Dokumen tersebut membahas tentang bimbingan dan konseling, termasuk definisi, jenis, tujuan, dan prosesnya. Secara khusus membahas tentang bimbingan klasikal dan konseling serta beberapa skema pengolahan kasus dalam konseling.
1. Pendalaman Materi
Bimbingan dan Konseling
Bimbingan Klasikal dan Konseling
Oleh : Dr. MM Sri Hastuti, M.Si.
Universitas Sanata Dharma
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling (PLPG BK)
2. Pendalaman Materi
Bimbingan dan Konseling
Bimbingan Klasikal
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling (PLPG BK)
3. Perkembangan Konsepsi Bimbingan dan Konseling
No.1 No.2 No.3 No.4
Konseling
Bimbingan Bimbingan Bimbingan Konseling Konseling
4. Gambar 1
Pelayanan bimbingan yang belum mencakup pelayanan konseling
(periode pertama dan kedua)
Bimbingan
Gambar 2
Pelayanan bimbingan yang sudah meliputi pelayanan konseling
sebagai salah satu bentuk pelayanan bimbingan (periode ketiga) Konseling
Bimbingan
5. Gambar 3
Pelayanan bimbingan dan konseling yang saling berhimpitan
(periode keempat dan kelima)
Bimbingan
Gambar 4
Konseling
Pelayanan konseling yang meliputi seluruh pelayanan yang dahulu
disebut “bimbingan dan konseling”
(perkembangan yang terakhir).
Konseling
6. Jenis Bimbingan
Berdasarkan banyaknya binimbing (orang yang dibimbing):
Bimbingan individual/perseorangan
Bimbingan kelompok
Bimbingan klasikal
Berdasarkan maksud/tujuan:
Bimbingan preventif
Bimbingan developmental/perseveratif
Bimbingan remidial/kuratif/korektif/pengentasan
Berdasarkan masalah/topik/isi:
Bimbingan sosial
Bimbingan belajar/studi/akademik
Bimbingan karier
7. Jenis Bimbingan
Bimbingan pribadi dan bimbingan sosial sering dirangkaikan
atau disatukan menjadi bimbingan pribadi-sosial, karena
masalah sosial (hubungan dengan orang lain) tidak bisa
dipisahkan dari masalah pribadi. Masalah pribadi belum
tentu sosial, tetapi masalah sosial tentu merupakan masalah
pribadi.
8. Tujuan Bimbingan Klasikal
Tujuan bimbingan klasikal adalah untuk membantu
binimbing (orang yang dibimbing) agar semakin
berkembang seutuhnya (dalam berbagai aspek
perkembangan dirinya, seperti
pribadi, sosial, belajar, karier) dan seoptimal mungkin
(sesuai dengan potensinya masing-masing) sebagai
pribadi (dapat menentukan sendiri dan berpendirian
sendiri).
9. Pendekatan Bimbingan Klasikal
Pendekatan guru BK dalam melaksanakan bimbingan klasikal
adalah bersifat preventif-developmental.Untuk bisa
melaksanakan bimbingan klasikal dengan baik, guru BK perlu
menguasai berbagai kemampuan seperti kemampuan untuk :
Mengungkap kebutuhan, masalah atau tugas perkembangan
siswa
Menentukan topik-topik yang relevan untuk siswa
Menyusun satuan pelayanan bimbingan klasikal
Mengelola kelas
Menerapkan “experiential learning”
Mengevaluasi hasil dan proses pembimbingan
10. Orientasi (Sudut Pandang) Guru BK
Individual
Orientasi
(sudut pandang)
Guru BK
Perkembangan Masalah/kebutuhan
11. Kebutuhan, Masalah dan Tugas Perkembangan
Dalam tugas perkembangan dan masalah tercakup
(implisit) kebutuhan. Masalah timbul karena kebutuhan
tidak/belum/kurang terpenuhi atau tugas perkembangan
tidak /belum diselesaikan dengan baik.
Contoh:
Tugas Perkembangan: Mengembangkan konsep-diri
yang positif.
Kebutuhan: Konsep-diri yang positif.
Masalah: Tidak/Belum/Kurang memiliki konsep-diri yang
positif.
13. Proses Konseling
Komunikasi antar pribadi :
• Face to face relationship (tatap muka)
• Cyber Counseling
Konselor Konseli/Klien
• Teori Konseling
• Pendekatan Konseling
• Teknik Verbal Konseling
• Teknik Non Verbal Konseling
14. Fase Konseling
1. Pembukaan
Pada fase ini konselor membangun hubungan antar
pribadi yang memungkinkan pembicaraan terbuka dan
terarah dalam wawancara konseling (rapport).
2. Penjelasan Masalah
Konseli mengemukakan hal-hal yang membebani
dirinya, mungkin berupa perasaan atau pikiran.
3. Penggalian Latar Belakang Masalah
Oleh karena pada fase penjelasan masalah konseli belum
menyajikan gambaran lengkap mengenai kedudukan
masalahnya, maka diperlukan penjelasan lebih
mendalam dan mendetail. Untuk mendapatkan data
konseli secara mendalam dan mendetail, maka dalam
menggali data konselor perlu menggunakan sistematika
tertentu.
15. Fase Konseling
Sistematika ini berkaitan dengan teori dan pendekatan
konseling yang lebih berorientasi pada
kognitif, afektif, atau behavioristik.
4. Penyelesaian Masalah
Berdasarkan diagnosis, konselor dan konseli membahas
bagaimana persoalan dapat diatasi. Konselor
menerapkan sistematika penyelesaian masalah yang
khas bagi masing-masing pendekatan konseling.
5. Penutup
Pada prinsipnya di setiap akhir pertemuan
konseling, konselor melakukan fase penutup.
Ada 2 macam bentuk fase penutup:
* proses konseling telah selesai
* proses konseling belum selesai
16. Tehnik Non Verbal (Attending Behavior)
1) Cara duduk yang menyatakan sikap rileks dan mau
memperhatikan.
2) Anggukan kepala yang menyatakan penerimaan dan
menunjukkan pengertian.
3) Gerakan lengan dan tangan yang memperkuat apa
yang diungkapkan secara verbal.
4) Ekspresi wajah yang mendukung apa yang diungkapkan
secara verbal.
5) Senyuman yang menyatakan sikap menerima.
17. Tehnik Non Verbal (Attending Behavior)
6) Kontak mata yang mendukung ungkapan verbal.
7) Nada suara dan kecepatan berbicara yang menyesuaikan
dengan ungkapan konseli tentang perasaan
konseli, seperti misalnya nada suara yang lembut yang
diucapkan dengan nada yang rendah dan secara lambat
untuk menanggapi perasaan negatif konseli.
8) Sentuhan yang menunjang ungkapan verbal. Namun
perlu diingat, mengingat faktor budaya, kontak fisik
antara konselor dan konseli dapat pula dimaknai
sesuatu yang negative oleh konseli.
18. Tehnik Verbal – Non Direktif
1) Ajakan untuk mulai
2) Penerimaan/menunjukkan pengertian
3) Perumusan kembali pikiran-gagasan/refleksi pikiran
4) Perumusan kembali perasaan/refleksi perasaan
5) Penjelasan pikiran-gagasan/klarifikasi pikiran
6) Penjelasan perasaan /klarifikasi perasaan
7) Permintaan untuk melanjutkan
8) Pengulangan satu dua kata
9) Ringkasan/rangkuman
19. Tehnik Verbal – Direktif
1) Pertanyaan Mengenai Hal Tertentu
2) Pemberian Umpan Balik
3) Pemberian Informasi
4) Penyajian alternatif
5) Penyelidikan
6) Pemberian Struktur
7) Interpretasi
8) Konfrontasi
9) Diagnosis
10) Dukungan/Bombongan
11) Usul/saran
12) Penolakan
20. Skema Pengolahan Kasus
Rational Emotive Behavior Therapy
1. Pembukaan
2. Penjelasan Masalah
3. Analisis Masalah
Konselor menggali latar belakang masalah konseli
dengan sistematika sebagai berikut:
Activating Event (A): Apa yang terjadi baru-baru ini
(3-4 minggu terakhir) yang membuat konseli
mengalami perasaan-perasaan tertentu atau
melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
Belief (B) : Apa isi tanggapan kognitif(r-kognitif) yang
tidak rasional terhadap A.
Concequence (C): Apa akibat dari tanggapan yang
tidak rasional itu baik terhadap perasaan (r-afektif
yang tidak wajar) maupun perilaku nyata yang salah
suai (R).
21. Skema Pengolahan Kasus
Rational Emotive Behavior Therapy
4. Penyelesaian Masalah
Konselor dan konseli mencari jalan keluar permasalahan
konseli dengan cara:
Dispute (D):
Konselor menjelaskan bagaimana konseli bisa
memiliki pikiran yang tidak rasional, sehingga B
yang tidak rasional perlu diubah
Konselor menantang konseli mengenai pikirannya
yang tidak rasional dengan mengajukan
pertanyaan yang mengharuskan konseli untuk
berefleksi
Konselor memberikan contoh-contoh agar konseli
berpikir lebih rasional
22. Skema Pengolahan Kasus
Rational Emotive Behavior Therapy
Effect (E)
Konseli mulai menampakkan cara berpikir yang
lebih rasional (r-kognitif yang rasional)
Konseli mengalami perasaan yang lebih wajar (r-
afektif yang wajar).Konseli mulai merencanakan
perilaku-perilaku yang realistis (R-konstruktif)
5. Penutup
23. Skema Pengolahan Kasus Trait and Factor
1. Pembukaan
2. Penjelasan Masalah
3. Analisis Masalah
Konselor menggali latar belakang masalah konseli
dengan sistematika sebagai berikut:
Data tentang konseli sendiri, seperti
1) kemampuan intelektual/taraf intelegensi (kalau
tersedia data testing);
2) kemampuan belajar (taraf prestasi dalam bidang
studi yang pokok);
3) bakat khusus (prestasi yang mencolok tinggi di
bidang studi tertentu);
4) arah minat (hasil testing kalau ada;analisis diri);
5) cita-cita (analisis diri);
24. Skema Pengolahan Kasus Trait and Factor
6) harapan-harapan (analisis diri);
7) nilai-nilai yang dikejar (analisis diri); ketrampilan
motorik yang menyolok(prestasi belajar dalam bidang
tertentu);
8) perasaan yang utama (analisis diri); dan
9) lain-lain yang relevan.
Data tentang keluarga dekat seperti
10) harapan dan kelurga;
11) kewajiban terhadap keluarga;
12) kemampuan ekonomi keluarga;
13) posisi konseli dalam keluarga; dan
14) dan lain lain yang relevan
Data tentang lingkungan hidup, seperti
15) prospek masa depan dari pekerjan yang
didambakan serta kualifikasi yang dituntut;
25. Skema Pengolahan Kasus Trait and Factor
16) ciri-ciri khas dari program studi yang didambakan
serta kualifikasi yang dituntut;
17) keadaan konkret masyarakat yang mempersempit
atau memperluas ruang gerak konseli; dan
18) dan sebagainya yang relevan.
Dalam menangani butir c, harus dibedakan antara konseli
yang :
Sudah mempunyai gambaran/ide/harapan/ rencana
tentang bidang pekerjaan kelak dan /atau tentang
progam studi yang patut dipertimbangkan (sudah
ada beberapa alternatif program studi) => kesan
pertama tentang kesesuaian antara data pada butir
a (terutama), b, dan c.
26. Skema Pengolahan Kasus Trait and Factor
Belum mempunyai ide/gambaran tentang alternatif-
alternatif program studi yang dapat
dipertimbangkan, dalam kaitan dengan bidang
pekerjaan yang dibayangkan => harus dicari bersama
sejumlah alternatif yang kelihatannya sesuai dengan
data pada butir a (terutama) b dan sebagian c, untuk
pertimbangan nanti (=inventarisasi alternatif).
[keberhasilan dalam butir c ini menuntut supaya
konselor memiliki pengetahuan yang luas tentang
lingkungan PTN serta PTS, serta pengetahuan
secukupnya tentang dunia pekerjaan]
27. Skema Pengolahan Kasus Trait and Factor
4. Penyelesaian Masalah
Dengan mengingat ciri khas dari suatu ‘choice
case’, yaitu pilihan yang paling dapat
dipertanggungjawabkan dan masuk akal, konselor
mengajak berdiskusi tentang hal-hal sebagai berikut :
Pro dan kontra (untung-rugi; kelebihan-kelemahan)
dari masing-masing alternatif bila data dalam 3 a,b,c
ditinjau lebih dalam dan dikaitkan satu sama lain.
Tinjauan pro dan kontra ini dapat terjadi secara
eksplisit, dapat pula secara implisit; tetapi untuk
kebanyakan konseli sebaiknya dieksplisitkan, sehingga
apa yang kelihatannya cocok pada 3 c menjadi lebih
jelas.
28. Skema Pengolahan Kasus Trait and Factor
Berdasarkan hasil tinjuan/pertimbangan dalam a dapat
dijawab pertanyaan untuk masing-masing alternatif:
“Bisakah/mungkinkah?” (Ya-Tidak) dan “Inginkah?”
(Ya-Tidak). Tentu saja alternatif yang paling masuk akal
adalah yang dijawab dengn jawaban ‘Ya” untuk kedua
pertanyaan tadi.
Mengingat kemungkinan terdapat lebih dari satu
alternatif yang dapat dijawab dengan “Ya” (Bisa dan
ingin), maka ditentukan prioritas urutan pilihan
1, pilihan 2, pilihan 3, yaitu program studi beserta
tempatnya. Urutan prioritas yang demikian menjadi
titik tolak bagi usaha konseli untuk diterima di PT ini
atau PT itu.
29. Skema Pengolahan Kasus Trait and Factor
[Keberhasilan dalam tahap ini menuntut supaya
konselor memiliki pengetahuan yang luas tentang
lingkungan PTN serta PTS, serta pengetahuan
secukupnya tentang dunia pekerjaan]
5. Penutup
31. Proses konseling menunjuk pada rangkaian
perubahan yang terjadi pada konseli yang
berinteraksi dengan seorang konselor
selama jangka waktu tertentu.
<kembali>
32. Teori konseling adalah suatu konseptualisasi
atau kerangka acuan berpikir tentang
bagaimana proses konseling berlangsung
(aspek refleksi teoretis).
<kembali>
33. Pendekatan konseling merupakan penerapan
teori konseling, yang meliputi
prosedur, metode dan teknik konseling
(aspek penerapan praktis)
<kembali>
34. Teknik Verbal Konseling adalah tanggapan
verbal yang diberikan oleh konselor terhadap
ungkapan konseli. Tanggapan verbal konselor
ini dapat berupa suatu pernyataan dan
pertanyaan
Contoh: refleksi (pikiran, perasan), klarifikasi
(pikiran, perasaan), pertanyaan mengenai hal
tertentu, diagnosis, interpretasi, dll.
<kembali>
35. Teknik Non Verbal Konseling berarti konselor
mendengarkan dengan penuh perhatian; dengan
menggunakan seluruh tubuhnya; semua
ungkapan konseli tentang masalahnya baik yang
diungkapkan secara verbal maupun non verbal.
Contoh:
Cara duduk yang menyatakan sikap rileks.
Senyuman yang menyatakan sikap menerima.
<kembali>