K_Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar.pptx
DWI MAULANA K_Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar.pptxDwiMaulanaKristantod
 
Transparansi Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah Dasar
Transparansi  Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah DasarTransparansi  Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah Dasar
Transparansi Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah DasarJoko Prasetiyo
 
Laporan psg patrick xi tkj 3
Laporan psg patrick xi tkj 3Laporan psg patrick xi tkj 3
Laporan psg patrick xi tkj 3Patrick Haumptman
 
juklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madr
juklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madrjuklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madr
juklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madrSuaidin -Dompu
 
PROPOSAL PENGEMBANGAN TEACHING FACTORY.docx
PROPOSAL PENGEMBANGAN TEACHING FACTORY.docxPROPOSAL PENGEMBANGAN TEACHING FACTORY.docx
PROPOSAL PENGEMBANGAN TEACHING FACTORY.docxAmru Khan
 
Laporan psg patrick xi tkj 3
Laporan psg patrick xi tkj 3Laporan psg patrick xi tkj 3
Laporan psg patrick xi tkj 3Patrick Haumptman
 
PTK Lempar lembing PENJAS 2023 kelas 7.pdf
PTK Lempar lembing PENJAS 2023 kelas 7.pdfPTK Lempar lembing PENJAS 2023 kelas 7.pdf
PTK Lempar lembing PENJAS 2023 kelas 7.pdfmuhamadnurudin32
 
Proposal bimbel
Proposal bimbelProposal bimbel
Proposal bimbeldonidifka
 
LAPORAN TEACHING FACTORY PROJEK KREATIF DAN KEWIRAUSAHAAN.pdf
LAPORAN TEACHING FACTORY PROJEK KREATIF DAN KEWIRAUSAHAAN.pdfLAPORAN TEACHING FACTORY PROJEK KREATIF DAN KEWIRAUSAHAAN.pdf
LAPORAN TEACHING FACTORY PROJEK KREATIF DAN KEWIRAUSAHAAN.pdfWaita Rachmi Achir
 
Makalah Diskusi Dana Bos
Makalah Diskusi Dana BosMakalah Diskusi Dana Bos
Makalah Diskusi Dana Boshusnibas
 
Laporan prakerin jurusan adm perkantoran di PT PLN (persero)
Laporan prakerin jurusan adm perkantoran di PT PLN (persero)Laporan prakerin jurusan adm perkantoran di PT PLN (persero)
Laporan prakerin jurusan adm perkantoran di PT PLN (persero)Hamka Cadaz
 
Proposal PKL PDAM Kota Malang.docx
Proposal PKL PDAM Kota Malang.docxProposal PKL PDAM Kota Malang.docx
Proposal PKL PDAM Kota Malang.docxDavidAdiKarunia
 

Semelhante a Jebakan hukum swakelola rehabilitasi sekolah (20)

Smkn8 semarang buku_pedoman_dan_panduan_prakerin
Smkn8 semarang buku_pedoman_dan_panduan_prakerinSmkn8 semarang buku_pedoman_dan_panduan_prakerin
Smkn8 semarang buku_pedoman_dan_panduan_prakerin
 
Panduan bantuan praktik kerja lapangan
Panduan bantuan praktik kerja lapanganPanduan bantuan praktik kerja lapangan
Panduan bantuan praktik kerja lapangan
 
Makalah penerapan kode etik pada profesi guru
Makalah penerapan kode etik pada profesi guruMakalah penerapan kode etik pada profesi guru
Makalah penerapan kode etik pada profesi guru
 
Kemitraan
KemitraanKemitraan
Kemitraan
 
Makalah penerapan kode etik pada profesi guru SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah penerapan kode etik pada profesi guru SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA Makalah penerapan kode etik pada profesi guru SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah penerapan kode etik pada profesi guru SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
 
DWI MAULANA K_Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar.pptx
DWI MAULANA K_Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar.pptxDWI MAULANA K_Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar.pptx
DWI MAULANA K_Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar.pptx
 
Transparansi Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah Dasar
Transparansi  Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah DasarTransparansi  Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah Dasar
Transparansi Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah Dasar
 
Laporan psg patrick xi tkj 3
Laporan psg patrick xi tkj 3Laporan psg patrick xi tkj 3
Laporan psg patrick xi tkj 3
 
juklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madr
juklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madrjuklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madr
juklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madr
 
PROPOSAL PENGEMBANGAN TEACHING FACTORY.docx
PROPOSAL PENGEMBANGAN TEACHING FACTORY.docxPROPOSAL PENGEMBANGAN TEACHING FACTORY.docx
PROPOSAL PENGEMBANGAN TEACHING FACTORY.docx
 
Laporan psg patrick xi tkj 3
Laporan psg patrick xi tkj 3Laporan psg patrick xi tkj 3
Laporan psg patrick xi tkj 3
 
Laporan kklp
Laporan kklpLaporan kklp
Laporan kklp
 
PTK Lempar lembing PENJAS 2023 kelas 7.pdf
PTK Lempar lembing PENJAS 2023 kelas 7.pdfPTK Lempar lembing PENJAS 2023 kelas 7.pdf
PTK Lempar lembing PENJAS 2023 kelas 7.pdf
 
Proposal bimbel
Proposal bimbelProposal bimbel
Proposal bimbel
 
LAPORAN TEACHING FACTORY PROJEK KREATIF DAN KEWIRAUSAHAAN.pdf
LAPORAN TEACHING FACTORY PROJEK KREATIF DAN KEWIRAUSAHAAN.pdfLAPORAN TEACHING FACTORY PROJEK KREATIF DAN KEWIRAUSAHAAN.pdf
LAPORAN TEACHING FACTORY PROJEK KREATIF DAN KEWIRAUSAHAAN.pdf
 
Pkl bab 1
Pkl bab 1Pkl bab 1
Pkl bab 1
 
Makalah Diskusi Dana Bos
Makalah Diskusi Dana BosMakalah Diskusi Dana Bos
Makalah Diskusi Dana Bos
 
Laporan prakerin jurusan adm perkantoran di PT PLN (persero)
Laporan prakerin jurusan adm perkantoran di PT PLN (persero)Laporan prakerin jurusan adm perkantoran di PT PLN (persero)
Laporan prakerin jurusan adm perkantoran di PT PLN (persero)
 
Proposal PKL PDAM Kota Malang.docx
Proposal PKL PDAM Kota Malang.docxProposal PKL PDAM Kota Malang.docx
Proposal PKL PDAM Kota Malang.docx
 
Press release kmstp
Press release kmstpPress release kmstp
Press release kmstp
 

Jebakan hukum swakelola rehabilitasi sekolah

  • 1. Jebakan Hukum Swakelola Rehabilitasi Sekolah Beberapa hari lalu saya dibuat tercengang dengan berita pada laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang berjudul “Swakelola Rehabilitasi Sekolah Dinilai Lebih Baik.” Yang membuat saya tercengang adalah, tulisan tersebut sama sekali tidak mencantumkan dasar hukum apapun untuk mendukung pernyataan yang tertulis. Tulisan tersebut juga mencantumkan beberapa pernyataan di bawah ini: 1. Mekanisme pembangunan ruang kelas lebih baik menggunakan sistem swakelola dibandingkan dengan proses tender; 2. Sistem swakelola dapat menghemat anggaran 25-30 persen; 3. Dicontohkannya, di SDN Kendayakan Kragilan, dengan dana rehabilitasi Rp196 juta untuk tiga lokal dapat menambah satu lokal untuk guru dan untuk sanitasi; dan 4. Keuntungan lainnya adalah dapat menciptakan lapangan kerja. Apakah benar pernyataan-pernyataan tersebut? Mari kita telaah. Dasar Hukum Pelaksanaan pengadaan rehabilitasi sekolah wajib mengacu pada Perpres Nomor 54 Tahun 2010 karena anggaran yang digunakan adalah APBN. Hal ini tertuang pada Pasal 2 Perpres 54/2010 yaitu “Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD.” Khusus swakelola, dijelaskan pada Pasal 26 Ayat 1 Perpres 54/2010 yaitu “Swakelola merupakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat.” Pada pasal ini dapat dilihat bahwa swakelola terdiri atas 3 jenis, yaitu: 1. K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran; 2. Instansi Pemerintah Lain; atau 3. Kelompok Masyarakat.
  • 2. Persyaratan sebuah pekerjaan dapat diswakelolakan yang dituangkan dalam Pasal 26 Ayat 2 adalah: a. pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia serta sesuai dengan tugas pokok K/L/D/I; b. pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat; c. pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh Penyedia Barang/Jasa; d. pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan risiko yang besar e. penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan; f. pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa; g. pekerjaan survei, pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium dan pengembangan sistem tertentu; h. pekerjaan yang bersifat rahasia bagi K/L/D/I yang bersangkutan; i. pekerjaan Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri; j. penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan/atau k. pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista dan industri almatsus dalam negeri. Mari ditelaah satu persatu persyaratan tersebut: 1. Tugas pokok sekolah adalah menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar bukan untuk melaksanakan rehabilitasi gedung dan bangunan, sehingga seharusnya sekolah tidak dapat melaksanakan swakelola untuk rehabilitasi gedung dan melanggar Pasal 26 Ayat 2 Huruf a. 2. Gedung sekolah juga tidak masuk dalam klasifikasi pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat karena operasi dan pemeliharaan sehari-hari dilaksanakan oleh manajemen sekolah. Contoh pekerjaan yang operasi dan pemeliharaan memerlukan partisipasi langsung masyarakat adalah WC Umum atau jalan desa karena memang digunakan langsung sehari-hari oleh masyarakat. 3. Pasal 26 Ayat 2 huruf c hingga k juga tidak dapat dijadikan dasar untuk swakelola rehabilitasi sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut maka sekolah tidak dapat melaksanakan rehabilitasi gedung dengan cara swakelola. Salah satu alasan yang sering disampaikan adalah dana rehabilitasi merupakan dana hibah, sehingga dapat dilakukan dengan cara swakelola. Pendapat ini merupakan pendapat yang masih berdasarkan kepada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 yang memang menyebutkan bahwa salah satu tipe swakelola adalah “Kelompok masyarakat penerima hibah.”
  • 3. Kata “penerima hibah” ini telah dihilangkan pada Perpres Nomor 54 Tahun 2010. Bahkan khusus untuk kelompok masyarakat yang boleh melaksanakan swakelola, telah ditekankan pada Pasal 31 Huruf b Perpres 54/2010 yaitu “pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa hanya diserahkan kepada Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola yang mampu melaksanakan pekerjaan.” Hal ini menegaskan bahwa harus ada penilaian terlebih dahulu apakah kelompok tersebut mampu atau tidak. Kemampuan biasanya sejalan dengan tugas pokok dari kelompok masyarakat setempat, misalnya kelompok masyarakat petani pasti memiliki kemampuan dalam hal pertanian, demikian juga dengan kelompok masyarakat nelayan yang memiliki kemampuan dalam bidang perikanan. Hal ini saya ungkapkan karena ada juga yang menyampaikan bahwa swakelola dapat dilakukan oleh Komite Sekolah, karena komite sekolah merupakan kelompok masyarakat. Nah, selain tidak memenuhi Pasal 26 Ayat 2, kemampuan komite sekolah untuk melaksanakan rehabilitasi sekolah apakah sudah dipastikan? Berapa banyak diantara mereka yang memiliki kemampuan dalam bidang Jasa Konstruksi? Juga apakah mereka memiliki SKA atau SKT dalam bidang Jasa Konstruksi sesuai wewenang Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi? Berdasarkan paparan di atas, maka pelaksanaan Rehabilitasi Sekolah dengan cara swakelola oleh sekolah penerima hibah/bantuan tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan. Lebih Baik dan Lebih Hemat Beberapa alasan lain yang digunakan untuk membenarkan pelaksanaan swakelola adalah swakelola lebih baik daripada proses tender, sistem swakelola dapat menghemat anggaran, lebih banyak bangunan yang dapat dibangun dengan menggunakan cara swakelola dibandingkan dengan lelang, dan dapat menciptakan lapangan kerja. Swakelola lebih baik? Kata-kata “baik adalah sebuah kata yang amat subjektif karena bergantung cara pandang dan pengalaman seseorang dalam memandang. Memang benar bahwa di beberapa daerah, sekolah yang dulu dibangun dengan cara swakelola, kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan cara lelang/tender. Hal ini karena kepala sekolahnya amat komit terhadap kualitas sehingga sangat mengawasi pelaksanaan pembangunan. Juga orang tua siswa yang ikut membangun, dilandasi dengan semangat bahwa anaknya bersekolah di sekolah tersebut, maka mereka akan mengerjakan dengan baik. Tetapi tidak bisa dipungkiri juga, beberapa kepala sekolah malah masuk bui alias hotel prodeo alias penjara karena dituduh korupsi dana swakelola pembangunan gedung. Salah satu beritanya dapat dibaca disini. Juga banyak sekolah yang dibangun dengan mekanisme swakelola, belum lama digunakan malah rubuh. Hal ini dapat dilihat pada pembangunan gedung perpustakaan SD Negeri Pemurus 8
  • 4. Banjarmasin yang umur bangunannya baru 1 tahun. Contoh lain adalah pembangunan Gedung Laboratorium IPA SMPN 1 Grogol yang rusak padahal umurnya baru 2 (dua) minggu. Masih banyak contoh-contoh lain yang amat mudah diperoleh hanya dengan melakukan pencarian menggunakan Google. Ini membuktikan, metode pengadaan, tidak menjamin mutu pekerjaan. Swakelola lebih hemat? Sama dengan tulisan “swakelola lebih baik”, hemat adalah sebuah sifat yang bersifat subjektif dan sulit diukur. Bisa saja pada saat pelaksanaan pembangunan gedung sekolah dilakukan penghematan, tetapi baru 1 bulan dipakai malah rubuh, maka sia-sialah pekerjaan yang telah dilakukan. Yang harus diingat, swakelola dan menggunakan penyedia barang/jasa harus berlandaskan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) yang telah disusun. Penghematan dapat dilakukan apabila penyusunan HPS dilakukan secara profesional dan tidak di-mark-up sehingga menguntungkan diri sendiri atau orang lain. HPS juga harus berdasarkan kepada harga pasar setempat dan telah memperhitungkan pajak dan keuntungan yang wajar. Pajak tidak bergantung kepada proses pengadaan, swakelola dan penyedia barang/jasa tetap harus menghitung PPn sesuai aturan yang berlaku. Jadi tidak benar bahwa kalau swakelola maka tidak dikenakan pajak. Kalimat “di SDN Kendayakan Kragilan, dengan dana rehabilitasi Rp196 juta untuk tiga lokal dapat menambah satu lokal untuk guru dan untuk sanitasi” juga tidak menunjukkan bahwa swakelola bisa lebih hemat. Hal ini berarti HPS yang ditetapkan sebelumnya masih terlalu tinggi sehingga sebenarnya setelah dilaksanakan dapat menambah satu lokal lagi. Penciptaan lapangan kerja dengan metode swakelola juga adalah lapangan kerja semu karena yang bekerja bukan merupakan orang-orang yang ahli di bidangnya. Juga kalau dilaksanakan menggunakan metode lelang/tender, tetap dapat menciptakan lapangan kerja. Jebakan Hukum Yang saya khawatirkan sebenarnya adalah jebakan hukum dari pelaksanaan swakelola ini, karena dengan pertanyaan sederhana saja, maka Kepala Sekolah penerima bantuan rehabilitasi sudah sulit untuk menjelaskan. Pertanyaan tersebut adalah “sebutkan dasar hukum dari peraturan perundang-undangan yang membolehkan swakelola rehabilitas bangunan sekolah dilaksanakan oleh sekolah itu sendiri.” Kalau pembaca searching di google, terlihat sebagian besar yang menjadi korban adalah Kepala Sekolah, karena kepala sekolah sebagai Pengguna Anggaran (PA) bertanggung jawab terhadap pelaksanaan swakelola di sekolahnya, sehingga apabila ada gugatan hukum, maka yang terkena secara langsung adalah kepala sekolah itu sendiri dan bukan pemberi bantuan.
  • 5. Apalagi dalam juklak bantuan sering dituliskan “pengadaan barang/jasa dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan,” sehingga apabila pemberi bantuan ditanya maka bisa menjawab dengan jawaban “diplomatis” bahwa pada juknis sudah ditetapkan tetapi kepala sekolah sendiri yang tidak melaksanakan. Selain itu, jangan sampai pemberian bantuan ini merupakan cara untuk mempercepat “daya serap anggaran” tanpa memperhitungkan konsekwensi hukum yang akan diterima oleh penerima bantuan pada masa yang akan datang. Apabila Bapak Menteri bersikeras bahwa sekolah dapat melaksanakan swakelola untuk rehabilitasi, maka silakan mengusulkan aturan khusus kepada Presiden agar diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang spesifik mengatur mengenai pembangunan atau rehabilitasi sekolah. Hal tersebut bukan tidak mungkin, dibuktikan dengan telah dikeluarkannya Perpres Nomor 59 Tahun 2011 yang mengatur mengenai penunjukan langsung pengadaan barang/jasa untuk kegiatan Sea Games ke XVI di Palembang. Jalan Keluar Pertanyaan berikutnya setelah pembahasan di atas adalah ” Bagaimana apabila sekolah telah terlanjur menerima dana untuk rehabilitasi dan diperintahkan melaksanakan melalui metode Swakelola?” Menafikan pelanggaran pasal 26 Ayat 2 Perpres 54/2010, maka kita dapat menganggap swakelola tersebut adalah swakelola yang dilaksanakan oleh K/L/D/I penanggung jawab anggaran, sehingga dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 27 ayat 1 dan 2 serta Pasal 29 Perpres 54/2010. Hal-hal yang wajib diperhatikan adalah: 1. Jumlah tenaga dari luar sekolah (termasuk tukang, pengawas, dll) tidak boleh melewati 50% dari jumlah keseluruhan pegawai sekolah yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini karena tujuan utama swakelola adalah menggunakan tenaga yang dimiliki sendiri dan tidak sekedar menjadi broker pekerjaan dan selanjutnya dikerjakan oleh pengusaha secara total. Hal ini tertuang pada ketentuan Pasal 27 Ayat 2 Perpres 54/2010 2. Pengadaan bahan/barang, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan tenaga ahli dilakukan oleh ULP/Pejabat Pengadaan dan dilaksanakan menggunakan metode pengadaan barang/jasa sesuai Perpres 54/2010. Hal ini berarti apabila bahan bangunan yang apabila dijumlahkan nilainya melebihi 100 juta, tetap wajib dilelangkan oleh Kepala Sekolah, tidak boleh hanya dibeli langsung ke toko. Apabila nilainya dibawah 100 juta, maka menggunakan metode pengadaan langsung dan memperhatikan bukti-bukti pembayaran sesuai Pasal 55 Perpres 54/2010 dan menggunakan Standard Bidding Document (SBD) Pengadaan Langsung yang dikeluarkan oleh LKPP. 3. Hal ini juga berlaku untuk tenaga ahli dan tenaga terampil yang digunakan, tetap harus memperhatikan ketentuan tenaga ahli dan terampil berdasarkan peraturan perundang-
  • 6. undangan dalam bidang Jasa Konstruksi, yaitu UU Nomor 18/1999 dan peaturan turunannya, termasuk Peraturan Menteri PU (PermenPU) Nomor 7 Tahun 2011. Salah satunya adalah tenaga ahli dan terampil wajib memiliki sertitikat keahlian atau keterampilan yang dikeluarkan oleh LPJK. 4. Kepala sekolah tetap wajib membentuk 3 tim, yaitu tim perencana, pelaksana dan pengawas untuk melaksanakan pekerjaan sesuai tahapan dan bidang tugas yang telah diuraikan pada Lampiran VI Perpres 54/2010. Semoga amanah yang diberikan dapat dilaksanakan dan tidak menjadi sebuah jebakan hukum yang akan menjerat beberapa tahun yang akan datang. Pembangunan Sesuaikan Gambar Dan Spesifikasi Senin, 20 Mei 201308:10 pm Reporter Ditayangkan
  • 7. Agam, InfoPublik - Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Agam, menghimbau sekolah dasar penerima dana alokasi Khusus (DAK) laksanakan pekerjaan sesuai dengan gambar dan spesikasi yang ada dalam dokumen perencanaan. "Kita mengimbau kepada kepala sekolah yang menerima dana DAK lanjutan dari tahun 2012 untuk dapat memperhatikan dokumen perencanaan sesuai dengan ketentuan gambar dan spesifikasi yang ada," kata Kepala Disdikpora Agam,Fauzir, Senin (20/5). Dia menjelaskan, pelaksanaan rehabilitasi pembangunan ruang kelas baru dan pembangunan perpustakaan dengan sumber dana alokasi khusus lanjutan dari tahun 2012 agar dilaksanakan dengan baik. Dia menambahkan, pengelolaan dana dak harus benar-benar dilakukan sesuai juknis dan rap yang dikeluarkan oleh Penerintah Pusat. Dan ketentuan tersebut harus di laksanakan dengan baik. "Apabila ada perubahan pekerjaan menurut kebutuhan dan kondisi lapangan agar mengajukan permohonan tertulis terhadap perubahan tersebut dengan melengkapi berita acara rapat panitia," imbuhnya. Selain itu, dalam pelaksaaan pekerjaan panitia pelaksana agar selalu berkoordinasi dengan konsultan pengawas. Kepada konsultan pengawas diminta mengawasi dan memberikan arahan kepada panitia pelaksana sekolah sebelum pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan, kepada UPT pendidikan TK, SD dan LS ikut serta melakukan pengawasan dan pembinaan pada masing-masing sekolah tersebut, dan sekolah penerima DAK pengirimkan laporan kemajuan pekerjaan secara berkala.(mc agam/toeb)